You are on page 1of 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pasien kritis dengan perawatan di ruang ICU (Intensive Care Unit) memiliki
morbiditas dan mortalitas yang tinggi.Mengenali ciri-ciri dengan cepat dan
penatalaksanaan dini yang sesuai pada pasien beresiko kritis atau pasien yang berada
dalam keadaan kritis dapat membantu mencegah perburukan lebih lanjut dan
memaksimalkan peluang untuk sembuh (Gwinnutt, 2006 dalam Jevon dan Ewens,
2009).Comprehensive Critical Care Department of Health-Inggris merekomendasikan
untuk memberikan perawatan kritis sesuai filosofi perawatan kritis tanpa batas (critical
care without wall), yaitu kebutuhan pasien kritis harus dipenuhi di manapun pasien
tersebut secara fisik berada di dalam rumah sakit (Jevon dan Ewens, 2009). Hal ini
dipersepsikan sama oleh tim pelayanan kesehatan bahwa pasien kritis memerlukan
pencatatan medis yang berkesinambungan dan monitoring penilaian setiap tindakan yang
dilakukan.Dengan demikian pasien kritis erat kaitannya dengan perawatan intensif oleh
karena dengan cepat dapat dipantau perubahan fisiologis yang terjadi atau terjadinya
penurunan fungsi organ-organ tubuh lainnya (Rab, 2007).
Mobilitas, kemampuan untuk bergerak dengan bebas, mudah , berirama, dan terarah
di lingkungan adalah bagian yang sangat penting dalam kehidupan. Individu harus
bergerak untuk melindungi diri dari trauma dan untuk memenuhi kebutuhan dasar
mereka. Mobilitas amat penting bagi kemandirian individu yang tidak mampu bergerak
secara total sama rentan dan bergantungnya dengan seorang bayi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana mobilisasi untuk pasien kritis?
2. Bagaimana tindakan rom pasif pada pasien kritis?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tindakan mobilisasi pada pasien kritis
2. Untuk mengetahui tindakan rom pasif pada pasien kritis

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Mobilisasi pada Pasien Kritis


Early mobilization adalah suatu usaha untuk menggerakkan bagian tubuh secara
bebas dan normal baik secara aktif maupun pasif untuk mempertahankan sirkulasi,
memelihara tonus otot dan mencegah kekakuan otot. Prinsip dalam melakukan
mobilisasi yaitu mencegah dan mengurangi komplikasi sekunder seminimal mungkin,
menggantikan hilangnya fungsi motorik, memberikan rangsangan lingkungan,
memberikan dorongan untuk bersosialisasi, meningkatkan motivasi, memberikan
keseimbangan untuk dapat berfungsi dan melakukan aktifitas sehari-hari sedangkan
tujuan mobilisasi dini adalah untuk mencegah terjadi infeksi nosokomial pneumonia,
kekakuan sendi, thombophebitis, atrofi otot, penumpukan sekret pada saluran pernafasan,
mengurangi nyeri pada sisi yang lumpuh memperlancar sirkulasi darah, mencegah
kontraktur, dan dekubitus (Yemima, 2007).
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia dalam Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Pneumonia di Indonesia tahun 2003 juga mengatakan bahwa mobilisasi
dini dapat mencegah infeksi nosokomial pneumonia dengan tujuan mengoptimalkan
pertahanan tubuh pasien. Pasien yang diposisikan supine dan immobility akan
menimbulkan reflek batuk, otot mucosilliary, dan drainage tidak bekerja dengan baik
sehingga beresiko lebih tinggi terkena infeksi nosokomial pneumonia. Selain itu pasien
yang tidak dilakukan early mobilization akan terjadi kelemahan otot termasuk otot
pernapasan sehingga proses weaning off of ventilation akan ditunda dan beresiko terjadi
VAP (Kathleen, 2010).
Early mobilization dilakukan sesuai dengan kondisi pasien secara berangsur-
angsur dan bertahap, misalnya pasien kritis yang bed rest total dan kondisi tidak stabil
bisa dilakukan positioning side to side tiap 2 jam tergantung kondisi pasien atau
dilakukan gerakan Range Of Motion (ROM).
Early Mobilization juga merupakan salah satu tindakan preventif non farmakologi
yang dapat mencegah atau mengurangi kejadian infeksi nosokomial pneumonia. Pasien
kritis yang bed rest total dan fisiknya lemah karena otot pada pasien immobility
mengalami penurunan sintesis protein dan peningkatan proses katabolisme di otot yang
menyebabkan otot-otot menjadi lemah termasuk otot pernapasan (Kathleen, 2010).
Selain itu pada pasien dengan atelektasis yang terjadi karena suatu kompresi

2
mengakibatkan expansi parunya tidak optimal. Hal-hal tersebut menimbulkan fungsi
normal paru seperti reflek batuk, otot mucosilliary, dan drainage tidak bekerja dengan
baik sehingga beresiko lebih tinggi terkena infeksi nosokomial pneumonia karena bakteri
pathogen akan berkoloni di paru. Early mobilization pada tahap awal bisa dilakukan
dengan positioning side to side atau alih baring dan ROM pasif.
Positioning side to side selain untuk mencegah dekubitus juga sangat efektif untuk
meningkatkan proses pengeluaran sekret bronchial dengan dasar efek gravitasi. Hal ini
menstimulus sekret untuk berpindah dari satu atau lebih segmen paru ke jalan napas
dimana sekret dapat keluar dengan sendirinya melalui mulut, dengan reflek batuk atau
dengan aspirasi mekanik (Kathleen, 2010). Selain itu ROM pasif dapat meningkatkan
kekuatan otot pasien dan secara psikologis juga dapat memotivasi pasien untuk
meningkatkan otot pernapasan diafragma sehingga pernapasan bisa adekuat dan proses
weaning off of ventilator dapat lebih cepat dan resiko terjadi pneumonia dapat
diminimalkan. Seperti halnya pada pasien dengan atelektasis juga dilatih napas dalam
dan batuk efektif supaya otot pernapasannya dapat kuat serta pasien tidak kelelahan
karena batuk yang tdak efektif. Cara tersebut menjadikan expansi paru akan optimal,
bersihan jalan napas adekuat, sekret dapat keluar dan tidak terjadi penumpukan sekret
bronchial di paru sehingga dapat mencegah atau meminimalkan koloni bakteri pathogen
penyebab pneumonia. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia tahun 2003 yang mengatakan bahwa mobilisasi dini dapat mencegah infeksi
nosokomial pneumonia dengan tujuan mengoptimalkan pertahanan tubuh pasien. Early
mobility ini dilakukan dengan melihat kondisi pasien, pasien yang kondisi atau vital
signnya tidak stabil, ditunda untuk dilakukan early mobility karena dapat meningkatkan
metabolisme tubuh sehingga menambah beban kerja jantung.
Mobilisasi dini adalah segala latihan aktif yang mampu
dilakukan pasien penggunaan kekuatan ototnya sendiri dan mampu dikontrol olehnya
selama pasien menggunakan ventilator meliputi bergulir,duduk,berdiri dan berjalan dan
fleksi dan ektensi yang dinilai menggunakan ICU mobility scale efek samping serius
dimana sesi mobilisasinya harus dihentikan lebih dini adalah turunnya MAP <60mmHg
SPO2 <88% lebih dari 3 menit atau FiO2 >0,6.

B. Masalah FisikAkibat Immobilitasi


Masalah fisik yang dapat terjadi akibat immobilitasi dapat dikaji / di amati pada berbagai
sistim antara lain :

3
1. Masalah muskuloskeletal
Menurunnya kekuatan dan kemampuan otot, atropi, kontraktur, penurunan mineral,
tulang dan kerusakan kulit.
2. Masalah urinari
Terjadi statis urine pada pelvis ginjal, pengapuran infeksi saluran kemih dan
inkontinentia urine.
3. Masalah gastrointestinal
Terjadinya anoreksia / penurunan nafsu makan diarrhoe dan konstipasi.
4. Masalah respirai
Penurunan ekspansi paru, tertumpuknya sekret dalam saluran nafas, ketidak
seimbangan asam basa (CO2 O2).
5. Masalah kardiofaskuler
Terjadinya hipotensi orthostatic, pembentukan trombus.

SOP Mobilisasi Dini Pada Pasien ICU


Intervensi Fase 1 Fase 2 Fase 3 Fase 4
Edukasi Memberi Sama seperti fase Sama seperti fase 2, Discharge
instruksi pada 1, dan ditambah: dan ditambah planning pada
pasien dan  Sebaiknya dengan: keluarga, melatih
keluarga, posisi memakai  Mobilisasi keluarga untuk
yang penting, walker progressive mobilisasi,
program latihan  Didampingi  Keamanan memindahkan
dan mobilisasi untuk selama pasien dari
dini. menjaga mobilisasi dan tempat tidur, dan
keamanan berjalan berjalan. Latihan
selama dirumah dan
mobilisasi program
 Peningkatan aktivitas yang
mobilisasi sesuai pedoman
secara untuk
bertahap saat peningkatan dan
pasien sudah pengawasan
tidak bedrest terhadap diri

4
sendiri
Posisi Fokus pada Sama dengan fase Tidak perlu menjadi Tidak perlu
pencegahan 1 perhatian jika pasien menjadi
luka yang dapat mentolerir perhatian,
disebabkan beberapa jam tidak kecuali masalah
karena tekanan, berada di tempat ortopedi dan atau
terlebih pada tidur, kecuali defisit neurologis
tumit dan terdapat masalah di masih terjadi
sacrum. ortopedi dan atau
Menganjurkan defisit neurologis
keluarga untuk
memilih
program yang
tepat untuk
pasien dengan
kasus ortopedi
dan atau defisit
neurologis
Latihan Mengubah dari Sama seperti fase Bantuan/dampingan Fokus pada
Mobilisasi satu sisi ke sisi 1 kembali pada latihan untuk
di Tempat lain latihan bertahap. meningkatkan
Tidur Bergeser Inisiasi melatih kemandirian
Telentang untuk meningkatkan Melatih keluarga
duduk kemandirian pasien. untuk memilih
Duduk di tepi latihan yang
tempat tidur tepat
Di imbangi
dengan
 Latihan kaki
 Latihan
napas
 Latihan
keseimbang

5
an
 Latihan
perawatan
diri
 Duduk
tanpa
bantuan

Latihan Memindahkan Latihan berpindah Bantuan/dampingan Meningkatkan


Berpindah pasien dari dengan kembali pada kemandirian
tempat tidur menggunakan alat latihan bertahap selama
hanya ke kursi bantu jalan dan selama berpindah
dengan bantuan dibantu untuk: memindahkan ke dengan atau
total.  Menempatkan kursi dan lemari tanpa alat bantu.
Awalnya dari kursi yang ditempatkan di Melatih keluarga
duduk ke disamping samping tempat jika perlu
berdiri dengan tempat tidur tidur dengan
alat bantu jalan  Menempatkan perawat dan atau
dan dibantu lemari kecil dampingan keluarga
dengan tepat disamping
tempat tidur
 Di kursi
(memfasilitasi
perpindahan ke
tempat tidur
dengan aman)
Program Pasien tidak Diawali dengan Edukasi kembali Bantuan
Berjalan bergerak, fokus memberi edukasi tentang berjalan bertahap
pada mencoba lagi tentang dengan fokus pada memakai alat
untuk berdiri berjalan dengan peningkatan bantu jika
dengan alat alat bantu jalan bertahap di jarak memungkinkan.
bantu jalan dan dan pendampingan dan daya tahan. Edukasi ulang
aktivitas Bantuan bertahap cara berjalan

6
sebelum dengan alat bantu pada permukaan
berjalan jika memungkinkan yang berbeda
sesuai
kebutuhan,
termasuk tangga,
jalan yang
landai, jalan
yang di alasi
karpet (beberapa
pasien mungkin
lebih di
untungkan di
kursi roda jika
masih tidak bisa
untuk berjalan)
Latihan Dapat Sama seperti fase Sama seperti fase 1 Lebih pada
Fisik dilakukan satu 1 kekuatan dan
atau secara latihan daya
kombinasi tahan, termasuk:
 ROM pasif  Ergometry
 ROM aktif lengan
dengan  Treadmill
didampingi  Sepeda
 ROM aktif  Beban kaki
 Pemanasan  Latihan
 Latihan kekuatan otot
tetap pada
penekanan
kaki, beban
ringan
(0,45-2,25
kg)
 Latihan

7
pernapasan
(napas
dalam,
batuk
efektif,
perangsang
spirometer)
Durasi 15-30 menit 15-45 menit 30-60 menit selama 30-60 menit
Mobilisasi selama selama ditoleransi ditoleransi selama
ditoleransi ditoleransi
Frekuensi 1x/hari, 1-7 1x/hari, 5-7 1x/hari, 5-7 1x/hari, 5-7
Selama hari per minggu hari/minggu hari/minggu hari/minggu
Mobilisasi 2x/hari sesuai 2x/hari sesuai 2x/hari sesuai 2x/hari sesuai
kebutuhan kebutuhan kebutuhan kebutuhan
(pasien
mungkin masih
mendapat
pengobatan
secara terus
menerus yang
dapat
menimbulkan
efek pada terapi
atau adanya
resistensi)

C. Rom Pasif Pasien Kritis


ROM ( Range of Motion) adalah jumlah maksimum gerakan yang mungkin
dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh, yaitu sagital, transversal, dan
frontal. Potongan sagital adalah garis yang melewati tubuh dari depan ke belakang,
membagi tubuh menjadi bagian kiri dan kanan. Potongan frontal melewati tubuh dari sisi

8
ke sisi dan membagi tubuh menjadi bagian depan ke belakang. Potongan transversal
adalah garis horizontal yang membagi tubuh menjadi bagian atas dan bawah.
Mobilisasi sendi disetiap potongan dibatasi oleh ligamen, otot, dan konstruksi
sendi. Beberapa gerakan sendi adalah spesifik untuk setiap potongan. Pada potongan
sagital, gerakannya adalah fleksi dan ekstensi (jari-jari tangan dan siku) dan
hiperekstensi (pinggul). Pada potongan frontal, gerakannya adalah abduksi dan adduksi
(lengan dan tungkai) dan eversi dan inversi (kaki). Pada potongan transversal,
gerakannya adalah pronasi dan supinasi (tangan), rotasi internal dan eksternal (lutut), dan
dorsifleksi dan plantarfleksi (kaki).
Ketika mengkaji rentang gerak, perawat menanyakan pertanyaan dan
mengobservasi dalam mengumpulkan data tentang kekakuan sendi, pembengkakan,
nyeri, keterbatasan gerak, dan gerakan yang tidak sama. Klien yang memiliki
keterbatasan mobilisasi sendi karena penyakit, ketidakmampuan, atau trauma
membutuhkan latihan sendi untuk mengurangi bahaya imobilisasi. Latihan tersebut
dilakukan oleh perawat yaitu latihan rentang gerak pasif. Perawat menggunakan setiap
sendi yang sakit melalui rentang gerak penuh.
Gerakan dapat dilihat sebagai tulang yang digerakkan oleh otot ataupun gaya eksternal
lain dalam ruang geraknya melalui persendian. Bila terjadi gerakan, maka seluruh
struktur yang terdapat pada persendian tersebut akan terpengaruh, yaitu: otot, permukaan
sendi, kapsul sendi, fasia, pembuluh darah dan saraf.
Pengertian ROM lainnya adalah latihan gerakan sendi yang memungkinkan
terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien menggerakan masing-masing
persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif. Latihan range of
motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki
tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara normal dan lengkap
untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005).
ROM Pasif yaitu energi yang dikeluarkan untuk latihan berasal dari orang lain
(perawat) atau alat mekanik. Perawat melakukan gerakan persendian klien sesuai dengan
rentang gerak yang normal (klienpasif). Kekuatanotot 50 %.
Indikasi latihan pasif adalah pasien semikoma dan tidak sadar, pasien dengan
keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau semua latihan rentang
gerak dengan mandiri, pasien tirah baring total atau pasien dengan paralisis ekstermitas
total (suratun, dkk, 2008).

9
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat
mengangkat dan menggerakkan kaki pasien. Sendi yang digerakkan pada ROM pasif
adalah seluruh persendian tubuh atau hanya pada ekstremitas yang terganggu dan klien
tidak mampu melaksanakannya secara mandiri.

Indikasi ROM pasif:


1. Pada daerah dimana terdapat inflamasi jaringan akut yang apabila dilakukan
pergerakan aktif akan menghambat proses penyembuhan
2. Ketika pasien tidak dapat atau tidak diperbolehkan untuk bergerak aktif pada ruas atau
seluruh tubuh, misalnya keadaan koma, kelumpuhan atau bed rest total

Sasaran ROM pasif:


1. Mempertahankan mobilitas sendi dan jaringan ikat
2. Meminimalisir efek dari pembentukan kontraktur
3. Mempertahankan elastisitas mekanis dari otot
4. Membantu kelancaran sirkulasi
5. Meningkatkan pergerakan sinovial untuk nutrisi tulang rawan serta difusi persendian
6. Menurunkan atau mencegah rasa nyeri
7. Membantu proses penyembuhan pasca cedera dan operasi
8. Membantu mempertahankan kesadaran akan gerak dari pasien

Kontraindikasi dan Hal-hal yang harus diwaspadai pada latihan ROM


a. Latihan ROM tidak boleh diberikan apabila gerakan dapat mengganggu proses
penyembuhan cedera.
 Gerakan yang terkontrol dengan seksama dalam batas-batas gerakan yang bebas
nyeri selama fase awal penyembuhan akan memperlihatkan manfaat terhadap
penyembuhan dan pemulihan.
 Terdapatnya tanda-tanda terlalu banyak atau terdapat gerakan yang salah,
termasuk meningkatnya rasa nyeri dan peradangan.
b. ROM tidak boleh dilakukan bila respon pasien atau kondisinya membahayakan (life
threatening)

10
 ROM dilakukan secara hati-hati pada sendi-sendi besar, sedangkan AROM pada
sendi ankle dan kaki untuk meminimalisasi venous stasis dan pembentukan
trombus
 Pada keadaan setelah infark miokard, operasi arteri koronaria, dan lain-lain, ROM
pada ekstremitas atas masih dapat diberikan dalam pengawasan yang ketat.

Cara Latihan ROM Pasif


1. Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Tangan

Cara:
a. Atur posisi lengan pasien dengan menjahui sisi tubuh dan siku menekuk dengan
lengan.
b. Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan yang lainnya memegang
pergelangan tangan pasien.
c. Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin.

2. Fleksi dan Ekstensi Siku

Cara:
a. Atur posisi lengan pasien dengan menjahui sisi tubuh dengan telapak mengarah
ke tubuhnya.
11
b. Letakkan tangan di atas siku pasien dan pegang tangannya dengan tangan
lainnya.
c. Tekuk siku pasien sehingga tangannya mendekat bahu.
d. Lakukan dan kembalikan ke posisi sebelumnya.

3. Pronasi dan Supinasi Lengan Bawah

Cara:
a. Atur posisi lengan bawah menjahui tubuh pasien dengan siku menekuk.
b. Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan pasien dan pegang tangan
pasien dengan tangan lainnya.
c. Putar lengan bawah pasien sehingga telapaknya menjahuinya.
d. Kembalikan ke posisi semula
e. Putar lengan bawah pasien sehingga telapak tangannya menghadap ke arahnya.
f. Kembalikan ke posisi semula.

4. Pronasi fleksi Bahu

Cara:
a. Atur posisi tangan pasien di sisi tubuhnya
b. Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan pasien
dengan tangan lainnya.
c. Angkat lengan pasien pada posisi semula.

12
5. Abduksi dan adduksi

Cara:
a. Atur posisi lengan pasien di samping badannya.
b. Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan pasien
dengan tangan lainnya.
c. Gerakan lengan pasien menjauh dari tubuhnya ke arah perawat.
d. Kembalikan ke posisi semula.

6. Rotasi bahu

Cara:
a. Atur posisi lengan pasien menjahui tubuh dengan siku menekuk.
b. Letakkan satu tangan perawat di lengan atas pasien dekat siku dan pegang
tangan pasien dengan tangan yang lain.
c. Gerakkan lengan bawah ke bawah sampai menyentuh tempat tidur, telapak
tangan menghadap ke bawah.
d. Kembalikan lengan ke posisi semula.
e. Gerakkan lengan bawah ke belakang sampai menyentuh tempat tidur, telapak
tangan menghadap ke atas.
f. Kembalikan lengan ke posisi semula.

13
7. Fleksi dan Ekstensi Jari-jari

Cara:
a. Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan sementara tangan lain
memegang kaki.
b. Bengkokkan (tekuk) jari-jari kaki ke bawah.
c. Luruskan jari-jari kemudian dorong ke belakang.
d. Kembalikan ke posisi semula.

8. Infersi dan Efersi Kaki

Cara:
a. Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan satu jari dan pegang
pergelangan kaki dengan tangan satunya.
b. Putar kaki ke dalam sehingga telapak kaki menghadap ke kaki lainnya,
c. Kembalikan ke posisi semula.
d. Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menjahui kaki yang lain.
e. Kembalikan ke posisi semula.

14
9. Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Kaki

Cara:
a. Letakkan satu tangan perawat pada telapak kaki pasien dan satu tangan yang
lain di atas pergelangan kaki, arahkan jari-jari kaki ke arah dada pasien.
b. Kembalikan ke posisi semula..
c. Tekuk pergelangan kaki menjahui dada pasien.

10. Fleksi dan Ekstensi Lutut

Cara:
a. Letakkan satu tangan di bawah lutut pasien dan pegang tumit pasien dengan
tangan yang lain
b. Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha.
c. Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada sejauh mungkin.
d. Ke bawahkan kaki dan luruskan lutut dengan mengangkat kaki ke atas.
e. Kembalikan ke posisi semula.

15
11. Rotasi pangkal paha

Cara:
a. Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki dan satu tangan yang lain
di atas lutut.
b. Putar kaki menjahui perawat.
c. Putar kaki ke arah perawat.Kembalikan ke posisi semula.

12. Abduksi dan Adduksi Pangkal Paha

Cara:
a. Letakkan satu tangan perawat di bawah lutut pasien dan satu tangan pada tumit
b. Jaga posisi pasien lurus, angkat kaki kurang lebih 8cm dari tempat tidur,
gerakkan kaki menjahui badan pasien.
c. Kembalikan ke posisi semula.

D. Mobilisasi Progresif pada Pasien Kritis


Mobilisasi progresif adalah serangkaian rencana yang dibuat untuk
mempersiapkan pasien agar mampu bergerak atau berpindah tempat secara bersenjang
dan berkelanjutan. Tujuan dilakukan mobilsasi progresif diruang ICU adalah untuk
mengurangi resiko dekubitus menurunkan lama penggunaan ventilator, untuk
mengurangi insedent ventilatet acute pnenomia(viape) mengurangi waktu penggunaan

16
sedarsi, menurunkan delenium meninggkat kemampuan pasien untuk berpindah dan
meninggkat kan fungsi organ-organ tubuh. Pelaksanaan mobilisasi progresif
dilaksanakan setiap 2jam sekali dan memiliki waktu jeda atau istirah untuk merubah
posisi lainnya selama 5-10 menit ( Zakiyah,2014).
Jenis mobilisasi progresif menurut Zakiyah (2014) diantaranya adalah:
a. Head of bet (HOB) memposisikan tempat tidur pasien secara bertahap hinnga
pasien posisi setengah duduk. Posisi ini dapat dimulai dari 30 ° kemudian
bertingkat ke posisi 45°,65° hingga pasien dapat duduk tegak. Pada pasien di
mulai mobilisasi progersif. Sebelumnya dikaji dilu kemampuan kardiovaskuler
dan pernafasan pasien. Alat untuk mengukur kemringan head of bedbisa
mengguanakan busur atau pun accu angle level. Alat ini dapat ditempelkan di
posisi tempat tidur.
b. Range of motion(ROM) . Ketika otot mengalami imobilisasi akan terjadi
pengurangan masa otot dan memngalami kelamahan. Kegiatan ROM dilakukan
pada semua pasien kecuali pada pasien patah tulang dan tingkat ketergantungan
yang tinggi. Kegiatan ROM dilakukan pada ekstermitas atas dan bawah,dengtan
tujuan untuk menguatkan dan melatih otot agar kembali ke fungsi semual.
Kegiatan ROM dialakukan dalam 2-3 kali sehari.
c. Terapi lanjutan rotasi lateral posisi tengkurap
d. Pergerakan melawan gravitasi, posisi duduk, posisi kaki menggantung,berdiri dan
berjalan
Tahapan Mobilisasi Pasien Kritis
a. Tahap 1
Meliputipasien yangsakit kritisdengan beberapa masalah medis, dalam
kondisiyang tidak stabil.Para pasienbiasanya membutuhkanpendukung
kehidupanperalatan atauintervensi(misalnya, ventilator, pompabalonintra-aorta,
dialysis intravena berkelanjutan) atausedang dirawatdengan obat-obatan(misalnya,
vasopressoragen). Kondisi klinisyang kompleks pada Pasiendapat
membatasimobilitas mereka.. Kondisi dibawah ini termasuk di
dalamnya,Statuskardiovaskuler nyatatidak stabil, sedasi, kelumpuhan, koma,luka
bakar, dan ortopediatauneurologisdefisit berat. Pasienbiasanya
dapatmentolerirkegiatandi tempat tidurnamunterkendalakelemahan,
toleransiaktivitas terbatas, dan ketidakmampuan untukambulasi. Beberapa pasien

17
perlu diwaspadai, tetapijuga umumbagi pasien yang mengalamiperubahan status
mentaldan mampuberpartisipasi hanyadalam minimal terapi.
Tujuandalam tahap1adalahuntuk memulaimobilisasi begitukondisi
medispasienstabil. Latihan terapiutik denganpasien posisi terlentangditekankan.
Kegiatan iniberkembangdengan mengubahposisi miring kanan dan kiridi tempat
tidur sertaduduk di sisitempat tidur jika mampu.Aktivitas duduk
seimbangditujukan untukmenstimulasikontroltulang
belakang.Berdiridenganwalkerdengan bantuanharusdicobaketikapasien
memilikikakidan tulang belakang memiliki kekuatanmelawan gravitasi.
Awalnya,pasienmungkindapat berdirihanya untuk periode singkatatau
bahkanmungkintidak mampuuntuk berdiri, namun, penting untuk
melanjutkanpercobaansampai pasienbisa berdiridengan aman. Bila diperlukan,
pasiendipindahkan ketandukursidengan menggunakan
teknikperpindahanlateral.Mereka didorong untuksecara bertahap
meningkatkanwaktu yang dihabiskanduduk di kursijika mampu mentoleransi.
Tujuan darikegiatan out-of bed ini adalah untukmeningkatkan toleransiortostatik.
b. Tahap2
Phase 2 meliputipasien yangsecara keseluruhan kondisi medisdan
kekuatanmemungkinkankegiatanberdiridenganwalkerdan bantuan. Pasienharus
dapat mengikutiperintah sederhanasecara konsisten danuntuk berpartisipasidalam
terapi. Fokusterapi fisikadalah untukmulai pendidikan berkelanjutanulangdan
pelatihanfungsional. Dititik ini, kegiatanberdirilebih menantang dapatdimulai:
pergeseranberat badan, jalan di tempat, dan berjalan miring disepanjang tempat
tidur. Penggunaanalat bantu dansabukpentinguntuk mempromosikankeselamatan
para pasiendan staf. Pelatihanpasienuntuk mentransferke kursidengan
menggunakanwalkerdan bantuandimulai. Penggunaankomunikasi verbaluntuk
mempromosikanpartisipasipasien.
Jikapasienmemerlukan banyakbantuan dengantransfer, mereka
harusmenggunakan kursi tandu. Melakukan hal ini
akanmemfasilitasitransferkembalike tempat tidurdan mencegahketakutan
ataukeputusasaansehingga memiliki keinginanuntuk latihan transfermendatang.
Pasiendiharapkan untuk secara bertahapmenghabiskan lebihwaktu dudukuntuk
meningkatkanortostatiktoleransi dankegiatan di luar tempat tidur. Pendidikan
ulangsangat dianjurkanpada saattepat,dengan semualangkah-langkah

18
keamananyang diambil(Tabel 4), namun jarakini biasanyadibatasi
olehkelemahanpasien danpenurunan daya tahan tubuh.
c. Tahap 3
Tahap 3termasuk pasien yangmampu mentolerir secara
terbatasberjalandenganwalkerdan bantuan. Fokusterapi fisikadalah untuk
menguasaikemampuan mentransfer danmemulai programberkelanjutanprogresif
untukmeningkatkan daya tahan tubuh. Beberapa pasienmungkin dapatberjalan
tetapimasih memilikikesulitanberpindahkarenakelemahan kaki. Dalamkasus ini,
untuk alasan keamanan, pasien harusterus
dudukditandukursi.Dokteryangmemobilisasipasienharusmenyadari tingkat
kebutuhan pendampinganpasien. Partsipasi, respon hemodinamik terhadap
aktifitas, kebutuhan akan ventilator dan oksigen. Informasi ini menjadi sangat
penting ketika pasien membutuhkan ventilator dan kebutuhan keamanan. Anggota
tim harus mendiskusikan dan menentukan kebutuhan akan mobilisasi yang aman.
Dalam fase ini kebutuhan akan dukungan ventilator dan oksigenasi sangat penting
untuk mentoleransi peningkatan kebutuhan oksigen.
d. Tahap 4
Fase 4 meliputi pasien yang tidak lagi memerlukan dukungan ventilasi dan /
atau telah dipindahkan dari ICU. Pasien-pasien ini biasanya memiliki derajat
variabel kelemahan dan keterbatasan fungsional dan dapat berpartisipasi aktif
dengan terapi lebih intens. Tambahan oksigen disediakan melalui trakeostomi atau
melalui kanula hidung jika trakeostomi ditutup. Untuk mencapai tingkat tertinggi
kebebasan sebelum dikeluarkan dari rumah sakit, pelatihan fungsional ditekankan.
Pasien dianjurkan untuk pergi ke terapi fisik jika mungkin dan berusaha mencapai
tingkat ketahanan dan kekuatan yang lebih tinggi.

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Mobilisasi dini pasien kritis yang menerima ventilasi mekanis adalah praktek terapi
fisik tingkat lanjut. Mobilisasi tersebut memerlukan pendidikan dan keterampilan khusus
dalam bidang tertentu yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan klinis serta resep
pengobatan untuk pasien tersebut. Pendidikan kembali pasien yang membutuhkan
ventilasi mekanis dalam ICU berhubungan antara istirahat dan kemampuan untuk
menanggung berat badan, berjalan, dan meningkatkan fungsi mobilitas. Terapis fisik
harus menjadi bagian integral dari tim interdisipliner di ICU yang terlibat dalam
pelaksanaan program ini, karena terapi fisik berada dalam posisi yang unik dengan
kemampuan dan keahlian untuk menilai fungsi neuromuskuler akurat dan memberikan
rehabilitasi yang sesuai teknik.
Selain dilakukan mobilisasi dini, pasien kritis juga perlu dilakukan ROM pasif.
ROM pasif dapat meningkatkan kekuatan otot pasien dan secara psikologis juga dapat
memotivasi pasien untuk meningkatkan otot pernapasan diafragma sehingga pernapasan
bisa adekuat dan proses weaning off of ventilator dapat lebih cepat dan resiko terjadi
pneumonia dapat diminimalkan.

B. Saran
Berdasarkan makalah yang kami buat ini, kami dapat menyarankan ke semua
Tenaga Kesehatan khususnya perawat untuk lebih dapat mengetahui, memahamitentang
mobilisasi dan ROM pada pasien kritis beserta semua prinsip, indikasi dan
kontraindikasinya agar mampu menjadi pertimbangan dalam penerapannya di dunia
kesehatan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Christiane Perme. 2009. Early mobility and walking program for patients in intensive care
units: creating a standard of care.
Kathleen M. Vollman, RN, MSN. Progressive mobility in the critically ill. Diposkan April
2010.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pneumonia nosokomial pedoman diagnosis dan
penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Yemima. 2007. Pengaruh mobilisasi pada klien stroke yang mengalami gangguan fungsi
motorik dengan kejadian dekubitus di rumah sakit mardi rahayu kudus. Semarang : PSIK
FK UNDIP.

21

You might also like