You are on page 1of 36

EVIDENCE BASE IN NURSING PRACTICE

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah


Metodologi Penelitian

TIM DOSEN
Nur Intan H. H. K, S.Kep., Ners., M.Kep

Disusun:
Astiyani AK.1.16.007
Dini Erika Sandi AK.1.16.012
Erna Sari AK.1.16.017
Juliana Hidayati AK.1.16.027
Palma Alfira AK.1.16.042
Selma Yusriyyah AK.1.16.046

Kelas A Kecil, Kelompok 2

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BHAKTI KENCANA BANDUNG
2019
Kata Pengantar

Puji dan syukur Tim penulis panjatkan kepada Tuhan Yang maha Esa atas
Rahmat-Nya yang telah dilimpahkan sehingga kami dapat menyelesaikan
Makalah yang berjudul “Evidance Base in Nursing Practice” yang merupakan
salah satu tugas Mata Kuliah Metodologi Penelitian.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan masih terdapat
beberapa kekurangan, hal ini tidak lepas dari terbatasnya pengetahuan dan
wawasan yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan
adanya kritik dan saran yang konstruktif untuk perbaikan di masa yang akan
datang, karena manusia yang mau maju adalah orang yang mau menerima kritikan
dan belajar dari suatu kesalahan.
Akhir kata dengan penuh harapan penulis berharap semoga makalah yang
berjudul “Evidance Base In Nursing Practice” mendapat ridho dari Allah SWT,
dan dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Amiin....

Bandung, Maret 2019

Tim Penulis

i
Daftar Isi

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii

BAB I Pendahuluan 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Penulisan 2

BAB II Tinjaun Teori 3


2.1 Konsep Evidance Base Practice 3
2.2 The Seven Steps of Evidence- Based Practice 13
2.3 Searching for the Evidence: Strategies to help you
conduct a successful search 21
2.4 Aplikasi Evidance Base Practice in Nursing 25

BAB III Penutup 31


3.1 Kesimpulan 31
3.2 Saran 31

Daftar Pustaka 32

Lampiran Jurnal

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Beberapa tahun terakhir ini istilah evidence-based practice (EBP),
evidence-based medicine (EBM), dan evidence-based nursing (EBN) telah banyak
didengar. EBP mengkombinasikan informasi yang diperoleh dari hasil penelitian
yang didesain dengan baik, keahlian klinis, perhatian pasien, dan pilihan pasien
(Hollomean G, et al, 2006). Di lain pihak, setidaknya terdapat tiga perbedaan
antara EBM dan EBN, yaitu terkait fokus penelitian, desain penelitian yang
digunakan, dan bahwa kedua profesi, yaitu kedokteran dan keperawatan,
menggunakan istilah diagnosis yang berbeda.
Pada literature lama, EBN ditulis sebagai ‘penggunaan hasil
penelitian/research utilization’. EBN sudah diperkenalkan dan diterapkan dalam
sistem pendidikan keperawatan maupun dalam praktek pemberian asuhan
keperawatan pada pasien. Pada tahun 1987, Leininger menjelaskan bahwa
tantangan yang dihadapi oleh perawat dewasa ini adalah tentang bagaimana
menggunakan metode penelitian yang dapat menerangkan secara jelas tentang
sifat penting, makna dan komponen keperawatan sehingga perawat dapat
menggunakan pengetahuan ini dengan cara yang bermakna. Diketahui bahwa
pasien yang menerima asuhan keperawatan yang berdasarkan hasil penelitian
menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan pasien yang menerima asuhan
keperawatan berdasarkan tradisi (Heater et al, 1988).

1.2 Rumusan Masalah


Adapun Rumusan Masalah pada Makalah ini yaitu:
1. Jelaskan Konsep Evidance Base Practice
2. Jelaskan The Seven Steps of Evidence- Based Practice
3. Jelaskan Searching for the Evidence: Strategies to help you conduct a
successful search
4. Jelaskan Aplikasi Evidance Base Practice in Nursing

1
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun Tujuan Penulisan pada Makalah ini yaitu:
1. Untuk Mengetahui dan Memahami Konsep Evidance Base Practice
2. Untuk Mengetahui dan Memahami the Seven Steps of Evidence- Based
Practice
3. Untuk Mengetahui dan Memahami Searching for the Evidence: Strategies to
help you conduct a successful search
4. Untuk Mengetahui dan Memahami Aplikasi Evidance Base Practice in
Nursing

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Evidance Base Practice


2.1.1 Definisi Evidance Base Practice
Evidence based practice (EBP) adalah sebuah proses yang akan
membantu tenaga kesehatan agar mampu uptodate atau cara agar mampu
memperoleh informasi terbaru yang dapat menjadi bahan untuk membuat
keputusan klinis yang efektif dan efisien sehingga dapat memberikan
perawatan terbaik kepada pasien (Macnee, 2011). Sedangkan menurut
(Bostwick, 2013) evidence based practice adalah starategi untuk
memperolah pengetahuan dan skill untuk bisa meningkatkan tingkah laku
yang positif sehingga bisa menerapakan EBP didalam praktik. Dari kedua
pengertian EBP tersebut dapat dipahami bahwa evidance based practice
merupakan suatu strategi untuk mendapatkan knowledge atau pengetahuan
terbaru berdasarkan evidence atau bukti yang jelas dan relevan untuk
membuat keputusan klinis yang efektif dan meningkatkan skill dalam
praktik klinis guna meningkatkan kualitas kesehatan pasien.Oleh karena
itu berdasarkan definisi tersebut, Komponen utama dalam institusi
pendidikan kesehatan yang bisa dijadikan prinsip adalah membuat
keputusan berdasarkan evidence based serta mengintegrasikan EBP
kedalam kurikulum merupakan hal yang sangat penting.
Beberapa literatur menunjukkan bahwa evidence based practice
masih merupakan hal baru bagi perawat. oleh karena itu pengintegrasian
evidence based kedalam kurikulum sarjana keperawatan dan pembelajaran
mengenai bagaimana mengintegrasikan evidence based kedalam praktek
sangatlah penting (Ashktorab et al., 2015)
Namun dalam penerapannya, ada beberapa konsep yang memiliki
kesamaan dan perbedaan dengan evidence based practice. Evidence based

3
practice atau evidence based nursing yang muncul dari konsep evidence
based medicine memiliki konsep yang sama dan memiliki makna yang
lebih luas dari RU atau research utilization (Levin & Feldman, 2012).
Evidence based nursing adalah penggabungan bukti yang diperoleh
dari hasil penelitian dan praktek klinis ditambah dengan pilihan dari pasien
ke dalam keputusan klinis (Mulhall, 1998).
Evidence based nursing adalah penggunaan teori dan informasi
yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian secara teliti, jelas dan
bijaksana dalam pembuatan keputusan tentang pemberian asuhan
keperawatan pada individu atau sekelompok pasien dan dengan
mempertimbangkan kebutuhan dan pilihan dari pasien tersebut (Ingersoll
G, 2000).

2.1.2 Tujuan Evidance Base Practice


Tujuan utama di Implementasikannnya evidance based practice di
dalam praktek keperawatan menurut Madarshahian et al., 2012 adalah:
1. Meningkatkan kualitas perawatan dan memberikan hasil yang terbaik
dari asuhan keperawatan yang diberikan dan untuk memicu adanya
inovasi.
2. Tingkat kesembuhan pasien bisa lebih cepat dan lama perawatan bisa
lebih pendek serta biaya perawatan bisa ditekan Dengan
dimaksimalkannya kualitas perawatan.

Dalam rutinititas sehari-hari para tenaga kesehatan profesional


tidak hanya perawat namun juga ahli farmasi, dokter, dan tenaga kesehatan
profesional lainnya sering kali mencari jawaban dari pertanyaan-
pertanyaan yang muncul ketika memilih atau membandingkan treatment
terbaik yang akan diberikan kepada pasien/klien, misalnya saja pada
pasien post operasi bedah akan muncul pertanyaan apakah teknik
pernapasan relaksasi itu lebih baik untuk menurunkan kecemasan
dibandingkan dengan cognitive behaviour theraphy, apakah teknik

4
relaksasi lebih efektif jika dibandingkan dengan teknik distraksi untuk
mengurangi nyeri pasien ibu partum kala 1 (Mooney, 2012).
Pendekatan yang dilakukan berdasarkan pada evidance based
bertujuan untuk menemukan bukti-bukti terbaik sebagai jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan klinis yang muncul dan kemudian mengaplikasikan
bukti tersebut ke dalam praktek keperawatan guna meningkatkan kualitas
perawatan pasien tanpa menggunakan bukti-bukti terbaik, praktek
keperawatan akan sangat tertinggal dan seringkali berdampak kerugian
untuk pasien. Contohnya saja education kepada ibu untuk menempatkan
bayinya pada saat tidur dengan posisi pronasi dengan asumsi posisi
tersebut merupakan posisi terbaik untuk mencegah aspirasi pada bayi
ketika tidur. Namun berdasarkan evidence based menyatakan bahwa posisi
pronasi pada bayi akan dapat mengakibatkan resiko kematian bayi secara
tiba-tiba SIDS (Melnyk & Fineout, 2011).

2.1.3 Komponen Evidence Base Practice


Evidence atau bukti adalah kumpulan fakta yang diyakini
kebenarannya. Evidence atau bukti dibagi menjadi 2 yaitu eksternal
evidence dan internal evidence. Bukti eksternal didapatkan dari penelitian
yang sangat ketat dan dengan proses atau metode penelitian ilmiah.
Pertanyaan yang sangat penting dalam mengimplementasikan bukti
eksternal yang didapatkan dari penelitian adalah apakah temuan atau hasil
yang didapatkan didalam penelitian tersebut dapat diimplementasikan
kedalam dunia nyata atau dunia praktek dan apakah seorang dokter atau
klinisi akan mampu mencapai hasil yang sama dengan yang dihasilkan
dalam penelitian tersebut. Berbeda dengan bukti eksternal bukti internal
merupakan hasil dari insiatif praktek seperti manajemen hasil dan proyek
perbaikan kualitas (Melnyk & Fineout, 2011).
Dalam (Grove et al., 2012) EBP dijelaskan bahwa clinical
expertise yang merupakan komponen dari bukti internal adalah merupakan
pengetahuan dan skill tenaga kesehatan yang profesional dan ahli dalam

5
memberikan pelayanan. Hal atau kriteria yang paling menunjukkan
seorang perawat ahli klinis atau clinical expertise adalah pengalaman kerja
yang sudah cukup lama, tingkat pendidikan, literatur klinis yang dimiliki
serta pemahamannnya terhadap research. Sedangkan patient preference
adalah pilihan pasien, kebutuhan pasien harapan, nilai, hubungan atau
ikatan, dan tingkat keyakinannya terhadap budaya. Melalui proses EBP,
pasien dan keluarganya akan ikut aktif berperan dalam mengatur dan
memilih pelayanan kesehatan yang akan diberikan. Kebutuhan pasien bisa
dilakukan dalam bentuk tindakan pencegahan, health promotion,
pengobatan penyakit kronis ataupun akut, serta proses rehabilitasi.
Beberapa komponen dari EBP dan dijadikan alat yang akan
menerjemahkan bukti kedalam praktek dan berintegrasi dengan bukti
internal untuk meningkatkan kualitas pelayanan.

Bukti Eksternal berasal dari


Penelitian, Bukti berdasarkan
Teori, Opini Pemimpin dan
Diskusi Ahli.

Bukti Internal dapat berupa


keahlian klinis yang didapatkan
dari manajemen hasil dan Membuat Keputusan Klinis
peningkatan kualitas, Berdasarkan Evidance Based
pengkajian pasien dan evaluasi
dan Penggunaan sumber yang
tersedia.

Pilihan Pasien dan Nilai


Gambar 2.1 Komponen EBP
(Grove et al., 2012)

6
Meskipun evidence atau bukti yang dianggap paling kuat adalah
penelitian systematic riview’s dari penelitian-penelitian RCT namun
penelitian deskriptif ataupun kualitatif yang berasal dari opini leader juga
bisa dijadikan landasan untuk membuat keputusan klinis jika memang
penelitian sejenis RCT tidak tersedia. Begitu juga dengan teori-teori,
pilihan atau nilai pasien untuk membuat keputusan klinis guna
meningkatkan kualitas pelayanan kepada pasien. Klinisi sering kali
bertanya bagaimana bukti dan jenis bukti yang bisa dibutuhkan sampai
bisa merubah praktek. Level dan kualitas evidenceatau bukti bisa dijadikan
dasar dan meningkatkan kepercayaan diri seorang klinisi untuk merubah
praktek (Dicenso et al., 2014).
Sedangkan Haynes et al (1996) membuat suatu model keputusan
klinis berdasarkan bukti ilmiah. Pada model tersebut, terdapat 4
komponen yang dapat mempengaruhi pengelolaan masalah yang dihadapi
pasien, yaitu penguasaan klinis, pilihan pasien terhadap alternatif bentuk
perawatan, hasil penelitian klinis, dan sumber-sumber yang tersedia.
(Gambar 2.2)

Gambar 2.2 Model Keputusan Klinis Berdasarkan Bukti Ilmiah (dari


Haynes et al 1996)

7
8
Keterangan masing-masing komponen:
1. Keahlian klinis
Keahlian klinis merupakan elemen penting dalam
mengaplikasikan aturan-aturan dan panduan yang ada dalam
memberikan asuhan keperawatan.

2. Bukti/hasil penelitian
Kunci penggunaan bukti/hasil penelitian adalah dengan
memastikan bahwa desain penelitian yang tepat digunakan untuk
menjawab pertanyaan penelitian. Masing-masing desain penelitian
mempunyai tujuan, kekuatan dan kelemahan. Penelitian kuantitatif
(randomized trials dan review sistematik) merupakan desain
penelitian yang terbaik untuk mengevaluasi intervensi
keperawatan. Di lain pihak, penelitian kualitatif merupakan desain
terbaik yang dapat digunakan untuk memahami pengalaman,
tingkah laku dan kepercayaan pasien.

3. Pilihan pasien
Pilihan pasien terhadap asuhan perawatan dapat meliputi
proses memilih perawatan alternatif dan mencari second opinions.
Dewasa ini pasien telah mempunyai akses yang luas terhadap
informasi klinis dan menjadi lebih sadar tehadap kondisi
kesehatannya. Pada beberapa hal, pilihan pasien merupakan aspek
penting dalam proses pengambilan keputusan klinis.

4. Sumber-sumber
Yang dimaksud dengan sumber-sumber di sini adalah
sumber-sumber terhadap perawatan kesehatan. Hampir seluruh
keputusan dalam perawatan kesehatan mempunyai implikasi
terhadap sumber-sumber, misalnya pada saat suatu intervensi

9
mempunyai potensi yang menguntungkan bagi pasien, namun tidak
dapat segera dilaksanakan karena keterbatasan biaya.

2.1.4 Model-model Evidance Based Practice


Dalam memindahkan evidence kedalam praktek guna
meningkatkan kualitas kesehatan dan keselamatan (patient safety)
dibutuhkan langkah-langkah yang sistematis dan berbagai model EBP
dapat membantu perawat atau tenaga kesehatan lainnya dalam
mengembangkan konsep melalui pendekatan yang sistematis dan jelas,
alokasi waktu dan sumber yang jelas, sumber daya yang terlibat, serta
mencegah impelementasi yang tidak runut dan lengkap dalam sebuah
organisasi (Gawlinski & Rutledge, 2008). Namun demikian, beberapa
model memiliki keunggulannya masing-masing sehingga setiap institusi
dapat memilih model yang sesuai dengan kondisi organisasi.
Beberapa model yang sering digunakan dalam
mengimplementasikan evidence based practice adalah Iowa model (2001),
stetler model (2001), ACE STAR model (2004), John Hopkins evidence-
based practice model (2007), rosswurm dan larrabee’s model, serta
evidence based practice model for stuff nurse (2008).
Beberapa karakteristik tiap-tiap model yang dapat dijadikan
landasan dalam menerapkan EBP yang sering digunakan yaitu IOWA
model dalam EBP digunakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan, digunakan dalam berbagai akademik dan setting klinis. Ciri
khas dari model ini adalah adanya konsep “triggers” dalam pelaksanaan
EBP. Trigers adalah masalah klinis ataupun informasi yang berasal dari
luar organisasi. Ada 3 kunci dalam membuat keputusan yaitu adanya
penyebab mendasar timbulnya masalah atau pengetahuan terkait dengan
kebijakan institusi atau organisasi, penelitian yang cukup kuat, dan
pertimbangan mengenai kemungkinan diterapkannya perubahan kedalam
praktek sehingga dalam model tidak semua jenis masalah dapat diangkat
dan menjadi topik prioritas organisasi (Melnyk & Fineout, 2011).

10
Sedangkan john hopkin’s model mempunyai 3 domain prioritas
masalah yaitu praktek keperawatan, penelitian, dan pendidikan. Dalam
pelaksanaannya model ini terdapat beberapa tahapan yaitu menyusun
practice question yang menggunakan pico approach, menentukan
evidence dengan penjelasan mengenai tiap level yang jelas dan translation
yang lebih sistematis dengan model lainnya serta memiliki lingkup yang
lebih luas. Sedangkan ACE star model merupakan model transformasi
pengetahuan berdasarkan research. Evidence non research tidak
digunakan dalam model ini. Untuk stetler’s model merupakan model yang
tidak berorientasi pada perubahan formal tetapi pada perubahan oleh
individu perawat. Model ini menyusun masalah berdasarkan data internal
(quality improvement dan operasional) dan data eksternal yang berasal dari
penelitian. Model ini menjadi panduan preseptor dalam mendidik perawat
baru. Dalam pelaksanaanya, untuk mahasiswa sarjana dan master sangat
disarankan menggunakan model jhon hopkin, sedangkan untuk mahasiswa
undergraduate disarankan menggunkan ACE star model dengan proses
yang lebih sederhana dan sama dengan proses keperawatan (Schneider&
Whitehead, 2013).

2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi Evidance Base Practice


Dalam (Ashktorab et all., 2015) menyatakan bahwa ada beberapa
faktor yang akan mendukung penerapan evidence based practice oleh
mahasiswa keperawatan, diantaranya adalah intention (niat), pengetahuan,
sikap, dan perilaku mahasiswa keperawatan. Dari ketiga faktor tersebut
sikap mahasiswa dalam menerapkan EBP merupakan faktor yang sangat
menunjang penerapan EBP. Untuk mewujudkan hal tersebut pendidikan
tentang EBP merupakan upaya yang harus dilakukan dalam meningkatkan
pengetahuan mahasiswa ataupun sikap mahasiswa yang akan menjadi
penunjang dalam penerapannya pada praktik klinis. Sedangkan didalam
(Ryan, 2016) dijelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
penerapan EBP dalam mahasiswa keperawatan berkaitan dengan faktor

11
intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik terkait erat dengan intention
atau sikap serta pengetahuan mahasiswa sedangkan faktor ekstrinsik erat
kaitannya dengan organizational atau institutional support seperti
kemampuan fasilitator atau mentorship dalam memberikan arahan guna
mentransformasi evidence kedalam praktek, ketersedian fasilitias yang
mendukung serta dukungan lingkungan.

2.1.6 Hambatan dalam Penggunaan Hasil-hasil Penelitian Keperawatan


Hambatan yang dijumpai dalam penggunaan hasil-hasil penelitian
keperawatan terkait karakteristik penelitian, perawat, organisasi dan
profesi keperawatan menurut Polit & Hungler (1999) adalah:
1. Karakteristik Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh perawat kadang tidak dapat menjamin
bahwa hal tersebut dapat diterapkan dalam praktek sehari-hari. Hal ini
terkait desain penelitian yang digunakan, proses dalam pemilihan
sampel, instrument yang digunakan untuk mengumpulkan data, atau
analisis data yang dilakukan.

2. Karakteristik Perawat
Masih banyak perawat yang belum mengetahui cara mengakses hasil-
hasil penelitian, mengkritisi hasil penelitian sebagai dasar dalam
pengambilan keputusan. Selain itu, adanya resistensi terhadap
perubahan.

3. Karakteristik Organisasi/ Tempat Kerja


Di beberapa tempat, suasana tempat kerja tidak mendukung adanya
penggunaan hasil penelitian. Dibutuhkan semangat untuk selalu ingin
tahu terhadap hal baru dan keterbukaan.

12
4. Karakteristik profesi keperawatan
Masih adanya kesulitan untuk menggabungkan antara perawat klinisi
dan perawat peneliti untuk berinteraksi dan berkolaborasi terkait
penelitian.

2.1.7 Usaha untuk meningkatkan Evidence Based Nursing Practice


Secara umum, usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
Evidence Based Nursing adalah:
1. Meningkatkan akses terhadap hasil-hasil penelitian
2. Mengajarkan ketrampilan untuk mengkritisi hasil penelitian
3. Mengadakan konferensi terkait penggunaan hasil-hasil penelitian
4. Membuat jurnal yang memuat hasil penelitian.

Polit & Hungler (1999) membagi usaha yang dapat dilakukan


tersebut berdasarkan latar belakang perawatnya:
1. Oleh Perawat Peneliti
a. Melakukan penelitian yang berkualitas tinggi
b. Melakukan penelitian yang hasilnya relevan dengan kondisi di
tempat pemberian asuhan keperawatan
c. Mengulang penelitian
d. Melakukan kolaborasi dengan perawat praktisi
e. Mendesiminasikan hasil penelitian secara luas dan proaktif
f. Melakukan komunikasi dengan jleas
g. Penelitian yang dilakukan mempunyai implikasi klinis

2. Oleh Perawat Pendidik


a. Menerapkan hasil penelitian ke dalam kurikulum pengajaran
b. Mendorong digunakannya hasil-hasil penelitian
c. Memberikan masukan pada peneliti

13
3. Oleh Perawat Praktisi dan Mahasiswa Keperawatan
a. Banyak membaca hasil penelitian dan mengkritisinya
b. Menghadiri konferensi/seminar/workshop
c. Belajar untuk mencari bukti ilmiah bahwa suatu prosedur efektif
digunakan
d. Mencari lingkungan yang mendukung penggunaan hasil-hasil
penelitian
e. Terlibat dalam klub-klub penelitian
f. Berkolaborasi dengan perawat peneliti
g. Mencari dan berpartisipasi dalam proyek-proyek penelitian dan
penggunaan hasil-hasil penelitian.

4. Oleh perawat pengelola


a. Membangun iklim ‘keingintahuan intelektual’
b. Memberikan dukungan secara emosional atau moral
c. Memberikan dukungan keuangan atau sumber-sumber yang
dibutuhkan dalam penggunaan hasil penelitian
d. Memberikan penghargaan terhadap usaha menggunakan hasil-hasil
penelitian.

2.2 The Seven Steps of Evidence-Based Practice


Berdasarkan (Melnyk et al., 2014) ada beberapa tahapan atau langkah
dalam proses EBP. Tujuh langkah dalam evidence based practice (EBP) dimulai
dengan semangat untuk melakukan penyelidikan atau pencarian (inquiry)
personal. Budaya EBP dan lingkungan merupakan faktor yang sangat penting
untuk tetap mempertahankan timbulnya pertanyaan-pertanyaan klinis yang kritis
dalam praktek keseharian.
Step 0 Menumbuhkan Semangat Penyelidikan (Inquiry)/
Cultivate a Spirit Of Inquiry
Step 1 Mengajukan Pertanyaan PICO(T)/ Ask Clinical
Questions in PICOT Format.

14
Step 2 Mencari Bukti-bukti terbaik/ Search for the Best
Evidence
Step 3 Melakukan penilaian (appraisal) terhadap bukti-bukti
yang ditemukan/ Critically Appraise the Evidence
Step 4 Mengintegrasikan bukti dengan keahlian klinis dan
pilihan pasien untuk membuat keputusan klinis terbaik/
Integrate the Evidence with Clinical Expertise and
Patient Preferences and Values.
Step 5 Evaluasi hasil dari perubahan praktek setelah penerapan
EBP/ Evaluate the Outcomes of the Practice Decisions
or changes based on Evidence.
Step 6 Menyebarluaskan hasil (disseminate outcome) Langkah
terakhir dalam evidence based practice adalah
menyebarluaskan hasil/ Disseminate EBP results

Langkah-langkah dalam proses evidance based practice adalah sebagai


berikut:

Step 0: Menumbuhkan semangat penyelidikan (inquiry)


Inquiry adalah semangat untuk melakukan penyelidikan yaitu sikap
kritis untuk selalu bertanya terhadap fenomena-fenomena serta kejadian-kejadian
yang terjadi saat praktek dilakukan oleh seorang klinisi atau petugas kesehatan
dalam melakukan perawatan kepada pasien. Namun demikian, tanpa adanya
budaya yang mendukung, semangat untuk menyelidiki atau meneliti baik dalam
lingkup individu ataupun institusi tidak akan bisa berhasil dan dipertahankan.
Elemen kunci dalam membangun budaya EBP adalah semangat untuk
melakukan penyelidikan dimana semua profesional kesehatan didorong untuk
memepertanyakan kualitas praktek yang mereka jalankan pada saat ini, sebuah
pilosofi, misi dan sistem promosi klinis dengan mengintegrasikan evidence based
practice, mentor yang memiliki pemahaman mengenai evidence based practice,
mampu membimbing orang lain, dan mampu mengatasi tantangan atau hambatan

15
yang mungkin terjadi, ketersediaan infrastruktur yang mendukung untuk mencari
informasi atau lieratur seperti komputer dan laptop, dukungan dari administrasi
dan kepemimpinan, serta motivasi dan konsistensi individu itu sendiri dalam
menerapkan evidence based practice (Tilson et al, 2011).

Step 1: Mengajukan pertanyaan PICO(T) question.


Menurut (Newhouse et al., 2007) dalam mencari jawaban untuk
pertanyaan klinis yang muncul, maka diperlukan strategi yang efektif yaitu
dengan membuat format PICO.
a. P (Patient atau populasi)
Patient atau populasi adalah pasien, populasi atau masalah baik itu umur,
gender, ras atapun penyakit seperti hepatitis dll.
b. I (Intervention)
Intervention adalah intervensi baik itu meliputi treatment di klinis ataupun
pendidikan dan administratif. Selain itu juga intervensi juga dapat berupa
perjalanan penyakit ataupun perilaku beresiko seperti merokok.
c. C atau comparison
merupakan intervensi pembanding bisa dalam bentuk terapi, faktor resiko,
placebo ataupun non-intervensi.
d. O atau outcome
adalah hasil yang ingin dicari dapat berupa kualitas hidup, patient safety,
menurunkan biaya ataupun meningkatkan kepuasan pasien.

Bostwick et al., 2013 menyatakan bahwa pada langkah selanjutnya


membuat pertanyaan klinis dengan menggunakan format PICOT yaitu
a. P (Patient atau populasi)
b. I (Intervention atau tindakan atau pokok persoalan yang menarik)
c. C (Comparison intervention atau intervensi yang dibandidngkan),
d. O (Outcome atau hasil)
e. T (Time frame atau kerangka waktu).

16
Contohnya adalah dalam membentuk pertanyaan sesuai PICOT adalah
pada Mahasiswa keperawatan (population) bagaimana proses pembelajaran PBL
tutorial (Intervention atau tindakan) dibandingkan dengan small group discussion
(comparison atau intervensi pembanding) berdampak pada peningkatan critical
thinking (outcome) setelah pelaksanaan dalam kurun waktu 1 semester (time
frame).
Ataupun dalam penggunaan PICOT non intervensi seperti bagaimana
seorang ibu baru (Population) yang payudaranya terkena komplikasi (Issue of
interest) terhadap kemampuannya dalam memberikan ASI (Outcome) pada 3
bulan pertama pada saat bayi baru lahir. Hasil atau sumber data atau literatur
yang dihasilkan akan sangat berbeda jika kita menggunakan pertanyaan yang
tidak tepat makan kita akan mendapatkan berbagai abstrak yang tidak relevan
dengan apa yang kita butuhkan (Melnyk & Fineout, 2011).
Sedangkan dalam lobiondo & haber, (2006) dicontohkan cara
memformulasikan pertanyaan EBP yaitu pada lansia dengan fraktur hip
(patient/problem), apakah patient-analgesic control (intervensi) lebih efektif
dibandingkan dengan standard of care nurse administartif
analgesic(comparison) dalam menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan LOS
(Outcome).

Step 2: Mencari bukti-bukti terbaik


Kata kunci yang sudah disusun dengan menggunakan picot digunakan
untuk memulai pencarian bukti terbaik. Bukti terbaik adalah dilihat dari tipe dan
tingkatan penelitian. Tingkatan penelitian yang bisa dijadikan evidence atau
bukti terbaik adalah meta-analysis dan systematic riview.
a. Systematic riview adalah ringkasan hasil dari banyak penelitian yang
memakai metode kuantitatif.
b. Meta-analysis adalah ringkasan dari banyak penelitian yang menampilkan
dampak dari intervensi dari berbagai studi.

17
Namun jika meta analisis dan systematic riview tidak tersedia maka
evidence pada tingkatan selanjutnya bisa digunakan seperti RCT. Evidence
tersebut dapat ditemukan pada beberapa data base seperti CINAHL, MEDLINE,
PUBMED, NEJM dan COHRANE LIBRARY (Melnyk & Fineout, 2011).
Ada tingkatan yang bisa dijadikan bukti atau evidence (Guyatt&Rennie,
2002) yaitu:
a) Bukti yang berasal dari meta-analysis ataukah systematic riview.
b) Bukti yang berasal dari disain RCT.
c) Bukti yang berasal dari kontrol trial tanpa randomisasi.
d) Bukti yang berasal dari kasus kontrol dan studi kohort.
e) Bukti dari systematic riview yang berasal dari penelitian kualitatif dan
diskriptif.
f) Bukti yang berasal dari single-diskriptif atau kualitatif study
g) Bukti yang berasal dari opini dan komite ahli.

Step 3: Melakukan penilaian (appraisal) terhadap bukti-bukti yang


ditemukan
Setelah menemukan evidence atau bukti yang terbaik, sebelum di
implementasikan ke institusi atau praktek klinis, hal yang perlu kita lakukan
adalah melakukan appraisal atau penilaian terhadap evidence tersebut. Untuk
melakukan penilaian ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan diantaranya
adalah (Polit & Beck, 2013):
a. Evidence quality adalah bagaimana kualitas bukti jurnal tersebut? (apakah
tepat atau rigorous dan reliable atau handal)
b. What is magnitude of effect? (seberapa penting dampaknya?)
c. How pricise the estimate of effect? Seberapa tepat perkiraan efeknya?
d. Apakah evidence memiliki efek samping ataukah keuntungan?
e. Seberapa banyak biaya yang perlu disiapkan untuk mengaplikasikan bukti?
f. Apakah bukti tersebut sesuai untuk situasi atau fakta yang ada di klinis?

18
Sedangkan kriteria penilaian evidence menurut (Bernadette & Ellen,
2011) yaitu:
a. Validity.
Evidence atau penelitian tersebut dikatakan valid adalah jika penelitian
tersebut menggunakan metode penelitian yang tepat. Contohnya adalah
apakah variabel pengganggu dan bias dikontrol dengan baik, bagaimana
bagaimana proses random pada kelompok kontrol dan intervensi, equal atau
tidak.

b. Reliability
Reliabel maksudnya adalah konsistensi hasil yang mungkin didapatkan
dalam membuat keputusan klinis dengan mengimplementasikan evidence
tersebut, apakah intervensi tersebut dapat dikerjakan serta seberapa besar
dampak dari intervensi yang mungkin didapatkan.

c. Applicability
Applicable maksudnya adalah kemungkinan hasilnya bisa di
implementasikan dan bisa membantu kondisi pasien. Hal tersebut bisa
dilakukan dengan mempertimbangkan apakah subjek penelitiannya sama,
keuntungan dan resiko dari intervensi tersebut dan keinginan pasien (patient
preference) dengan intervensi tersebut.

Namun demikian dalam (Hande et al., 2017) dijelaskan bahwa critical


appraisal merupakan proses yang sangat kompleks. Level atau tingkat critical
appraisal sangat dipengaruhi oleh kedalaman dan pemahaman individu dalam
menilai evidence.

19
Jika dijabarkan ada 2 tahap dalam melakukan critical apraisal yaitu:
1. Tahap pertama adalah mengidentidikasi langkah-langkah dalam proses
penelitian.
Langkah pertama dalam melakukan critical appraisal adalah
mengidentifikasi langkah-langkah dalam proses penelitian kuantitatif. Hal-
hal yang harus diindentifikasi adalah mengidentifikasi komponen-komponen
dan konsep dalam penelitian dan memahami maksud dari setiap komponen.
Beberapa pertanyaan yang bisa dijadikan pedoman dalam melakukan
identifikasi adalah apakah judul penelitian jelas dengan menggambarkan
variabel, populasi, dan pokok atau inti pembelajaran, serta menggambarkan
tipe dari penelitian tersebut, korelasi, diskriptif, kuasi eksperimen atau
eksperimen, apakah abstraknya jelas, untuk mengidentifikasi dan memahami
dan artikel jurnal baca dan garis bawahi masing-masing tahapan dalam
proses penelitian.
Sedangkan menurut (Burns & Grove, 2008), critical appraisal pada
tahap sarjana adalah comprehension yang dimaknai sama dengan tahap
mengidentifikasi setiap tahap dalam proses penelitian, serta comparison yaitu
menyimpulkan secara umum kesesuaian peneliti dalam mengikuti aturan
penelitian yang benar serta sejauhmana peneliti menjelaskan setiap elemen
atau tahapan penelitian.

2. Tahap Kedua Menetukan tingkat kekuatan dan kelemahan penelitian


(Strength and weakness of study)
Untuk bisa melakukan critical appraisal pada tahapan ini kita harus
bisa memahami masing-masing tahapan penelitian serta membandingkan
tahapan penelitian yang ada dengan tahapan penelitian yang seharusnya.
Untuk menentukan tingkat kekuatan dan kelemahan evidence kita harus bisa
memahami sejauh mana peneliti mengikuti aturan penelitian yang benar.
Selain itu juga, penguasaan terhadap kajian dan konsep logis serta
keterkaitan antar tiap elemen harus bisa dianalisa. Sehingga pada akhirnya

20
kita adapat menyimpulkan tingkat validitas dan reliabilitas evidence atau
jurnal dengan melihat tingkat kesesuaian, keadekuatan, dan representatif atau
tidaknya proses dan kompenen penelitian yang dilakukan oleh seorang
peneliti (Burns & Grove, 2008).

Step 4: Mengintegrasikan bukti dengan keahlian klinis dan pilihan


pasien untuk membuat keputusan klinis terbaik.
Sesuai dengan definisi dari EBP, untuk mengimplementasikan EBP ke
dalam praktik klinis kita harus bisa mengintegrasikan bukti penelitian dengan
informasi lainnya. Informasi itu dapat berasal dari keahlian dan pengetahuan yang
kita miliki, ataukah dari pilihan dan nilai yang dimiliki oleh pasien. Selain itu
juga, menambahkan penelitian kualitatif mengenai pengalaman atau perspektif
klien bisa menjadi dasar untuk mengurangi resiko kegagalan dalam melakukan
intervensi terbaru (Polit & Beck, 2013). Setelah mempertimbangkan beberapa hal
tersebut maka langkah selanjutnya adalah menggunakan berbagai informasi
tersebut untuk membuat keputusan klinis yang tepat dan efektif untuk pasien.
Tingkat keberhasilan pelaksanaan EBP proses sangat dipengaruhi oleh evidence
yang digunakan serta tingkat kecakapan dalam melalui setiap proses dalam EBP
(Polit & Beck, 2008).

Step 5: Evaluasi hasil dari perubahan praktek setelah penerapan EBP


Evaluasi terhadap pelaksanaan evidence based sangat perlu dilakukan
untuk mengetahui seberapa efektif evidence yang telah diterapkan, apakah
perubahan yang terjadi sudah sesuai dengan hasil yang diharapkan dan apakah
evidence tersebut berdampak pada peningkatan kualitas kesehatan pasien (Melnyk
& Fineout, 2011).

21
Step 6: Menyebarluaskan hasil (disseminate outcome) Langkah terakhir
dalam evidence based practice adalah menyebarluaskan hasil.
Jika evidence yang didapatkan terbukti mampu menimbulkan perubahan
dan memberikan hasil yang positif maka hal tersebut tentu sangat perlu dan
penting untuk dibagi (Polit & Beck, 2013).

2.3 Searching for the Evidence: Strategies to help you conduct a


successful search.
Dalam mencari best evidence, hal yang sering menjadi hambatan dalam
proses pencarian adalah keterbatasan lokasi atau sumber database yang free
accsess terhadap jurnal-jurnal penelitian. Namun demikian seiring dengan
perkembangan teknologi, berikut contoh databased yang free accsess dan paling
banyak dikunjungi oleh tenaga kesehatan yaitu MIDIRS, CINAHL, Pubmed,
cohrane library dan PsycINFO serta Medline. Berikut adalah contoh pertanyaan
EBP beserta data based yang disarankan, diantaranya adalah (Schneider &
Whitehead, 2013).

Tabel 2.1 Contoh Penggunaan Data Based


Pertanyaan EBP Data Based yang disarankan
Terapi Question: Pada Pasien DM yang CINAHL, DARE (Abstract of
mempunyai resiko tinggi Dekubitus Reviews the Effect), CDSR
yang diberikan program pencegahan (Cochrane Database of Systematic
Pressure Ulcer dengan standar Review), CCRCT (Cohrane Central
Perawatan manakah yang lebih efektif? Register of Control Trial), Medline.

Etiology Question: Apakah Ibu berusia MIDIRS, CINAHL, PsycINFO,


matang lebih beresiko terkena depresi Medline
Postpartum dibandingkan dengan Ibu
Usia Muda?

22
Pertanyaan Preventif: Untuk wanita CDSR, MIDIRS, CINAHL,
pekerja berat, apakah tindakan Medline, CCRT, DARE
Pemberian Oral Intake Efektif untuk
mencegah Gastric Aspirasi?

Pertanyaan Diagnosis: Manakah yang CINAHL, Medline, DARE, CDSR,


lebih efektif D- Dinner atau Ultrasound CCRT
dalam Mendiagnosa Trombosis Vena?

Prognosis: Apakah Diet Karbohidrat CINAHL, MedLINE


pada Pasien dengan BMI <25 akan
sangat berpengaruh jika ia memiliki
riwayat Keluarga Obesitas dengan BMI
>30 ?
(Schneider & Whitehead, 2013)

Beberapa Databased yang disebutkan diatas memuat berbagai literatur


kesehatan dari berbagai sumber. Beberapa diantaranya adalah free of charge,
cost, atau keduanya. Seperti misalnya:
1) Cohrane databased merupakan organisasi non-profit. Namun demikian jenis
informasi yang diberikan adalah systemayic review, sehingga jumlah
informasi yang ditawarkan terbatas atau dalam jumlah kecil berkisar 3 jutaan
citation namun sangat direkomendasikan untuk menjadi databased pertama
dalam mencari jawaban dari pertanyaan klinis.
2) CINAHL dan MEDLINE merupakan databased yang paling komprehensif
untuk menemukan berbagai jurnal atau informasi kesehatan baik itu
kedokteran, keperawatan, kedokteran gigi ataupun farmasi dengan berbagai
level evidence. MEDLINE merupakan databasedfree charge yang terhubung
dengan Pubmed databased (Dicenso et al., 2014). Sedangkan CINAHL

23
merupakan konten artikel jurnal, buku, ataupun disertasi dan bisa temukan
baik melalui databased langsung ataukah melalui MEDLINE.
3) PsycINFO merupakan databased yang lebih banyak mempublikasikan
literatur pendidikan dalam aspek psikologi, psikiatri, neuroscience untuk
pertanyaan klinis.
4) Pubmed merupakan bibliografic database yang berisi kontenfree akses dan
berbayar serta mempunyai link dengan database MEDLINE (Melnyk et al.,
2014).

Dalam (Kluger, 2007) dicontohkan cara melakukan pencarian evidence


dari beberapa sumber atau databased yang ada yaitu:
1) Memilih databased (CINAHL, Medline etc)
2) Menerjemahkan istilah atau pertanyaan kedalam perbendaharaan kata dalam
database, sebagai contoh fall map menjadi accidental fall
3) Menggunakan limit baik dalam jenis, tahun dan umur
Limit atau membatasi umur seperti aged, 45 and over, limit tipe publikasi
seperti “metaanalisis atau systematic review”, dan limit tahun publikasi
seperti 2010-2015
4) Membandingkan dengan database yang lain seperti cohrane, psycINFO
5) Melakukan evaluasi hasil, ulangi ke step 2 jika diperlukan.

Sedangkan menurut (Newhouse, 2007) langkah-langkah atau strategi


mencari informasi melalui databased diantaranya adalah:
1) Mencari kata kunci, sinonim, atau yang mempunyai hubungan dengan
pertanyaan yang sudah disusun dengan PICO format
2) Menentukan sumber atau database terbaik untuk mencari informasi yang
tepat.
3) Mengembangkan beberapa strategi dalam melakukan pencarian dengan
controlled vocabularries, menggunakan bolean operator, serta limit.
Controlled vocabularries yang dapat menuntun kita untuk memasukkan input
yang sesuai dengan yang ada pada database. Seperti misalnya MeSH pada

24
Pubmed serta CINAHL Subject Heading pada database CINAHL.
menggunakan bolean operator misalnya AND, OR, NOT. AND untuk mencari
2 tema atau istilah, OR untuk mencari selain dari salah satu atau kedua istilah
tersebut. Namun jika dikombinasikan dengan controlled vocabularries, OR
akan memperluas pencarian, serta AND akan mempersempit pencarian.
Setelah itu untuk lebih spesifik dan fokus lagi dapat digunakan dengan
menggunakan limit yang sesuai seperti umur, bahasa, tanggal publikasi.
Contohnya adalah limit terakhir 5 tahun untuk jurnal atau english or american
only.
4) Melakukan evaluasi memilih evidence dengan metode terbaik dan menyimpan
hasil.

Sedangkan menurut (Bowman et al., dalam levin & feldman, 2012)


khususnya pada level undergraduate student, ada beberapa contoh evidence
yang dapat digunakan dalam terapi dan prognosis yaitu:

Gambar 1. Contoh Penggunaan Tingkat Evidence

25
Beberapa contoh tingkatan evidence tersebut dapat menjadi contoh atau
dasar dan pedoman yang digunakan oleh mahasiswa undergraduatedalam
memilih evidence yang tepat. Karena undergraduate student tidak memiliki
kemampuan dalam melakukan kritik atau melihat tingkat kekuatan dan
kelemahan literatur penelitian, maka dalam pembelajaran evidence based
practice mahasiswa diarahkan untuk memilih literatur berdasarkan tingkatan
evidence terbaik terlebih dahulu.Jika beberapa evidence terbaik tidak dapat
ditemukan, maka langkah selanjutnya adalah memilih literatur yang telah
diseleksi pada beberapa databased seperti MEDLINE dan CINAHL atau pada
pubmed search engine (Levin & Feldman, 2012).

2.4 Aplikasi Evidence Base Practice in Nursing


2.4.1 Aplikasi Evidence Based Practice dalam Proses Keperawatan
Proses keperawatan merupakan cara berpikir perawat tentang
bagaimana mengorganisir perawatan terhadap individu, keluarga dan
komunitas. Banyak manfaat yang dapat diperoleh dalam proses ini, antara
lain membantu meningkatkan kolaborasi dengan tim kesehatan, menurunkan
biaya perawatan, membantu orang lain untuk mengerti apa yang dilakukan
oleh perawat, diperlukan untuk standar praktek profesional, meningkatkan
partisipasi klien dalam perawatan, meningkatkan otonomi pasien,
meningkatkan perawatan yang spesifik untuk masing-masing individu,
meningkatkan efisiensi, menjaga keberlangsungan dan koordinasi
perawatan, dan meningkatkan kepuasan kerja (Wilkinson, 2007).
Dalam proses keperawatan, terdapat banyak aktivitas pengambilan
keputusan dari saat tahap pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi
dan evaluasi. Pada setiap fase proses keperawatan tersebut, hasil-hasil
penelitian dapat membantu perawat dalam membuat keputusan dan
melakukan tindakan yang mempunyai dasar/rasional hasil penelitian yang
kuat.

26
1. Tahap pengkajian
Pada tahap ini, perawat mengumpulkan informasi untuk mengkaji
kebutuhan pasien dari berbagai sumber. Informasi dapat diperoleh
melalui wawancara dengan pasien, anggota keluarga, perawat yang lain,
atau tenaga kesehatan yang lain dan juga dapat melalui rekam medis, dan
observasi. Masing-masing sumber tersebut berkontribusi secara unik
terhadap hasil pengkajian secara keseluruhan. Hasil penelitian yang
dapat digunakan dapat berupa hal yang terkait dengan cara terbaik untuk
mengumpulkan informasi, tipe informasi apa yang perlu diperoleh,
bagaimana menggabungkan seluruh bagian data pengkajian, dan
bagaimana meningkatkan akurasi pengumpulan informasi. Hasil
penelitian juga dapat membantu perawat dalam memilih alternative
metode atau bentuk untuk tipe pasien, situasi maupun pada tempat
pelayanan tertentu.

2. Tahap Penegakkan Diagnosis Keperawatan


Hasil penelitian yang dapat digunakan antara lain adalah hal yang terkait
membuat diagnosis keperawatan secara lebih akurat dan frekuensi
terjadinya masing-masing batasan karaktersitik yang terkait dengan
suatu diagnosis keperawatan.

3. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini, hasil penelitian yang dapat digunakan antara lain hasil
penelitian yang mengindikasikan intervensi keperawatan tertentu yang
efektif untuk diaplikasikan pada suatu budaya tertentu, tipe dan masalah
tertentu, dan pada pasien tertentu.

27
4. Tahap Implementasi
Idealnya, perawat yang bertanggung jawab akan melakukan intervensi
keperawatan yang sebanyak mungkin didasarkan pada hasil-hasil
penelitian.

5. Tahap Evaluasi
Pada tahap ini, evaluasi dilakukan untuk menilai apakah intervensi yang
dilakukan berdasarkan perencanaan sudah berhasil dan apakah efektif
dari segi biaya. Hasil penelitian yang dapat digunakan pada tahap ini
adalah hal yang terkait keberhasilan ataupun kegagalan dalam suatu
pemberian asuhan keperawatan.

2.4.2 Contoh- contoh Penerapan Evidence Based Practice in Nursing


No. Aplikasi Evidence Based Practice in Format PICO (T) Keterangan
Nursing
1 Amelia, Wenny (2017) Melakukan P: Pasien Kanker Payudara Jurnal Terlampir
penelitian tentang self managemen yang menjalani
untuk mengurangi konstipasi pada Kemoterapi.
pasien kanker payudara yang
menjalani kemoterapi. I: Self Management

Self-management (SM) adalah C: -


salah satu penerapan Evidence Based
Nursing (EBN) untuk mengurangi O: Mengurangi Konstipasi
konstipasi pada pasien kanker
payudara akibat kemoterapi yang T: -
mendapatkan antiemetic 5 -
hydroxytryptamine (serotonin; 5HT3
yaitu ondansentron). SM terdiri dari
abdominal massage, abdominal

28
streching, dan pendidikan posisi
buang air besar yang tepat. Tujuan
dari EBN ini adalah mengidentifikasi
efektivitas self-management (SM)
terhadap penurunan konstipasi pada
pasien kanker payudara. Skor
konstipasi diukur menggunakan
constipation assessment scale (CAS).
Dalam penerapan EBN ini
didapatkan bahwa SM dapat
mengurangi konstipasi ditandai
dengan penurunan skor CAS. SM
dapat digunakan sebagai salah satu
terapi non farmakologi untuk
mengurangi konstipasi, bersifat
mudah dilakukan, aman dan secara
teknis praktis untuk mengurangi
konstipasi pada pasien kanker
payudara karena tidak dibutuhkan
keterampilan atau pelatihan khusus
untuk melakukannya.
Kata Kunci : Self-management,
konstipasi, kemoterapi, kanker
payudara
2 Fatmadona, Rika (2015) melakukan P: Pasien Kanker Jurnal Terlampir
penelitian tentang pijat terapeutik
sebagai Evidence Based Practice I: Pijat Terapeutik
pada pasien kanker untuk mengurangi
distress. C: -
Terapi pijat, merupakan terapi
komplementer yang paling banyak O: Mengurangi Distress

29
dan aman digunakan. Masalah
psikologis sebagai dampak dari T: -
gangguan fisik banyak terjadi pada
pasien penyakit kronis, terutama
kanker. Tujuan penulisan ini adalah
memaparkan aplikasi pijat terapeutik
untuk mengurangi distress sebagai
suatu Evidence Based Nursing
(EBN). Metode penulisan ini berupa
case study pelaksanaan EBN
dilakukan di ruang rawat inap Teratai
RS Kanker Dharmais, Jakarta, selama
2 minggu, dalam rentang waktu
tanggal 16 April hingga 9 Mei 2014.
Pijatan dilakukan selama 3 kali
seminggu, 20 menit, dalam 2 minggu,
sehingga masing-masing pasien
mendapatkan 6 sesi pijat terapeutik.
Partisipan dalam penerapan EBN ini
semuanya perempuan, dengan
rentang usia 27 th-58 th, dengan 4
orang ca mammae, 1 orang ca cervix,
1 orang ca ovarium, 1 orang ca
thyroid, 1 orang LNH. Setelah
dilakukan sesi pijat terpeutik sesuai
dengan metode Ahles, et al, (1999),
didapatkan sesi pijat terapeutik
mampu menurunkan cemas pasien,
dilihat dari penurunan skor ESAS
cemas, mampu merilekskan pasien.
Ke-4 pasien yang menjalani terapi

30
pijat pada hari pertama, didapatkan
keluhan cemas sedang 2 orang, cemas
berat 2 orang pada akhir sesi pasien
tidak didapatkan cemas lagi. Respon
pasien setelah menjalani sesi
melaporkan badannya lebih segar dan
tidurnya lebih nyenyak. Pada pasien
yang mengeluhkan nyeri hebat
dengan pemberian pijat terapeutik
yang sebelumnya telah diberikan
analgesik, dan teknik relaksasi,
diketahui dengan pemberian pijat
terapeutik walaupun belum mampu
menurunkan nyeri secara drastis,
pasien dapat beradaptasi dengan
nyerinya, koping pasien lebih
konstruktif.
Kata kunci: pijat terapeutik,
evidence based, distress

31
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Evidence based nursing adalah penggunaan teori dan informasi yang
diperoleh berdasarkan hasil penelitian secara teliti, jelas dan bijaksana dalam
pembuatan keputusan tentang pemberian asuhan keperawatan pada individu atau
sekelompok pasien dan dengan mempertimbangkan kebutuhan dan pilihan dari
pasien tersebut (Ingersoll G, 2000).
Menurut (Newhouse et al., 2007) dalam mencari jawaban untuk
pertanyaan klinis yang muncul, maka diperlukan strategi yang efektif yaitu
dengan membuat format PICO. Dalam mencari best evidence, hal yang sering
menjadi hambatan dalam proses pencarian adalah keterbatasan lokasi atau
sumber database yang free accsess terhadap jurnal-jurnal penelitian. Namun
demikian seiring dengan perkembangan teknologi, berikut contoh databased
yang free accsess dan paling banyak dikunjungi oleh tenaga kesehatan yaitu
MIDIRS, CINAHL, Pubmed, cohrane library dan PsycINFO serta Medline.

3.2 Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan
kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini
dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya.

32
DAFTAR PUSTAKA

Hapsari, Elsi Dwi. 2011. Pengantar Evidence-Based Nursing.


https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/psn12012010/article/view/308.
Diakses pada 14 Maret 2019.

33

You might also like