You are on page 1of 28

MAKALAH KMB ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA (BPH)

Oleh Kelompok 2 :

Nevy Velliana P17221170003

Fenny Mellike P17221173024

Irfan Saifur Ridho P17221173030

Yunda Arizatul Bidayah P17221173031

Dinda Tri Yuni R. P17221173036

Amalia Sholikah P17221173038

Anisa Kamila P17221173039

Dyah Sulistianingtyas P17221173040

PROGAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN LAWANG


POLTEKKES KEMENKES MALANG

2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, Kami
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah
ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang BPH dan
manfaatnya untuk masyarakat ini dapat memberikan manfaat terhadap pembaca.

Malang, 17 Januari 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................................i

Daftar Isi.....................................................................................................................ii

Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah................................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................2

Bab II Konsep Medis

2.1 Pengertian...........................................................................................................3

2.2 Pravelensi...........................................................................................................3

2.3 Etiologi..............................................................................................................7

2.4 Klasifikasi..........................................................................................................8

2.5 Manifestasi Klinis..............................................................................................8

2.6 Patofisiologi.......................................................................................................10

2.7 Penatalaksanaan.................................................................................................12

2.8 Asuhan Keperawatan..........................................................................................16

Bab III Kesimpulan..................................................................................................23

Daftar Pustaka..........................................................................................................24

ii
iii
Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Penuaan adalah bagian dari pertumbuhan dan perkembangan


seseorang yang terus berlanjut, dengan bertambahnya umur, maka organ-
organ tubuh akan mengalami penuaan dan penurunan fungsi, yang
mengakibatkan terjadinya perubahan pada hormon. Hormon-hormon yang di
hasilkan oleh tubuh.Salah satu penyakit yang di sebabkan oleh proses
penuaaan dan penurunan hormon adalah Benigna Prostat Hyperplasia (BPH).
Menurut sjanmsuhidajat dan de jong(2005).

Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah suatu kondisi yang terjadi sebagai
hasil dari pertumbuhan dan pengendalian hormon prostat (Yuliana elin, 2011).

Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah suatu kondisi yang terjadi sebagai
hasil dari pertumbuhan dan pengendalian hormon prostat (Yuliana elin, 2011).

BPH adalah suatu keadaan dimana prostat mengalami pembesaran


memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin
dengan cara menutupi orifisium uretra. (Smeltzer dan Bare, 2002).

Hiperplasi prostat adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara


umum pada pria > 50 tahun) yang menyebabkan berbagai derajat obstruksi
uretra dan pembiasan aliran urinarius. (Doenges, 1999).

Pendapat lain mengatakan bahwa BPH adalah pembesaran progresif dari


kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan
berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (Marilynn,
E.D, 2000).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)?


2. Apa saja klasifikasi dari Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)?
3. Apa penyebab dari Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)?
4. Bagaimana patofisiologi dari Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)?
5. Apa saja tanda dan gejala dari Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)?
6. Apa saja pemeriksaan diagnostik dari Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)?

1
7. Apa saja penatalaksanaan medis dari Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan Benigna Prostat
Hiperplasia (BPH)?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian dari Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)


2. Untuk mengetahui klasifikasi dari Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
3. Untuk mengetahui penyebab dari Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Benigna Prostat Hiperplasia
(BPH)
6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari Benigna Prostat
Hiperplasia (BPH)
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis pada Benigna Prostat
Hiperplasia (BPH)
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan Benigna
Prostat Hiperplasia (BPH)

2
BAB II

KONSEP MEDIS

A. Pengertian

Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah suatu kondisi yang terjadi


sebagai hasil dari pertumbuhan dan pengendalian hormon prostat (Yuliana
elin, 2011). Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah suatu kondisi yang
terjadi sebagai hasil dari pertumbuhan dan pengendalian hormon prostat
(Yuliana elin, 2011).

BPH adalah suatu keadaan dimana prostat mengalami pembesaran


memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin
dengan cara menutupi orifisium uretra. (Smeltzer dan Bare, 2002).

Hiperplasi prostat adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat


(secara umum pada pria > 50 tahun) yang menyebabkan berbagai derajat
obstruksi uretra dan pembiasan aliran urinarius. (Doenges, 1999).

Pendapat lain mengatakan bahwa BPH adalah pembesaran progresif


dari kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun)
menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran
urinarius (Marilynn, E.D, 2000).

B. Prevalensi BPH

Di Indonesia, BPH menjadi urutan kedua setelah penyakit batu saluran


kemih, dan secara umum, di perkirakan hampir 50% pria Indonesia yang
berusia di atas 50 tahun di temukan menderita BPH ini. Oleh karena itu, jika
di lihat dari 200 juta lebih rakyat indonesia, maka dapat di perkirakan 100 juta
adalah pria, dan yang berusia 60 tahun dan ke atas adalah kira-kira sejumlah 5
juta, maka dapat di katakan kira-kira 2,5 juta pria Indonesia. (Purnomo 2009).

Suatu penelitian menyebutkan bahwa pravelansi Benigna Prostat


Hiperplasia (BPH) yang bergejala pada pria berusia 40-49 tahun mencapai
hampir 15%. Angka ini meningkat dengan bertambahnya usia, sehingga pada
usia 50-59 tahun prevalensinya mencapai hampir 25% dan pada usia 60 tahun
mencapai angka sekitar 43%. Angka kejadian BPH di Indonesia sebagai

3
gambaran hospital prevalensi di dua Rumah Sakit besar di Jakarta yaitu
RSCM dan Sumberwaras selama 3 tahun (1994-1999) terdapat 1040 kasus
(Istikomah, 2010).

C. Anatomi Fisiologi

Gambar anatomi sistem urinaria

4
Gambar anatomi prostat

Fisiologi

Kelenjar Kelamin Pria :

1) Vesikel Seminalis

Sepanjang vesikel seminalis, yang merupakan kantong terkonvusi (berkelok-


kelok) yang bermuara ke dalam duktus ejaculator menghasilkan secret berupa
cairan kental dan basa yang kaya akan fruktosa yang berfungsi untuk
melindungi dan memberi nutrisi sperma, yang meningkatkan pH ejakulat dan
mengandung prostaglandin yang menyebabkan gerakn spermatozoa lebih
cepat, sehingga lebih cepat sampi ke tuba fallopi. Setengah lebih sekresi vesik
seminalis dalah semen (Wibowo, 2012).

Cairan seminal adalah cairan tempat berenangnya spermatozoa. Cairan ini


memberi nutrien (makan) kepada spermatozoa dan membantu motilitas
spermatozoa. Setelah berjalan dari vesicula seminalis dan ductus ejakulatorius
ke urethra, disini ditambahkan sekresi prostat dan sekresi dari glandula
bulbourethralis. Akhirnya cairan seminal ini diejakulasikan selama
rangsangan seksual. Sekresi prostat ini merupakan komponen paling besar
dari cairan seminal (Wibowo, 2012).

2) Kelenjar Prostat

Prostat merupakan bangunan yang berbentuk kerucut yang panjangnya 4 cm,


lebarnya 3 cm dan tebalnya 2 cm dengan berat kira-kira 8 gram. Prostat

5
mengelilingi bagian atas urethra dan terleta dalam hubungan langsung dengan
cervix vesicae urinaria. Prostattersusun atas jaringan kelenjar dan serabut-
serabut otot involunter dan bereda di dalam kapsul fibrosa (Wibowo, 2012).

Prostat adalah kelenjar berbentuk donat tunggal seukuran lubang persik. Ini
mengelilingi tentang uretra hanya kalah dengan kandung kemih. Tertutup oleh
kapsul jaringan conective tebal, terdiri dari 20-30 senyawa kelenjar
tubuloalveolar diembed dalam massa (stroma) dari otot polos dan jaringan
ikat padat (Wibowo, 2012).

Jaringan otot prostat berfungsi untuk membantu dalam ejakulasi. Sekresi


prostat diproduksi secara terus-menerus dan diekskresikan ke dalam urin.
Setiap hari diproduksi kira-kira 1 ml, tetapi jumlahnya tergantung dari kadar
testosteron, karena hormon inilah yang merangsang sekresi tadi. Sekret
prostat mempunyai pH 6,6 dan susunannya seperti plasma, tetapi mengandung
bahan-bahan tambahan misalnya kolesterol, asam sitrat dan suatu enzim
hialuronidase. Sekret prostat ditambahkan ke dalam sperma dan cairan
seminal pada saat sperma dan cairan seminal melewati urethra (Wibowo,
2012).

Sekresi kelenjar prostat memasuki uretra prostat melalui beberapa saluran


prostat ketika kontrak otot polos saat ejakulasi.

Hal ini memainkan peran dalam mengaktifkan sperma dan bertanggung jawab
atas sebanyak sepertiga dari volume air mani.Itu ia seperti susu, cairan sedikit
asam yang mengandung sitrat (sumber nutrisi), beberapa enzim (fibrinolisin,
hialuronidase, asam fosfatase), dan antigen prostatespecific (PSA). Prostat
memiliki reputasi sebagai perusak kesehatan (mungkin tercermin dalam
umum salah ucapan "prostat") (Wibowo, 2012).

Prostat sering membesar pada pria setengah umur atau umur tua, dan
pembesaran ini karena tekanan lain yang disebabkan oleh apa saja pada
sphincter urethra atau urethra itu sendisi, akan menyebabkan retensi urin akut.
Keadaan demikian dapat disembuhkan dengan memasang kateter ke dalam
vesica urinaria atau melakukan prostatektomi pada pasien tertentu (Wibowo,
2012).

c) Glandula Bulbourethtalis (Cowper)

Kelenjar bulbouretral (cowper) adalah sepasang kelenjar yang ukuran dan


bentuknya menyerupai kacang polong. Kelenjar ini mensekresi cairan basa
yang mengandung mucus kedalam uretra penis untuk melumasi dan
melindungi serta ditambahkan pada semen (spermatozoa+secret) (Wibowo,
2012).

6
Kelenjar prostat terletak tepat dibawah buli – buli dan mengitari uretra.
Bagian bawah kelenjar prostat menempal pada diafragma urogenital atau
sering disebut otot dasar panggul.Kelenjar ini pada laki - laki dewasa kurang
lebih sebesar buah kemiri, dengan panjang sekitar 3 cm, lebar4 cm dan tebal
kurang lebih 2,5 cm. Beratnya sekitar 20 gram.

Prostat terdiri dari jaringan kelenjar, jaringan stroma (penyangga ) dan kapsul.
Cairan yang dihasilkan kelenjar prostat bersama cairan dari vesikula seminalis
dan kelenjar cowper merupakan komponen terbesar dari seluruh cairan semen.
Bahan – bahan yang terdapat dalam cairan semen

sangat penting dalam menunjang fertilitas, memberikan lingkungan yang


nyaman dan nutrisi bagi spermatozoa serta proteksi terhadap invasi mikroba.
Kelainan pada prostat yang dapat mengganggu proses reproduksi adalah
keradangan ( prostatitis ). Kelainan yang lain seperti pertumbuhan yang
abnormal ( tumor ) baik jinak maupun ganas tidak memegang peranan penting
pada proses reproduksi tetapi lebih berperan pada terjadinya gangguan aliran
urin. Kelainan yang disebut belakangan ini manifestasinya biasanya pada laki
- laki usia lanjut.

D. Etiologi

Menurut R. Sjamsuhidajat dan Wim de jong (2010) dengan bertambahnya


usia, akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron dan estrogen karena
produksi estrogen menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen
pada jaringan adiposa di perifer. Perubahan mikroskopik pada prostat telah
terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikrokopik ini
berkembang, akan terjadi perubahan patologik anatomi yang ada pada pria
usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50%, dan pada usia 80 tahun 80%.
Sekitar 50% dari angka tersebut menyebabkan gejala dan tanda klinis.

Menurut Nursalam (2006), hingga sekarang belum diketahui secara pasti


penyebab prostat hiperplasi, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa
hiperplasi prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron
(DHT) dan proses penuaan. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab
timbulnya hiperplasi prostat adalah :

a. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen


pada usia lanjut.

7
b. Peranan dari growth factor (faktor pertumbuhan) sebagai pemicu
pertumbuhan stroma kelenjar prostat.

c. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang


mati. Diduga hormon androgen berperan menghambat proses kematian sel
karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel
kelenjar prostate. Estrogen diduga mampu memperpanjang usia sel-sel
prostate.

d. Teori sel stem, menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel stem
sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat
menjadi berlebihan.

E. Klasifikasi

Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk


menentukan berat gangguan miksi yang disebut WHO Prostate Symptom
Score (PSS). Derajat ringan: skor 0−7, sedang: skor 8−19, dan berat:19 skor
20−35 (Sjamsuhidajat dkk, 2012). Selain itu, ada juga yang membaginya
berdasarkan gambaran klinis penyakit BPH. Derajat penyakit BPH disajikan
pada tabel 1.

Tabel 1. Derajat penyakit BPH (Sumber: Sjamsuhidajat dkk, 2012).

Derajat Colok Dubur Sisa Volume Urin


I Penonjolan prostat, batas >50 mL
atas mudah diraba
II Penonjolan prostat jelas, 50-100mL
batas atas dapat dicapai
III Batas atas prostat tidak >100 mL
dapat diraba
IV Retensi urin total

F. Manifestasi klinis

Gejala klinis hanya terjadi sekitar 10% pada laki-laki yang mengidap kelainan
ini. Hal ini dikarenakan BPH mengenai bagian dalam prostat, manifestasinya
yang tersering adalah gejala obstruksi saluran kemih bawah (Kumar dkk.,
2007).

8
Gejala klinis berkembang lambat karena hipertrofi detrusor kandung kemih
mengkompensasi untuk kompresi uretra. Seiring dengan osbtruksi
berkembang, kekuatan pancaran urin menurun, dan terjadi keragu raguan
dalam memulai berkemih dan menetes diakhir berkemih. Disuria dan urgensi
merupakan tanda klinis iritasi kandung kemih (mungkin sebagai akibat
peradangan atau tumor) dan biasanya tidak terlihat pada hiperplasia prostat.
Ketika residual pasca-miksi bertambah, dapat timbul nokturia dan overflow
incontinence (Saputra, 2009).

Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun


keluhan di luar saluran kemih, yaitu:

a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah

Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS) terdiri atas gejala voiding,
storage, dan pasca-miksi. Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada
saluran kemih bagian bawah, beberapa ahli dan organisasi urologi membuat
sistem penilaian yang secara subjektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh
pasien. Sistem penilaian yang dianjurkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) adalah Skor Internasional Gejala Prostat atau International Prostatic
Symptom Score (IPSS) (Purnomo, 2012).

Sistem penilaian IPSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan
keluhan miksi dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup
pasien. Setiap pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi
nilai 0−5, sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas hidup diberi nilai
1−7. Dari skor IPSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat,
yaitu ringan (skor 0−7), sedang (skor 8−19), dan berat (skor 20−35)
(Purnomo, 2012).

Timbulnya dekompensasi buli-buli biasanya didahului oleh beberapa faktor


pencetus, seperti volume kandung kemih tiba-tiba terisi penuh, yaitu pada saat
cuaca dingin, menahan kencing terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau
minuman yang mengandung diuretikum (alkohol, kopi), dan minum air dalam
jumlah yang berlebihan, massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah
melakukan aktivitas seksual atau mengalami infeksi prostat akut, setelah
mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor
atau dapat mempersempit leher buli-buli, antara lain: golongan antikolinergik
atau adrenergik alfa (Purnomo, 2012).

9
b. Gejala pada saluran kemih bagian atas

Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas
berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang
(yang merupakan tanda dari hidronefrosis), dan demam yang merupakan
tanda dari infeksi atau urosepsis (Purnomo, 2012).

c. Gejala di luar saluran kemih

Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia


inguinalis atau hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering
mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra-
abdominal (Purnomo, 2012).

Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang terisi penuh dan
teraba massa kistus di daerah supra simfisis akibat retensi urin. Kadang-
kadang didapatkan urin yang selalu menetes tanpa disadari oleh pasien yaitu
merupakan tanda dari inkontinensia paradoksa. Pada colok dubur yang
diperhatikan adalah tonus sfingter ani/refleks bulbo-kavernosus untuk
menyingkirkan adanya kelainan buli-buli neurogenik, mukosa rektum, dan
keadaan prostat, antara lain: kemungkinan adanya nodul, krepitasi, konsistensi
prostat, simetrisitas antara lobus dan batas prostat (Purnomo, 2012).

Colok dubur pada pembesaran prostat jinak menunjukkan konsistensi prostat


kenyal seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak
didapatkan nodul, sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat keras
atau teraba nodul dan mungkin di antara prostat tidak simetri (Purnomo,
2012).

G. Patofisiologi

Patofisiologi benign prostatic hyperplasia disebabkan karena beberapa faktor,


yaitu faktor usia dan hormonal. Seiring bertambahnya usia, kelenjar prostat
akan mengalami pembesaran. Pembesaran prostat ini dipengaruhi oleh
hormon androgen, terutama dihidrotestosteron dan testosteron. Kadar
testosteron dalam kelenjar prostat mengalami penurunan seiring dengan
bertambahnya usia, hal ini disebabkan karena adanya isoenzim alfa-5-
reduktase mengubah testosteron menjadi dihidrotestosteron (DHT).
Penurunan kadar testosteron ini kemudian akan mengakibatkan

10
ketidakseimbangan hormon androgen, sehingga terjadi peningkatan rasio
esterogen/androgen dalam serum serta jaringan prostat, terutama pada stroma.
DHT juga akan berikatan dengan reseptor androgen pada nukleus sel,
sehingga dapat menyebabkan hiperplasia.

PEMBESARAN ZONA TRANSISIONAL

Prostat dibagi ke dalam 3 zona, yaitu:

1. zona sentral,

2. zona perifer, dan

3. zona transisional.

Zona perifer terletak pada sisi posterior sampai lateral dari uretra dan
merupakan zona terbesar, yaitu sekitar 75% dari seluruh kelenjar prostat.
Zona sentral berukuran lebih kecil dan terletak disekitar duktus ejakulatorius.
Bagian terkecil dari prostat merupakan zona transisional, yaitu sekitar 5%
yang terletak pada kedua sisi uretra pars prostatika. Pada benign prostatic
hyperplasia, zona transisional membesar hingga 95% dan menekan zona lain.
Pembesaran zona transisional ini dapat menyebabkan obstruksi saluran kemih
dan juga pada beberapa pasien gejalanya minimal. Hal ini terjadi karena
turunnya elastisitas uretra pars prostatika karena penurunan kolagen dan
peningkatan proteoglikan, sehingga uretra pars prostatika lebih resisten
terhadap tekanan dan pembesaran terjadi lebih banyak ke arah luar. Jika
pembesaran terjadi ke arah dalam, akan terjadi penekanan pada lumen urethra
pars prostatika, sehingga menyebabkan obstruksi saluran kemih/bladder outlet
obstruction (BOO).

OBSTRUKSI SALURAN KEMIH

Obstruksi pada saluran kemih akan membuat tekanan intravesika meningkat,


sehingga buli-buli harus berkontraksi lebih untuk melawan kenaikan tekanan
tersebut setiap kali miksi. Kontraksi berlebih ini lama-lama dapat
menyebabkan hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya divertikula,
sakula, ataupun selula pada buli-buli. Fase di mana hipertrofi otot detrusor ini
terjadi disebut dengan fase kompensasi dinding otot. Bila keadaan ini
berlangsung secara kronis, otot detrusor akan mengalami dekompensasi dan

11
tidak mampu lagi untuk berkontraksi, sehingga menyebabkan retensi urin
dalam vesika urinaria yang dapat menjadi infeksi ataupun batu. Tekanan
tinggi yang terus menerus ini juga menyebabkan terjadinya aliran balik urin
dari buli-buli ke ureter, sehingga menyebabkan hidroureter ataupun
hidronefrosis. Perubahan-perubahan struktur ini akan menyebabkan
terbentuknya gejala LUTS, baik struktif ataupun iritatif.

H. Penatalaksanaan Medis

Menurut Sjamsuhidjat dan de Jong (2010) dalam penatalaksanaan

pasien dengan BPH tergantung pada stadium-stadium dari gambaran

klinis, yaitu :

a. Stadium I

12
Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah,

diberikan pengobatan konservatif, misalnya menghambat

adrenoresptor alfa seperti alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini

adalah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi

proses hiperplasi prostat. Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini

tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.

b. Stadium II

Ada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan

pembedahan biasanya dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra

(trans uretra).

c. Stadium III

Pada stadium III reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan

apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak

akan selesai dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka.

Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika, retropubik

dan perineal.

d. Stadium IV

Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan

penderita dari retensi urin total dengan memasang kateter atau

sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut amok

melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive dengan

Transurethral Resection (TUR) atau pembedahan terbuka.

13
Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan

dilakukan pembedahan dapat dilakukan pengobatan konservatif

dengan memberikan obat penghambat adrenoreseptor alfa.

Pengobatan konservatif adalah dengan memberikan obat anti androgen

yang menekan produksi LH.

Menurut Andra saferi dan yessie mariza, (2013) penatalaksanaan

pada BPH dapat dilakukan dengan:

a. Observasi

Kurangi minum setelah makan malam, hindari obat

dekongestan, kurangi kopi, hindari alkohol, tiap 3 bulan kontrol

keluhan, sisa kencing dan colok dubur.

b. Medikamentosa

Terapi medikamentosa pada penanganan BPH antara lain :

1) Mengharnbat adrenoreseptor alfa

2) Obat anti androgen

3) Penghambat enzim alfa 2 reduktase

4) Fisioterapi

c. Terapi Bedah

Prostatectomy merupakan tindakan pembedahan bagian

prostate (sebagian/seluruh) yang memotong uretra, bertujuan untuk

memeperbaiki aliran urin dan menghilangkan retensi urinaria akut.

Prostatektomy diindikasikan untuk hiperplasia dan kanker

14
prostat. Prostatektomi mencakup bedah pengangkatan sebagian atau

keseluruhan kelenjar prostat. Pendekatan pembedahan dapat

transuretra (melalui uretra), atau melalui suprapubis (abdomen bawah

dan leher kandung kemih), perineal (anterior rektum), atau insisi

retropubis (abdomen bawah, tidak dilakukan reseksi leher kandung

kemih). (Carpenito, 2010)

Menurut Smeltzer dan Bare (2005) jenis Prosratektomy, yaitu :

1) Trans Uretral Resection Prostatectomy (TURP)

Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar prostat

melalui sitoskopi atau resektoskop yang dimasukkan melalui

uretra.

2) Prostatektomi Suprapubis (Suprapubic/Open Prostatectomy)

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat

pada kandung kemih.

3) Prostatektomi retropubis (Retropubik Prostatectomy)

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen

bagian bawah melalui fosa prostat anterior tanpa memasuki

kandung kemih.

4) Prostatektomi Peritoneal (Perineal Prostatectomy)

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi

diantara skrotum dan rektum.

d. Terapi Invasif Minimal

15
Terapi invasif minimal dalam penatalaksanaan Benign Prostatic

Hyperplasia (BPH), antara lain :

1) Trans Uretral Mikrowave Thermotherapy (TUMT)

Yaitu pemasangan prostat dengan gelombang mikro yang disalurkan

ke kelenjar prostat melalui antena yang dipasang melalui/pada

ujung kateter.

2) Trans Uretral Ballon Dilatation (TUBD)

3) High Intensity Focused Ultrasound

4) Ablasi Jarum Transuretra (TUNA)

5) Stent Prostat

Asuhan Keperawatan Pada..., ANGGA SURYA KUSUMA, Fakultas

Menurut Mansjoer, dkk (2000) dalam pemilihan prosedur

pembedahan prostatektomy bergantung pada :

a. Ukuran kelenjar

b. Keparahan obstruksi

c. Usia dan kondisi pasien

d. Adanya Penyakit berkaitan

I. Analisa Kasus

Contoh Kasus

Seorang laki laki berusia 53 tahun dibawa ke IGD RSU Banyudono Boyolali karena
merasa kesakitan pada bagian bawah perutnya disitu terdapat bekas operasi. Pasien
mengeluh tidak bisa buang air kecil kurang lebih satu minggu yang lalu. Pada saat
dilakukan pemeriksaan oleh seorang perawat selanjutnya diketahui bahwa satu

16
minggu terakhir buang air kecil pasien tidak lancar, kadang urinnya berwarna
kemerahan sehingga dicurigai mengandung senyawa keton, pasien juga mengeluh
setiap buang air kecil harus mengejan dan terasa nyeri di pinggangnya, pasien pernah
mempunyai riwayat penyakit prostat

A. PENGKAJIAN

Pengkajian dilakukan pada tanggal 30 April 2013. Jam 08.00 WIB diruang Dahlia
RSU Banyudono Boyolali. Pengkajian didapat melalui wawancara dengan klien,
keluarga, dan data status klien.

1. Identitas

Identitas Klien

Nama : Tn.D

Umur : 53 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Status perkawinan : Kawin

Pendidikan : SLTP

Pekerjaan : Swasta

Suku : Jawa

No. RM : 070 xxx

Tanggal masuk : 27 April 2013

Tanggal pengkajian : 30 April 2013

Diagnosa Medis : Benigna Prostat Hiperplasi

Alamat : Jetis, Gagak Sipat – Ngemplak

2. Identitas Penanggung Jawab

Nama : Sdr.T

Umur : 29 Tahun

17
Jenis Kelamin : Laki-laki

Pendidikan : STM

Pekerjaan : Swasta

Hubungan dengan klien : Anak

Alamat : Jetis, Gagak Sipat – Ngemplak

3. Riwayat Penyakit

a. Keluhan Utama

Klien mengatakan nyeri pada luka bekas operasi pada perut bagian bawah dan
nyeri saat BAK. Nyeri seperti tertusuk-tusuk, skala nyeri 6, nyeri terasa terusmenerus.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Klien mengatakan ± 1 minggu yang lalu mengeluh nyeri pada saat BAK,

baru pada tanggal 27 April 2013 klien dibawa oleh keluarga ke RSU Banyudono di
UGD oleh dokterdiagnosa BPH dan harus dilakukan operasi, dan pada tanggal 29
April 2013 dilakukan operasi oleh dokter.

4. Pola funsional

a. Pola Aktivitas dan Latihan

Sebelum sakit : Klien mengatakan mampu melakukan aktivitas secara mandiri

seperti: makan, minum, mandi, berpakaian, toileting

Selama sakit : klien mengatakan aktivitas dibantu oleh keluarga dari makan,

minum, mandi, toileting, berpakaian , mobilitas, ROM

5. Pemeriksaan Fisik

a. TTV: TD: 140/90 mmHg, RR: 18 x/ menit, N: 86 x/ menit, S: 3640 C

b. Abdomen

I : terdapat luka pembedahan daerah suprapubis,panjang luka

18
± 5 cm dan terdapat ± 5 jahitan, luka bersih, tidak ada pus, tid

6. Data focus

a. Data subjektif

1. Klien mengatakan nyeri pada perut bagian bawah bekas luka operasi, nyeri saat

BAK, nyeri seperti tertusuk-tusuk, skala nyeri 6, terus-menerus

2. Klien mengatakan hanya dapat tiduran ditempat tidur setelah operasi

3. Klien mengatakan terdapat luka bekas operasi pada perut bagian bawah

b. Data objektif

1. Wajah klien tampak tegang menahan sakit

2. TTV: TD: 140/90 mmHg, N: 86x/ menit, RR: 18x/ menit, S: 3640 C

3. Terpasang kateter sejak tanggal 30 April 2013, urine tampak kemerahan serta

keruh dan ada sedikit stosel, terpasang infuse RL 20 tpm, terpasang drainase

4. Tampak ada luka post open prostatectomy didaerah suprapubic dengan panjang

luka ± 5cm, dan terdapat ± 5 jahitan, luka bersih, tampak kemerahan, tidak ada

pus, tidak bengkak

B. ANALISA DATA

1. S: klien mengatakan nyeri pada luka bekas operasi bagian bawah perut, nyeri saat

BAK, neyri seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 6, terus-menerus

O: wajah klien tampak tegang menahan sakit, TTV: TD: 140/90 mmHg, N: 86x/

menit, RR: 18x/ menit, S: 3640C

2. S: klien mengatakan setelah operasi hanya tiduran ditempat tidur

O: aktivitas dibantu keluarga, klien tampak bedrest ditempat tidur

19
3. S: klien mengatakan pada luka bekas operasi terasa panas

O: terlihat panjang luka ± 5 cm dan terdapat ± 5 jahitan, luka bersih, tampak

kemerahan , tidak ada pus, tidak bengkak

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik (pembedahan)

2. Hambatan aktivitas ditempat tidur berhubungan dengan keterbatasan lingkungan,

peralatan terapi

3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive trauma, pembedahan

D. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan


nyeri

berkurang/ hilang

KH :Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang, Skala nyeri 0- 3

Klien menjadi tenang/ rileks

TTV : TD : 120/80 mmHg, N : 76 x/menit, RR : 18x/menit, S : 36o C

2. Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan

mobilitas ditempat tidur dapat dilakukan secara mandiri

KH : ADL dapat dilakukan secara mandiri, Dapat mengatur posisi dari


terlentangduduk, Dapat melakukan aktivitas miring kanan-kiri, Mampu mengubah
posisi

ditempat tidur

3. Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan


tidak

terjadi infeksi pada luka bekas operasi

20
KH : Tidak ada tanda-tanda infeksi (kemerahan, pus, nyeri, bengkak) , Tampak

panjang luka ±5cm dan terdapat ±5 jahitan, Terpasang infus RL 20 tpm , Terpasang

kateter, Terpasang drainase

E. IMPLEMENTASI

F. EVALUASI

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Diagnosa Keperawatan

1. nyeri akut berhubungan dengan agens cedera, fisik, pembedahan

menurut NANDA (2012), nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang

tida menyenangkan berlangsung ≤ 6 bulan. Dan factor yang dihubungkan adalah

agens cedera, fisik.

2. Hambatan mobilitas ditempat tidur berhubungan dengan keterbetasan lingkungan,

peralatan terapi

Menuurt NANDA (2012) adalah keterbatasan pergerakan secara mandiri dari satu

posisi ke posisiyang lain.

3. Resiko infeksi berhubngan dengan adanya masujan mikroorganisme, prusedur

invansive, trauma pembedahan

Menurut Doenges (2000) adalah mengalami peningkatan terserang organism

patogenetik.

B. Implementasi

Diagnose 1 : mengobservasi TTV, mengkaji tingkat nyeri, mengajarkan teknik nafas

21
dalam, memberikan terapi analgesic dengan hasil nyeri dapat diatasi skala nyeri 1-3,.

Diagnose 2: mengobsrvasi tingkat ketergantungan, mengajarka ROM, menganjurkan

tirah baring, melatih gerak aktif dengan hasil klien mampu mengubah posisi secara

mandiri, dapat beraktivitas mandiri.

Diagnose 3: mengobsevasi tanda-tanda infeksi, melakukan perawatan luka dengan


prinsip

steril, pemberian antibiotic dengan hasil menekan pertumbuhan mikroorganisme yang

menyebabkan terjadinya infeksi

C. Evaluasi

1. S: Klien mengatakan nyeri sudah berkurang saat BAK, nyeri seperti ngilu, skala

nyeri 1-3, nyeri kadang-kadang. O: klien tampak rileks. A: masalah teratasi sebagian

dan. P: intervensi dilanjutkan

2. S: Klien mengatakan sudah mampu mengatur posisi secara mandiri walau baru

sedikit. O: klien sudah mampu mengatur posisi secara mandiri. A: masalah teratsi

sebagian dan. P: intervensi dilanjutkan

3. S: Klien mengatakan panas pada luka bekas operasi sudah berkurang. O: klien

tampak rileks. A: masalah teratasi sebagian dan. P: intervensi dilanjutkanBAB III

22
BAB III

Penutup

Kesimpulan

Benign Prostatic Hyperplasia ( BPH ) merupakan pertumbuhan berlebihan dari sel-sel


prostat yang tidak ganas dan biasa menyerang pria diatas 50 tahun. Penyebab BPH
tidak diketahui, tetapi mungkin akibat adanya perubahan kadar hormon yang terjadi
karena proses penuaan. Gejala dan tanda-tanda dari BPH yaitu sering buang air kecil,
tergesa-gesa untuk buang air kecil, buang air kecil malam hari lebih dari satu kali,
sulit menahan buang air kecil, pancaran melemah, akhir buang air kecil belum terasa
kosong, menunggu lama pada permulaan buang air kecil, harus mengedan saat buang
air kecil, buang air kecil terputus-putus, dan waktu buang air kecil memanjang yang
akhirnya menjadi retensi urin dan terjadi inkontinen karena
overflow. Penatalaksanaan BPH berupa watchful waiting, medikamentosa, terapi
bedah konvensional, terapi minimal invasif, dan farmakoterapi. Prognosis BPH tidak
dapat diprediksi, tetapi dapat dikatakan buruk jika tidak segera ditangani karena dapat
berkembang menjadi kanker prostate yang bersifat mematikan. Upaya pencegahan
BPH adalah dengan menjalankan pola hidup sehat. Di antaranya mengonsumsi buah-
buahan yang kaya akan antioksidan seperti tomat, alpokat, kacang-kacangan, dan
mengkonsumsi makanan kesehatan untuk memenuhi kebutuhan akan zat-zat gizi
esensial, vitamin dan mineral.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Arthur C. Guyton, dkk. 2006. “Buku Ajar Fisiologi Kedokteran”. Edisi 9. Jakarta :
EGC,
2. Sylvia A. Price, dkk. 2006. “Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit”.
Edisi 6. Volume 2. Jakarta : EGC
3. SUMBER: http://209.85.175.132/search?q=cache:u1_X8rtjltcJ:fkuii.org/tiki-
download_wiki_attachment.php%3FattId%3D1172%26page%3DArina%2520Fathar
ani%2520A+jurnal+kedokteran+BPH&hl=id&ct=clnk&cd=5&gl=id
4.Evelyn J. Phiel,dkk.2006 “Sistem Reproduksi Pria”.

24

You might also like