You are on page 1of 36

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


GANGGUAN SYSTEM PERSYRAFAN AKIBAT MENINGITIS
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Medah II
yang diampu oleh Ibu Hj. Yanti Cahyati, Ners.,M.Kep

Disusun oleh :
Kelompok 1

1. Abdul Kholik Masruri (P2.06.20.1.17.041)


2. Ade Resti Wijayanti (P2.06.20.1.17.042)
3. Aditia Wahyudi (P2.06.20.1.17.043)
4. Afgah Rabika Farhab (P2.06.20.1.17.044)
5. Alin Erlina Rosyanti (P2.06.20.1.17.045)
6. Amelia Khaerunnisa (P2.06.20.1.17.046)
7. Amrillah Wildan (P2.06.20.1.17.047)
8. Anita Noor Fauziah (P2.06.20.1.17.048)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat ALLAH SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan System
Persyrafan Akibat Meningitis. Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah II.
Pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Di samping itu, kami
juga menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca untuk
kesempurnaan makalah ini.
Kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi semua mahasiswa
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Tasikmlaya dan terutama bagi
mahasiswa keperawatan.

Tasikmalaya, Februari 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................1
B. Rumusan Masalah .............................................................................1
C. Tujuan ...............................................................................................1
D. Manfaat .............................................................................................1
E. Metode Penulisan ..............................................................................2
F. Sistematika Penulisan .......................................................................2
BAB II KONSEP DASAR PENYAKIT ......................................................3
BAB III KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN .........................17
BAB III PENUTUP
A. Simpulan...........................................................................................32
B. Saran .................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................33

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Meningitis adalah radang membran pelindung sistem syaraf pusat. Penyakit
ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme, luka fisik, kanker, atau obat-obatan
tertentu. Meningitis adalah penyakit serius karena letaknya dekat otak dan tulang
belakang, sehingga dapat menyebabkan kerusakan kendali gerak, pikiran, bahkan
kematian.
Kebanyakan kasus meningitis disebabkan oleh mikroorganisme, seperti virus,
bakteri, jamur atau parasit yang menyebar dalam darah ke cairan otak. Daerah
"sabukmeningitis" di Afrika terbentang dari Senegal di barat ke Ethiopia di timur.
Daerah ini ditinggali kurang lebih 300 juta manusia. Pada 1996 terjadi wabah
meningitis di mana 250.000 orang menderita penyakit ini dengan 25.000 korban jiwa.
Oleh karena itu dalam Makalah ini kami akan membahas secara detail tentang
Meningitis. Tujuannya agar pembaca Mengerti dan Waspada terhadap penyakit
meningitis.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana konsep dasar teori dan konsep dasar asuhan keperawatan pada
pasien dengan gangguan meningitis.?

C. Tujuan
Untuk mengetahui konsep dasar teori dan konsep dasar asuhan keperawatan
pada pasien dengan meningitis.
D. Manfaat
Sebagai bahan acuan dan pemahaman konsep mengenai konsep dasar teori
dan konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan meningitis.

1
E. Metode Penulisan
Makalah ini ditulis dengan teknik deskriptif kualitatif dimana data-data
bersifat sekunder. Makalah ini ditunjang dari dari data-data studi kepustakaan yaitu
dari buku-buku literattur penunjang masalah yang dibahas.

F. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan
G. Latar Belakang Masalah
H. Rumusan Masalah
I. Tujuan
J. Manfaat
K. Metode Penulisan
L. Sistematika Penulisan
Bab II Konsep Dasar Penyakit
Bab III Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Bab III Penutup
C. Simpulan
D. Saran

2
BAB II
KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Definisi/Pengertian
Meningitis merupakan inflamasi yang terjadi pada lapisan arahnoid dan
piamatter di otak serta spinal cord. Inflamasi ini lebih sering disebabkan oleh bakteri
dan virus meskipun penyebab lainnya seperti jamur dan protozoa juga terjadi. (Donna
D, 1999).
Meningitis adalah suatu infeksi/peradangan dari meninges,lapisan yang
tipis/encer yang mengepung otak dan jaringan saraf dalam tulang punggung,
disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi secara akut
dan kronis. (Harsono, 2003)
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak
dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur
(Smeltzer, 2001).
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat dirumuskan bahwa meningitis
adalan suatu radang yang terjadi pada meningen dan selaput medula spinalis yang
disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia atau protozoa sehingga dapat menyababkan
kerusakan kendali gerak, pikiran, bahkan kematian.

B. Epidemiologi
Meningitis merupakan salah satu penyakit infeksi SSP yang akut dan
memiliki angka kematian dan kecacatan yang tinggi. Diagnosis meningitis sering
mengalami kelambatan karena gejala dan tanda klinis meningitis tidak spesifik
terutama pada bayi.
Lebih dari setengah kasus meningococcus terjadi pada umur antara 1 dan 10
tahun. Penyakit ini relatif jarang didapatkan pada bayi usia ≤ 3 bulan. Kurang dari
10% terjadi pada pasien usia lebih dari 45 tahun. Di AS dan Finland, hampir 55%
kasus pada usia dibawah 3 tahun selama keadaan nonepidemik, sedangkan di Zaria,
Negeria insiden tertinggi terjadi pada pasien usia 5 sampai 9 tahun.

3
C. Etiologi
a. Bakteri:
Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae (pneumokokus),
Neisseria meningitis (meningokokus), Streptococus haemolyticuss,
Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella
pneumoniae, Peudomonas aeruginosa. Penyebab lainnya lues, Virus,
Toxoplasma gondhii, dan Ricketsia.
b. Faktor predisposisi : jenis kelamin laki-laki lebih sering dibandingkan dengan
wanita.
c. Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir
kehamilan.
d. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.
e. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan
dengan sistem persarafan.

D. Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi
pada cairan otak, yaitu:
a. Meningitis serosa
Adalah radang selaput otak arachnoid dan piamater yang disertai
cairan otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium
tuberculosa. Penyebab lainnya adalah lues, Virus, Toxoplasma gondhii, dan
Ricketsia.
b. Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak
dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain: Diplococcus pneumonia
(pneumokokus), Neisseria meningitis (meningokokus), Streptococus
haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia
coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.
Meningitis berdasarkan mikroorganisme penyebab :

4
a. Meningitis bakterial
Meningitis bakterial merupakan karakteristik inflamasi pada seluruh
meningen, dimana organisme masuk kedalam ruang arachnoid dan
subarachnoid. Meningitis bakterial merupakan kondisi emergensi neurologi
dengan angka kematian sekitar 25% (Ignatavicius & Wrokman, 2006).
Meningitis bakterial jika cepat dideteksi dan mendapatkan penanganan
yang tepat akan mendapatkan hasil yang baik. Meningitis bakterial sering
disebut juga sebagai meningitis purulen atau meningitis septik. Bakteri yang
dapat mengakibatkan serangan meningitis adalah; Streptococcus pneuemonia
(pneumococcus), Neisseria meningitides, Haemophilus influenza,
(meningococcus), Staphylococcus aureus dan Mycobakterium tuberculosis
(Ginsberg, 2008).
b. Meningitis Virus
Meningitis virus biasanya disebut meningitis aseptik. Sering terjadi
akibat lanjutan dari bermacam-macam penyakit akibat virus, meliputi;
measles, mumps, herpes simplek, dan herpes zoster (Wilkinson, 1999). Virus
penyebab meningitis dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu virus RNA
(ribonuclear acid) dan virus DNA (deoxyribo nucleid acid). Contoh virus
RNA adalah enterovirus (polio), arbovirus (rubella), flavivirus (dengue),
mixovirus (influenza, parotitis, morbili). Sedangkan contoh virus DNA antaa
lain virus herpes, dan retrovirus (AIDS) (PERDOSSI, 2005).
Meningitis virus biasanya dapat sembuh sendiri dan kembali seperti
semula (penyembuhan secara komplit) (Ignatavicius & Wrokman, 2006).
Pada kasus infeksi virus akut, gambaran klinik seperti meningitis akut,
meningo-ensepalitis akut atau ensepalitis akut. Derajat ringan akut meningo-
ensepalitis mungkin terjadi pada banyak infeksi virus akut, biasanya terjadi
pada anak-anak, sedangkan pada pasien dewasa tidak teridentifikasi.
c. Meningitis Jamur
Infeksi jamur dan parasit pada susunan saraf pusat merupakan
penyakit oportunistik yang pada beberapa keadaan tidak terdiagnosa sehingga

5
penanganannya juga sulit. Manifestasi infeksi jamur dan parasit pada susunan
saraf pusat dapat berupa meningitis (paling sering) dan proses desak ruang
(abses atau kista).
Angka kematian akibat penyakit ini cukup tinggi yaitu 30%-40% dan
insidensinya meningkat seiring dengan pemakaian obat imunosupresif dan
penurunan daya tahan tubuh (Martz, 1990 dalam Depkes RI, 1998).
Meningitis kriptokokus neoformans biasa disebut meningitis jamur,
disebabkan oleh infeksi jamur pada sistem saraf pusat yang sering terjadi pada
pasien acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) (Ignatavicius &
Wrokman, 2006; Wilkinson, 1999). Jamur cenderung menimbulkan meningitis
kronis atau abses otak.

E. Patofisiologi
Otak dilapisi oleh tiga lapisan,yaitu:durameter, arachnoid,dan piameter.cairan
otak dihasilkan didalam pleksus choroid ventrikel bergerak/mengalir melalui sub
arachnoid dalam system ventrikuler seluruh otak dan sumsum tulang belakang,
direabsorbsi melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti jari jari didalam lapisan
subarchnoid.
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari orofaring dan diikuti dengan
septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas. Faktor
predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis,
anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala
dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga
bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena
meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.
Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di
dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan
penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme
akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar
sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran

6
ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis
intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah
pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK.
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi
meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps
sirkulasi, dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada sindrom Waterhouse-
Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh
darah yang disebabkan oleh meningokokus.

7
mikrooganisme
F. Pathway (bakteri, virus, jamur, Protozoa)

Masuk melalui darah (hematogen), trauma,


Ketidakseim pasca bedah atau ruptur serebri
bangan
potensial
membran Masuk ke Sistem Saraf
Pusat
Terjadi katup
ledak/PA yang inflamasi pada piamater, arachroid, Hiperterm
berlebihan CSS
i

Meningitis
Kejang

eksudat
risiko
cedera

menghambat absorbsi CSS menyebar


keseluruh S.
cranial dan spinal

edema serebral
kerusakan
neurologis

tek. intakranial
meningkat yang mensarafi
otot

tonus otot menurun


Penurunan
aliran Tekanan pada
pusat reflex Menekan
darah ke
muntah di saraf-saraf di Hambatan
serebral
medulla cranial Mobilitas Fisik
meningkat reflex
O2 ke otak muntah
tdk adekuat Mual, di Sakit
medulla
muntah kepala
meningkat
Gangguan ual, muntah Gangguan
perfusi Gangguan rasa rasa nyaman
jaringan nyaman : mual : nyeri
serebral
8
G. Manifestasi Klinis
Walaupun banyak jenis organisme penyebab meningitis, secara umum tanda dan
gejalanya hampir sama semua, antara lain:
a. Secara umum gejala meningitis adalah sakit kepala, demam, mual, muntah,
photopobia, adanya tanda rangsang meningeal/iritasi meningen seperti; kaku
kuduk positif, tanda Kernig positif, dan tanda Brudzinski positif, perubahan
tingkat kesadaraan, kejang, peningkatan tekanan intrakranial, disfungsi saraf
kranial, dan penurunan status mental (Ignatavicius & Wrokman, 2006;
Hickey, 1997).
b. Salah satu komplikasi lanjut dari meningitis adalah koma, hal ini merupakan
prognosis yang buruk, dan dapat terjadi pada 5%-10% pasien meningitis
bakterial.
c. Tanda dan gejala lain yang tidak khas pada pasien meningitis adalah; terjadi
hipersensitivitas kulit, hiperanalgesia, dan hipotonus otot, walaupun fungsi
motorik masih dapat dipertahankan. Efek toksin pada otak atau trombus pada
suplai vaskular ke area serebral menyebabkan ketidakmampuan permanen
fungsi serebral, jika terjadi perubahan patologi, maka dapat terjadi
hemiparesis, demensia, dan paralisis (Hickey, 1997). Obstruksi jalan napas
atau disritmia jantung dapat terjadi.
d. Gejala meningitis yang diakibatkan dari infeksi dan peningkatan tekanan
intracranial (TIK):
1) Sakit kepala dan demam
Sakit kepala dan demam adalah gejala awal meningitis. Sakit kepala
dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat
iritasi meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan
penyakit.
2) Perubahan pada tingkat kesadaran
Perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan meningitis
bakteri. Disorientasi dan gangguan memori biasanya merupakan awal
adanya penyakit. Perubahan yang terjadi bergantung pada beratnya

9
penyakit, demikian pula respons individu terhadap proses fisiologi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan koma.
3) Iritasi meningen
Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah dikenali,
yang umumnya terlihat pada semua tipe meningitis.
a) Rigiditas nukal (kaku leher)
Rigiditas nukal merupakan tanda awal dan rigiditas nukal adalah
upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme
otot-otot leher. Fleksi paksaan menyebabkan nyeri berat.
b) Tanda Kernig positif
Ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadaan fleksi ke arah
abdomen, kaki tidak dapat diekstensikan sempurna.
c) Tanda Brudzinski
Bila leher pasien difleksikan maka hasilnya adalah fleksi lutut dan
pinggul; bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah di salah
satu sisi, maka gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstremitas yang
berlawanan.
d) Fotofobia
Pada beberapa pasien, tanpa alasan yang diketahui pasien meningitis
mengalami fotofobia atau sensitive yang berlebihan terhadap cahaya.
4) Kejang dan peningkatan TIK
Kejang terjadi sekunder akibat area fokal kortikal yang peka. Tanda-tanda
peningkatan TIK sekunder akibat eksudat purulen dan edema serebral.
5) Adanya ruam
Ruam merupakan salah satu cirri yang mencolok pada meningitis
meningokokal (Neisseria meningitis). Sekitar setengah dari semua pasien
meningitis, terdapat ruam petekie dengan lesi purpura sampai ekimosis
pada daerah yang luas.
6) Infeksi fulminating

10
Terjadi pada sekitar 10 % penderita meningitis meningokokus, dengan
tanda-tanda septicemia : demam tinggi yang tiba-tiba muncul, lesi purpura
yang menyebar (sekitar wajah dan ekstremitas), syok, dan tanda-tanda
kuagulopati intravascular diseminata (KID).
Manifestasi klinis pada anak:
a. Sakitnya tiba-tiba, adanya demam, sakit kepala, panas dingin, muntah, kejang-
kejang.
b. Anak menjadi irritable dan agitasi dan dapat berkembang photopobia,
delirium, halusinasi, tingkah laku yang agresif atau mengantuk stupor dan
koma
c. Gejala pada respiratory atau gastrointestinal
d. Adanya tahanan pada kepala jika difleksikan
e. Kekakuan pada leher (Nuchal Rigidity)
f. Tanda kernig dan brudzinki (+)
g. Kulit dingin dan sianosis
h. Peteki/adannya purpura pada kulit  infeksi meningococcus (meningo
cocsemia)
i. Keluarnya cairan dari telinga  meningitis peneumococal
j. Congenital dermal sinus  infeksi E. Colli
k. Manifestasi klinisnya biasanya tampak pada anak umur 3 bulan sampai 2
tahun
l. Nafsu makan menurun dan menangis meraung-raung.
m. Fontanel menonjol
n. Nuchal Rigidity  tanda-tanda brudzinki dan kernig dapat terjadi namun
lambat
Pada Neonatus:
a. Sukar untuk diketahui  manifestasinya tidak jelas dan tidak spesifik  ada
kemiripan dengan anak yang lebih tua, seperti:
1) Menolak untuk makan
2) Kemampuan menelan buruk

11
3) Muntah dan kadang-kadang ada diare
4) Tonus otot lemah, pergerakan melemah dan kekuatan menangis melemah
5) Hypothermia/demam, joundice, iritabel, mengantuk, kejang-kejang
6) RR yang tidak teratur/apnoe, sianosis dan kehilangan BB.
7) Ketegangan , fontanel menonjol mungkin ada atau tidak
8) Leher fleksibel
9) Kolaps kardiovaskuler, kejang-kejang dan apnoe terjadi bila tidak
diobati/ditangani.

H. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Analisis CSS dari fungsi lumbal.
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jenis sel dan
protein cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya
peningkatan TIK.
a) Meningitis bakterial: tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut,
jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa meningkat,
kultur positif terhadap beberapa jenis bakteri.
b) Meningitis virus: tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel
darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur
biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus.
2) Glukosa serum: meningkat
3) LDH serum: meningkat (meningitis bakteri)
4) Sel darah putih: sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi
bakteri)
5) Elektrolit darah: dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan
elektrolit terutama hiponatremi.
6) Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak.
Normalnya kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa

12
dan pada pasien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari
nilai normal.
7) ESR/LED: meningkat pada meningitis
8) Kultur darah/hidung/tenggorokan/urine: dapat mengindikasikan daerah
pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi.
9) Uji tuberkulin positif dari kurasan lambung untuk meningitis tuberkulosis.
b. Radiologi
1) MRI/CT scan: CT-Scan dilakukan untuk menentukan adanya edema
cerebral atau penyakit saraf lainnya. Hasilnya biasanya normal, kecuali
pada penyakit yang sudah sangat parah. CT scan dapat membantu dalam
melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak ventrikel, hematom daerah
serebral, hemoragik atau tumor.
2) Rontgen dada/kepala/sinus: mengindikasikan adanya infeksi intrakranial.
3) Elektroensefalografi (EEG), akan menunjukkan perlambatan yang
menyeluruh di kedua hemisfer dan derajatnya sebanding dengan radang.
I. Diagnosis
Untuk menentukan diagnosis meningitis dilakukan tes laboratorium. Tes ini
memakai darah atau cairan sumsum tulang belakang. Cairan sumsum tulang belakang
diambil dengan proses yang disebut pungsi lumbal (lumbar puncture atau spinal tap).
Sebuah jarum ditusukkan pada pertengahan tulang belakang, tepat di atas pinggul.
Jarum menyedot contoh cairan sumsum tulang belakang. Tekanan cairan sumsum
tulang belakang juga dapat diukur. Bila tekanan terlalu tinggi, sebagian cairan
tersebut dapat disedot. Tes ini aman dan biasanya tidak terlalu menyakitkan. Namun
setelah pungsi lumbal beberapa orang mengalami sakit kepala, yang dapat
berlangsung beberapa hari (Ellenby, Miles., Tegtmeyer, Ken, et al., 2006). Diagnosis
meningitis lebih spesifik berdasarkan penyebabnya sebagai berikut :
a. Diagnosis meningitis bakteri akut:
Pemeriksaan CSS menunjukkan tekanan meningkat dengan warna keruh
sampai purulen, dan peningkatan jumlah lekosit (500 - 35000/cmm) yang terutama
terdiri sel PMN (stadium awal). Kadar protein meningkat dan kadar glukosa

13
menurun. Hendaknya dilakukan pengecatan CSS (Gram) disamping pembiakkan
kuman. Pemeriksaan lain seperti X-foto tengkorak, sinus paranasalis mastoid, toraks,
dan EEG.
b. Diagnosis meningitis tuberkulosis:
1) Adanya gejala rangsangan selaput otak seperti kaku tengkuk, tanda Kernig,
dan Brudzinski.
2) Pemeriksaan CSS menunjukkan :
a) Peningkatan sel darah putih terutama limfosit
b) Peningkatan kadar protein
c) Penurunan kadar glukosa
3) Ditambah 2 atau 3 dari kriteria dibawah ini :
a) Ditemukannya kuman tuberkulosis pada pengecatan dan pembiakan CSS
b) Kelainan foto toraks yang sesuai dengan tuberculosis
c) Pada anamnesis kontak dengan penderita tuberkulosis aktif

J. Pengobatan
Terapi bertujuan memberantas penyebab infeksi disertai perawatan intensif
suportif untuk membantu pasien melaluimasa kritis :
a. Penderita dirawat di rumah sakit.
b. Pemberian cairan intravena.
c. Bila gelisah berikan sedatif/penenang.
d. Jika panas berikan kompres hangat, kolaborasi antipiretik.
e. Sementara menunggu hasil pemeriksaan terhadap kausa diberikan:
1) Kombinasi amphisilin 12-18 gram, klorampenikol 4 gram, intravena 4x
sehari.
2) Dapat dicampurkan trimetropan 80 mg, sulfa 400 mg.
3) Dapat pula ditambahkan ceftriaxon 4-6 gram intra vena.
f. Pada waktu kejang:
1) Melonggarkan pakaian.
2) Menghisap lendir.

14
3) Puasa untuk menghindari aspirasi dan muntah.
4) Menghindarkan pasien jatuh.
g. Jika penderita tidak sadar lama:
1) Diit TKTP melalui sonde.
2) Mencegah dekubitus dan pneumonia ostostatikdengna merubah posisi
setiap dua jam.
3) Mencegah kekeringan kornea dengan borwater atau salep antibiotic.
h. Jika terjadi inkontinensia, pasang kateter.
i. Pemantauan ketat terhadap tanda-tanda vital.
j. Kolaborasi fisioterapi dan terapi bicara.
k. Konsultasi THT (jika ada kelainan telinga, seperti tuli).
l. Konsultasi mata (kalau ada kelainan mata, seperti buta).
m. Konsultasi bedah (jika ada hidrosefalus).

Terapi Farmakologis
a. Obat anti inflamasi :
1) Meningitis tuberkulosa :
a) Isoniazid 10 – 20 mg/kg/24 jam oral, 2 kali sehari maksimal 500 gr
selama 1 ½ tahun.
b) Rifamfisin 10 – 15 mg/kg/ 24 jam oral, 1 kali sehari selama 1 tahun.
c) Streptomisin sulfat 20 – 40 mg/kg/24 jam sampai 1 minggu, 1 – 2 kali
sehari, selama 3 bulan.
2) Meningitis bacterial, umur < 2 bulan :
a) Sefalosporin generasi ke 3
b) Ampisilin 150 – 200 mg (400 gr)/kg/24 jam IV, 4 – 6 kali sehari.
c) Koloramfenikol 50 mg/kg/24 jam IV 4 kali sehari.
3) Meningitis bacterial, umur > 2 bulan :
a) Ampisilin 150-200 mg (400 mg)/kg/24 jam IV 4-6 kali sehari.
b) Sefalosforin generasi ke 3.

15
b. Pengobatan simtomatis :
1) Diazepam IV : 0.2 – 0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4 – 0.6/mg/kg/dosis
kemudian klien dilanjutkan dengan.
2) Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 kali sehari.
Penurun panas :
1) Antipiretika : parasetamol atau salisilat 10 mg/kg/dosis.
2) Kompres air PAM atau es.
c. Pengobatan suportif :
1) Cairan intravena.
2) Zat asam, usahakan agar konsitrasi O2 berkisar antara 30 – 50%.

K. Komplikasi
a. Hidrosefalus obstruktif n. Lesi lokal intrakranial dapat
b. Meningococcus Septicemia mengakibatkan kelumpuhan
(mengingocemia ) sebagian badan
c. Sindrome water-friderichen o. Retardasi mental, tuli, kebutaan
(septik syok, DIC, perdarahan karena atrofi nervus II ( optikus)
adrenal bilateral) p. Pada meningitis dengan
d. SIADH ( Syndrome Inappropriate septikemia menyebabkan suam
Antidiuretic hormone ) kulit atau luka di mulut,
e. Efusi subdural konjungtivitis.
f. Kejang q. Epilepsi
g. Edema dan herniasi serebral r. Pneumonia karena aspirasi
h. Cerebral palsy s. Emfisema subdural
i. Gangguan mental t. Keterlambatan bicara
j. Gangguan belajar u. Kelumpuhan otot yang disarafi
k. Attention deficit disorder nervus III (okulomotor), nervus
l. Ketidaksesuaian sekresi ADH IV (toklearis), nervus VI
m. Pengumpulan cairan subdural (abdusen). Ketiga saraf tersebut
mengatur gerakan bola mata.

16
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
a. Anamnesis
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien atau orang tua
membawa anaknya untuk meminta pertolongan kesehatan adalah panas badan
tinggi, kejang, dan penurunan tingkat kesadaran.
b. Riwayat penyakit saat ini
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk mengetahui
jenis kuman penyebab. Disni harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang
timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh, atau bertambah buruk. Pada
pengkajian klien meningitis, biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan
dengan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK.
Keluhan gejala awal tersebut biasanya sakit kepala dan demam. Sakit
kepala dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat
iritasi meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan
penyakit. Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan
pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa
yang sering menimbulkan kejang, dan tindakan apa yang diberikan dalam
upaya menurunkan keluhan kejang tersebut.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
dihubungkan dengan meningitis bakteri. Disorientasi dan gangguan memori
biasanya merupakan awal adanya penyakit. Perubahan yang terjadi
bergantung pada beratnya penyakit, demikian pula respons individu terhadap
proses fisiologis. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan koma.
Pengkajian lainnya yang perlu ditanyakan seperti riwayat selama menjalani

17
perawatan di RS, pernahkah menjalani tindakan invasif yang mungkin
masuknya kuman ke meningen terutama melalui pembuluh darah.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pengakajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan
adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi
pernahkah klien mengalami infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, anemia sel sabit, dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf,
riwayat trauma kepala, dan adanya pengaruh imunologis pada masa
sebelmunya. Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan pada klien terutama
apabila adan keluhan batuk produktif dan pernah menjalani pengobatan obat
antituberkulosis yang sangat berguna untuk mengidentifikasi meningitis
tuberkulosa. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien,
sperti pemakaian obat kortikosteroid, pemakaian jenis-jenis antibiotik dan
reaksinya (untuk menilai resistensi pemakaian antibiotik) dapat menambah
komprehensifnya pengkajian. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung
pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan perupakan data dasar untuk
mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
d. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajia psikologis klien meningitis meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai
status emosi, kognitif dan perilaku klien. Sebagian besar pengkajian ini dapat
diselesaikan melalui interaksi menyeluruh dengan klien dalam pelaksanaan
pengkajian lain dengan memberi pertanyaan dan tetap melakukan pengawasan
sepanjang waktu untuk menentukan kelayakan ekspresi emosi dan pikiran.
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk
menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga maupun
masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul seperti
ketakutan atau kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan

18
aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah
(gangguan citra tubuh). Pengkajian mengenai mekanisme koping yang secara
sadar biasa digunakan klien selama masa stres meliputi kemampuan klien
untuk mendiskusikan masalah kesehatan saat ini yang telah diketahui dan
perubahan perilaku akibat stres.
Karena klien harus menjalani rawat inap maka apakah keadaan ini
memberi dampak pada status ekonomi klien, karena biaya perawatan dan
pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit. Perawat juga memasukan
pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak gangguan neurologis
yang akan terjadi pada gaya hidup indivudu. Perspektif keperawatan dalam
mengkaji terdiri atas dua masalah, yaitu keterbatasan yang diakibatkan oleh
defisit neurologis dalam hubungannya dengan peran sosial klien dan rencana
pelayanan yang akan mendukung adaptasi pada gangguan neurologis didalam
sistem dukungan individu.
Pada pengkajian klien anak, perlu diperhatikan dampak hospitalisasi
pada anak dan family center. Anak dengan meningitis sangat rentan terhadap
tindakan invasif yang sering dilakukan untuk mengurangi keluhan, hal ini
stres anak dan menyebabkan anak stres dan kurang kooperatif terhadap
tindakan keperawatan dan medis. Pengkajian psikososial yang terbaik
dilaksanakan saat mengobservasi anak-anak bermain atau selama berinteraksi
dengan orang tua. Anak-anak sering kali tidak mampu untuk mengekspresikan
perasaan mereka dan cenderung untuk memperlihtakan masalah mereka
melalui tingkah laku.
e. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan
klien, pemeriksaan fisik sngat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6)
dengan fokus pada pemeriksaan B3 (brain) yang terarah dan dihubungkan
dengan keluhan-keluhan dari klien.

19
Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa tanda-tanda vital. Pada
klien meningitis biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari
normal, yaitu 38-40oC, dimulai dari fase sistemik, kemerahan, panas, kulit
kering, berkeringat. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses
inflamasi dan iritasi meningen yang sudah menggangu pusat pengaturan suhu
tubuh. Penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan tanda-randa
penigkatan TIK. Apabila disertai peningkatan frekuensi pernapasan sering
berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme umum dan adanya infeksi
pada sistem pernapasan sebelum mengalami meningitis. Tekanan darah
biasanya normal atau meningkat karena tanda-tanda peningkatan TIK.
1) B1 (breathing)
Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas,
penggunaan otot bantu nafas, dan peninngkatan frekuensi pernafasan yang
sering didapatkan pada klien meningitis yang disertai adanya gangguan
pada sistem pernafasan. Palpasi thoraks hanya dilakukan apabila terdapat
deformitas pada tulang dada pada klien dengan efusi pleura masif (jarang
terjadi pada klien meningitis). Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti
ronchi pada klien dengan meningitis tuberkulosa dengan penyebaran
primer dari paru.
2) B2 (blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler terutama dilakukan pada klien
meningitis pada tahap lanjut seperti apabila klien sudah mengalami
renjatan (syok). Infeksi fulminating terjadi pada sekitar 10% klien dengan
meningitis meningokokus, dengan tanda-tanda septikemia:demam tinggi,
yang tiba-tiba mucul, lesi, purpura yang menyebar (sekitar wajah dan
ekstremitas) syok dan tand-tanda koagulasi intravaskuler diseminata.
Kematian mungkin terjadi dalam beberapa jam stelah serangan infeksi.
3) B3 (brain)
Pengkajian brain merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.

20
f. Tingkat kesadaran
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meningtis biasanya
berkisar pada tingkat tinggi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah
mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat
kesadaran klien dan bahan evaluasi memantau pemberian asuhan
keperawatan.
g. Fungsi serebi
Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, lain
gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik yang
pada klien meningitis tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami
perubahan.
h. Pemeriksaan saraf kranial
1) Saraf I. Biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan dan fungsi
penciuman tidak ada kelainan.
2) Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan
papiledema mungkin didapatkan terutama pada meningitis supuratif
disertai abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya
peningkatan TIK berlangsung lama.
3) Saraf III,IV,VI. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pu[il pada klien meningitis
yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada
tahap lanjut meningitis yang mengganggu kesadaran, tanda-tanda
perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan. Dengan alasan
yang berlebihan terhadap cahaya.
4) Saraf V. Pada klien meningitis umumnya tidak didapatkan paralisis pada
otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
5) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.
6) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
7) Saraf IX dan X. Kemampuan menalan baik.

21
8) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius.
Adanya usaha dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk
(ringiditan nukal).
9) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi Indra pengecap normal.
Sistem Motorik
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi pada
meningitis tahap lanjut mengalami perubahan.
i. Pemeriksaan refleks
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum atau
periasteum derajat refleks pada respon normal. Refleks patologis akan
didapatkan pada klien meningitis dengan tingkat kesadaran koma. Adanya
refleks Babisnkis (+) merupakan tanda adanya lesi UMN
j. Gerakan Involunter
Tidak menemukan adanya tremor, kedutan saraf, dan distonia. Pada
keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak
dengan meningitis disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang dan
peningkatan TIK juga berhubungan dengan meningitis. Kejang terjadi
sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.
k. Sistem sensorik
Pemeriksaan sensorik pada meningitis biasanya didapatkan sensasi raba,
nyeri, dan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal di permukaan tubuh.
Sensai propriopseptif dan deskriminatif normal
l. Pemeriksaan fisik lainnya terutama yang berhubungan dengan peningkatan
TIK. Tanda-tanda peningktakan TIK sekunder akibat eksudat purulen dan
edema serebri terdiri atas perubahan karakteristik tanda-tanda vital (
melebarnya tekan pulsa dan bradikardia ), pernapasan tidak teratur, sakit
kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran.
Adanya ruam merupakan salah satu cirri yang menyolok pada
meningitis meningokokal (Neisseria meningitis ). Sekitar setengah dari semua

22
klien dengan tipe meningitis mengalami lesi-lesi pada kulit di antaranya ruam
petekia dengan lesi purpura sampai ekimiosis pada daerah yang luas.
Iritasi meninge mengakibat sejumlah tanda yang mudah dikenali yang
umumnya terlihat pada semua tipe meningitis. Tanda tersebut adalah rigiditas
nukal, tanda kernig (+) dan adanya tanda Brudzinski, Kaku kuduk adalah
tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena
adanya spasme otot-otot leher. Fleksi paksaan menyebabkan nyeri berat.
Pemeriksaa untuk melihat adanya tanda kaku kuduk ( ringditas nukal).
Bila leher ditekuk secara pasif akan terdapat tahanan, sehingga dagu tidak
dapat menempel pada dada. Pemeriksaan untuk melihat adanya tanda kering.
Cara pemeriksaan dengan fleksi tungkai atas tegak lurus kemudian dicoba
untuk diluruskan tungkai bawah pada sendi lutut. Hasil normal didapatkan
apabila tungkai bawah membentuk sudut 135o terhadap tungkai atas. Hasil
kering (+) bila didapatkan ekstensi lutut pasif terdapat hambatan karena ada
nyeri.
Tanda Kerning positif : ketika klien dibaringkan dengan paha dalam
keadaan fleksi kea rah abdomen, kaki tidak akan dapat diekstensikan
sempurna.
Tanda Brudzinski : Tanda ini didapatkan apabila leher klien
difleksikan, maka dihasilkan fleksi lutut dan pinggul; bila dilakukan fleksi
pasif pada ektremitas bawah pada salah satu sisi, maka gerakan yang sama
terlihat pada sisi ektremitas yang berlawanan.

1. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Analisis CSS dari fungsi lumbal.
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jenis sel dan protein
cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan
TIK.

23
a) Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut,
jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa meningkat,
kultur positif terhadap beberapa jenis bakteri.
b) Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel
darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur
biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus.
2) Glukosa serum : meningkat
3) LDH serum : meningkat (meningitis bakteri)
4) Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi
bakteri)
5) Elektrolit darah: dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan
elektrolit terutama hiponatremi.
6) Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak.
Normalnya kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa
dan pada pasien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari
nilai normal.
7) ESR/LED : meningkat pada meningitis.
8) Kultur darah/hidung/tenggorokan/urine: dapat mengindikasikan daerah
pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi.
9) Uji tuberkulin positif dari kurasan lambung untuk meningitis tuberkulosis.
c. Radiologi
1) MRI/CT scan: CT-Scan dilakukan untuk menentukan adanya edema
cerebral atau penyakit saraf lainnya. Hasilnya biasanya normal, kecuali
pada penyakit yang sudah sangat parah. CT scan dapat membantu dalam
melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak ventrikel, hematom daerah serebral,
hemoragik atau tumor.
2) Rontgen dada/kepala/sinus: mengindikasikan adanya infeksi intrakranial.
3) Elektroensefalografi (EEG), akan menunjukkan perlambatan yang
menyeluruh di kedua hemisfer dan derajatnya sebanding dengan radang.

24
B. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan TIK
ditandai dengan penurunan kesadaran, sakit kepala, kaku kuduk, kejang, TD
meningkat, gelisah.
b. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan suhu tubuh
> 37,5°C, sakit kepala, kelemahan.
c. Risiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi serebral sekunder akibat
meningitis.
d. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan peningkatan TIK ditandai
dngan sakit kepala, nyeri sendi, RR meningkat, TD meningkat, nadi
meningkat, wajah meringis kesakitan, skala nyeri >0.
e. Gangguan rasa nyaman (mual) berhubungan dengan peningkatan TIK ditandai
dengan mual, muntah, nafsu makan menurun.
f. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan tahanan sekunder
akibat gangguan neuromuskular ditandai dengan tonus otot menurun, kekuatan
menangis melemah.

25
C. Rencana Tindakan Keperawatan

Diagnosa
No Tujuan dan Kreteria Hasil Intervensi Rasional
keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan Setelah diberikan askep selama (…x…) Monitor Tekaan Intra Kranial (TIK)
serebral berhubungan jam diharapkan perfusi jaringan Mandiri Mandiri
dengan peningkatan TIK serebral adekuat, dengan out come : 1. Pertahankan tirah baring dengan posisi 1. Perubahan tekanan CSS mungkin
ditandai dengan penurunan Perfusi Jaringan : Srebral kepala datar dan pantau tanda vital merupakan potensi adanya risiko
kesadaran sakit kepala, kaku Indikator : sesuai indikasi setelah dlakukan pungsi herniasi batang otak yang
kuduk, kejang, TD 1. Tingkat kesadaran membaik (GCS: lumbal. memerlukan tindakan medis segera.
meningkat, gelisah. E4 M6 V5).
2. Klien tidak sakit kepala. 2. Pantau/catat status neurologis, seperti 2. Pengkajian kecenderungan adanya
3. Klien tidak kaku kuduk. GCS. perubahan tingkat kesadaran dan
4. Tidak terjadi kejang. potensial peningkatan TIK adalah
5. TD dalam batas normal (bayi 85/54 sangat berguna dalam menentukan
mmHg, toddler 95/65 mmHg, lokasi, penyebaran/luasnya dan
sekolah 105-165 mmHg, remaja perkembangan dari kerusakan
110/65 mmHg). serebral.
6. Klien tidak gelisah. 3. Pantau tanda vital, seperti tekanan 3. Normalnya autoregulasi mampu
darah. mempertahankan aliran darah
serebral dengan konstan sebagai
dampak adanya fluktuasi pada
tekanan darah sistemik.

4. Pantau frekuensi/irama jantung. 4. Perubahan pada frekuensi dan


disritmia dapat terjadi, yang
mencerminkan trauma batang otak
pada tidak adanya penyakit jantung
yang mendasari.
5. Pantau pernapasan, catat pola dan 5. Tipe dari pola pernapasan merupakan
irama pernapasan. tanda yang berat dari adanya
peningkatan TIK/daerah serebral
yang terkena.
6. Pantau suhu dan juga atur suhu 6. Peningkatan kebutuhan metabolisme
lingkungan sesuai kebutuhan. dan konsumsi oksigen (terutama

26
dengan menggigil), dapat
meningkatkan TIK.
7. Berikan waktu istiahat antara aktivitas 7. Mencegah kelelahan berlebihan.
perawatan dan batasi lamanya tindakan Aktivitas yang dilakukan secara terus
tersebut. menerus dapat meningkatkan TIK.

Kolaborasi : Kolaborasi :
8. Tinggikan kepala tempat tidur sekitar 8. Peningkatan aliran vena dari kepala
15-45 derajat sesuai indikasi. Jaga akan menurunkan TIK.
kepala pasien tetap berada pada posisi
netral.
9. Berikan cairan IV dengan alat control 9. Meminimalkan fluktuasi dalam aliran
khusus. vaskuler dan TIK.
10. Pantau GDA. Berikan terapi oksigen 10. Terjadinya asidosis dapat
sesuai kebutuhan. menghambat masuknya oksigen pada
tingkat sel yang memperburuk
iskemia serebral.
11. Berikan obat sesuai indikasi seperti: 11. Dapat menurunkan permeabilitas
 Steroid; deksametason, metilprednison kapiler untuk membatasi
(medrol). pembentukan edema serebral, dapat
juga menurunkan risiko terjadinya
“fenomena rebound” ketika
menggunakan manitol.
 Klorpomasin (thorazine).  Obat pilihan dalam mengatasi
kelainan postur tubuh atau menggigil
yang dapat meningkatkan TIK.
 Asetaminofen (Tylenol)  Menurunkan metabolism selular/
menurunkan konsumsi oksigen dan
risiko kejang.

2 Hipertermi berhubungan Setelah diberikan askep selama (...x…) Perawatan Demam


dengan proses inflamasi jam diharapkan suhu tubuh kembali Mandiri Mandiri
ditandai dengan suhu tubuh normal dengan out come : 1. Monitor temperatur anak setiap 1 1. Peningkatan temperatur secara tiba-tiba
> 37,5°C, sakit kepala, 1. Suhu tubuh 36-37,5°C sampai 2 jam bila terjadi peningkatan akan mengakibatkan kejang-kejang.
kelemahan. 2. Klien tidak sakit kepala secara tiba-tiba.
3. Klien merasa lebih bertenaga 2. Berikan kompres hangat. 2. Kompres air efektif menyebabkan tubuh

27
menjadi dingin melalui peristiwa
konduksi.
3. Pantau asupan dan haluaran cairan. 3. Haluaran cairan yang berlebihan akibat
penguapan dapat menyebabkan
dehidrasi.
4. Anjurkan orang tua untuk memberikan 4. Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan
anak banyak minum. penguapan tubuh meningkat sehingga
perlu diimbangi dengan asupan cairan.
Kolaborasi Kolaborasi
5. Berikan obat penurun panas sesuai 5. Membantu menurunkan suhu tubuh.
indikasi.
6. Berikan antibiotik, jika disarankan. 6. Antibiotik sesuai dengan petunjuk guna
mengobati organisme penyebab.
3 Risiko cedera berhubungan Setelah diberikan askep selama (...x…) Pencegahan Jatuh
dengan perubahan fungsi jam diharapkan tidak terjadi cedera. Mandiri Mandiri
serebral sekunder akibat 1. Gunakan tempat tidur yang rendah, 1. Untuk menghindari cedera saat jatuh
meningitis. dengan pagar tempat tidur terpasang. dari tempat tidur.
2. Longgarkan pakaian bila ketat. 2. Untuk menghindari sesak saat kejang.
3. Gunakan matras pada lantai. 3. Penggunaan matras pada lantai dapat
meminimalisasi cedera bila terjatuh,
misalnya dari tempat tidur.
4. Diskusikan dengan orang tua 4. Pemantauan yang konstan dibutuhkan
perlunya pemantauan konstan untuk menghindari anak dari kecelakaan
terhadap anak kecil. yang dapat menyebabkan anak cedera.

Kolaborasi Kolaborasi
5. Berikan terapi antikonvulsan. 5. Untuk mengatasi kejang.
4 Gangguan rasa nyaman Setelah diberikan askep selama 3x24 Manajemen Nyeri Mandiri
(nyeri) berhubungan dengan jam diharapkan nyeri teratasi dengan Mandiri 1. Peningkatan TTV mengindikasikan
peningkatan TIK ditandai out come : 1. Pantau TTV terutama Nadi, RR, dan nyeri.
dengan sakit kepala, nyeri Tingkat Nyeri TD. 2. Posisi yang nyaman membantu
sendi RR meningkat, TD Indikator : 2. Beri posisi yang nyaman. mengurangi nyeri.
meningkat, nadi meningkat, 1. Klien tidak sakit kepala 3. Tingkatkan tirah baring, bantu 3. Menurunkan gerakan yang dapat
wajah meringis kesakitan, 2. Nadi, RR, dan TD dalam batas kebutuhan perawatan diri yang meningkatkan nyeri.
skala nyeri >0 normal penting.
3. (Nadi: bayi 120-160x/mnt, 4. Berikan latihan rentang gerak secara 4. Dapat membantu merelaksasikan

28
toddler 90-140x/mnt, prasekolah tepat dan masase otot. ketegangan otot yang meningkatkan
80-110 x/mnt, sekolah 75- reduksi nyeri atau rasa tidak nyaman
100x/mnt, remaja 60-90x/mnt; tersebut.
RR: bayi 35-40 x/mnt, toddler 5. Ajarkan teknik manajemen nyeri 5. Membantu mengurangi nyeri.
25-32x/mnt, anak-anak 20-30 (distraksi).
x/mnt, remaja 16-19 x/mnt; TD: Kolaborasi Kolaborasi
bayi 85/54 mmHg, toddler 95/65 6. Berikan analgetik sesuai indikasi. 6. Membantu mengurangi nyeri.
mmHg, sekolah 105-165 mmHg,
remaja 110/65 mmHg).
4. Wajah tidak meringis kesakitan
5. Skala nyeri 0
5 Gangguan rasa nyaman Setelah diberikan askep selama (...x…) Manajemen Mual
(mual) berhubungan dengan jam diharapkan mual teratasi, dengan Mandiri Mandiri
peningkatan TIK ditandai outcome: 1. Tawarkan makanan porsi kecil tapi 1. Untuk mengurangi rasa penuh pada
dengan mual, muntah, nafsu Mual dan Muntah : Efek sering. perut setelah makan, sehingga
makan menurun. mengganggu nafsu makan. mengurangi mual.
Indikator : 2. Sajikan makanan dalam keadaan 2. Untuk menghindari mual.
7. Tidak ada mual. hangat.
8. Tidak ada muntah 3. Beri dorongan untuk makan dengan 3. Makan dengan ditemani orang lain
9. Nafsu makan meningkat orang lain (keluarga, saudara, atau (keluarga, saudara, orang tua) apat
orang tua). membantu meningkatkan keinginan
untuk makan.
4. Gunakan alat makan yang menarik 4. Penggunaan alat makan yang menarik
(misal: piring bergambar, berwarna- dapat meningkatkan ketertarikan anak
warni). untuk makan.
5. Pertahankan kebersihan mulut yang 5. Kebersihan mulut yang baik dapat
baik. meminimalisasi rasa tidak enak saat
makan.
6. Singkirkan pemandangan dan bau 6. Suasana makan yang nyaman dan bersih
yang tidak sedap dari area makan. dapat mengurangi rasa mual klien ketika
makan.
7. Intruksikan orang tua untuk 7. Cairan panas atau dingin, makanan yang
menghindari : mengandung lemak atau serat,makanan
a. Cairan panas atau dingin. berbumbu, dan kafein dapat
b. Makanan yang mengandung meningkatkan kerja lambung sehingga
lemak dan serat. akan timbul rasa mual dengan intensitas

29
c. Makanan berbumbu. yang lebih besar.
d. Kafein
8. Dorong klien untuk istirahat pada 8. Posisi semifowler membantu makanan
posisi semi fowler setelah makan dan masuk ke lambung dengan baik dan
mengganti posisi dengan perlahan. membantu klien dalam bersendawa.
9. Ajarkan teknik untuk mengurangi 9. Teknik mengurangi rasa mual akan
mual : sangat membantu klien dalam
a. Batasi minum beserta memanajemen rasa mualnya.
makan.
b. Hindari bau makanan dan
stimuli yang tidak
mengenakan.
c. Kendurkan pakaian sebelum
makan.
d. Duduk di udara segar.
10. Hindari berbaring terlentang 10. Untuk mengurangi rasa penuh pada
sedikitnya 2 jam seteleh makan. perut setelah makan, sehingga
mengurangi mual

6 Hambatan mobilitas fisik Setelah diberikan askep selama …x… Peningkatan Meknikan Tubuh
berhubungan dengan jam diharapkan klien dapat melakukan Mandiri Mandiri
kekuatan dan tahanan mobilitas secara mandiri dengan out 1. Hindari berbaring atau duduk dalam 1. Berbaring atau duduk dalam posisi yang
sekunder akibat gangguan come : posisi yang sama dalam waktu lama. sama dalam waktu lama dapat
neuromuskular ditandai Pergerakan meningkatkan kekakuan otot dan
dengan tonus otot menurun, Indicator : menimbulkan risiko dekubitus.
kekuatan menangis 1. Tonus otot meningkat. 2. Ajarkan latihan rentang gerak aktif 2. Untuk merelaksasikan otot agar
melemah. 2. Kekuatan menangis meningkat pada anggota gerak yang sehat imobilitas fisik perlahan-lahan dapat
sedikitnya 4x sehari. teratasi.
3. Anjurkan untuk ambulasi, dengan 3. Untuk melatih otot agar terbiasa untuk
atau tanpa alat bantu. mobilisasi.
4. Lakukan mandi air hangat. 4. Mandi air hangat dapat mengurangi
kekakuan tubuh pada pagi hari dan
memperbaiki mobilitas

30
D. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi
E. Evaluasi

No.
Diagnosa Keperawatan Evaluasi
Dx
1. Gangguan perfusi jaringan serebral Tercapainya perfusi jaringan serebral adekuat
berhubungan dengan peningkatan TIK. :
1. Tingkat kesadaran membaik (GCS: E4
M6 V5).
2. Klien tidak sakit kepala.
3. Klien tidak kaku kuduk.
4. Tidak terjadi kejang.
5. TD dalam batas normal (bayi 85/54
mmHg, toddler 95/65 mmHg, sekolah
105-165 mmHg, remaja 110/65 mmHg).
6. Klien tidak gelisah.
2. Hipertermi berhubungan dengan proses Tercapainya suhu tubuh normal:
inflamasi. 1. Suhu tubuh 36-37,5°C
2. Klien tidak sakit kepala
I. Klien merasa lebih bertenaga
3. Risiko cedera berhubungan dengan Tidak terjadi cedera.
perubahan fungsi serebral sekunder
akibat meningitis.
4. Gangguan rasa nyaman (nyeri) Nyeri teratasi:
berhubungan dengan peningkatan TIK. 1. Klien tidak sakit kepala
2. Nadi, RR, dan TD dalam batas
normal
3. (Nadi: bayi 120-160x/mnt, toddler
90-140x/mnt, prasekolah 80-110
x/mnt, sekolah 75-100x/mnt, remaja
60-90x/mnt; RR: bayi 35-40 x/mnt,
toddler 25-32x/mnt, anak-anak 20-30
x/mnt, remaja 16-19 x/mnt; TD: bayi
85/54 mmHg, toddler 95/65 mmHg,
sekolah 105-165 mmHg, remaja
110/65 mmHg)
4. Wajah tidak meringis kesakitan
5. Skala nyeri 0
5. Gangguan rasa nyaman (mual) Gangguan rasa nyaman mual teratasi:
berhubungan dengan peningkatan TIK. 1. Tidak ada mual
2. Tidak ada muntah
3. Nafsu makan meningkat
6. Hambatan mobilitas fisik berhubungan Tercapainya mobilitas secara mandiri:
dengan kekuatan dan tahanan sekunder 1. Tonus otot meningkat
akibat gangguan neuromuskular. 2. Kekuatan menangis meningkat

31
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang melapisi otak dan
medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri, atau organ-organ jamur.
Meningitis merupakan salah satu penyakit infeksi SSP yang akut dan
memiliki angka kematian dan kecacatan yang tinggi. Diagnosis meningitis sering
mengalami kelambatan karena gejala dan tanda klinis meningitis tidak spesifik
terutama pada bayi.
Penyebab-penyebab dari meningitis meliputi:
1. Bakteri piogenik yang disebabkan oleh bakteri pembentuk pus,
terutama meningokokus, pneumokokus, dan basil influenza.
2. Virus yang disebabkan oleh agen-agen virus yang sangat bervariasi.
3. Organisme jamur.
B. Saran
Diharapkan setelah melakukan pembuatan makalah ini dapat menambah
wawasan mahasiswa dan dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan dilapangan
tentang penyakit malaria.

32
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Nanda International.2015. Diagnose Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-


2017.Edisi 10. Penerjemah Anna dkk. Penerbit Buku Kdokteran:EGC. Jakarta.

NIC International.2013. .Nursing Inteventions Classification.Penerjemah. Gloxana


dkk. Elsever.Yogyakarata.

NOC International. 2013. Nursing Outcome Classification. Penerjemah Nurjanah


dkk. Elssever. Yogyakarta.

Netiari.2013. Askep Meningitis. Diakses dari


https://id.scribd.com/doc/137540908/ASKEP-Meningitis pada tanggal 18 Februari
2018

33

You might also like