You are on page 1of 18

LAPORAN PENDAHULUAN

“ATONIA UTERI”

“disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan


Stase keperawatan gadar dan kritis“

GI ILMU
NG K
TI

ES
H
SEKOLA

E HATAN
S T I K E S

SA
A
H G
B AY
A BAN
A
NJ IN
ARMAS

OLEH:
DIMAS ANUGERAH PAMUNNGKAS
NIM : 18650055

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
2019
LEMBAR PERSETUJUAN

NAMA : DIMAS ANUGERAH PAMUNNGKAS


NIM : 18650055
PRODI : PROGRAM STUDI NERS
JUDUL : ATONIA UTERI

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

( ) ( )
KONSEP DASAR ATONIA UTERI
A. Pengertian
Atonia uteri (relaksasi otot uterus) adalah uteri tidak berkontraksi
dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir).
Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot myometrium uterus untuk
berkontraksi dan memendek. Atonia Uteri adalah suatu kondisi dimana
Myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang
keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. (Apri,
2007).

B. Faktor Penyebab
Beberapa faktor predisposisi yang terkait dengan perdarahan pasca
persalinan yang disebabkan oleh atonia uteri, diantaranya adalah (Prawiharjo,
2007):
1. Uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan, diantaranya :
a. Jumlah air ketuban yang berlebihan (Polihidramnion)
b. Kehamilan gemelli
c. Janin besar (makrosomia)
2. Kala satu atau kala 2 memanjang
3. Persalinan cepat (partus presipitatus)
4. Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin
5. Infeksi intrapartum
6. Multiparitas tinggi
7. Magnesium Sulfat yang digunakan untuk mengendalikan kejang
pada preeklamsia atau eklamsia.
8. Umur yang terlalu tua atau terlalu muda(<20 tahun dan >35 tahun)
Atonia Uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan,
dengan memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha melahirkan
plasenta, sedang sebenarnya belum terlepas dari uterus.

C. Manifestasi Klinis
1. Uterus tidak berkontraksi dan lembek
2. Perdarahan segera setelah anak lahir (postpartum primer)
D. Tanda dan gejala
1. Perdarahan pervaginam
Perdarahan yang sangat banyak dan darah tidak merembes. Peristiwa
sering terjadi pada kondisi ini adalah darah keluar disertai gumpalan
disebabkan tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku
darah
2. Konsistensi rahim lunak
Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang membedakan
atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya
3. Fundus uteri naik
4. Terdapat tanda-tanda syok :
a. Nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih)
b. Tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmHg
c. Pucat
d. Keriangat/ kulit terasa dingin dan lembap
e. Pernafasan cepat frekuensi30 kali/ menit atau lebih
f. Gelisah, binggung atau kehilangan kesadaran
g. Urine yang sedikit ( < 30 cc/ jam)
E. Patofisiologi
Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan
setelah melahirkan. Atonia uteri terjadi karena kegagalan mekanisme ini.
Perdarahan postpartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut
miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasikan daerah
implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium
tersebut tidak berkontraksi (Cuningham, 2005).
Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan bagian
yang terpenting dalam hal kontraksi untuk menghentikan perdarahan postpartum,
lapisan tengah miometrium tersusun sebagai anyaman dan ditembus oleh pembuluh
darah. Masing-masing serabut mempunyai dua buah lengkungan sehingga setiap
dua buah serabut kira-kira membentuk angka delapan. Setelah partus, dengan
adanya susunan otot seperti diatas, jika otot berkontraksi akan menjempit
pembuluh darah. Ketidakmampuan miometrium untuk berkontraksi ini akan
menyebabkan pembuluh darah pada uterus tetap vasodilatasi sehingga terjadinya
perdarahan postpartum (Cuningham, 2005).

F. Pathway
G. Diagnosis
Diagnosis ditegakan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata
perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan
fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek.
Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri didiagnosis, maka pada saat itu
juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah keluar dari pembuluh
darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam
kalkulasi pemberian darah pengganti.

H. Pencegahan
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko
perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan
obat tersebut sebagai terapi. Manajemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah
perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah.
Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu
onsetnya yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau
kontraksi tetani seperti ergometrin. Pemberian oksitosin paling bermanfaat
untuk mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala III harus dilakukan
pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit
IM, 5 unit IV bonus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150 cc/jam.
Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti
sebagai uterotonika untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum
dini. Karbetosin merupakan obat long-acting dan onset kerjanya cepat,
mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 4-10 menit.
Penelitian di Canada membandingkan antara pemberian karbetosin bolus IV
dengan oksitosin drip pada pasien yang dilakukan operasi sesar. Karbetosin
ternyata lebih efektif dibanding oksitosin.
I. Komplikasi
1. Syok hipovolemik
2. Mudah terjadi komplikasi infeksi terutama akibat perdarahan yang berasal
dari trauma jalan lahir.
J. Penatalaksanaan
Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum
pasien. Pasien bisa masih dalam keadaaan sadar, sedikit anemis, atau sampai
syok berat hipovolemik. Tindakan pertama yang harus dilakukan tergantung
pada keadaaan klinisnya.
1. Resusitasi
Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan awal yaitu
resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat, monitoring tanda-
tanda vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring saturasi oksigen.
Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk
persiapan transfusi darah.
2. Masase dan kompresi bimanual
Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang
akan menghentikan perdarahan. Pemijatan fundus uteri segera setelah
lahirnya plasenta (max 15 detik), jika uterus berkontraksi maka lakukan
evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung,
periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit
atau rujuk segera
3. Jika uterus tidak berkontraksi maka :
Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina & lobang
serviks. Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong,Lakukan kompresi
bimanual internal (KBI) selama 5 menit.
a. Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan
tangan perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan ketat.
b. Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk mulai
melakukan kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan perlahan-
lahan; Berikan ergometrin 0,2 mg LM (jangan diberikan jika
hipertensi); Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan
berikan 500 ml RL + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 ml pertama
secepat mungkin; Ulangi KBI
c. Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala empat
d. Jika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera
4. Pemberian Uterotonika
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior
hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat
seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor
oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan
meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyebabkan tetani.
Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif
diberikan lewat infus dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi
kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek
samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan
vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.
Metilergonovin maleat merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat
menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan
secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum
1,25 mg, dapat juga diberikan langsung pada miometrium jika diperlukan
(IMM) atau IV bolus 0,125 mg. obat ini dikenal dapat menyebabkan
vasospasme perifer dan hipertensi, dapat juga menimbulkan nausea dan
vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi.
Uterotonika prostaglandin merupakan sintetik analog 15 metil prostaglandin
F2alfa. Dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal, transvaginal,
intravenous, intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25
mg, yang dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg.
Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan
pospartum (5 tablet 200 µg = 1 g). Prostaglandin ini merupakan uterotonika
yang efektif tetapi dapat menimbulkan efek samping prostaglandin seperti:
nausea, vomitus, diare, sakit kepala, hipertensi dan bronkospasme yang
disebabkan kontraksi otot halus, bekerja juga pada sistem termoregulasi
sentral, sehingga kadang-kadang menyebabkan muka kemerahan,
berkeringat, dan gelisah yang disebabkan peningkatan basal temperatur, hal
ini menyebabkan penurunan saturasi oksigen. Uterotonika ini tidak boleh
diberikan pada pasien dengan kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan
disfungsi hepatik. Efek samping serius penggunaannya jarang ditemukan
dan sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari beberapa laporan kasus
penggunaan prostaglandin efektif untuk mengatasi perdarahan persisten
yang disebabkan atonia uteri dengan angka kesuksesan 84%-96%.
Perdarahan pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri
maka perlu dipertimbangkan penggunaan uterotonika ini untuk mengatasi
perdarahan masif yang terjadi.
5. Operatif
Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka
keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang
berjalan disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim. Jika
dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim.
Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan benang
absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan
jarum 2-3 cm medial vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian
avaskular ligamentum latum lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi
hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi harus mengenai cabang asenden
arteri miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan 2-3 cm
miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif
dan jika terjadi perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan
vesika urinaria, ligasi kedua dilakukan bilateral pada vasa uterina bagian
bawah, 3-4 cm dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus mengenai
sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen bawah rahim dan cabang
arteri uterina yang menuju ke servik, jika perdarahan masih terus
berlangsung perlu dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.
6. Ligasi arteri Iliaka Interna
Identiffikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk
melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral paralel
dengan garis ureter. Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial
kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna dan
eksterna. Klem dilewatkan dibelakang arteri, dan dengan menggunakan
benang non absobable dilakukan dua ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari
trauma pada vena iliaka interna. Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan
femoralis harus dilakukan sebelum dan sesudah ligasi.Risiko ligasi arteri
iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat menyebabkan perdarahan.
Dalam melakukan tindakan ini dokter harus mempertimbangkan waktu dan
kondisi pasien.

 Teknik B-Lynch
Teknik B-Lynch dikenal juga dengan “brace suture”, ditemukan oleh
Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternative untuk
mengatasi perdarahan pospartum akibat atonia uteri.
7. Histerektomi
Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan
jika terjadi perdarahan pospartum masif yang jmembutuhkan tindakan
operatif. Insidensi mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih banyak
terjadi pada persalinan abdominal dibandingkan vaginal.
8. Kompresi bimanual atonia uteri
Peralatan: sarung tangan steril; dalam keadaan sangat gawat; lakukan
dengan tangan telanjang yang telah dicuci.
Teknik:
Basuh genetalia eksterna dengan larutan disinfektan; dalam kedaruratan
tidak diperlukan
a. Eksplorasi dengan tangan kiri
Sisipkan tinju kedalam forniks anterior vagina
b. Tangan kanan (luar) menekan dinding abdomen diatas fundus uteri dan
menangkap uterus dari belakang atas
c. Tangan dalam menekan uterus keatas terhadap tangan luar
Ia tidak hanya menekan uterus, tetapi juga meregang pembuluh darah
aferen sehingga menyempitkan lumennya.Kompresi uterus bimanual
dapat ditangani tanpa kesulitan dalam waktu 10-15 menit. Biasanya
sangat baik mengontrol bahaya sementara dan sering menghentikan
perdarahan secara sempurna
Langkah Penatalaksanaan Atonia Uteri
NO Langkah Penatalaksanaan Alasan
1 Masase fundus uteri segera setelah lahirnya Masase merangsang kontraksi uterus. Saat
plasenta(maksimal 15 detik) dimasase dapat dilakukan penilaia kontraksi
uterus
2 Bersihkan bekuan darah dan selaput ketuban Bekuan darah dan selaput ketuban dalam
dari vagina dan lubang serviks vagina dan saluran serviks akan dapat
menghalang kontraksi uterus secara baik.
3 Pastikan bahwa kantung kemih kosong,jika Kandung kemih yang penuh akan dapat
penuh dapat dipalpasi, lakukan kateterisasi menghalangi uterus berkontraksi secara baik.
menggunakan teknik aseptik
4 Lakukan Bimanual Internal (KBI) selama 5 Kompresi bimanual internal memberikan
menit tekanan langsung pada pembuluh darah
dinding uterusdan juga merangsang
miometrium untuk berkontraksi.
5 Anjurkan keluarga untuk mulai membantu Keluarga dapat meneruskan kompresi
kompresi bimanual eksternal bimanual eksternal selama penolong
melakukan langkah-langkah selanjutnya
6 Keluarkan tangan perlahan-lahan Menghindari rasa nyeri
7 Berikan ergometrin 0,2 mg IM (kontraindikasi Ergometrin dan misopostrol akan bekerja
hipertensi) atau misopostrol 600-1000 mcg dalam 5-7 menit dan menyebabkan kontraksi
uterus
8 Pasang infus menggunakan jarum 16 atau 18 Jarum besar memungkinkan pemberian larutan
dan berikan 500cc ringer laktat + 20 unit IV secara cepat atau tranfusi darah. RL akan
oksitosin. Habiskan 500 cc pertama secepat membantu memulihkan volume cairan yang
mungkin hilang selama perdarahan.oksitosin IV akan
cepat merangsang kontraksi uterus.
9 Ulangi kompresi bimanual internal KBI yang dilakukan bersama dengan
ergometrin dan oksitosin atau misopostrol
akan membuat uterus berkontraksi
10 Rujuk segera Jika uterus tidak berkontaksiselama 1 sampai 2
menit, hal ini bukan atonia sederhana. Ibu
membutuhkan perawatan gawat darurat di
fasilitas yang mampu melaksanakan bedah dan
tranfusi darah
11 Dampingi ibu ke tempat rujukan. Teruskan Kompresi uterus ini memberikan tekanan
melakukan KBI langung pada pembuluh darah dinding uterus
dan merangsang uterus berkontraksi
12 Lanjutkan infus RL +20 IU oksitosin dalam RL dapat membantu memulihkan volume
500 cc larutan dengan laju 500 cc/ jam cairan yang hilang akibat perdarahan.
sehingga menghabiskan 1,5 I infus. Kemudian Oksitosin dapat merangsang uterus untuk
berikan 125 cc/jam. Jika tidak tersedia cairan berkontraksi.
yang cukup, berikan 500 cc yang kedua dengan
kecepatan sedang dan berikan minum untuk
rehidrasi
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ATONIA UTERI

A. Anamnesa
a) Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur ibu yang berusia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35
tahun, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama, alamat, status
perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang
mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum perdarahan.
b) Keluhan utama
Perdarahan dan tidak ada kontraksi setelah persalinan.
c) Data Riwayat penyakit
1) Riwayat kesehatan sekarang.
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau
penyakit dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan pasien. Pada
atonia uteri meliputi tidak ada merasa kontraksi dan perdarahan.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Meliputi penyakit lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang,
misalnya gizi kurang pada ibu, DM, jantung, hipertensi, masalah
ginekologi/urinary, penyakit endokrin, HIV/AIDS, dll
3) Riwayat kehamilan
Riwayat kehamilan meliputi pada saat kehamilan, persalinan, dan nifas
sebelumnya bagi klien multipara. Jumlah kehamilan (GPA) jumlah
anak hidup, jumlah kelahiran premature, jumlah kegugura, jumlah
persalinan dengan tindakan, riwayat pedarahan, riwayat kehamilan
dengan hypertensi, berat badan bayi lahir
d) Riwayat pembedahan: Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh
klien, jenis pembedahan, kapan, oleh siapa dan di mana tindakan tersebut
berlangsung.
B. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas
pada penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidu.
Hal yang diinspeksi antara lain mengobservasi kulit terhadap warna,
perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan terhadap
kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur,
penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fisik, dan seterusnya
2) Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari.
 Sentuhan: merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat
kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi
uterus.
 Tekanan: menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema,
memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati
turgor.
 Pemeriksaan dalam: menentukan tegangan/tonus otot atau respon
nyeri yang abnormal
3) Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada
permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau
jaringan yang ada dibawahnya.
 Menggunakan jari: ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang
menunjukkan ada tidaknya cairan , massa atau konsolidasi.
 Menggunakan palu perkusi: ketuk lutut dan amati ada tidaknya
refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah
ada kontraksi dinding perut atau tidak
4) Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan
stetoskop dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang
terdengar. Mendengar: mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan
darah, dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau
denyut jantung janin.
C. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah (Hb yang menurun)
D. Data lain-lain :
a) Kaji mengenai perawatan dan pengobatan yang telah diberikan selama
dirawat di RS.
b) Data psikososial. Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola
komunikasi dalam keluarga, hal yang menjadi beban pikiran klien dan
mekanisme koping yang digunakan.
c) Status sosio-ekonomi: Kaji masalah finansial klien
d) Kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB, apakah klien setuju, apakah
klien menggunakan kontrasepsi, dan menggunakan KB jenis apa.
e) Kaji kepala dan leher bayi
f) Payudara
g) pemeriksaan genetalia ( vulva oeden / tan )
h) VT
i) Vagina
j) Portio
k) Pembukaan, ketuban
E. Diagnosa yang Mungkin Muncul
1) Nyeri Akut
2) Risiko Syok
3) Risiko Perdarahan
No. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Rasional
Tujuan

1. Nyeri Akut berhubungan dengan Pain Management


Agen cidera biologis. 1. Ambang nyeri setiap orang berbeda
Tujuan: setelah dilakukan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara dengan demikian akan dapat
tindakan keperawatan selama 1x komprehensif termasuk lokasi, menentukan tindakan perawatan
15 menit diharapkan klien dapat karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan yang sesuai dengan respon pasien
beradaptasi terhadap nyeri. faktor presipitasi terhadap nyerinya
2. Ajarkan teknik posisi dan relaksasi untuk 2. Dengan nafas dalam otot-otot dapat
NOC:
1. Pain control mengurangi nyeri berelaksasi, terjadi vasodilatasi
2. Comfort level pembuluh darah, expansi paru
Kriteria Hasil: optimal sehingga kebutuhan 02 pada
1. Klien dapat beristirahat jaringan terpenuhi
2. Klien mengatakan dapat 3. Kontraksi uterus merupakan hal
3. Kaji kontraksi uterus dan ketidaknyamanan
mengontrol rasa nyeri yang normal sebelum persalinan
(awitan, frekuensi, durasi, intensitas, dan
4. Mencegah bertambahnya tekanan
gambaran ketidaknyamanan)
psikologis klien terhadap nyeri
4. Kontrol lingkungan yang dapat
5. Jika dengan tindakan keperawatan
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
tidak dapat menyelesaikan
pencahayaan, dan kebisingan
permasalahan kline, maka berdiskusi
5. Kolaborasikan dengan dokter jika ada
dengan tenaga medis lain merupakan
keluhan dan tindakan penanganan nyeri
hal yang tepat.
yang tidak berhasil

2. Risiko Syok f/r perdarahan Manajemen Hipovolemi


masive 1. Monitor TTV 1. Menilai status hemodinamik
Tujuan : Setelah dilakukan 2. Monitor tanda dehidrasi 2. Menilai status hidrasi
tindakan keperawatan selama 3. Monitor sumber kehilangan darah 3. Mendeteksi sumber penyebab
1jam diharapkan diharapkan 4. Lakukan pemerikasaan laboratorium kehilangan darah
tidak terjadi syok 5. Berikan cairan IV (isotonis) dengan aliran 4. Menilai status hemokonsentrasi
NOC: cepat dalam tubuh
6. Berikan cairan hipotonik (dextrose) 5. Mengembalikan cairan ektraseluler
Kriteria Hasil 7. Berikan produk darah sesuai resep 6. Mengembalikan cairan intraseluler
8. Posisikan trendelenburg
1. Tidak ditemukan tanda-tanda 7. Menginkatkan tekanan plasma
syok onkotik dan mengganti volume darah
2. Jumlah Hb meningkat 8. Mengoptimalkan perfusi otak
3. Resiko Perdarahan f/r NIC : 1. Menilai perdarahan
Komplikasi Pacapartum (atonia  Bleeding Precaution 2. Menilai respon berdasarkan ttv
uterus)  Bleeding reduction 3. Mencegah perdarahan
Tujuan: Blood Lose Severity 4. Mengatasi masalah berdasarkan
Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda – tanda perdarahan penyebab
keperawatan selama 1x 15 menit 2. Monitor TTV 5. Menilai cairan tubuh
perdarahan teratasi dengan 3. Pertahankan bed rest selama perdarahan
kriteria: aktif
1. Kehilangan darah yang 4. Identifikasi penyebab perdarahan
terlihat 5. Monitor status cairan intake dan output
2. Tidak ada perdarahan aktif
pervagina.
4. Kekurangan Volume Cairan Fluid
b/d Fluid Management
Kehilangan cairan secara aktif 1. Menilai status hidrasi
1. Pertahankan catatan intake dan output 2. Monitor cairan tubuh berkaitan
Tujuan: yang akurat dengan suhu tubuh
Setelah dilakukan tindakan 2. Pantau suhu klien 3. Menilai status maternal
keperawatan selama 2 x 60 3. Kaji DJJ dan data dasar, perhatikan 4. Meningkatkan status hidrasi dalam
menit volume cairan dapat perubahan periodic dan variabilitas tubuh
ditingkatkan dengan kriteria 4. Berikan cairan peroral atau parenteral 5. Menjaga suhu tubuh agar tetab stabil
hasil: 5. Lepaskan pakaian yang berlebih, lindungi 6. Menilai status hidrasi
dari menggigil 7. Meningkatkan cairan tubuh secara
Fluid management 6. Monitor status dehidrasi cepat
1. Klien bebas dari tanda 7. Terapi IV administrasi cairan 8. Menilai status hemodinamik
dehidrasi dan rasa haus 8. Monitor TTV
2. Keluaran urine adekuat,
membrane mukosa lembab
a ATONIA UTERI 1. Atonia uteri
2. Retensio placenta
3. Sisa placenta
Gangguan retraksi
4. Laserasi jalan lahir
kontraksi otot uterus
5. Kelainan darah
uterus flaccid

sinus-sinus maternalis
tetap terbuka
penutupan pembuluh
darah terhambat

perdarahan banyak pervagina

darah keluar berkurangnya perdarahan ancaman kematian ibu


banyak volume terus menerus
intravaskuler respon psikologik
volume sekuncup
eritrosit keluar, Hb tranport O2 cairan tubuh gelisah, cemas
curah jantung
mukosa pucat fungsi organ
Kekurangan Ansietas
konjungtiva anemis terganggu suplai darah
lemah, pandangan berkunang2 Volume Cairan ke jaringan
depresi
Resiko anemia sum-sum tulang TD ,nadi cepat
kelemahan tubuh dan kecil, akral dingin pucat
pembentukan CPR memanjang
leukosit
Defisit
Perawatan Resiko tinggi
Resiko Diri syok
infeksi hipovolemik
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, L. 2005. Keperawatan Maternitas, Edisi 4.Jakarta: EGC

Cunningham FG etc, editor. Williams Obstetrics 21th edition.EGC. Jakarta. 2005.

Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). 2014. NANDA International Nursing

Diagnoses: Definitions and Classification 2015-2017. Oxford: Wiley Blackwell.

Mansjoer, Arif. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid II. Jakarta: Media

Aesculapius

Moorhead Sue, Marion Johnson, Meridean L.M., et al. (Eds.). 2008. Nursing

Outcomes Classification (NOC), Fifth Edition. St. Louis Missouri: Mosby Inc.

Prawiroharjo, S. 2010. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Edisi ke-12.

Jakarta: Bina Pustaka

Prawiroharjo, S.2008. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4. Jakarta: Bina Pustaka

You might also like