You are on page 1of 6

A.

Daftar Masalah
1. Anamnesis
a. Sesak napas sejak 1 hari SMRS, dirasakan terus menerus dan
mengganggu aktivitas. Sesak tidak dipengaruhi aktivitas maupun
cuaca
b. Mengi (+)
c. Riwayat sesak sebelumnya (+), riwayat penggunaan obat semprot
(+) Berotec
d. Batuk berdahak (+) sejak 3 bulan SMRS, dahak sulit dikeluarkan
dan batuk hilang timbul.
e. Keluhan batuk memberat 2 minggu SMRS. Batuk terjadi terus
menerus tidak dipengaruhi aktivitas, cuaca, maupun debu
f. Demam 2 hari SMRS
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pasien sakit sedang
b. Tanda vital
Frekuensi napas : 24 x/menit
Frekuensi nadi : 110 kali/menit
SpO2 : 95% (O2 2 lpm)
c. Pulmo
1) Paru (anterior)
Auskultasi : SDV (+/+), RBK (+/+), wheezing (+/+)
2) Paru (posterior)
Auskultasi : SDV (+/+) menurun pada SIC II ke bawah, RBK
(+/+), wheezing (+/+)

B. DIAGNOSIS BANDING
1. Pneumonia komunitas dd TB paru
2. PPOK eksaserbasi akut dd asma akut sedang dd ACO
C. DIAGNOSIS KERJA
1. Pneumonia komunitas CURB-65 skor 1
2. PPOK eksaserbasi akut dd asma akut sedang dd ACO
3. Dengan underweight

D. TERAPI
1. O2 2 lpm nasal kanul
2. Diet TKTP 1700 kkal
3. IVFD NaCl 0.9% 20 tpm iv
4. Inj. Methyl Prednisolone 30 mg/ 8 jam iv
5. Inj. Ranitidine 50 mg/ 12 jam iv
6. Inj. Ampicilin sulbactam 1.5 gr/ 8 jam iv
7. N-Acetylcysteine 3 x 200 mg p.o

E. PLANNING
1. Insentif spirometri
2. Pengukuran APE
3. Konsultasi bagian gizi
1. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium: neutrofillia, limfopenia, peningkatan SGOT,
hiponatremi
b. AGD: Alkalosis metabolik terkompensasi sempurna
c. Kultur sputum: Enterobacter aerogenes
d. Foto thorax: gambaran emfisematous lung disertai pneumonia

1
BAB IV
ANALISIS KASUS

Pasien datang ke IGD RSUD Dr. Moewardi dengan keluhan sesak nafas
yang memberat sejak semalam atau sekitar 10 jam SMRS. Sesak nafas dirasakan
sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu, tidak dirasakan terus menerus, hilang timbul,
serta dipengaruhi oleh aktivitas, cuaca, dan debu. Pasien mengeluh sering
terbangun saat malam hari karena sesak nafas. Pasien mengaku jika sering
terdengar suara mengi saat bernafas. Pasien juga mengeluh batuk berdahak sejak 1
bulan SMRS. Dahak berwarna putih kental dan pasien sulit mengeluarkan dahak.
Keluhan batuk darah (-), nyeri dada (-), demam (-), demam sumer-sumer (-),
keringat saat malam hari (-), penurunan nafsu makan (+), penurunan berat badan
(-), mual (+), muntah (-). Pasien mengaku nyaman tidur dan tidak sesak dengan
menggunakan 3 bantal dan tidak dipengaruhi oleh perubahan posisi. Pasien tidak
mengeluhkan adanya gangguan BAB dan BAK.
Pasien pernah mondok di RS Swasta pada tahun 2018 sebanyak 3 kali dan
sudah pernah mondok di RS Dr. Moewardi dengan keluhan yang sama. Pasien
menyangkal adanya sakit diabetes mellitus, jantung, hipertensi, asma, alergi,
ginjal, dan pengobatan OAT. Pasien mempunyai kebiasaan merokok 12 batang
sehari sejak usia 50 tahun. Pasien merupakan sampai saat ini masih bekerja
sebagai buruh bangunan.
Berdasarkan anamnesis pasien tersebut didapatkan keluhan sesak nafas yang
kronis. Sesak nafas juga dirasakan hilang timbul, serta dipengaruhi oleh aktivitas,
cuaca, dan debu. Selain itu, didapatkan batuk berdahak kronis, riwayat merokok
12 batang sehari sejak usia 50 tahun (IB 600 = berat), dan bekerja sebagai buruh
bangunan. Anamnesis tersebut ditunjang dengan usia pasien di atas 40 tahun (65
tahun) meningkatkan kemungkinan diagnosis penyakit paru obstruksi kronis
(PPOK). Tetapi, pada pasien tersebut kemungkinan mengalami eksaserbasi akut
PPOK dikarenakan keluhan sesak nafas yang semakin memberat, produksi dahak
semakin banyak, dan perubahan dahak menjadi purulen.

2
Saat dilakukan pemeriksaan fisik, pasien dalam kondisi compos mentis dan
tampak sakit sedang. Hasil pemeriksaan tanda vital pasien, didapatkan tekanan
darah 130/80 mmHg, frekuensi nadi 100x/menit, frekuensi pernafasan 24x/menit,

suhu tubuh 37,0 ˚C, dan saturasi oksigen 98%. Pemeriksaan mata, leher, jantung,

abdomen, dan ekstremitas tidak didapatkan kelainan. Sedangkan pada


pemeriksaan paru didapatkan pengembangan dinding dada kanan-kiri simetris
secara statis maupun dinamis saat inspeksi, tampak sela iga tidak melebar,
fremitus raba kanan-kiri seimbang dengan sela iga tidak melebar saat palpasi,
terdengar suara sonor pada seluruh lapang paru saat perkusi, dengan stetoskop
terdengar suara dasar vesikuler normal, terdapat suara nafas tambahan berupa
RBH dan wheezing. Berdasarkan kondisi patologis yang didapatkan saat
pemeriksaan fisik, semakin menguatkan diagnosis PPOK pada pasien. Saat
auskultasi masih dapat terdengar suara dasar vesikuler yang normal, tetapi dengan
adanya suara nafas tambahan berupa RBH dan wheezing membuktikan sudah
terjadi penyempitan saluran nafas yang mungkin akibat fibrosis. Bila sudah
dipastikan PPOK dengan uji spirometri dan uji bronkodilator, penyempitan
tersebut tidak reversible atau dikatakan persisten.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan darah dan foto thorax pada pasien. Hasil
pemeriksaan darah menunjukkan hematokrit 50% (↑), gula darah sewaktu 111
mg/dl (↑), dan analisa gas darah dengan kesimpulan alkalosis metabolik dengan
kompensasi asidosis respiratorik serta peningkatan laktat arteri. Foto thorax pasien
diambil dalam posisi duduk atau berdiri dengan proyeksi posterioranterior dan
lateral kiri, tidak simetris, trakea di tengah, kekerasan cukup, inhalasi berlebih,
sudut costophrenicus kanan kesan tajam dengan hemidiafragma kanan tampak
licin mendatar, sudut costophrenicus kiri dan hemidiafragma kiri tampak tertutup
perselubungan, corakan bronkovaskuler meningkat, tampak emfisematous lung,
CTR < 50%, retrostrenal space dan retrocardiac space tampak normal. Untuk
pemeriksaan spirometri belum dilakukan. Berdasarkan pemeriksaan penunjang
yang sudah dilakukan, tertutama dari hasil foto thorax, khas ditemukan pada
PPOK.

3
Diagnosis kerja pada pasien terus adalah PPOK eksaserbasi akut, dengan
diagnosis banding asma akut sedang dd ACO. PPOK eksaserbasi akut sebagai
diagnosis kerja mempertimbangkan onset penyakit dan usia pasien lebih dari 40
tahun, gejala progesif lambat, lamanya riwayat merokok dan tempat bekerja dekat
dengan sumber polusi udara, serta hambatan aliran udara pernafasan bersifat
ireversibel. Sedangkan pemilihan asma akut sedang dd ACO sebagai diagnosis
banding mempertimbangkan gejala yang hampir menyerupai, tetapi berbeda pada
tidak ada progesifitas, adanya atopi, riwayat keluarga asma, dan hambatan aliran
udara pernafasan bersifat reversibel.
PPOK eksaserbasi akut membutuhkan pengobatan yang optimal dengan
kombinasi bronkodilator, kortikosteroid, dan antibiotik. Oleh sebab itu, pasien
tersebut mendapatkan terapi oksigenasi sesuai kebutuhan 3 lpm, infuse NaCl 0.9%
untuk mencukupi kebutuhan cairan. Nebulisasi dengan Fenoterol HBr (Barotec)
yang bersifat bronkodilator agonis β-2 kerja cepat (pilihan saat terjadi
aeksaserbasi akut) dan ipratropium bromide yang bersifat antikolinergik selama 4
kali dalam sehari. Methyl prednisolone 30 mg/ 8 jam iv yang merupakan
kortikosteroid (pemberian tergantung derajat eksaserbasi, derajat berat
dipertimbangkan pemberian iv). Pemberian kortikosteroid pada pasien PPOK
eksaserbasi dapat mempercepat pemulihan, meningkatkan fungsi paru (FEV1) ,
memperbaiki hipoksemia arteri (PaO2), dan menurunkan risiko kambuh cepat,
kegagalan pengobatan, length of stay. Dosis yang digunakan bisa 40mg prednison
setiap hari selama 5 hari (GOLD, 2015) atau 30-40mg setiap hari selama 10-14
hari. N-Acetyl Cystein 200 mg diberikan 3 kali dalam sehari sebagai agen
mukolitik.
Pasien dengan PPOK perlu mendapatkan edukasi yang baik untuk
mencegah mobiditas dan mortalitas pasien. Edukasi pasien PPOK antara lain
berhenti merokok, penggunaan obat-obatan dengan dosis yang tepat di rumah,
cara memakai inhaler dengan benar, menyelesaikan pegobatan kortikosteroid
dengan patuh, penggunaan oksigenasi yang tepat, mengenal atau mengatasi efek
samping obat atau terapi oksigen, penilaian dini eksaserbasi akut dan
pengelolaannya (mengetahui tanda kardinalnya: sesak nafas bertambah berat,

4
peningkatan jumlah dahak, perubahan warna dahak), mendeteksi dan menghindari
pencetus ekserbasi, serta menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan
aktivitas, serta follow up selama 4-6 minggu.
Dari anamnesis pasien juga mengeluh batuk berdahak sejak 1 bulan SMRS.
Karakteristik dahak berwarna putih kental. Penilaian CURB-65 skor 1 (low risk
group: 2.7% 30 day mortality). Pada pemeriksaan fisik didapatkan suara nafas
tambahan RBH dan wheezing. Dan dari pemeriksaan penunjang laboratrium darah
didapatkan nilai leukosit 12.6 ribu/ul (↑), serta pemeriksaan rotgen thoraks
didapatkan gambaran infiltrat baru atau infiltrat progresif. Sehingga, pasien
didiagnosis dengan Community acquired pneumonia. Perlu pemeriksaan
selanjutnya untuk mengetahui penyebab pneumonia dan tatalaksana selanjutnya
yaitu pemeriksaan Sputum mikroorganisme atau gram atau kultur atau resistensi,
pemeriksaan sputum gene expert, dan pemeriksaan kultur MTB sputum.
Tatalakasana medikamentosa pada pasien tersebut adalah antibiotik dan
pengobatan suportif. Pemberian antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya
berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya. Antibiotik yang
diberikan pada pasien tersebut adalah Inj. Ampicilin sulbactam 1.5 gr/ 8 jam iv.

You might also like