You are on page 1of 5

ANTAGONIS SANG PENANTANG

“ Kau lihat itu Wan ?”


“ Lihat apa? ”
“Masak kau tak melihatnya tadi ?” seloroh lirih Bintang di kupingku ,diselingi
suara suara cekikian dari mulut tipis yang terlihat konyolnya itu, membuatku
tambah penasaran saja dibuatnya. Aku masih bingung dibuatnya, selalu saja
ketika Bintang sudah mulai cekikian terus begini, aku selalu bingung dengan
apa yang membuatnya sukses cekikian seperti itu, Padahal sebenarnya Bintang
itu orangnya kalem, pendiam, dan selalu terlihat serius di depan umum, yaa..
serius di depan umum bukan di depanku,
“Lihat apa? Kau pun bisa melihat sendiri bukan?, disini ada Pendopo ada pohon
Palm, ada Musholla juga dibelakang, ada orang mesra-mesraan, apakah itu yang
membuatmu cekikian seperti kuntilanak bunting itu haa?”
“ Ahahahah... lah emang bisa kuntilanak Bunting Wan?”
“Bisa dong, nah gini Ntang, nantikan kalo sudah mau lahiran si Kuntilanaknya
bukan kuntilanak lagi namannya, hahah?”
“ lah emang jadi apa ntar Wan? hahaha ”
“ KUNTIL MANAK “ hahahah
Tawa keras tanpa sadar menghiasi halaman belakang Perpusda Salatiga, bukan
lagi hanya suara dedaunan yang tertiup angin, bukan lagi hanya suara kicauan
burung kutilang milik Pak satpam Perspusda, tapi suara tawa kamilah yang
menjadi pelengkap untuk semuanya.
“ hahahah, ada ada aja Wan Wan,” diapun masih tertawa,bukan cekikian kecil
lagi, barisan gigi yang rapi, mata bulat khas orang jawa, hidung bangir mancung
turunan orang tuanya, membuat siapapun mudah terpesona olehnya.
“ eh bentar deh wan, aku mau nanya nih” tawanya sudah mulai reda, kini yang ada
hanyalah simpulan simpulan senyum kecil yang menjadi penghias bibirnya.
“ heeh apa Ntang?
“ Jadi, kau mau buntingin kuntilanak kapan Wan? Hahahah” Nah, itulah Bintang,
selalu, selalu dan selalu saja ada epic comeback buatku dari Bintang, Hadeeh,
setiap lawakanku pasti ada aja epic comeback buatku.
“ hahaha, udah udah, jangan dibahas mengenai itu, kapan kapan nanti tak kirimin
deh tanggal mainya nya hahaha, eh omong omong jadi apa nih Ntang yang tadi
yang kau lihat itu?”
“ hehehe, ada yang berusaha ngalihin pembicaraan nih yaa?” nah itu itu, dongkol?
Jelas, itulah sifat Bintang
“ heeh, ayo penasaran nih” jawabku singkat dengan mimik muka serius seperti
waktu UN SMA beberapa waktu lalu
“ hahaha, serius amat wan, tadi kau lihat beberapa mahasiswa yang ada di
pendopo yang disebelah kirimu itu?”
“ lihat lah, orang tadi gerombolan gitu kok, memangnya kenapa? Kau mau tahu
kampusnya Ntang? Tuh Mahasiswa UWKS kan kelihatan juga dari almetnya”
“ hahah, bukan, bukan itu wan, kalo itupun aku juga udah tau wan”
“ lah terus kenapa tadi kau cekikian Bintang?, bukankan almetnya lucu ada logo
pandanya gitukan ?” jawabku mencoba menebak alasannya untuk cekikian tadi,
karena dia sendiri yang bilang kalo dia lihat almetnya UWKS pasti nanti akan
cekikian sendiri katanya
“ kalo yang ini bukan karena almetnya Wan hehehe?
“ lah terus kenapa?, biasanya kaupun cekikian karena almetenya juga”
Mimik mukanya kini berubah sedikit serius, tatapan nya kini menatap tajam ke
atas, melihat gumpalan gumpalan awan gelap yang menjadi tanda bahwa hujan
sebentar lagi akan turun membawa nikmat rejeki yang telah tuhan karuniakan
kepada sekalian alam dimuka bumi ini
“ kau dengar tadi wan? Apa yang mahasiswa tadi katakan kepada temen
temanya?”
“ gak gak dengar aku kok, tadi kan aku fokus sama lagunya wali yang Doaku
Untukmu Sayang” kucoba kedipkan mata untuk menggodanya, hahah, ah sial
kali ini ternyata godaanku gagal.
“hmm, kau dengar tadi? Mahasiswa itu berkata begini wan Amanah tidak pernah
salah memilih pundak kata kata mainstream di zaman now Wan, itu lucu
menurutku wan, lucu, lucu sekali wan, dan setiap kali aku mendengarya entah
dari siapapun itu aku pasti akan mencoba menahan rasa geli yang ada menjalar
diseluruh badanku seakan akan menggelitiku terus menerus Wan, hahaha”
tercengang? Tentu saja aku tercengang, memang bukan 1 atau 2 kali ini Bintang
bersikap bak halnya seorang filsuf yang hidup, tindakan, sikap dan pandanganya
didasarkan pada arti filosofis yang mereka pikirkan matang matang, tapi kali ini
serasa ada tak biasa, suasana kali ini tegang bukan main, angin angin yang
tadinya asyik menambrakan dirinya ke dedauan kosong kini tak terdengar lagi
suara gesekanya. Suara burungpun sudah hilang hilang perlahan menandakan
sebentar lagi akan benar benar turun hujan
“Yaa, itu kan normal ntang, itu mungkin ketua panitia, diakan mungkin mau
memberikan motivasi buat temen temenya, kau juga pasti sudah paham itu kan
?” jawabku enteng saja
“yaa aku paham Wan, apakah kau tahu Wan? Ada satu hal yang membuatku
kurang sreg dengan kata kata itu?
“apa?” semakin penasaran saja aku dibuatnya,sial.
“hidup kita, pundak kita itu ada untuk memilih amanah Wan bukan untuk dipilih
oleh amanah, kitalah yang harus mencari maupun memilih amanah tersebut
bukan menunggu sampai amanah itu sampai kepada kita Wan, kau pun sudah
tahu bukan amanah yang pertama kali diemban oleh semua manusia, tak
terkecuali untuk ketua panitia, dekan, rektor, bahkan presiden sekalipun?
“i..” belum sempat ku menjawab
“Yaa itulah amanah kita yang pertama kali Wan, kata iqra, perintah bacalah,
bacalah atas nama tuhanmu, itulah amanah kita yang pertama wan, kita diwajib
membaca agar ilmu, dan akhlaq kita semakin bagus Wan, agar apa? Agar kita
mampu untuk memilih amanah kita sendiri dan bukan cuma menunggu amanah
sampai kepada kita” dia berkata dengan suara parau sambil Senyam senyum,
yaa, dia tersenyum tapi sayang dia tersenyum tak secerah beberapa saat yang
lalu sebelum rintik rintik hujan mulai memberikan nada nada ketika sampai ke
permukaan genteng Pendopo menghasilkan irama irama yang khas, yang selalu
saja iramanya sama tidak pernah naik maupun turun. Bukan ini bukan gegara
suasana sore hari ini yang semakin gelap karena hujan , tapi mungkin ada
beberapa hal yang menjadi beban bagi Bintang, sahabatku
“Bin...” belum sempat ku bertanya
“ Udah hampir redaan nih hujanya, sholat dulu yuk udah mau jam 16.00, belum
sholat lho kita, yuk yuk yuk” aku menghela nafas dalam dalam, kok seperti ada
yang disembuyikan ya, apakah bintang sedang ada masalah?
“ Bintang?” aku mencoba menyakinkan diriku
“Apa? Udah yuk yuk, sholat habis itu pulang, gak baik lho anak cowo sama cewe
berduaan terus, ditempat sepi lagi, yuk sholat, kamu yang jadi imamnya ya,
udah sepi tuh kelihatanya di musholla”
“ siap 86 komandan” hahaha kamipun tertawa bersama sejenak untuk hari itu,

.......
.......
.......
.......
PART 1 : Langit mulai menghitam

Temaram lampu kuning 5watt yang bergelantung tenang di atap kamarku sama
sekali tak mampu membangkitkan semangat belajarku malam ini, semua terasa
masuk dari kuping kanan keluar lagi dari kuping kiri,
Ahh materi ini terlampau sulit bagiku, materi ini bahkan tidak masuk dalam
kurikulum sekolahku, (ambil nafas dalam dalam),
LALU....
Mata terpejam, hati dan pikiran terlempar pada dunia setengah fana. Ah nikmat
rasanya, semua berputar di dalam pikiranku, kenangan, kesedihan, masa lalu,
semua bercampur baur seakan menjadi refleksi diri di dalam mimpi, semuanya
teracak sampai tiba tiba decak jantung ini berhenti berdetak,
Tibalah aku di padang rumput savana, hijau, indah menyejukkan, aku berjalan
mencoba menyusuri setiap objek yang kudapati, semua tampak asli meskipun itu
fiksi. Bolehkah aku menggambarkan betapa indahnya ?
AKU TERBANGUN
Ah mimpi yang sama sperti kemarin, sama sama nggak tuntas, gerutuku dalam
hati. Mimpi yang sama persis lagi
Tubuh ini terasa sagat berat untuk kubangunkan gaya taik tempat tidurku berkali
kali lebih kuat dibandingkan niat ku untuk menunaikan sholat tahajud malam ini,
bukan, tempat tidurku bukanlah kasur empuk diselingi bantal dan guling yang
nikmat sekali untuk dijadikan teman penghantar tidur. Tempat tidurku adalah
sepotong tikar lengkap sarung dan bantal kumal sebagai pelengkapnya, yaa itu
sudah lebih dari cukup untuk kujadikan tempat istirahat di banyaknya aktivitas
duniaku.
Dinginya hembusan angin yang menusuk sampai ketulang, rintik hujan yang
semakin keras suaranya seakan akan datang untuk menegurku “BANGUN
TIDAK ADA TEMPAT UNTUKMU BERSANTAI DI DUNIA INI, BANGUN
DAN LAKSANAKAN RUTINITASMU, DASAR ANAK MISKIN ”
Aku tersenyum kecut, entah untuk apa itu, teguran diatas seberanya adalah dialog
yang tidak akan pernah ada di dunia manapun heheh, TAPI aku merefleksikanya
dari siualan para tetangga, kecut pedas dan sangat pedih ketika didengarkan,
Bismillah, memang begitulah aku dari dulu, selalau mencoba legowo dan
menanggapinya dengan simpul senyum semanis mungkin. Heheh. Sedikit
tentangku, aku adalah siswa Sekolah Menengah Atas INPRES 02 kelas 3, Sekolah
yang notabene sekolah pinggiran dan kurang siswa. Jarak rumahku ke sekolah
mencapai 8 KM jauh lebih dekat dibandingkan dengan SMA Nusa Bakti yang
mencapai 23 KM. Eiits dulu sebenarnya aku pernah diterima disana lewat jalur
prestasi lagi, hehehe. Tapi apalah daya moda transportasiku hanyalah sepeda tua
pemberian bapak. Mungkin itu satu satu pemberian bapak yang masih kuingat dan
terkenang sampai saat ini. Alkhamdulillah masih banyak ternyata rezeki yang di
ditujukan oleh Allah SWT untukku.
PUKUL 05.00
“Le mengko nak wis rampung ndaruse simbah tulung diusungke dagangane ya
ning pertelon biasane wae, ndilalah pak man ora narik dino iki le”
“ nggih mbah, sekedap mbah kulo ganti raosan riyen”
“Iyo lee”
Sayuran Kol, Wortel, kentang, cabai, kubis, slobor, sudah selesai aku antarkan ke
pertelon tempat biasanya simbah menunggu angkot yang lain, tentu nya dengan
sepeda tua kesayanganku ini.
“ le, simbah onone uang 3 ribu, iki dicukupne ya le, kanggo sangu dino iki,
dongakne seimbah muga muga laris dagangane simbah ya lee”
“Amiin mbah, maturnuwun mbah”
“iyo le, ndang mulih, sekolahe sing tenanan yo”
“ nggih mbah,” sambil mengulurkan tangan meninta salim, jika belum salim,
rasanya ada yang hilang di sebagian hatiku.
Mmm, Uang 3 rb, sudah lebih dari cukup bagiku, tinggal bawa nasi dari rumah,
beli gorengan 4 + teh anget di warung dekat sekolah, sempurna

You might also like