You are on page 1of 14

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Lansia dengan Gangguan Stroke


2.1.1 Definisi
Stroke atau Cerebro Vasculer Accident (CVA) adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak ( Brunner dan
Suddarth, 2002).
Stroke adalah sindrom yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat, berupa
deficit neurologis fokal atau global yang langsung 24 jam atau lebih atau langsung
menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran otak
non traumatic (Mansjoer, 2000)
Stroke adalah gangguan neurologik fokal yang dapat timbul sekunder dari
proses patologis pada pembuluh darah serebral, misal: Trombosis, embolis, ruptura
dinding pembuluh atau penyakit vaskuler dasar (Prince, 2002).
Stroke adalah gangguan darah di pembuluh arteri yang menuju ke otak
(Mardjono, 2000).
Menurut WHO, stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral,
baik fokal maupun menyeluruh yang berlangsung dengan cepat. Berlangsung lebih
dari 24 jam atau berakhir dengan maut tanpa ditemukannya penyebab selain
daripada gangguan vaskuler. Persoalan pokok pada stroke adalah gangguan
peredaran darah pada daerah otak tertentu.

2.1.2 Epidemiologi
Di seluruh bagian dunia, stroke merupakan penyakit yang terutama
mengenai populasi usia lanjut. Insidensi pada usia 75-84 tahun sekitar 10 kali dari populasi 55-64
tahun. Di Inggris stroke merupakan penyakit kedua setelah infark miokard akut
(AMI) sebagai penyebab kematian utama usia lanjut, sedangkan di Amerika stroke
masih merupakan penyebab kematian usia lanjut ketiga. Dengan makin
meningkatnya upaya pencegahan terhadap penyakit hipertensi, diabetes mellitus, dan
gangguan lemak, insiden stroke di Negara-negara maju makin menurun.
2.1.3 Jenis stroke
Menurut Lumbantobing (2002) kelainan yang terjadi akibat gangguan
peredaran darah stroke dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
a. Infark Ischemik (Stroke non Hemoragik). Hal ini terjadi karena adanya
penyumbatan pembuluh darah otak. Infark iskemic terbagi menjadi dua yaitu :
stroke trombotik, yang disebabkan oleh thrombus dan stroke embolik, yang
disebabkan oleh embolus.
Harsono (2002 : 30) membagi stroke non haemoragi berdasarkan
bentuk klinisnya antara lain :
1) Serangan Iskemia Sepintas atau Transient Ischemic Attack (TIA).
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2) Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic Neurologik
Defisit (RIND).
Gejala neurologik timbul ± 24 jam, tidak lebih dari seminggu.
3) Stroke Progresif (Progresive Stroke/ Stroke in evolution).
Gejala makin berkembang ke otak lebih berat.
4) Completed Stroke
Kelainan saraf yang sifatnya sudah menetap, tidak berkembang lagi.
b. Perdarahan (Stroke Hemoragik). Stroke hemoragik disebabkan oleh
pembuluh darah yang bocor atau pecah di dalam atau di sekitar otak sehingga
menghentikan suplai darah ke jaringan otak yang dituju. Selain itu, darah
membanjiri dan memampatkan jaringan otak sekitarnya sehingga mengganggu atau
mematikan fungsinya.
Dua jenis stroke hemoragik:
 Perdarahan intraserebral. Perdarahan intraserebral adalah perdarahan di dalam
otak yang disebabkan oleh trauma (cedera otak) atau kelainan pembuluh darah
(aneurisma atau angioma). Jika tidak disebabkan oleh salah satu kondisi tersebut,
paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi kronis.
Perdarahan intraserebral menyumbang sekitar 10% dari semua stroke, tetapi
memiliki persentase tertinggi penyebab kematian akibat stroke.

 Perdarahan subarachnoid. Perdarahan subarachnoid adalah perdarahan dalam


ruang subarachnoid, ruang di antara lapisan dalam (Pia mater) dan lapisan tengah
(arachnoid mater) dari jaringan selaput otak (meninges). Penyebab paling umum
adalah pecahnya tonjolan (aneurisma) dalam arteri. Perdarahan subarachnoid
adalah kedaruratan medis serius yang dapat menyebabkan cacat permanen atau
kematian. Stroke ini juga satu-satunya jenis stroke yang lebih sering terjadi pada
wanita dibandingkan pada pria.

2.1.4 Etiologi
1. Thrombosis.
Aterosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah
penyebab utama thrombosis serebral dan merupakan penyebab yang paling
umum terjadi. Tanda-tanda thrombosis serebral ini bervariasi. Sakit kepala
merupakan awitan yang umum terjadi. Beberapa pasien mengalami pusing,
perubahan kognitif, atau kejang, dan beberapa mengalami awitan yang tidak
dapat dibedakan dari hemoragi intraserebral atau embolisme serebral. Secara
umum thrombosis serebral tidak terjadi secara tiba-tiba. Kehilangan bicara
sementara, hemiplegia, atau parastesia pada setengah tubuh dapat menjadi
awitan paralisis berat pada beberapa jam atau hari. Thrombosis ini tidak hanya
terjadi pada pembuluh darah otak tetapi dapat juga terjadi di pembuluh darah leher.
2. Embolisme serebral
Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke
otak dari bagian tubuh yang lain). Abnormalitas patologik pada jantung kiri,
seperti endocarditis infektif, penyakit jantung reumatik, dan infark miokard,
serta infeksi pulmonal, adalah tempat-tempat asal emboli. Embolus biasanya
menyumbat arteriserebral tengah, atau cabang-cabangnya yang merusak
sirkulasi serebral.
3. Iskemia serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena
konstriksi atheroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
4. Hemoragi serebral
Hemoragi dapat terjadi diluar durameter (ekstradural atau epidural),
dibawah durameter (subdural), diruang subarachnoid (hemoragi
subarakhnoid), atau dalam substansia otak (hemoragi intraserebral). Hemoragi
intraserebral merupakan yang paling umum terjadi pada pasien dengan
hipertensi dan aterosklerosis serebral.
2.1.5 Faktor resiko
- Faktor risiko utama
 Hipertensi
Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya
pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah otak menyempit maka aliran
darah ke otak akan terganggu dan sel-sel otak akan mengalami kematian.
 Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak
sampai berukuran besar. Menebalnya pembuluh darah otak akan
menyempitkan diameter pembuluh darah yang akan menggangu kelancaran
aliran darah ke otak, pada akhirnya akan menyebabkan kematian sel- sel otak.
 Penyakit Jantung
Beberapa Penyakit Jantung berpotensi menimbulkan stroke. Dikemudian
hari seperti penyakit jantung reumatik, penyakit jantung koroner dengan infark
obat jantung dan gangguan irana denyut jantung. Factor resiko ini pada
umumnya akan menimbulkan hambatan atau sumbatan aliran darah ke otak
karena jantung melepaskan sel- sel / jaringan- jaringan yang telah mati ke
aliran darah.
- Faktor resiko tambahan
1) Kadar lemak darah yang tinggi termasuk Kolesterol dan Trigliserida.
Meningginya kadar kolesterol merupakan factor penting untuk terjadinya
asterosklerosis atau menebalnya dinding pembuluh darah yang diikuti penurunan
elastisitas pembuluh darah.
2) Kegemukan atau obesitas
3) Merokok
Merokok dapat meningkatkan konsentrasi fibrinogen yang akan mempermudah
terjadinya penebalan dinding pembuluh darah dan peningkatan kekentalan darah.
4) Riwayat keluarga dengan stroke
5) Lanjut usia
2.1.6 Manefestasi klinis
Stroke ini menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada lokasi
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori)
 Kehilangan motorik : hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi
pada sesi otak yang berlawanan, hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi
tubuh.

 Kehilangan komunikasi : disartria (kesulitan bicara), disfasia atau afasia


(bicara defektif atau kehilangan bicara), apraksia (ketidakmampuan untuk
melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya)

 Gangguan persepsi: disfungsi persepsi visual, gangguan hubungan visual-


spasial, kehilangan sensori

 Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis

 Disfungsi kandung kemih


Gejala – gejala CVA muncul akibat daerah tertentu tak berfungsi yang
disebabkan oleh terganggunya aliran darah ke tempat tersebut. Gejala itu
muncul bervariasi, bergantung bagian otak yang terganggu. Gejala-gejala itu
antara lain bersifat:
 Sementara
Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai beberapa jam
dan hilang sendiri dengan atau tanpa pengobatan. Hal ini disebut Transient
ischemic attack (TIA). Serangan bisa muncul lagi dalam wujud sama,
memperberat atau malah menetap.
 Sementara,namun lebih dari 24 jam
Gejala timbul lebih dari 24 jam dan ini dissebut reversible ischemic
neurologic defisit (RIND).
 Gejala makin lama makin berat (progresif)
Hal ini desebabkan gangguan aliran darah makin lama makin berat
yang disebut progressing stroke atau stroke inevolution.
 Sudah menetap/permanent

2.1.7 Patofisiologi
a. Stroke Hemoragic
Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama kasus
gangguan pembuluh darah otak. Perdarahan serebral dapat terjadi di luar
duramater (hemoragi ekstradural atau epidural), dibawah duramater, (hemoragi
subdural), diruang subarachnoid (hemoragi subarachnoid) atau di dalam substansi
otak (hemoragi intraserebral).
1. Hemoragi ekstradural (epidural) adalah kedaruratan bedah neuro yang
memerlukan perawatan segera. Ini biasanya mengikuti fraktur tengkorak dengan
robekan arteri dengan arteri meningea lain.

2. Hemoragi subdural (termasuk hemoragi subdural akut) pada dasarnya sama


dengan hemoragi epidural, kecuali bahwa hematoma subdural biasanya jembatan
vena robek. Karenanya, periode pembentukan hematoma lebih lama ( intervensi
jelas lebih lama) dan menyebabkan tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin
mengalami hemoragi subdural kronik tanpa menunjukkan tanda dan gejala.

3. Hemoragi subarachnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau hipertensi,


tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisma pada area sirkulus
wilisi dan malformasi arteri-vena kongenital pada otak. Arteri di dalam otak dapat
menjadi tempat aneurisma.

4. Hemoragi intraserebral paling umum pada pasien dengan hipertensi dan


aterosklerosis serebral, karena perubahan degeneratif penyakit ini biasanya
menyebabkan ruptur pembuluh darah. Pada orang yang lebih muda dari 40 tahun,
hemoragi intraserebral biasanya disebabkan oleh malformasi arteri-vena,
hemangioblastoma dan trauma, juga disebabkan oleh tipe patologi arteri tertentu,
adanya tumor otak dan penggunaan medikasi (antikoagulan oral, amfetamin dan
berbagai obat aditif).
Perdarahan biasanya arterial dan terjadi terutama sekitar basal ganglia.
Biasanya awitan tiba-tiba dengan sakit kepala berat. Bila hemoragi membesar,
makin jelas defisit neurologik yang terjadi dalam bentuk penurunan kesadaran
dan abnormalitas pada tanda vital. Pasien dengan perdarahan luas dan hemoragi
mengalami penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital.

b. Stroke Non Hemoragic


Terbagi atas 2 yaitu :
1. Pada stroke trombotik, oklusi disebabkan karena adanya penyumbatan lumen
pembuluh darah otak karena thrombus yang makin lama makin menebal,
sehingga aliran darah menjadi tidak lancar. Penurunan aliran arah ini
menyebabakan iskemi yang akan berlanjut menjadi infark. Dalam waktu 72 jam
daerah tersebut akan mengalami edema dan lama kelamaan akan terjadi
nekrosis. Lokasi yang tersering pada stroke trombosis adalah di percabangan
arteri carotis besar dan arteri vertebra yang berhubungan dengan arteri basiler.
Onset stroke trombotik biasanya berjalan lambat.

2. Sedangkan stroke emboli terjadi karena adanya emboli yang lepas dari
bagian tubuh lain sampai ke arteri carotis, emboli tersebut terjebak di pembuluh
darah otak yang lebih kecil dan biasanya pada daerah percabangan lumen yang
menyempit, yaitu arteri carotis di bagian tengah atau Middle Carotid Artery
( MCA ). Dengan adanya sumbatan oleh emboli akan menyebabkan iskemi.

2.1.8 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa
stroke antara lain adalah:
a. Angiografi
Arteriografi dilakukan untuk memperlihatkan penyebab dan letak gangguan.
Suatu kateter dimasukkan dengan tuntunan fluoroskopi dari arteria femoralis di
daerah inguinal menuju arterial yang sesuai kemudian zat warna disuntikkan.
b. CT-Scan
CT-scan dapat menunjukkan adanya hematoma, infark dan perdarahan.
c. EEG (Elektro Encephalogram)
Dapat menunjukkan lokasi perdarahan, gelombang delta lebih lambat di daerah
yang mengalami gangguan.
d. Pungsi Lumbal
 Menunjukan adanya tekanan normal
 Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya
perdarahan
e. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
f. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena.
g. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal.
(Doenges E, Marilynn, 2000 hal 292).
2.1.9 Komplikasi
Komplikasi utama pada stroke menurut Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131
yaitu:
a. Hipoksia Serebral
b. Penurunan darah serebral

c. Luasnya area cedera

2.1.10 Penatalaksanaan
a. Perawatan umum stroke
Mengenai penatalaksanaan umum stroke, konsensus nasional pengelolaan
stroke di Indonesia, mengemukakan hal-hal berikut:
 Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat, bila perlu
berikan oksigen 0-2 L/menit sampai ada hasil gas darah.
 Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan
kateterisasi intermiten.
 Penatalaksanaan tekanan darah dilakukan secara khusus.
Tekanan darah dapat berkurang bila penderita dipindahkan ke tempat yang
tenang, kandung kemih dikosongkan, rasa nyeri dihilangkan, dan bila
penderita dibiarkan beristirahat.
 Hiperglikemia atau hipoglikemia harus dikoreksi.
Keadaan hiperglikemia dapat dijumpai pada fase akut stroke, disebabkan
oleh stres dan peningkatan kadar katekholamin di dalam serum. Dari
percobaan pada hewan dan pengalaman klinik diketahui bahwa kadar
glukosa darah yang meningkat memperbesar ukuran infark. Oleh karena itu,
kadar glukosa yang melebihi 200 mg/ dl harus diturunkan dengan pemberian
suntikan subkutan insulin.
Konsensus nasional pengelolaan stroke di Indonesia mengemukakan bahwa
hiperglikemia ( >250 mg% ) harus dikoreksi sampai batas gula darah
sewaktu sekitar 150 mg% dengan insulin intravena secara drips kontinyu
selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia harus diatasi segera dengan
memberikan dekstrose 40% intravena sampai normal dan diobati
penyebabnya.

 Suhu tubuh harus dipertahankan normal.


Suhu yang meningkat harus dicegah, misalnya dengan obat antipiretik atau
kompres. Pada penderita iskemik otak, penurunan suhu sedikit saja, misalnya
2-3 derajat celsius, sampai tingkat 33ºC atau 34 °C memberi perlindungan
pada otak. Selain itu, pembentukan oxygen free radicals dapat meningkat
pada keadaan hipertermia. Hipotermia ringan sampai sedang mempunyai
efek baik, selama kurun waktu 2-3 jam sejak stroke terjadi, dengan
memperlebar jendela kesempatan untuk pemberian obat terapeutik.
 Nutrisi peroral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan
baik, bila terdapat gangguan menelan atau penderita dengan kesadaran
menurun, dianjurkan melalui pipa nasogastrik.
 Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan. Pemberian cairan
intravena berupa cairan kristaloid atau koloid, hindari yang mengandung
glukosa murni atau hipotonik.
 Bila ada dugaan trombosis vena dalam, diberikan heparin dosis rendah
subkutan, bila tidak ada kontra indikasi.
Terapi farmakologi yang dapat diberikan pada pasien stroke :
1) Antikoagulasi dapat diberikan pada stroke non haemoragic, diberikan
sdalam 24 jam sejak serangan gejala-gejala dan diberikan secara intravena.
2) Obat antipletelet, obat ini untuk mengurangi pelekatan platelet. Obat
ini kontraindikasi pada stroke haemorhagic.
3) Bloker kalsium untuk mengobati vasospasme serebral, obat ini
merilekskan otot polos pembuluh darah.
4) Trental dapat digunakan untuk meningkatkan aliran darah kapiler
mikrosirkulasi, sehingga meningkatkan perfusi dan oksigenasi ke jaringan
otak yang mengalami iskemik.
b. Perawatan pasca stroke
Sekali terkena serangan stroke tidak membuat pasien terbebas dari stroke.
Selain menimbulkan kecacatan, masih ada kemungkinan dapat terserangkembali di
kemudian hari. Pasca stroke biasanya penderita memerlukan rehabilitasi serta
terapi psikis seperti terapi fisik, terapi okupasi, terapi wicara, dan penyediaan alat
bantu di unit orthotik prostetik. Juga penanganan psikologis pasien, seperti berbagi
rasa, terapi wisata, dan sebagainya. Selain itu, juga dilakukan community based
rehabilitation (rehabilitasi bersumberdaya masyarakat) dengan melakukan
penyuluhan dan pelatihan masyarakat di lingkungan pasien agar mampu menolong,
setidaknya bersikap tepat terhadap penderita. Hal ini akan meningkatkan
pemulihan dan integrasi dengan masyarakat. Bahaya yang menghantui penderita
stroke adalah serangan stroke berulang yang dapat fatal atau kualitas hidup yang
lebih burukdari serangan pertama. Bahkan ada pasien yang mengalami serangan
stroke sebanyak 6-7 kali. Hal ini disebabkan pasien tersebut tidak mengendalikan
faktor risiko stroke. Bagi mereka yang sudah pernah terkena serangan stroke, Gaya
hidup sehat haruslah menjadi pilihan agar tidak kembali diserang stroke, seperti:
berhentimerokok, diet rendah lemak atau kolesterol dan tinggi serat,
berolahragateratur 3 X seminggu (30-45 menit), makan secukupnya, dengan
memenuhi kebutuhangizi seimbang, menjaga berat badan jangan sampai kelebihan
berat badan,berhenti minum alkohol dan atasi stres.
1) Rehabilitasi Stroke
Rehabilitasi stroke termasuk seluruh tujuan dari rehabilitasi lansia.
Pencegahan komplikasi dan keterbatasan sekunder adalah hasil utama yang
diharapkan. Peningkatan kualitas dan arti dalam hidup dengan keterbatasan dan
deficit klien lansia juga merupakan hal yang penting bagi keberhasilan program
rehabilitasi stroke.
 Aktivitas kehidupan sehari-hari
Selain memposisikan klien dan latihan rentang gerak , suatu program
rehabilitasi stroke memfokuskan pada AKS. Aktivitas kehidupan sehari-hari
termasuk makan, berdandan, hygiene, mandi, dan yang sejenisnya. Dengan
melibatkan ahli terapi fisik dan okupasi dapat meningkatkan kemampuan
perawat untuk merencanakan perawatan.
Evaluasi tingkat sensorik motorik , pengukuran rentang gerak sendi ,
dan kekuatan otot adalah tujuan spesifik bagi ahli terapi dan perawat.
Pemeriksaan genggaman , kekuatan trisep, dan keseimbangan memberikan
data yang berharga untuk perencanaan strategi kompensasi untuk
menyelesaikan tugas tugas perawatan diri. Propriosepsi, sensasi,dan tonus
otot dievaluasi. Suatu pengkajian yang seksama juga termasuk tingkat
deficit neurologis yang mungkin telah di alami oleh klien akibat stroke.
Data tersebut termasuk kemampuan klien untuk mandi, berpakaian, makan,
ke toilet, dan berpindah. Selain itu, status fungsi usus dan kandung kemih
klien adalah informasi yang sangat penting untuk perencanaan perawatan.
Fungsi penglihatan dan pendengaran dikaji dan setiap penyimpangan
dimasukkan dalam pendekatan tim.
Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kemandirian klien
dengan terus memberikan peluang untuk melakukan tugas yang mampu ia
lakukan. Perawat adalah kunci pemberi perawatan dalam proses
rehabilitasi, mengkoordinasikan asuhan perawatan dan terapi rehabilitative.
Dengan memperhatikan tujuan ini, perawat dapat memaksimalkan potensi
klien tersebut.
2) Kognisi dan komunikasi
Konfusi, disorientasi, dan maslah komunikasi adalah akibat yang
sering dari stroke. Maslah komunikasi dapat diakibatkan oleh afasia dan
disartria, perawat perlu menyertakan teknik komunikasi yang memfasilitasi
kemampuan klien untuk memahami kata-kata. Teknik komunikasi tersebut
meliputi berbicara secara perlan-lahan, memberikan petunjuk sederhana(satu
pada satu waktu), membatasi distraksi, dan mendengar secara aktif.Selain itu,
menghubungkan kata-kata dengan objek,menggunakan pengulangan dan kata-
kata yang banyak, dan mendorong keluarga untuk membawa objek kecil yang
dikenal oleh klien dan untuk menyebutkan nama objek-objek tersebut dapat
meningkatkan pola komunikasi.Dapat juga digunakan papan abjad,mesin
tik,dan program computer untuk membantu pemahaman klien tentang
lingkungannya. Mengevaluasi penglihatan dan pendengaran dapat juga
membantu mengatasi masalah yang,sekali dapat diperbaiki, secara drastic akan
meningkatkan komunikasi.
3) Dukungan psikologis
Klien lanjut usia mengalami berbagai kehilangan berdasar dengan
terjadinya stroke, mencakup perubahan citra tubuh, fungsi tubuh, dan
perubahan peran. Dukungan psikologis diarahkan agar dalam menghadapi
kehilangan ini dapat mendorong keberhasilan adaptasi dan penyesuaian.
Tujuan yang realistis dapat ditetapkan hanya setelah perawat mengkaji gaya
hidup klien sebelumnya, tipe kepribadian, perilaku koping, dan aktivitas
pekerjaan. Dengan menyediakan situasi untuk penyelesaian masalah dan
pengambilan keputusan, perawat member klien suatu kesempatan untuk
memperoleh kendali atas lingkungannya. Keadaan seperti itu dapat sederhana
seperti membiarkan klien untuk memilih di antara dua aktivitas, untuk
memutuskan waktu terapi, untuk memilih pakaian, dan untuk membuat pilihan
makanan. Memfokuskan pada kekuatan dan kemampuan klien daripada
terhadap deficit dapat mendorong harapan klien tersebut.
Depresi sering terjadi dengan terjadinya kehilangan fungsi tubuh dan
perubahan peran dan citra tubuh. Konsultasikan kepada seorang perawat
kesehatan mental untuk membantu mengatasi masalah ini. Klienn lansia
mungkin mengalami suatu perasaan isolasi dan pengasingan. Keluarga
mungkin memerlukan dukungan emosional dan psikologis ketika berusaha
untuk memahami apa arti kehilangan bagi klien. Jika kebutuhan untuk
mendapatkan dukungan keluarga ini tidak diperhatikan, klien mungkin
mempertimbangkan untuk bunuh diri.Ajarkan anggota keluarga tentang
depresi dan peringatkan mereka terhadap tanda dan gejala yang penting dalam
memberikan dukungan psikososial.
Kelabilan emosional dan ledakan-ledakan mungkin terjadi setelah
stroke. anggota keluarga yang telah diajarkan tentang strategi komunikasi dan
bagaimana cara bermain peran dalam situasi yang potensial akan menjadi lebih
percaya diri.dalam merawat klien. merujuk keluarga dan klien pada pelayanan
pendukung seperti pelayanan kesehatan di rumah, Kelompok pendukung, dan
respite care dapat mengurangi beban ketergantungan yang mungkin mengikuti
stroke melibatkan manajemen factor-faktor yang pada akhirnya dapat
membuat perbedaan dalam memelihara kemandirian maksimum dan
menurunkan komplikasi sekunder yang dapat berkembang dari penyakit kronis
yang melumpuhkan. (Mickey Stanley, Buku Ajar Keperawatan gerontik edisi
2. 2006)
Gangguan emosional, terutama ansietas, frustasi dan depresi
merupakan masalah umum yang dijumpai pada penderita pasca stroke. Korban
stroke dapat memperlihatkan masalah-masalah emosional dan perilakunya
mungkin berbeda dari keadaan sebelum mengalami stroke. Emosinya dapat
labil, misalnya pasien mungkin akan menangis namun pada saat berikutnya
tertawa, tanpa sebab yang jelas. Untuk itu, peran perawat adalah untuk
memberikan pemahaman kepada keluarga tentang perubahan tersebut.

Hal-hal yang bisa dilakukan perawat antara lain memodifikasi


perilaku pasien seperti seperti mengendalikan simulasi di lingkungan,
memberikan waktu istirahat sepanjang siang hari untuk mencegah pasien dari
kelelahan yang berlebihan, memberikan umpan balik positif untuk perilaku
yang dapat diterima atau perilaku yang positif, serta memberikan pengulangan
ketika pasien sedang berusaha untuk belajar kembali satu ketrampilan.

DAFTAR PUSTAKA

Ancowitz, A. 1993. The Stroke Book. New York : William Morrow and Company, inc.

Hudak Gallo. 2002. Keperawatan Kritis. Edisi VI Volume II. Jakarta : EGC.

Lumbantobing. 2001. Neurogeriatri. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Marilynn E, Doengoes, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Pahria, Tuti, dkk. 2002. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : EGC.
http://www.suyotohospital.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=80:rehabilitasi-pasca-stroke-memberi-kualitas-hidup-
lebih-baik&catid=3:artikel&Itemid=2

http://www.ekahospital.com/id/rehabilitation-as-the-important-stroke-treatment/

http://www.g-excess.com/5017/pengertian-dan-macam-macam-serta-penyebab-
terjadinya-stroke/

http://medicastore.com/brown_seaweed/obat_rawat_stroke.htm

You might also like