Professional Documents
Culture Documents
A. DEFINISI
1. Otitis media adalah merupakan peradangan pada telinga bagian tengah,
merupakan infeksi yang paling sering umum dijumpai pada anak usia
dibawah 4 tahun ( Reeves C.J : 2001 ).
2. Otitis media akut adalah infeksi akut telinga tengah biasanya terjadi
selama kurang dari 6 minggu yang disebabkan ole Sreptococcus
pneumonia, Hemophilus influenza dan Moraxella catahalis uang
memasuki telinga tengah karena disfungsi saluran eustacheus yang
disebabkan oleh obstruksi yang berhubungan dengan infeksi saluran
pernafasan atas dan inflamasi struktur yang mengelilingi atau reaksi alergi.
( Smeltzer.S.C & Brenda G. Bare: 2001 )
B. ETIOLOGI
Penyebab otitis media dibagi menurut jenisnya yaitu :
1. Otitis media akut
Penyebab utama otitis media akut adalah masuknya bakteri patogenik ke
dalam telinga tengah yang normalnya adalah steril. Paling sering terjadi
bila terdapat disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi yang disebabkan
oleh infeksi saluran pernafasan atas, inflamasi jaringan disekitarnya (eg :
sinusitis, hipertrofi adenoid) atau reaksi alergik ( eg : rhinitis alergika).
Bakteri yang umum ditemukan sebagai organisme penyebab adalah
Streptococcus peneumoniae, Hemophylus influenzae, Streptococcus
pyogenes, dan Moraxella catarrhalis.
2. Otitis media serosa
Cairan pada otitis media serosa sebagai akibat tekanan negative dalam
telinga tengah yang disebabkan oleh obstruksi tuba eustachii. Pada
penyakit ini, tidak ada agen penyebab definitive yang telah diidentifikasi,
meskipun otitis media dengan efusi lebih banyak terdapat pada anak yang
telah sembuh dari otitis media akut dan biasanya dikenal dengan “glue
ear”. Bila terjadi pada orang dewasa, penyebab lain yang mendasari
terjadinya disfungsi tuba eustachii harus dicari. Efusi telinga tengah sering
terlihat pada pasien setelah mengalami radioterapi dan barotrauma ( ex :
penyelam ) dan pada pasien dengan disfungsi tuba eustachii akibat infeksi
atau alergi saluran napas atas yang terjadi.
3. Otitis media kronis
Disebabkan oleh :
a. Terapi yang terlambat
b. Terapi yang tidak adekuat
c. Virulensi kuman tinggi
d. Daya tahan tubuh rendah
e. Kebersihan buruk
C. PATOFISIOLOGI
Otitis media akut dan kronis yang juga diketahui ebagai otitis media
supuratif dan purulent adalah sama dalam patofisiologisnya.
Cara masuk bakteri pada kebanyakan pasien kemungkinan melalui
tuba eustachii akibat kontaminasi secret dalam nasofaring. Agen infeksi masuk
kedalam telinga tengah menyebabkan peradangan dalam mukosa yang
menimbulkan bengkak dan iritasi tulang atau osikel ( tulang pendengaran pada
telinga tengah ) proses ini diikuti dengan pembentukan peradangan eksudat
purulent. Serangan terjadi secara mendadak atau akut dengan durasi yang
relatif pendek sekitar 3 minggu atau kurang.
Otitis media kronik biasanya mengikuti kondisi akut yang berulang,
berlangsung lebih lama, dan dapat dihubungkan dengan morbiditas atau injuri
yang lebih luas dalam struktur telinga tengah baikm akut maupun kronik.
Tanda dan gejala penyakit ini disebabkan oleh tekanan cairan pada rongga
telinga tengah, tuba eustacheus dan proses infeksi. Kerusakan tulang-tulang
pada teelinga tengah berkembang menjadi perforasi membrane, jetuhnya
material terinfeksi ketelinga luar. Penyakit dan pengobatab menjadi lebih
rumit dengan adanya otitis eksterna. Faktor penyebab biasanya saling
berkaitan.
Otitis media serosa dikarakteristikan oleh akumulasi cairan sterill
dibelakang membran timpani. Otitis media serosa dapat mendahului atau
menjadi komplikasi jangka panjang otitis media akut. Efusi cairan mungkin
menetap pada telinga tengah mencapai beberapa bulan. Ketika cairan menetap
lebih lama dan mulai menebal akhirnya terjadi komplikasi berupa otitis media
adhesiva. Otitis media serosa dan kronik yang tidak diobati menyebabkan
penebalan dan perlukaan pada struktur telinga tengah dan tulang. Nekrosis
osikel mengakibatka destruksi struktur telinga tengah. Pembedahan osikel
penting dilakukan untuk mengatasi ketulian. (www.Google.com )
D. PATHWAY
ISPA
Nyeri akut Gangguan persepsi Hilang kemampuan Infeksi Keterbatasan informasi Ansietas Luka insisi
Sensori dengar mendengar salah menginterprestasikan
Susah tidur
Nyeri akut Risiko infeksi
Kurang pengetahuan
Gangguan Resiko injuri
pola tidur
www.google.com.
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Otitis media akut
a. Otorrhea bila terjadi rupture membrane tympani
b. Otalgia/ nyeri telinga
c. Gejala sistemik berupa demam, infeksi saluran pernafasan atas, rinitis
d. Eritema , bengkak, perforasi pada membran tympani
e. Tuli konduktif
f. Sakit telinga secara tiba-tiba
2. Otitis media seriosa
a. Kehilangan pendengaran atau tuli
b. Telinga terasa penuh
c. Bunyi letupan, berderik atau suara pemotretan dalam telinga tengah
yang terjadi karena tuba eustachi yang mencoba membuka
d. Membran tynpani tampak kusam (warna kuning redup sampai abu-abu
pada otoskopi pneumatik)
e. Gelembung udara pada telinga tangah
f. Audiogram menunjukan adanya tuli konduktif
3. Otitis media kronik
a. Terdapat otorrhea intermitten atau persisten yang berbau busuk
b. Biasanya tidak ada nyeri kecuali pada kasus mastoiditis akut, dimana
daerah post aurikuler menjadi nyeri tekan dan bahkan merah dan
edema
c. Kolesteatoma dapat terlihat sebagai masa putih dibelakang membrane
tympani atau keluar kekanalis eksterna melalui lubang perforasi
d. Hasil audiometri pada kasus kolesteatoma sering memperlihatkan
kehilangan pendengaran konduktif atau campuran
Stadium pada OMA
Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 4
stadium:
1. Stadium okulasi tuba Eustachius
Tanda adanya okulasi tuba eustachius ialah adanya gambaran retraksi
membran timpani akibat terjadinya tekanan negatif di telinga tengah,
karena adanya absorpsi udara. Kadang-kadang membran timpani tampak
normal atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak
dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa
yang disebabkan oleh virus atau alergi.
2. Stadium hiperemis(stadium presupurasi)
Pada stadium ini tampak pembuluh darah yang melebar di mrmbran
tympani atau seluruh membran tympani tampak hiperemes serta edem.
Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serous
sehingga sukar terlihat.
3. Stadium supurasi
Edem yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel
superfisal serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum tympani
menyebabkan membran tympani menonjol (bulging) kearah liang telinga
luar.
Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat
serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat.
Apabila tekanan nanah di kavum tympani tidak berkurang, maka terjadi
iskemia akibat tekanan pada kapiler-kepiler serta timbul tromboflebitis
pada vena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada
daerah membran tympani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan
berwarna kekuningan. Di tempat ini akan terjadi ruptur. Bila tidak
dilakuka insisi membran tympani (miringotomi) pada stadium ini, maka
kemungkinan besar membran tympani akan ruptur dan nanah keluar ke
liang telinga luar.
Dengan melakukan miringotomi luka insisi akan menutup kembali
sedangkan apabila terjadi ruptur maka lubang tempat ruptur (perforasi)
tidak mudah menutup kembali.
4. Stadium resolusi
Bila membran tympani tetap utuh maka keadaan membran tympani
perlahan-lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi maka
sekret akan berkurang dan akhirnya kering. Resolusi dapat terjadi dengan
atau tanpa pengobatan. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman
rendah maka dapat terjadi resolusi meskipun tanpa pengobatan.
F. KOMPLIKASI
Otitis media mempunyai potensi untuk menjadi serius karena
komplikasinya yang sangat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan
kematian. Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada
kelainan patologik yang menyebabkan ottore. Pemberian antibiotoka telah
menurunkan insiden komplikasi, walaupun demikian organisme yang resisten
dan kurang efektifnya pengobatan akan menimbulkan komplikasi.
Komplikasi intrakranial yang serius lebih sering terlihat pada ekserbasi
akut dari otitis media berhubungan dengan kolesteatoma.
G. PENATALAKSANAAN
Menurut Pracy, R. Siegier dan Stell, P.M (1989) penatalaksanaan pada
penderita otitis media adalah sebagai berikut :
1 Otitis media akut
a Istirahat ditempat tidur dan dianjurkan untuk banyak minum
b Berikan aspirin atau parasetamol
c Antibiotika diberikan segera setelah diagnosa ditegakan
d Tindakan-tindakan khusus
1) Pembersihan telinga
Pembersihan nanah dari dalam liang telinga secara hati-hati yang
diikuti pemberian antiseptik lokal. Hal ini dilakukan tiap hari sampai
cairan berhenti keluar.
2) Miringotomi
Bila terjadi penumpukan mukus atau mukupos didalam telinga tengah
yang daat menyebabkan ketulian terus menerus atau otitis media cepat
terjadi lagi.
2 Otitis media serosa
a Irigasi antrum
b Cairan ditelinga tengah dikeluarkan dengan miringotomi dan
penghisapan
3 Otitis media kronis
a Konserfatif atau medikamentosa
1) Apabila sekret keluar terus menerus diberikan obat cuci telinga
2) Setelah sekret berkurang dilanjutkan dengan obat tetes telinga yang
mengandung antibiotika dan mengandung kortikosteroid
3) Bila sekret tetap kering namun perforasi tetap ada setelah
diobservasi selama 2 bulan maka harus dirujuk untuk miringoplasti
atau tympanoplasti.
b Pembedahan
1) Mastoidektomi dengan atau tanpa tympanoplasti
2) Meningotomi dengan insersi tuba
Adalah tindakan insisi pada membran tympani untuk
mengeluarkan cairan yang terkumpul diantara telinga tengah dan
telinga luar, biasanya dilakukan pada otitis media serosa.
3) Timpanoplasti
Adalah pembedahan perbaikan pada membran tympani yang
mengalami perforasi atau kerusakan yang luas karena infeksi,
trauma, otosklerosis, stenosis, atau nekrosis pada telinga tengah.
SUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN OTITIS MEDIA
A. PENGKAJIAN
1. WAWANCARA
a. Kaji ketajaman pendengaran dan kemampuan
berkomunikasi bahasa bibir atau bahasa isyarat, alat bantu dengar,
kertas atau alat tulis.
b. Kaji tentang nyeri, rasa gatal dan hilangnya pendengaran
disertai pernyataan mengenai mulai serangan, lamanya, tingkat
nyerinya.
c. Kaji apakah pasien pernah mempunyai riwayat /sedang
menderita penyakit ISPA
d. Kaji drainase telinga
e. Kaji penerimaan pasien terhadap gangguan kecemasan,
takut, marah.
2. PEMERIKSAAN FISIK
a. Inspeksi
1) Dilihat apakah ada cairan yang keluar dari telinga
2) Adanya edema hiperemesis dan berair
3) Kulit liang telinga berwarna merah
b. Palpasi
1) Pasien mengeluh nyeri apabila liang telinga diraba
2) Teraba benjolan lunak dan kemerahan
3. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan garpu tala dan audiometer menunjukan adanya tuli
konduktif
b. Pemeriksaan hidung dan tenggorokan untuk menentukan penyebab
dari penyumbatan tuba eustacheus
c. Pemeriksaan bakteriologi hapusan dan nanah untuk mengetahui
organisme penyebab dan kepekaan terhadap antibiotika
d. Pemeriksaan rontgen mastoid menunjukan mastoid yang sklerotin atau
pengurangan jumlah sel udara
e. Tes rinne, webber dan swabach
f. Otoskopy ditemukan membran tympani tampak merah, bengkak seta
mengeluarkan nanah
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pre operasi
a. Nyeri akut b.d peradangan membran
tympani
b. Gangguan sensori persepsi pendengaran
b.d perubahan transmisi sensori
c. Infeksi b.d peradangan membran
tympani
d. Gangguan pola tidur b.d nyeri
peradangan
e. Risiko injuri b.d hilang/berkurangnya
kemampuan pendengaran
f. Ansietas keluarga b.d perubahan status
kesehatan pasien
g. Kurang pengetahuan keluarga b.d
keterbatasan informasi/ salah intepretasi penyakit.
2. Post operasi
a. Nyeri akut b.d diskontinuitas jaringan
b. Risiko infeksi b.d luka insisi
D. EVALUASI
1. Diagnosa 1
a. Pasien mengetahui penyebab dari nyeri
b. Pasien dapat mendeteksi dengan segera adanya serangan dari nyeri
c. Pasien dapat mengurangi nyeri dengan tanpa menggunakan obat
d. Pasien dapat menggunakan obat anti nyeri sesuai dengan resep yang
dianjurkan
2. Diagnosa 2
a Menunjukan kemampuan kognitif yang baik dengan skala 5
b Menunjukan orientasi kognitif yang positif dengan skala 5
c Pasien dapat berkomunikasi secara efektif dengan skala 5
3. Diagnosa 3
a Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi dengan skala 5
b Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang
mempengaruhipenularan serta penatalaksanaan
c Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi dengan
skala 5
d Jumlah lekosit dalam batas normal dengan skala 5
4. Diagnosa 4
a Pasien dapat tidur sesuai kebutuhan berdasarkan usia
b Pasien merasa segar setelah tidur
c Pasien tidak bermasalah dengan pola, kualitas, dan rutinitas tidur
d Pasien dapat terjaga dengan waktu yang sesuai
5. Diagnosa 5
a Pasien dapat menghindari trauma yang terjadi pada telinganya dengan
skala 5
b Pasien mampu menjaga kebersihan telinga untuk mencegah infeksi
c Pasien dapat menggunakan alat pelindung telinga
d Pasien mampu mengikuti tes pendengaran secara periodik dengan
skala 5
6. Diagnosa 6
a Pasien atau keluarga dapat mengontrol intensitas kecemasanya sendiri
dengan skala 5
b Pasien atau keluarga dapat menghilangkan tanda-tanda kecemasan
pada dirinya dengan skala 5
c Pasien atau keluarga dapat mendemonstrasikan upaya mengontrol
kecemasan dengan skala 5
7. Diagnosa 7
a Keluarga familiar dengan proses penyakit
b Keluarga dapat mendeskripsikan faktor penyebab
c Keluarga dapat mendeskripsikan tanda dan gejala penyakit
d Keluarga dapat mendeskripsikan komplikasi yang dapat terjadi
e Keluarga dapat mendeskripsikan tindakan untuk menurunkan
progresifitas
8. Diagnosa 8
a Melaporkan nyeri berkurang, skala <3 dengan skala indikator 5
b Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
c Mengenali gejala-gejala nyeri
d Mencari bantuan tenaga kesehatan
9. Diagnosa 9
a Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
c Jumlah leukosit dalam batas normal dengan skala 5
d Menunjukan prilaku hidup sehat
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3. Jakarta : Media
Asculapius
Cody, D dan Thane. R. 1993. Penyakit telinga, hidung dan tenggorokan. Jakarta :
EGC
Pracy, R, J, siegler dan P. M. Stell. 1985. Pelajaran ringkas telinga, hidung dan
tenggorokan. Jakarta : Gramedia
Reeves,C. Gayle Roux dan Robin Loekhart. 2001. Keperawatan medikal bedah
edisi pertama alih bahasa Joko Setiono. Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer, S. C. dan Brenda G. Bare. 2001. Buku ajar keperawatan medikal bedah
edisi 8 alih bahasa Agung Waluyo. Jakarta : EGC
http :// www. nlm. nih. gov / medlineplus/ ency/ magepages/ 1092. htm)
www. Google.com
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN OTITIS MEDIA
MATA KULIAH KEPERAWATAN ANAK
Dosen Pengampu : Wahyudi SKp Ns
Disusun oleh :