Professional Documents
Culture Documents
KEPERAWATAN GERONTIK
oleh:
Kelompok 3/E 2016
Linda Fitriawati 162310101241
Emha Ayu L. 162310101267
Madinatul Munawaroh 162310101272
Moch. Cahyo Almulqi 162310101294
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul "Penuaan Sistem Urinaria Pada Lansia". Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik. Dalam
menyusun makalah ini, penulis memperoleh bantuan serta bimbingan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih
kepada:
1. Ns. Latifa Aini S. selaku dosen Penanggung Jawab Mata Kuliah
Keperawatan Gerontik
2. Ns. Hanny Rasni selaku dosen pengampu tugas makalah Penuaan Sistem
Urinaria Pada Lansia
3. Kedua orang tua yang senantiasa memberikan dukungan dan motivasinya
untuk kami dalam menyelesaikan makalah
4. Teman-teman Program Studi Ilmu Keperawatan, kelas E 2016 khususnya
yang tak pernah lelah memberikan tawanya
Penyusun menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun guna sempurnanya makalah ini. Penulis berharap semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi untuk kedepannya.
Penyusun,
Kelompok 3
BAB 1. PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, makalah ini mempunyai tujuan
sebagai beriku:
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui dan menerapkan asuhan keperawatan pada lansia yang
mengalami inkontinensia urin
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui konsep dasar inkontinensia urin pada lansia
b. Mengetahu faktor penyebab lansia mengalami inkontinensia urin
c. Mengetahu pencegahan dan penatalaksanaan inkontinensia urin
d. Mengetahui asuhan keperawatan pada lansia dengan inkontinensia
urin
e. Mengetahui pengaruh kegel exercise dalam meningkatkan kekuatan
otot panggul sebagai intervensi untuk lansia dengan inkontinensia
urin.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Bermanfaat sebagai pengetahuan dan proses pembelajaran yang selanjutnya
dapat dikembangkan sebagai bahan untuk penelitian ataupu intervensi yang dapat
diberikan pada pasien khususnya lansia yang mengalami inkontinensia urin.
1.4.2 Bagi Masyarakat
Memberikan informasi tambahan bagi masyarakat sebagai upaya
peningkatan kesehatan utamanya dalam mencegah inkontinensia pada lansia.
Sehingga masyarakat dapat mengetahui serta menerapkan intervensi keperawatan
terkait dengan inkontinensia urin.
1.4.3 Bagi Tenaga Kesehatan
Sebagai intervensi tambahan yang dapat diterapkan dalam memberikan
asuhan keperawatan, utamanya pada pasien yang mengalami penurunan fungsi
sfingter sehingga kesulitan dalam menahan BAK ataupun BAB ataupun pada
keluarga pasien tersebut.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.8 Penatalaksanaan
Menurut dr. George Dewanto, dkk dalam buku Panduan Praktis Diagnosis
dan Tatalaksanaan Penyakit Syaraf
1. Farmakologis
Terapi kandung kemih overaktif diinkasikan untuk inkontinensia urin
a. Obat antikolinegrik (propantelin, oksibutinin dan hiosiamin)
b. Musculotropic relaxants (oksibutinin, flavoksat, dan disiklomin)
c. Antidepresan trisiklik (imipramine)
d. Obat untuk meningkatkan pengosongan kandung kemih
diindikasikan untuk retensi uri
e. Prostaglandin
f. Obat untuk menurunkan resistensi saluran ke luar (sfingter uretra dan
sfingter kandung kemih) pada retensi urin
g. Penyekat andrenaligik-β
2. Non Farmakologis
Rehabilitasi yaitu
a. Terapi fisik, mobilisasi dini di sarankan untuk mengurangi
inkontinensia urin dan komplikasi lainnya seeprti nyeriakibat tekanan
b. Terapi okupasi. Aktivitas sehari-hari dan latihan merawat diri
c. Maneuver Crede adalah kopresi manual kandung kemih yang di
lakukan pada pasien fonus kandung kemih yang berkurang atau
arefleksia serta resistensi saluram keluar yang rendah
d. Rangsang nyeri pada tingkat dermatom lumbal dan sacral digunakan
untuk menimbulkan reflex kontraksi kandung kemih
e. Pengaturan waktu berkemih
f. Pembersih kateter berskala
3. Pembedahan
a. Prosedur plester, biasanya dilakukan pada wanita dengan
inkontinensia stres. Plester plastik akan diikatkan di belakang uretra,
dengan tujuan untuk menopang uretra pada posisi yang benar,
sehingga mengurangi kebocoran urine akibat tekanan.
b. Kolposuspensi. Dalam prosedur bedah ini dokter akan menaikkan
leher kandung kemih pasien, kemudian menjahitnya untuk mencegah
kebocoran saat mendapat tekanan.
c. Prosedur sling, dimana dokter akan memasang sling di sekeliling leher
kandung kemih untuk menahannya dan mencegah kebocoran urine.
Sling dapat terbuat dari bahan sintetis, jaringan tubuh bagian lain,
jaringan tubuh orang lain, atau jaringan tubuh hewan.
d. Urethral bulking agents, adalah bahan yang disuntikkan ke dinding
uretra wanita. Bahan ini akan meningkatkan ketebalan dinding uretra
sehingga lebih kuat menahan tampungan urine.
e. Pemasangan otot sphincter artifisial, adalah otot berbentuk cincin
yang akan selalu menutup untuk mencegah aliran urine dari kandung
kemih ke uretra.
f. Sistoplasti augmentasi. Pada prosedur ini, dokter dan ahli bedah akan
membuat kandung kemih penderita lebih besar dengan cara
menambahkan sebagian jaringan dari usus penderita ke dinding
kandung kemih. Namun, usai melakukan tindakan ini, penderita hanya
bisa buang air kecil melalui selang kateter.
g. Pembedahan prolaps, untuk menormalkan kembali posisi organ pada
penderita inkontinensia urine akibat prolaps organ panggul.
4. Non-Pembedahan
a. Mengubah gaya hidup penderita. Dokter akan menyarankan penderita
untuk mengurangi konsumsi kafein, menyesuaikan kadar cairan yang
dikonsumsi penderita setiap hari, dan menyesuaikan berat badan
penderita menjadi ideal.
b. Alat bantu medis. Contohnya seperti memasukkan alat kecil sekali
pakai seperti tampon ke dalam uretra sebelum melakukan aktivitas
tertentu, serta pemasangan pesarium (untuk wanita) yang dapat
membantu mencegah kebocoran urine.
c. Melatih otot-otot panggul bawah (senam kegel). Jika penderita tidak
mampu untuk membuat otot-otot tersebut berkontraksi, maka dokter
bisa menggunakan alat bantu seperti stimulasi elektrik atau kerucut
vagina.
d. Terapi intervensi. Contohnya adalah penyuntikan zat sintetis ke dalam
jaringan di sekitar uretra, penyuntikan Botox ke dalam otot kandung
kemih serta stimulasi saraf yang berfungsi mengontrol kandung kemih
dapat membantu menangani inkontinensia urine.
e. Latihan kandung kemih. Penderita akan diajari teknik untuk menahan
buang air kecil. Latihan ini biasanya membutuhkan waktu kurang
lebih satu setengah bulan.
f. Pemberian obat-obatan. Ada beberapa obat yang bisa dikonsumsi
untuk menangani inkontinensia urine seperti obat golongan
antimuskarinik, antikolinergik, obat penghambat alfa (alpha blocker),
atau obat oles estrogen.
g. Stimulasi elektrik ke beberapa saraf, seperti saraf sacralis yang
terletak pada bagian bawah punggung dan saraf posterior tibialis yang
menjalar dari kaki kaki hingga pergelangan kaki.
h. Pemasangan kateter. Ini biasanya diterapkan untuk mengurangi
terjadinya inkontinensia luapan.
2.9 Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Adapun data-data yang akan dikumpulkan dikaji pada asuhan
keperawatan klien dengan diagnosa medis Inkontinensia Urine :
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, agama/kepercayaan, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, alamat, diagnosa
medis.
2) Keluhan Utama
Pada kelayan Inkontinensia Urine keluhan-keluhan yang ada adalah
nokturia, urgence, disuria, poliuria, oliguri, dan staguri.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Memuat tentang perjalanan penyakit sekarang sejak timbul keluhan,
usaha yang telah dilakukan untuk mengatasi keluhan.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya penyakit yang berhubungan dengan ISK (Infeksi Saluran
Kemih) yang berulang. penyakit kronis yang pernah diderita.
5) Riwayat Penyakit keluarga
Apakah ada penyakit keturunan dari salah satu anggota keluarga yang
menderita penyakit Inkontinensia Urine, adakah anggota keluarga yang
menderita DM, Hipertensi.
6) Pola fungsi Gordon
a. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya, saat klien sakit
tindakan yang dilakukan klien untuk menunjang kesehatannya.
b. Nutrisi/metabolic
Kaji makanan yang dikonsumsi oleh klien, porsi sehari, jenis
makanan, dan volume minuman perhari, makanan kesukaan.
c. Pola eliminasi
Kaji frekuensi BAB dan BAK, ada nyeri atau tidak saat BAB/BAK
dan warna
d. Pola aktivitas dan latihan
Kaji kemampuan klien saat beraktivitas dan dapat melakukan
mandiri, dibantu atau menggunakan alat
e. Pola tidur dan istirahat
Kaji pola istirahat, kualitas dan kuantitas tidur, kalau terganggu kaji
penyebabnya
f. Pola kognitif-perseptual
Status mental klien, kaji nyeri dengan Provokasi (penyebab),
Qualitas 9nyerinya seperti apa), Reqion (di daerah mana yang
nyeri), Scala (skala nyeri 1-10), Time (kapan nyeri terasa
bertambah berat).
g. Pola persepsi diri
h. Pola seksual dan reproduksi
kaji manupouse, kaji aktivitas seksual
i. Pola peran dan hubungan
Kaji status perkawinan, pekerjaan
j. Pola manajemen koping stress
k. Sistem nilai dan keyakinan
7) Status mental dan kognitif gerontik
a. Short Portable Mental Status Questioner (SPMSQ)
Digunakan untuk mendeteksi adanya tingkat kerusakan intelektual.
Pengujian terdiri atas 10 pertanyaan yang berkenan dengan
orientasi, riwayat pribadi, memori dalam hubungannya dengan
kemampuan perawatan diri, memori jangka panjang dan
kemampuan matematis atau perhitungan (Pfeiffer, 2002).
b. MiniMental Status Exam (MMSE)
Mini mental status exam (MMSE) menguji aspek kognitif dari
fungsi mental: orientasi, registrasi, perhatian dan kalkulasi,
mengingat kembali dan bahasa. Nilai kemungkinan ada 30, dengan
nilai 21 atau kurang biasanya indikasi adanya kerusakan kognitif
yang memerlukan penyelidikan lanjut. Pemeriksaan memerlukan
hanya beberapa menit untuk melengkapi dan dengan mudah dinilai,
tetapi tidak dapat digunakan sendiri untuk tujuan diagnostic. karena
pemeriksaan MMSE mengukur beratnya kerusakan kognitif dan
mendemonstrasikan perubahan kognitif pada waktu dan dengan
tindakan. Ini merupakan suatu alat yang berguna untuk mengkaji
kemajuan klien yang berhubungan dengan intervensi. Alat
pengukur status afektif bdigunakan untuk membedakan jenis
depresi serius yang mempengaruhi fungsi-fungsi dari suasana hati.
Depresi adalah umum pada lansia dan sering dihubungkan dengan
kacau mental dan disorientasi, sehingga seorang lansia depresi
sering disalah artikan dengan dimensia. Pemeriksaan status mental
tidak dengan jelas membedakan antara depresi dengan demensia,
sehingga pengkajian afektif adalah alat tambahan yang penting.
c. Pola persepsi diri perlu dikaji, meliputi; harga diri, ideal diri,
identitas diri, gambaran diri.
8) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik yang digunakan adalah B1-B6 :
a) B1 (breathing)
Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis karena
suplai oksigen menurun. kaji ekspansi dada, adakah kelainan pada
perkusi.
b) B2 (blood)
Terjadi peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan
gelisah
c) B3 (brain)
Kesadaran biasanya sadar penuh
d) B4 (bladder)
Inspeksi :periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau
menyengat karena adanya aktivitas mikroorganisme (bakteri)
dalam kandung kemih serta disertai keluarnya darah apabila ada
lesi pada bladder, pembesaran daerah supra pubik lesi pada meatus
uretra, banyak kencing dan nyeri saat berkemih menandakan
disuria akibat dari infeksi, apakah klien terpasang
kateter sebelumnya. Palpasi : Rasa nyeri di dapat pada daerah supra
pubik / pelvis, seperti rasa terbakar di uretra luar sewaktu kencing /
dapat juga di luar waktu kencing.
e) B5 (bowel)
Bising usus adakah peningkatan atau penurunan, Adanya nyeri
tekan abdomen, adanya ketidaknormalan perkusi, adanya
ketidaknormalan palpasi pada ginjal.
f) B6 (bone)
Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan
ekstremitas yang lain, adakah nyeri pada persendian.
9) Pemeriksaan Penunjang
a) Urinalilsis
Hematuria
Poliuria
Bakteriuria
b) Pemeriksaan Radiografi
IVP (Intravenuos pyelographi) Memprediksi lokasi ginjal dan
ureter
VCUG (Vciding Cysitoutherogram) Mengkaji ukuran, bentuk,
dan fungsi UV, melihat adanya obstuksi (Terutama obstruksi
prostat) Mengkaji PVR (Post Voiding Residual)
c) Kultur urine
Steril
Pertumbuhan tidak bermakna (100.000 koloni/ml)
Organisme
6. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan tidak adanya sensasi untuk
berkemih dan kehilangan kemampuan untuk menghambat kontraksi
kandung kemih
2. Resiko infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter dalam waktu
yang lama.
3. Resiko kerusakan integitas kulit yang berhubungan dengan irigasi konstan
oleh urine.
4. Resiko kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat
7. Intervensi
No. Diagnosa Tujuan dan Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil
1. Gangguan Setelah diberikan asuhan 1. Kaji kebiasaan pola
eliminasi urin keperawatan selama ....x24 berkemih dan
berhubungan jam diharapkan klien akan gunakan catatan
dengan tidak bisa melaporkan suatu berkemih sehari.
adanya sensasi pengurangan/penghilangan R: Berkemih yang sering
untuk berkemih inkontinensia Dengan dapat mengurangi
dan kehilangan Kriteria hasil: Klien dapat dorongan beri distensi
kemampuan mengatakan penyebab kandung kemih
untuk kapan pasien akn 2. Ajarkan untuk
menghambat berkemih membatasi masukan
kontraksi cairan selama malam
kandung hari
kemih. R: Pembatasan cairan
pada malam hari dapat
mencegah terjadinya
enurasis
3. Bila masih terjadi
inkontinensia kurangi
waktu antara
berkemih yang telah
direncanakan
R: Kapasitas kandung
kemih mungkin tidak
cukup untuk menampung
volume urine sehingga
diperlukan untuk lebih
sering berkemih.
4. Instruksikan klien
batuk dalam posisi
litotomi, jika tidak
ada kebocoran, ulangi
dengan posisi klien
membentuk sudut 45,
lanjutkan dengan
klien berdiri jika
tidak ada kebocoran
yang lebih dulu.
R: Untuk membantu dan
melatih pengosongan
kandung kemih.
5. Pantau masukan dan
pengeluaran, pastikan
klien mendapat
masukan cairan 2000
ml, kecuali harus
dibatasi.
R: Hidrasi optimal
diperlukan untuk
mencegah ISK dan batu
ginjal.
6. Kolaborasi dengan
dokter dalam
mengkaji efek
medikasi dan
tentukan
kemungkinan
perubahan obat, dosis
/ jadwal pemberian
obat untuk
menurunkan
frekuensi
inkonteninsia.
3.3 Kasus
1. Identitas Klien
a) Identitas diri klien :
Nama Klien : Ny.S
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 89 tahun
TB/BB: 150cm/30kg
Status Perkawinan : Cerai mati
Golongan darah : -
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Jl.Kalimantan 10 No 26
b) Identitas Penanggung jawab
Nama Klien : Tn. P
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 50 tahun
Status perkawinan : Kawin
Suku : Jawa
Pendidikan : S2
Pekerjaan : Dosen
Alamat : Jl.Kalimantan 10 No 26
2. Riwayat Usia Lanjut
a) Pekerjaan : SKKA (Guru SMK)
b) Riwayat masuk panti :-
c) Jumlah dan hubungan keluarga yang masih ada: Ny. S masih memiliki
seorang putra yang merawatnya saat ini, 6 cucu, dan 4 cicit.
Genogram
Keterangan
: Perempuan
: Laki-laki / : meninggal
b) Pola Eliminasi
Kebiasaan BAK Kebiasaan BAB
Pasien mengatakan dapat pergi Pasien mengatakan terkadang
ke kamar mandi sendiri tidak dapat mencapai kamar
menggunakan kruk, namun saat mandi ketika ingin BAB,
ingin BAK pasien kesulitan sehingga pasien BAB
untuk menahan BAKnya disembarang tempat
sehingga perlu menggunakan
popok.
c) Pola Toileting
1) Mandi : Pasien mampu mandi sendiri secara mandiri
2) Gosok Gigi : Pasien juga mampu gosok gigi secara mandiri
3) Keramas : Pasien mengungkapkan keramas saat mandi, namun tidak
terlalu sering
3.5 Pola Tidur dan Istirahat
Klien mengalami gangguan pola tidur dengan durasi tidur bangun tidur
kembali selama waktu kurang lebih 2 jam
Analisa data
No. Data Penunjang Etiologi Masalah
1. Ds: Kelemahan fisik Inkontinensia
Pasien mengatakan tidak urinarius dorongan
dapat merasakan sensasi Melemahnya
ingin BAK, sehingga neuromuskular
harus menggunakan
popok Melemahnya sensasi
Do: BAK
Pasien terlihat
menggunakan popok Menurunnya
kemampuan menahan
keluarnya urine
2. DS: Usia >80 tahun Sindrom lansia lemah
- Pasien mengatakan
membutuhkan
bantuan untuk dapat Mengalami penurunan
duduk dari posisi kekuatan otot
berbaring
- Pasien mengatakan
terkadang merasa Kelemahan
takut akan kematian
dan merasa sedih
karena merasa kesedihan
waktunya kurang
DO:
- Pasien membutuhkan
tongkat/kruk untuk
berpindah
- Usia 89 tahun
- Pasien tampak lemah
- Pasien mengalami
penurunan kekuatan
otot
Ds: Penurunan indra Resiko Cedera
Pasien mengatakan penglihatan dan
penglihatan dan pendengaran
pendengarannya
mengalami penurunan
fungsi Kelemahan fisik
Do:
Pasien terlihat memakai
kruk saat berpindah Resiko jatuh
tempat meningkat
Pasien mudah
terbangun
Diagnosa Keperawatan:
1. Inkontinensia urinarius dorongan b.d kelemahan struktur panggul d.d sensasi
ingin berkemih, berkemih sebelum mencapai toilet
2. Sindrom lansia lemah b.d penurunan kekuatan otot d.d penggunaan alat bantu
untuk berpindah, mudah letih dan lemah, pasien merasakan kesedihan.
3. Resiko cedera b.d difungfungsi integritas sensori
4. Gangguan pola tidur b.d gangguan lingkungan eksternal d.d tidak dapat
mempertahankan tidur, mudah terbangun setiap 2 jam.
Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan NOC NIC TTD
1 Inkontinensia urinarius Tujuan Perawatan Inkontinensia Urine
dorongan b.d Diharapkan dalam 7x24 gangguan eliminasi urine 1. Identifikasi faktor penyebab
kelemahan struktur pasien dapat teratasi inkontinensia pada pasien
panggul d.d sensasi Kriteria hasil 2. Monitor eliminasi urin, meliputi
ingin berkemih, Kontinensia urine frekuensi, konsistensi, bau, volume
berkemih sebelum Kriteria 1 2 3 4 5 dan warna urine
mencapai toilet Mengenali keinginan * 3. Modifikasi pakaian dan lingkungan
untuk berkemih untuk mempermudah akses ke toilet
Respon berkemih * 4. Bersihkan kuliat sekitar are genetalia
sudah tepat waktu secara teratur
Memulai dan * 5. Batasi intake cairan 2-3 jam sebelum
menghentikan aliran tidur
urine
Mengosongkan *
kantong kemih
sepenuhnya
Bisa menggunakan *
toilet sendiri
Keterangan:
1: Sangat terganggu
2: Banyak terganggu
3: Cukup terganggu
4: Sedikit terganggu
5: Tidak terganggu
2. Sindrom Lansia Lemah Tujuan: Peningkatan latihan
b.d penurunan Setelah dilakukan asuhan keperawatan, integritas 1. dukung ungkapan perasaan mengenai
kekuatan otot d.d hidup pasien dapat meningkat latihan atau kebutuhan untuk melakukan
penggunaan alat bantu KH: latihan
untuk berpindah, 1. Ikut serta dalam latihan untuk meningkatkan 2. informasikan individu mengenai
mudah letih dan lemah, kekuatan secara optimal manfaat kesehatan dan efek fisiologi
pasien merasakan 2. Kekuatan otot dapat dioptimalkan latihan
kesedihan 3. Menyatakan penerimaan terhadap situasi 3. bantu pasien untuk meningkatkan
motivasi diri dan penguatan
Dukungan emosional
1. dorong pasien untuk mengekspresikan
perasaan cemas, marah, atau sedih
2. Fasilitasi pasien untuk mengidentifikasi
pola respon yang biasanya dipakai ketika
menghadapi rasa takut.
Penghargaan
1. berikan umpan balik positif untuk
mendorong dan memperatankan perilaku
baru
2. berikan motivasi
3 Resiko cedera b.d Tujuan Terapi latihan: ambulasi
menurunnya Diharapkan dalam 3x24 resiko cedera pasien dapat 1. Bantu pasien untuk menggunakan alas
penglihatan dan teratasi kaki yang memfasilitasi pasien untuk
pendengaran pasien. Kriteria hasil berjalan dan mencegah cedera
Kontrol resiko 2. Sediakan tempat tidur berketinggian
Kriteria 1 2 3 4 5 rendah, yang sesuai
Mengenali faktor * 3. Bantu pasien untuk berpindah, sesuai
resiko individu kebutuhan
Memonitor faktor * 4. Terapkan/sediakan alat bantu untuk
resiko individu ambulasi, jika pasien tidak stabil
Mengenali faktor * 5. Monitor penggunaan kruk pasien atau
resiko di lingkungan alat bantu berjalan lainnya.
Mengembangkan * 6. Dorong pasien independen dalam
strategi yang efektif batas aman
dalam mengontrol
resiko
Berkomitmen akan *
strategi kontrol
resiko
Keterangan:
1: Tidak pernah menunjukkan
2: Jarang menunjukkan
3: Kadang-kadang menunjukkan
4: Sering menunjukkan
5: Secara konsisten menunjukkan
4. Gangguan pola tidur Tujuan Terapi relaksasi
b.d gangguan Diharapkan dalam 3x24 gangguan pola tidur pasien 1. Berikan deskripsi detail terkait
lingkungan eksternal dapat teratasi intervensi relaksasi yang dipilih
d.d tidak dapat Kriteria hasil 2. Dorong klien untuk mengambil
mempertahankan tidur, Tidur posisi yang nyaman dengan pakaian
mudah terbangun setiap Kriteria 1 2 3 4 5 longgar dan mata tertutup
2 jam. Kualitas tidur * 3. Spesifikkan isi intervensi relaksasi
Pola tidur * (misalnya, dengan meminta saran
Perasaan segar * perubahan)
setelah tidur 4. Minta klien untuk rileks dan
Keterangan: merasakan sensasi yang terjadi
1: Sangat terganggu 5. Tunjukkan dan praktikkan teknik
2: Banyak terganggu relaksasi pada klien
3: Cukup terganggu 6. Antisipasi kebutuhan penggunaan
4: Sedikit terganggu relaksasi
5: Tidak terganggu
Kriteria 1 2 3 4 5
Kesulitan memulai *
tidur
Tidur yang terputus *
Keterangan:
1: Berat
2: Cukup berat
3: Sedang
4: Ringan
5: Tidak ada
DAFTAR PUSTAKA
Buku ajar Boedhi–Darmojo Geriatri ( Ilmu Kesehatan Usia Lanjut ) Balai penerbit
UI. https://id.scribd.com/doc/198771799/Penatalaksanaan-Dan-
Pencegahan-Inkontinensia-Urine
Fatmawati, T.Y. dan Agustina. 2017. The Effect of Health Education Toward
Knowledge of The Elderly in Management Risk Of Urinary
Incontinence. Jurnal Akademika Baiturrahim Jambi. 7(2) : 100-107
Hartini, T., E.B.S. Bharaty., dan T. Sulastri. 2018. The Influence og Kegel
Exercise on Urine Incontinension Reduction in Elderly. Asian Journal of
Applied Sciences. 6(5): 386-389
Miller, C.A. (2012). Nursing For Wellness in older adult: theory and practice.
Philadelphie: Lippincott Williams & Wilkin
Novera, M. 2017. Pengaruh Senam Kegel Terhadap Frekuensi BAK pada Lansia
dengan Inkontinensia Urine. Jurnal Ipteks Terapan. 11(3): 240-245
Nuari, N.A. dan D. Widayati. 2017. Gangguan pda Sistem Perkemihan &
Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta: Deepublish.
Keterangan:
a. 130 : mandiri
b. 65-125 : ketergantungan sebagian
c. 60 : ketergantungan total
Setelah dikaji didapatkan skor : 130 yang termasuk dalam kategori
mandiri
Interpretasi hasil:
a. Salah 0-3: fungsi intelektual utuh
b. Salah 4-5 : kerusakan intelektual ringan
c. Salah 6-8 : Kerusakan intelektual sedang
d. Salah 9-10: Kerusakan intelektual berat
SOP SENAM KEGEL
HALAMAN:
NO DOKUMEN: - NO. REVISI: -
PROSEDUR 2-4
TETAP TANGGAL TERBIT: DITETAPKAN OLEH:
26 November 2013 Kelompok5
1. PENGERTIAN Suatu latihan otot dasar panggul Puboccoccygeus
(PC) atau Pelvic Floor Muscle yang digunakan
untuk terapi pada seseorang yang tidak mampu
mengontrol keluarnya urine.
2. TUJUAN a. Menguatkan otot-otot yang mengontrol aliran
urine (air seni)
b. Untuk mengatasi urgo
incontinence/inkontinensia urgensi (keinginan
berkemih yang sangat kuat sehingga tidak
dapat mencapai toilet tepat pada waktunya)
c. Lansia dapat mengontrol berkemih
d. Menghindari resiko jatuh pada lansia akibat
air kencing (urine) yang tercecer.
3. INDIKASI Klien lansia yang mengalami permasalahan miksi
dalam pengontrolan otot dasar panggulnya.
4. KONTRAINDIKASI Klien lansia yang sudah tidak memiliki
kemampuan mengontrol eliminasi karena akan
menambah frustasi pada lansia.
5. PERSIAPAN a. Berikan salam, perkenalkan diri anda.
KLIEN b. Bina hubungan saling percaya
c. Jelaskan kepada klien tentang prosedur
tindakan yang akan dilakukan
d. Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
e. Atur posisi klien sehingga merasakan aman
dan nyaman
6. PERSIAPAN ALAT a. Pakaian olah raga atau pakaian yang longgar
b. Arloji
c. Matras/Karpet/kursi
d. Tape Recorder + lagu (pelengkap)
e. Peralatan eliminasi jika memungkinkan
f. Ruangan yang nyaman dan tenang
7. TAHAP KERJA
1. Berisalam, perkenalkan nama dan tanggung jawab perawat.
2. Panggil klien dengan nama kesukaan klien.
3. Jelaskan kepada klien tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan.
4. Beri kesempatan pada klien untuk bertanya.
5. Atur posisi klien sehingga merasakan aman dan nyaman.
6. Posisikan klien duduk tegak pada kursi dengan panggul dan lutut
tersokong dengan rileks (dapat pula dengan tidur terlentang di atas
matras/karpet dengan lutut di tekuk)
7. Badan sedikit membungkuk dengan lengan menyangga pada paha.
8. Konsentrasikan otot dasar panggul seperti menahan buang air besar
dan berkemih.
9. Rasakan kontraksi otot dasar panggung.
10. Pertahan kankontraksi sebatas kemampuan lansia (kurang lebih 10
detik).
11. Rileks, rasakan otot dasar panggul yang rileks selama kurang lebih 10
detik.
12. Kontraksikan otot panggul kembali, pastikan otot panggul
berkontraksi dengan benar tanpa ada kontrkasi otot perut, (misal:
jangan menahan nafas) dengan meletakkan tangan pada perut lansia.
13. Rileks, rasakan kembali perbedaan saat berkontraksi dan rileks.
14. Sesekali kontraksi dipercepat dan pastikan tidak ada kontraksi otot
yang lain.
15. Lakukan kontraksi yang cepat beberapa kali. Pada latihan awal,
lakukan tiga kali pengulangan karena otot yang lemah akan mudah
lelah.
16. Latih untuk mengkontraksikan otot dasar panggul dan
mempertahankannya sebelum dan selama aktivitas tertawa, batuk,
bersin, mengangkat benda, bangun dari kursi atau tempat tidur dan
jogging.
17. Target latihan ini adalah 10 kali kontraksi lambat dan 10 kali
kontraksi cepat. Tiap kontraksi dipertahankan 10 hitungan. Latihan
dilakukan selama 6-8 kali sehari atau setiap saat dapat melakukannya
minimal selama 6 minggu, sehingga akan didapatkan hasil yang
optimal dari program latihan.
18. Evaluasi respon klien.
19. Berikan reinforcement positif.
20. Lakukan kontrak untuk latihan atau exercise selanjutnya.
21. Akhiri pertemuan dengan cara yang baik.
8. HASIL:
a. Lansia mampu mengontrol berkemih.
b. Lansia tidak beresiko jatuh akibat air kecing yang tercecer.
9. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
a. Tekankan bahwa senam ini merupakan latihan otot dasar panggul
secara aktif.
b. Senam kegel dapat dilakukan pada saat lansia berkemih yaitu dengan
cara menghentikan aliran air seni sampai beberapa kali.
c. Senam kegel dapat dilakukan dalam posisi apapun, yaitu coba untuk
mengkontraksikan otot dasar panggul dengan merasakan peningkatan
kekuatan otot sambil menghitung 1-10 kemudian rileks kembali.
LAMPIRAN III. FORM PENILAIAN TUGAS MAKALAH
Pembimbing,
(................................................)
NIP.
LAMPIRAN IV. FORM PENILAIAN PRESENTASI
Pembimbing,
(................................................)
NIP.