You are on page 1of 7

ASWAJA

A. TA’RIF ASWAJA
Mungkin Ibnu Majah tidak akan menyangka jika salah satu hadits yang dia bukukan
akan menjadi polemik yang berkepanjangan di kalangan pemikir Islam . Sebuah hadits
yang sampai saat ini sering digunakan sebagai klaim kebenaran aliran Islam tentang
keberadaan satu-satunya golongan dalam agama Islam yang selamat yaitu Ma ana
‘alaihi Wa ash-haabih yang kemudian diidentikkan dengan istilah ahlussunnah wal
Jamaah, terlepas kontrofersi akan keshohihan hadits tersebut. Yang jelas istilah
Aswaja (ahlussunnah Wal Jamaah) yang dilahirkan dari rahim hadits tersebut pada
perkembangan sejarah selanjutnya telah merambah pada wilayah ‘Ilmu Kalam terus
masuk pada wilayah Madzhab dan bahkan kini telah dijustifikasi atau mungkin
dipaksakan untuk menjadi sebuah ideology.
Ahlussunnah Wal Jamaah (bukan ahlus sun wal Jima’) yang lahir dan berproses
dalam sejarah , saat ini telah menjadi sebuah term yang tidak jelas, sulit didefinisikan
dan terkesan mengalami penyempitan makna dan pengingkaran terhadap factor
histories. Untuk itu perlu kiranya kita mencoba membedah dan mendudukkan istilah
tersebut secara arif dan jujur dalam rangka membangun kembali esensi aswaja untuk
bisa dijadikan Manhajul Fikri seperti yang telah dirintis oleh kang Said Aqiel Siradj
Pada tahun 1995 yang sebenarnya sangat tepat untuk dibawa pada sebuah pendekatan
ideologi .
A. PENGERTIAN DAN HISTORISITAS
Ahlussunnah jika dipilah secara Harfiah bisa dibagi menjadi dua istilah yakni
ahlussunnah dan Al Jamaah. Ahlussunnah dapat didefinisikan sebagai berikut :
1. Golongan yang mewarisi hadits Nabi yang shohih (Duhr Al Islam, Ahmad Amin),
2. Semua yang berasal dari Nabi
3. Pengikut Nabi
Sedang beberapa pendefinisian Al Jamaah yang bisa kami tampilkan disini antara lain
:
1. Mayoritas umat Islam, Jamaah terbesar dan umat terbesar (Sadru syarih Al
Mahbubi)
2. Jalan yang di bangun oleh para shahabat Nabi (Imam Zubaidi)
3. Al I’tishan (Syatibi) , al jamaah menyangkut lima pengertian
a. Shohabat
b. Ulama’ Mujtahid
c. Kesepakatan kaum Muslimin
d. Umat Islam dengan satu kepemimpinan
e. Umat Islam Mayoritas
Dari berbagai pendekatan definisi tersebut, dapat diambil pengertian secara tekstual
bahwa Ahlussunnah Wal Jamaah adalah :
Golongan kaum Muslimin yang mengkikuti jejak Rasulullah dan shahabat dalam
membangun metode pemahaman, dan menafsirkan nash
Selain itu ada banyak lagi pendefinisian istilah aswaja , misalnya yang di identikkan
dengan manhaj salaf, seperti yang dilontarkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah dalam
kitab Majmu’ Fatawa , beliau menyatakan bahwa Aswaja adalah manhaj yang mengikuti
atsar Rasulullah secara dhahir dan bathin, para khulafaurrasyidin dan meninggalkan segala
bid’ah yang bukan dari Rasulullah.
Dari dua pendefinisian ini dirasa cukup representatif sebagai bahan ilustrasi awal
dan tidak perlu diperdebatkan lagi berbagai perbedaan yang tidak substansi akan berbagai
definisi harfiah maupun istilah yang ada dan berkembang dalam khazanah Islam. Dan
untuk berikutnya mari kita lihat sekilas sejarah dan realitas kemunculan dan perkembangan
paham Ahlussunnah wal Jamaah demi untuk mendapatkan pemahaman yang lebih utuh.
Meskipun secara panjang lebar sejarah kemunculan aswaja sebagai sebuah paham
adalah semenjak terjadinya perseteruan antara Ali bin Abi Tholib dengan Mu’awiyah, yang
kemudian muncul kelompok khowarij dan murji’ah hingga mu’tazilah, namun kita akan
melihat lebih jelas pada kemunculan paham aswaja yang dibawa Abu Hasan al Asyari
(873-935 H). Beliau pada awalnya adalah tokoh utama paham Mu’tazilah di Basrah murid
dari Al Juba’i. Kompetisi teologi pada saat itu memang sangat menguntungkan bagi kaum
mu’tazilah sehingga menempatkan paham itu sebagai ideology Negara. Sedangkan
golongan/komunitas ahlu hadits sebagai salah satu unsur penting pembentuk paham
aswaja pada saat itu sangat termarginalkan bahkan mengalami tekanan berat oleh
penguasa. Sampai pada saat kepemimpinan Daulah Abasyiah berada di tangan Al
Mutawakil ,ideology Mu’tazilah mengalami penggusuran dan disatu sisi paham Ahlul
Hadits mulai mendapat tempat.
Asy’ari yang kemudian meninggalkan paham mu’tazilah dan membuat sebuah
rumusan pemahaman kalam (yang dikenal dengan paham Asy’ariah) dan mendudukkan
secara arif mengenai ; salafiah(tekstualis) vs ahlur ra’yu(rasionalis), jabariah(fatalism) vs
qadariah (Freewillism). Dia membangun rumusan kalam dan melakukan sintesis terhadap
pemahaman mu’tazilah yang sangat menkedepankan akal dan logika dengan paham ahlu
hadits (Ahmad bin Hambal dkk) yang cenderung tekstual terhadap pemahaman agama. Hal
ini tampak jelas dalam 2 kitab yang dia susun yaitu Al Istihsan yang berisi tentang perlunya
penggunaan Ilmu Kalam dan Mantiq (logika/akal) dalam menyentuh ajaran Islam, serta Al
lbanah yang tentang keterbatasan akal (rasionaltas) dalam memahami ajaran Islam.
Paham asy’ariah yang berisi berbagai konsep berfikir dan kerangka metodologis
kalam dalam membaca ajaran islam baik menyangkut masalah ilahiyah maupun insaniyah
tersebut kemudian berkembang pesat dan semakin dibesarkan oleh tokoh-tokoh pemikir
Islam di era sesudahnya seperti Al Juwaini, Al Baqillani , dan Imam Ghozali. Bahkan Al
Ghozali sebagai salah satu Tokoh utama kaum sunny, lewat Ihya’ Ulumuddin-nya bisa
menempatkan tasawwuf secara proporsional ditengah konfrontasi Ilmu tashawuf antara
tashawwuf salafi dan falsafati sehingga beliau mendapat gelal Hujjattul Islamm (sumber
rujukan umat Islam), dan hal ini semakin memperkuat posisi Aswaja sebaga paham yang
dianut mayoritas umat Islam sampai saat ini.
Sejak itulah Aswaja sebagai sebuah pemahaman komprehensif seolah-olah sudah
dikatakan final dalam membangun tauhid Islam, bahkan telah termaterialkan dalam segala
produk-produk ijtihad baik diwilayah I’tiqod maupun syariat. Namun rupanya sukses
kaum sunny dalam mengusung Aswaja sehingga bisa diterima umat Islam tersebut malah
membawa dampak pada kemunduran dan penyempitan Aswaja dimana sejarah telah
mengawalinya sebagai sebuah metodologi pemahaman menjadi sebuah madzhab yang
kaku dan ekslusif. Dan hal ini semakin parah ketika kemudian diiringi dengan
bermunculannya berbagai organisasi gerakan Islam yang menempatkan Aswaja sebagai
Madzhab yang dibakukan dengan berbagai versi yang berbeda.
Untuk itu perlu kita ungkap kembali sejarah dan kita bongkar bagaimana aswaja lahir
dalam khazanah Islam dalam rangka untuk menempatkan aswaja sebagaimana mestinya,
bukan merupakan aqwal yang sudah final.

Aswaja sebagai realitas


masyarakat pada jaman Nabi

Ahlul Hadits dan thabi’in yang memisahkan Proses sejarah kalam yang memunculkan
diri dari pertikaian politik dan kalam Mu’tazilah, syi’ah, murji’ah serta
(Sofyan Ats Tsauri, ahmad bin Hanbal) teologi as’ariyah dan kronimya

Kemunculan Aswaja sebagai paham


Golonngan anti kalam yang teologi ,sebuah komposisi akal dan Naql Gerakan pemikiran
kemudian menamakan (Quran dan Sunnah) dalam menyentuh rasionalis sebagai
dirinya pendiri manhaj ajaran Islam (Al Asyari dan Al Maturidi) manifestasi dari
aswaja (manhaj salaf) paham Mu’tazilah
[Ibnu Taymiyah cs]

Pembakuan Aswaja sebagai suatu


pemahaman madzhabi dengan Islam Liberal dan berbagai
berbagai prinsip-prinsip dasar macam gerakan dekonstruksi
(Al Juwaini, Imam Ghozali dll) Islam (termasuk pmii?)

Gerakan Salaf, Wahabi,


LJASWJ, gerakan
fundamentalism Islam Kemunculan gerakan atau ormas Islam dengan
berbagai macam versi pembakuan Aswaja
NU, Muhammadiyah, Persis dll

Aswaja Inklusif yang mencoba mengembalikan esensi dan prinsip


dasar dan menempatkan aswaja sebagai sebuah kerangka berfikir
(Manhajul Fikri)

Gambar 1Alur historical Aswaja


B. ASWAJA SEBAGAI MANHAJUL FIKR DAN TRANSFORMASI SOSIAL
Sebagai upaya ‘kontektualisasi’ dan aktualisasi aswaja tersebut, rupanya perlu bagi
PMII untuk melakukan pemahaman metodologis dalam menyentuh dan mencoba
mengambil atau menempatkan Aswaja sebagai ‘sudut pandang/perspektif’ dalam
rangka membaca realiatas Ketuhanan, realitas manusia dan kemanusiaan serta realitas
alam semesta. Namun tidak hanya berhenti sampai disitu , Aswaja sebaga Manhajul
Fikri harus bisa menjadi ’busur’ yang bisa menjawab berbagai macam realitas tersebut
sebagai upaya mengkontekstualisasikan ajaran Islam sehingga benar-benar bisa
membawa Islam sebagai rohmatan Lil Alamin, dengan tetap memegang tiga prinsip
dasar Aswaja , yaitu :
1. Tawasuth .
Moderat, penengah . Selalu tampil dalam upaya untuk menjawab tantangan umat
dan sebagai bentuk semangat ukhuwah sebagai prinsip utama dalam
memanivestasikan paham Aswaja.
2. Tawazun
Penyeimbang. Sebuah prinsip istiqomah dalam membawa nilai-nilai aswaja tanpa
intervensi dari kekuatan manapun, dan sebuah pola pikir yang selalu berusaha untuk
menuju ke titik pusat ideal (keseimbangan)
3. Tasamuh
Toleransi, sebuah prinsip yang fleksibelitas dalam menerima perbedaan, dengan
membangun sikap keterbukaan dan toleransi. Hal ini lebih diilhami dengan makna
“lakum dinukum waliyadin” dan “walana a’maluna walakum a’maluku”, sehingga
metode berfikir ala aswaja adalah membebaskan, dan melepaskan dari sifat
egoistik dan sentimentil pribadi ataupun bersama.
4. Al i’tidal
Keadilan, adalah konsep tentang adanya proporsionalitas yang telah lama menjadi
metode berfikir ala aswaja. Dengan demikian segala bentuk sikap amaliah,
maqoliah dan haliah harus diilhami dengan visi keadilan
Gambar 2 Aswaja sebagai Manhajul Fikri
MUHA
MMAD
Hadits
iftiraq Garis
T KONSEP AQIDAH ijtihad
I  Ala Abu Hasan Al-
G Asy’ari
A  Ala Abu Mansyur
Al-Maturidi
R
U
M
U
S KONSEP FIQH
A
 Ala Imam
N
Syafi’i
ASWAJA-NU  Ala Imam
D Ma ana alaihi
Hanafi
 Diambil dari A
rumusan Qanun S  Ala Imam wa ashabi
Asasi KH. A Hambali (al-hadits)
Hasyim Asy’ari R  Ala Imam
Maliki Sebuah capaian
ideal identitas
ahli assunnah
wal-jamaah
KONSEP TASAWUF
 Ala Imam Junaid
Al-Baghdadi
 Ala Abu Hamid Al-
Ghazali

Rahmatan
o Analisa lil-alamin
historis
ASWAJA- o Analisa
PMII fenomeno
 Berisi logis
kajian o Analisa
sejarah antrotopol MA REAL ULUL
pergolakan ogis NHA ITAS ALBAB;
politik & o Perspektif J SOSIA
alladzina
pemikiran geo- AL- L,
yadzkurunallaha
keislaman politik FIK POLI
qiyaaman wa
masa o Perspektif TIK,
qu’udan...,
sahabat geo- EKON
OMI, wayatafakkaruna
sampai ekomi
fi halqillah
akhir o Faktor- BUDA
faktor YA
geografis
o Faktor-

You might also like