Professional Documents
Culture Documents
LAPORAN PENDAHULUAN
ASMA BRONCHIALE
1.2 Kalsifikasi
Menurut Konthen, P.G, dkk dalam buku pedoman diagnosis dan terapi
Konthen, P.G, dkk (2008; 53) asma dibagi menjadi 4 derajat yaitu:
1. Derajat I: intermitten
a) Gejala muncul kurang dari sekali dalam satu minggu
b) Kekambuhan berlangsung singkat
c) Serangan atau gejala asma pada malam hari < 2 kali dalam sebulan
d) FEV2 (Force Expiratory Volume dalam 2 detik) > 80% prediksi atau
PEF (Peak Expiratory Flow) > 80% nilai terbaik penderita
e) Variabilitas PEEF atau FEV1 < 20%
2
1.3 Etiologi
Penyebab terjadinya asma menurut Kowalak (2011), Konthen, P.G, dkk
(2008;50), dan Danusantoso (2000)
1) Faktor ekstrinsik: reaksi antigen-antibodi; karena inhalasi alergen (debu,
serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang, spora jamur, dan tepung sari rerumputan).
polen (tepung sari bunga), debu rumah atau kapang, bantal kapuk atau bulu, zat
aditif pangan yang mengandung sulfit, zat lain yang menm,bulkan sensitifitas
2) Faktor intrinsik: infeksi: para influenza virus, pneumonia, Mycoplasma,
Kemudian dari fisik: cuaca dingin, perubahan temperature atau kelembapan,
tertawa, faktor genetik, emosional; takut, cemas, dan tegang, perubahan
endokrin.
3) Iritan: kimia, polusi udara ( CO, asap rokok, parfum ).
4) Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus.
3
1.4 Patofisiologi
Menurut Smeltzer (2001:611), patologi dari asma adalah:
Asma terjadi karena adanya penyempitan pada jalan nafas dan hipereaktif
bronkus terhadap bahan iritasi, alergen, atau stimulus lain. Dengan adanya bahan
iritasi atau allergen otot-otot bronkus menjadi spasme dan zat antibodi tubuh
muncul ( immunoglobulin E atau IgE ) dengan adanya alergi. IgE di muculkan
pada reseptor sel mast dan akibat ikatan IgE dan antigen menyebabkan
pengeluaran histamine, bradikinin, anafilaktosin. Mediator tersebut akan
menyebabkan kontraksi otot polos yang menyebabkan peningkatan permeabilitas
kapiler, oedema mukosa,sekresi mukus meningkat sehingga produksi sekret
meningkat.
Respon asma terjadi dalam tiga tahap : pertama tahap immediate/ segera
yang ditandai dengan bronkokonstriksi dalam 1-2 jam (puncaknya dalam 30
menit). Dalam beberapa menit dari paparan alergen, ditemukan degranulasi sel
mast bersamaan dengan pelepasan mediator inflamasi, termasuk histamin,
prostaglandin D2, dan leukotrien C4. Zat ini menyebabkan kontraksi otot pada
saluran pernafasan serta peningkatan permeabilitas kapiler, sekresi lendir, dan
aktivasi refleks saraf. Respon asma dini ditandai dengan bronkokonstriksi yang
umumnya responsif terhadap bronkodilator, seperti agen beta2-agonis. Tahap
delayed dimana brokokontriksi dapat berulang dalam 4-6 jam dan terus-menerus 2-
5 jam lebih lama dan menghilang dalam 12-24 jam, tahap late yang ditandai
dengan peradangan dan hiperresponsif jalan nafas beberapa minggu atau bulan.
Pelepasan mediator inflamasi bilangan molekul adhesi pada epitel saluran napas
dan endotelium kapiler, yang kemudian memungkinkan sel-sel inflamasi, seperti
eosinofil, neutrofil, dan basofil, untuk melampirkan epitel dan endotelium dan
kemudian bermigrasi ke dalam jaringan jalan napas. Eosinofil melepaskan
eosinophilic cationic protein (ECP) dan protein dasar utama (MBP). Kedua ECP
dan MBP menginduksi deskuamasi epitel saluran napas dan mengekspos ujung
saraf. Interaksi ini mempromosikan hyperresponsiveness napas pada asma lebih
lanjut. Hal ini dapat terjadi pada individu dengan eksaserbasi asma ringan. Selama
serangan asthmatik, bronkiolus menjadi meradang dan peningkatan sekresi mukus.
4
Hal ini menyebabkan lumen jalan nafas menjadi bengkak dan obstruksi sehingga
ventilasi tidak adekuat terjadi penurunan P02 (hipoxia). Selama serangan astma ,
CO2 tertahan dengan meningkatnya resistensi jalan nafas selama ekspirasi, dan
menyebabkan acidosis respiratory dan hypercapnea dan dapat menimbulkan
distress nafas (Constantine, 2012).
1.7 Penatalaksanaa
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah:
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara
7
Penatalaksanaan umum
9. Cairan yang cukup, agar dapat mengencerkan reak atau dahak sehingga
mudah dikeluarkan.
10. Imunoterapi dengan jalan desensitisasi, yaitu menyuntikkan ekstrak
antigen yang menimbulkan alergi secara berulang-ulang. Ini hanya
bermanfaat pada sebagian penderita asma dengan riwayat alergi.
Penatalaksanaan khusus
Obat-obatan
a. Bronkodilator.
Obat utama yang mengatasi obstruksi saluran napas adalah
bronkodilator, tiga golongan bronkodilator adalah simpatomimetik,
antikolinergik dan golongan xanthin.
b. Kortikosteroid
Kortikosteroid paling sering digunakan pada asma, manfaatnya
sangat jelas terutama pada asma akut berat, walaupun mekanisme
kerjanya belum diketahui secara pasti; selain bersifat sebagai anti
radang, obat ini juga bekerja meningkatkan kerja obat-obat perangsang
adenoreseptor. Kortikosteroid topikal seperti beklomethason dipropionat
dan budesonide yang diberikan secara inhalasi memberikan manfaat
dalam mencegah EIA dan menurunkan hiperreaktivitas bronkus serta
mempunyai efek samping yang sangat kecil.
d. Antihistamin
Yang digunakan adalah ketotifen, anti histamin yang mempunyai
efek antianafilaktik dan menghambat kerja PAF (platelet aggregating
factor). Obat ini bermanfaat pada golongan asma ekstrinsik. Selain
golongan obat-obat di atas diberikan juga obat-obat penyerta atau
pembantu, atas dasar indikasi. Obat-obat penyerta itu antara lain adalah:
1. Terapi aerosol
Inhalasi bronkodilator sangat efektif pada serangan bronkospasme akut.
Pemberian dapat dengan nebulizer atau dengan spacer.
2. Terapi oksigen
Terapi oksigen diberikan pada penderita dalam serangan yang berat dan
ada tanda-tanda hipoksemia.
Rehabilitasi
1. Fisioterapi
Diberikan terutama untuk memobilisasi reak, bermanfaat pada
penderita asma kronik dengan produksi sputum yang kental.
2. Rehabilitasi psikis
Pendekatan psikis berguna untuk mengurangi stres dan
menstabilkan emosi penderita. Terutama pada penderita-penderita
dengan emosi labil atau bila faktor emosi sangat berperan dalam
mencetuskan serangan.
Kesimpulan Penatalaksanaan
KONSEP KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian
2.1.1 Identitas (Smeltzer, 2001)
1) Usia dan jenis kelamin
Asma dapat terjadi pada sembarang usia; sekitar setengah dari kasus terjadi
pada anak-anak dan sepertiga lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun.
12
Asma terutama terjadi pada anak laki-laki di masa kecil, dengan rasio pria-
perempuan 2:1 sampai pubertas, jika rasio pria-perempuan menjadi 1:1. Prevalensi
asma lebih besar pada wanita setelah pubertas, dan mayoritas onset dewasa kasus
didiagnosis pada orang tua dari 40 tahun terjadi pada wanita.
2) Tempat tinggal
Terjadi pada seseorang, terutama mereka yang tinggal dipemukiman yang padat
tempat tinggalnya, lembab, polusi udara, berdebu, ada binatang peliharaan di
rumah, dan kurangnya ventilasi dari rumah. (Morris, 2012; Konthen. P. G, dkk,
2008).
3) Pekerjaan
Pegawai pabrik, dan pekerjaan yang berhubungan dengan asap dan polusi yang
dapat menyebabkan pernapasan terganggu (Muttaqin, 2008).
2.1.2 Riwayat kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
Serangan asma mendadak secara klinis dapat terjadi menjadi 3 stadium.
Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering. Stadium kedua
ditandai dengan batuk disertai mukus yang jernih dan berbusa. Klien merasa sesak
napas, berusaha untuk bernapas dalam, ekspirasi memanjang diikuti dengan mengi
(wheezing). Stadium ketiga ditandai dengan hampir tidak terdengarnya suara napas
karena aliran udara kecil, tidak ada batuk, pernapasan menjadi dangkal dan tidak
teratur, irama napas meningkat karena afiksia (Muttaqin 2008).
2) Riwayat penyakit dahulu
Menurut Mutaqin (2008) Salah satu riwayat penyakit dahulu selain asma
yaitu pernah mengalami infeksi saluran pernapasan atas (ISPA). Ada riwayat
alergi, ada riwayat sakit asma, timbul pada waktu / musim tertentu (Konthen, P.G,
2008; Smeltzer, 2001).
3) Riwayat penyakit keluarga
Menurut teori Mutaqim (2008) riwayat penyakit keluarga didapatkan adanya
anggota keluarga yang mempunyai riwayat penyakit asma, pneumonia, TBC,
influenza yang berulang.
4) Riwayat alergi
13
Menurut Smeltzer (2001: 611) pada pasien dengan asma alergik biasanya
mempunyai riwayat keluarga yang alergik dan riwayat media masa lalu ekszem
dan rhinitis alergik . pemajanan terhadap alergen mencetuskan serangan asma.
5) Riwayat Psikososialspiritual
Pasien sering mengalami kecemasan, takut, mudah tersinggung, interaksi
sosial terbatas, kurang pengetahuan terhadap kondisi penyakitnya, hubungan
ketergantungan, kurang sistem pendukung, kegagalan dukungan dari orang
terdekat (Konthen, P.G, 2008; smeltzer, 2001; Doengoes, 2000).
2.1.3 Activity Day Living
1) Kebutuhan aktivitas/istirahat: keletihan, kelemahan, malaise,
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas,
ketidamampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi, dispnea
pada saat istirahat (Doengoes, 2000).
2) Kebutuhan nutrisi: mual, muntah, nafsu makan menurun, ketidakmampuan
untuk makan karena distress pernafasan, turgor kulit buruk (Doengoes,
2000).
3) Kebutuhan higiene perseorangan: penurunan kemampuan/peningkatan
kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari (Doengoes, 2000).
4) Kebutuhan eliminasi/urine: cenderung normal (Smeltzer, 2001).
2.1.4 Pemeriksaan Fisik
a) Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara
bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan, penggunaan
otot-otot pembantu pernapasan, sianosis, batuk dengan lendir lengket dan posisi
istirahat klien
b) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor
kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta
adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna
rambut, kelembaban dan kusam.
c) Kepala.
Dikaji tentang bentuk kepala, simetris adanya penonjolan, riwayat trauma,
adanya keluhan sakit kepala atau pusing, vertigo kejang ataupun hilang
kesadaran.
14
d) Mata.
Adanya penurunan ketajaman penglihatan akan menambah stres yang di
rasakan klien.
e) Hidung
Adanya pernafasan menggunakan cuping hidung, rinitis, alergi dan fungsi
olfaktori.
g) Leher
Dikaji adanya nyeri leher, kaku pada pergerakaan, pembesaran tiroid serta
penggunaan otot-otot pernafasan.
h) Thorak
(1) Inspeksi
Dada diinspeksi terutama postur bentuk dan kesimetrisan, adanya
peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot interkostalis,
frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan.
(2) Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kesimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus.
(3) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor.
(4) Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih
dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan Wheezing.
i) Kardiovaskuler.
Jantung di kaji ada atau tidaknya pembesaran jantung dan suara jantung
melemah. Tekanan darah dan nadi yang meningkat serta adanya pulsus
paradoksus.
j) Abdomen.
15
Perlu di kaji tentang bentuk, nyeri, serta tanda-tanda infeksi (Hudak dan
Gallo;1997)
k) Ekstrimitas.
2.3 Intervensi
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
produksi sputum dan batuk tidak efektif.
Tujuan: pasien menunjukkan bersihan jalan nafas yang paten setelah
dilakukan perawatan dengan kriteria hasil:
- Pasien menggungkapkan sesak berkurang, secret tidak sulit keluar
- Pasien dapat mengeluarkan secret saat batuk dan jumlah secret
berkurang
- Tidak terdengar suara nafas tambahan
16
- Dispnea
- Sianosis sentral
Kriteria hasil: menunjukkan peningkatan perfusi sesuai dengan individual
misalnya status mental biasa/normal, irama jantung/frekuensi jantung dan
nadi perifer dalam batas normal, tidak adanya sianosis sentral dan perifer,
kulit hangat/kering, haluaran urine dan berat jenis dalam batas normal
Intervensi:
(1) Auskultasi frekuensi dan irama jantung
R/ takikardia sebagai akibat hipoksemia dan kompensasi upaya
peningkatan aliran darah dan perfusi jaringan.
(2) Observasi perubahan status mental
R/ gelisah, bingung, disorientasi, dan/atau perubahan sensori/motor dapat
menunjukkan gangguan aliran darah, hipoksia atau cedera vaskuler
serebral
18
- Nadi 80-110x/mnt
- RR 20-30x/mnt
- Tidak didapatkan tanda- tanda dispnea pada peningkatan aktivitas.
- Klien mampu melakukan aktivitas dengan bantuan minimal
Intervensi :
(1) Jelaskan pada pasien penyebab intoleransi aktivitas
R/ transport oksigen yang terganggu akibat asma menyebabkan pasien
akan cepat merasa lelah setelah melakukan suatu aktivitas yang
melebihi kemampuan saat masih terserang asma.
(2) Bantu dan motivasi klien dalam meningkatkan aktivitasnya secara
bertahap
R/ Peningkatan aktivitas secara bertahap memberikan kesempatan pada
tubuh menyeimbangkan persediaan oksigen dengan kebutuhan
(3) Rencanakan program istirahat diantara aktivitas yg dilakukan
R/ Mencegah kelelahan yg berlebihan, mencegah peningkatan beban
kerja jantung
(4) Observasi kemampuan aktivitas klien
R/ Deteksi keberhasilan tindakan dan memprogramkan aktivitas
bertahap
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff, Hood dan Mukty, abdul (2005). Dasar-dasar ilmu Penyaki Paru.
Surabaya: Airlangga University Press
Carpenito, Lynda Juall, (2007). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10.
Alih bahasa : Yasmin Asih EGC: Jakarta.
Konthen, P.G dkk (2008). Pedoman Diagnosis Dan Terapi Bag/ SMF Ilmu
Penyakit Dalam Edisi III. Surabaya : RSU dr. Soetomo
Kowalak, Jenifer P dkk (2001). Buku Ajar Patofisiologi. Alih Bahasa: Andry
Hartono: Editor Bahasa Indonesia Renata Kumalasari dkk. Jakarta: ECG.