You are on page 1of 20

ASKEP EMBOLI PARU

DI SUSUN OLEH

RENI ATIKA DEWI

091511017

Dosen Pembimbing

Daratulaila S.kep, Ns

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANGTUAH

TANJUNGPINANG

2016
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Selain untuk pernafasan, paru juga berperan sebagai saringan atau filter
bagi gumpalan darah ( embolus ). Gumpalan darah yang berukuran kecil jika
tersangkut pada pembuluh di paru dapat diatasi oleh mekanisme fibrinolitik. Akan
tetapi, jika gumpalan darah nya cukup besar, mekanisme fibrinolitik tidak
berlangsung dengan baik. Jika mekanisme fibrinolitik tidak berlangsung dengan
baik ketika terdapat gumpalan darah yang besar akan timbul emboli paru yang
menyebabkan aliran darah terhambat.

Embolus biasanya dari vena dalam (deepvein) pada kaki dan pelvis, yaitu
vena femoris, vena poplitea atau vena iliaka. Pada penderita penykit
tromboflebitis yang melakukan perjalanan jarak jauh engan menggunakan
kendaraan sehingga kaki dalam keadan posisi menekuk untuk waktu yang lama,
thrombus akan mudah terlepas dan terjadi penggumpalan darah. Polissitemia vera
dan penyakit penggumpalan darah merupakan predisposisi untuk terjadinya
emboli paru.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja yang harus dilakukan pada pemeriksaan fisik emboli paru

2. Tindakan keperawatan apa sajakan yang harus dilakukan saat


pemeriksaan emboli paru

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa saja yang harus diperiksa pada organ e,boli paru

2. Untuk mengetahui tindakan keperawatan yang harus dilakukan saat


melakukan pemeriksaan fisik sistem pernapasan

BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian

Tromboemboli berasal dari kata thrombus dan emboli. Trombus adalah


kumpulan factor darah terutama trombosit dan fibrin dengan terperangkapnya
unsure seluler yang sering menyebabkan obstruksi vaskuler pada akhir
pembentukannya.

Emboli paru adalah penyumbatan arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh


suatu embolus secara tiba-tiba terjadi. (Perisai Husada-klinik specialis penyakit
dalam dan syaraf)

Emboli paru adalah obstruksi salah satu atau lebih arteri pulmonalis oleh
trombus yang berasal dari suatu tempat. (brunner dan suddarth,2001.621)

Biasanya arteri yang tidak tersumbat dapat memberikan darah dalam


jumlah yang memadai ke jaringan paru-paru yang terkena sehingga kematian
jaringan bisa dihindari. Tetapi bila yang tersumbat adalah pembuluh yang sangat
besar atau orang tersebut memiliki kelainan paru-paru sebelumnya, maka jumlah
darah mungkin tidak mencukupi untuk mencegah kematian paru-paru. Sekitar
10% penderita emboli paru mengalami kematian jaringan paru-paru, yang disebut
infark paru. Jika tubuh bisa memecah gumpalan tersebut, kerusakan dapat
diminimalkan. Gumpalan yang besar membutuhkan waktu lebih lama untuk
hancur sehingga lebih besar kerusakan yang ditimbulkan. Gumpalan yang besar
bisa menyebabkan kematian mendadak.

B. Etiologi

Kebanyakan kasus emboli paru brunner dan suddarth (2001.621)


disebabkan oleh:

1. Pembekuan darah

2. Gelembung udara

3. Lemak

4. Sel tumor

C. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala embolisme paru tergantung pada ukuran thrombus dan area
dari arteri pulmonal yang tersumbat oleh thrombus. Gejala-gejala mungkin saja
tidak spesifik. Nyeri dada adalah gejala yang paling umum dan biasanya
mempunyai awitan mendadak dan bersifat pleuritik. Kadang dapat subternal dan
dapat menyerupai angina pectoris atau infark miokardium. Dyspnea adalah gejala
yang paling umum kedua yang di ikuti dengan takipnea, takikardi, gugup, batuk,
diaforesis, hemoptisis, dan sinkop. (brunner dan suddarth,2011)

Embolisme massif yang menyumbat bifurkasi arteri pulmonal dapat


menyebabkan dyspnea nyata, nyeri substernal mendadak, nadi cepat dan lemah,
syok, sinkop dan kematian mendadak. (brunner dan suddarth, 2001.621)

Emboli kecil multiple dapat tersangkut pada arteri pulmonal terminal,


mengakibatkan infark kecil multiple pada paru-paru. Gambaran klinis dapat
menyerupai bronkopneumoni atau gagal jantung. (brunner dan suddarth,200.621)

D. Patofisiologi

Ketika trombus menyumbat sebagian atau seluruh arteri pulmonal, ruang


rugi alveolar membesar karena area, meski terus mendapat ventilasi, menerima
aliran darah sedikit maupun tidak sama sekali. Selain itu sejumlah subtansi yang
dilepaskan dari bekuan dan menyebabkan pembuluh darah bronkhiolus
berkonstriksi. Reaksi ini diseimbangi ketidak seimbangan ventilasi perfusi,
menyebabkan darah terpirau dan mengakibatkan penurunan kadar O2 dan
peningkatan CO2. (brunner dan suddarth,2001.621)

Konsekuensi himidinamik adalah peningkatan tahanan vascular paru


akibat penurunan ukuran jarring-jaring vascular pulmonal., menyebabkan
peningkatan tekanan arteri pulmonal dan akhirnya mningkatkan kerja ventrikel
kanan untuk mempertahankan aliran darah pulmonal. Bila kebutuhan ventrikel
kanan melebihi kapasitasnya, maka akan terjadi gagal ventrikl kanan yang
mengarah pada penurunan tekanan darah sistemik dan terjadinya syok. (brunner
dan suddarth,2001.621).

E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic emboli paru menurut brunner dan suddarth,
(2001.622) adalah :

1. Rongent Dada

Rontgen dada pada emboli paru biasanya normal tetapi dapat


meunjukkan pneumokontriksi, infiltrat, atelektasis, elevasi
diagfragma pada posisi yang sakit, atau dilatasi besar arteri pulonal
dan efussi pleura.

2. EKG

EKG biasanya menunjukkan sinus takikardia, atrial flutter atau


fibrilasi dan kemungkinan penyimpangan aksis kanan, atau
regangan vcentrikel kanan.

 Pletismografi impedans

Pletismografi impedans dilakukan untuk menentukan


adanya troimbosis pada vena profunda.

 Gas darah arteri

Gas darah arteri pada emboli paru dapat mennjukkan


hipoksemia dan hipokapnea.

F. Komplikasi

Komplikasi akibat emboli paru adalah :

1. Gagal napas,

2. Gagal jantung kanan akut, dan

3. Hipertensi

G. Penatalaksanaan Medis
Menurut brunner dan suddarth (2001.623) Tujuan pengobatan adalah
untuk menghancurkan (lisis) emboli yang ada dan mencegah pmbentukan
yang baru. Pengobatan embolisme paru dapat mencakup beragam
modalitas :

1. Terapi Antikoagulan

Terapi antikoagulasi meliputi heparin, natrium warfarin telah


menjadi metoda primer secara tradisional untuk mengatasi
trombosis vena profunda akut dan embolisme paru.

2. Terapi trombolitik

Terapi tromboilitik meliputi urokinase, streptokinase mungkin juga


digunakan dalam mengatasi embolisme paru, terutama pada paien
yang sangat terganggu. Terapi trombolitik menghancurkan trombus
atau emboli lebih cepat dan memulihkan fungsi himodinamik
sirkulasi paru lbih besar, karena mengurang hipertensi paru dan
memperbaiki perfusi, oksigenasi, dan curah jantung.

1. Tindakan umum untuk meningkatkan status pernafasan dan vascular

Tindakan umum dilakukan untuk memperbaiki status pernafasan dan


vaskular pasien. Terapi oksigen diberikan untuk memperbaiki hipoksia dan
untuk menghilangkan vasokontriksi vaskular paru dan dan mengurangi
hipertensi paru.

2. Intervensi bedah

Intervensi bedah yang dilakukan adalah embolektomi paru tapi


embolektomi dapat diindikasikandalam kondisi berikut :

 jika pasien mengalami hipotensi persisten, syok, dan gawat panas

 jika tekanan arteri pulmonal sangat tinggi

 jika angiogram menunjukkan obtruksi bagian besar mbuluh darahparu.

Embolektomi pulmonari membutuhkan torakotomi dengan teknik bypass


jantung paru.

H. Pencegahan
Pencegahan emboli paru menurut dr. Rosfanty adalah :

Pada orang-orang yang memiliki resiko menderita emboli paru, dilakukan


berbagai usaha untuk mencegah pembentukan gumpalan darah di dalam
vena.

Untuk penderita yang baru menjalani pembedahan (terutama orang tua),


disarankan untuk:

 Menggunakan stoking elastis

 Melakukan latihan kaki

 Bangun dari tempat tidur dan bergerak aktif sesegera mungkin


untuk mengurangi kemungkinan terjadinya pembentukan
gumpalan.

Stoking kaki dirancang untuk mempertahankan aliran darah, mengurangi


kemungkinan pembentukan gumpalan, sehingga menurunkan resiko emboli paru.

Terapi yang paling banyak digunakan untuk mengurangi pembentukan


gumpalan pada vena tungkai setelah pembedahan adalah heparin. Dosis kecil
disuntikkan tepat dibawah kulit sebelum operasi dan selama 7 hari setelah operasi.

I. Intervensi Kedauratan

Embolisme paru masif adalah benar-benar mengancam jiwa, kedarutan


medis, kondisi klien cenderung menurun dengan cepat.sasaran langsung
pengobatan adalah untuk menstabilkan system kardiorespirasi. Mayoritas klien
yang mati akibat embolisme paru masif mengalami penurunan kondisi dalam 2
jam pertama setelah kejadian embolik. Penatalaksanaan kedaruratan terdiri atas :

1. Oksigen nasal di berikan dengan segera untuk menghilangkan


hipoksemia,distres pernapasan,dan sianosis.

2. Infus itervena dimulai untuk membuat rute untuk mobat atau cairan yangt
akan diperlukan.

3. Dilakukan angiografi paru,tindakan-tindakan hemodinamik ,penentuan gas


darah arteri,dan pemindaian perfusi paru.peningkatan tahanan paru
mendadak meningkatkan kerja ventrikel kana,yang dapat menyebabkan
gagal jantung akut sebelah kanan syok kardiogenik.

4. Jika klien menderita akibat embolisme masif dan juga hipotensif,kateter


urin indwelling dipasang untuk memantau haluaran urin.
5. Hipotensi diatasi dengan infuse lambat dobutamin (mempunyai efek
mendilatasi pada pembuluh pulmonal dan bronki) dopamine.

6. EKG dipantau secara kontinu untuk mengetahui gagal ventrikel


kanan,yang dapat terjadi secara mendadak.

7. Glikosida digitalis,diuretic intravena dan agens andtidisritmia diberikan


bila dibutuhkan.

8. Darah diambil untuk diperiksa elektrolit serum,nitrogen urea darah,hitung


darah lengkap,dan hematokrit.

9. Jika pengkajian klinis dan gas darah menunjukkan kebutuhan klien


ditempatkan pada ventilator volume-terkomtrol.

10. Morfin intravena dosis kecil diberikan untuk menghilangkan ansietas


klien,untuk menyingkirkan ketidaknyamaan pada dada,untuk memperbaiki
toleransi selang endotrakea,dan untuk memudahkan adaptasi terhadap
ventilator mekanis.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Data Biografii

Nama : Ny. Z
Umur : 55 Tahun
Suku/Bangsa : Serawai
Status perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Timur Indah 5
Tanggal Masuk RS : 28 Maret 2011
Tanggal pengkajian : 28 Maret 2011
Catatan Kedatangan : Kursi ( ), Ambulan ( ), Brankar ( )

Kekuarga Terdekat yang dapat dihubungi :


Nama/umur : Tn. A No Telepon : 085264437217
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Tomur Indah 5
Sumber informasi : Pasien Keluarga / Orang Terdekat

a. Riwayat Kesehatan

1. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Perawat menanyakan tentang riwayat penyakit pernafasan klien. Secara


umum perawat menanyakan tentang :

1) Riwayat merokok : merokok sigaret merupakan penyebab penting kanker


paru-paru, emfisema dan bronchitis kronik. Semua keadaan itu sangat
jarang menimpa non perokok. Anamnesis harus mencakup hal-hal :

 Usia mulainya merokok secara rutin.

 Rata-rata jumlah rokok yang dihisap perhari

 Usia melepas kebiasaan merokok.


2) Pengobatan saat ini dan masa lalu

3) Alergi

4) Tempat tinggal

2. Riwayat Kesehatan Keluarga

Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-paru


sekurang-kurangnya ada tiga, yaitu :

a. Penyakit infeksi tertentu : khususnya tuberkulosa, ditularkan melalui satu


orang ke orang lainnya; jadi dengan menanyakan riwayat kontak dengan
orang terinfeksi dapat diketahui sumber penularannya.

b. Kelainan alergis, seperti asthma bronchial, menunjukkan suatu


predisposisi keturunan tertentu; selain itu serangan asthma mungkin
dicetuskan oleh konflik keluarga atau kenalan dekat.

c. Pasien bronchitis kronik mungkin bermukim di daerah yang polusi


udaranya tinggi. Tapi polusi udara tidak menimbulkan bronchitis kronik,
hanya memperburuk penyakit tersebut.

3. Keluhan Utama

Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji


pengetahuan klien tentang kondisinya saat ini. Keluhan utama yang biasa muncul
pada klien emboli paru antara lain :

a. Batuk (Cough)

Batuk merupakan gejala utama pada klien dengan penyakit sistem


pernafasan. Tanyakan berapa lama klien batuk (misal 1 minggu, 3 bulan).
Tanyakan juga bagaimana hal tersebut timbul dengan waktu yang spesifik (misal :
pada malam hari, ketika bangun tidur) atau hubungannya dengan aktifitas fisik.
Tentukan batuk tersebut apakah produktif atau non produktif, kongesti, kering.

b. Dyspnea

Dyspnea merupakan suatu persepsi kesulitan untuk bernafas/nafas pendek


dan merupakan perasaan subjektif klien. Perawat mengkaji tentang kemampuan
klien untuk melakukan aktifitas. Contoh ketika klien berjalan apakah dia
mengalami dyspnea ? kaji juga kemungkinan timbulnya paroxysmal nocturnal
dyspnea dan orthopnea, yang berhubungan dengan penyakit paru kronik dan gagal
jantung kiri.
c. Hemoptysis

Hemoptysis adalah darah yang keluar dari mulut dengan dibatukkan.


Perawat mengkaji apakah darah tersebut berasal dari paru-paru, perdarahan
hidung atau perut. Darah yang berasal dari paru biasanya berwarna merah terang
karena darah dalam paru distimulasi segera oleh refleks batuk. Penyakit yang
menyebabkan hemoptysis antara lain : Bronchitis Kronik, Bronchiectasis, TB
Paru, Cystic fibrosis, Upper airway necrotizing granuloma, emboli paru,
pneumonia, kanker paru dan abses paru.

d. Chest Pain

Chest pain (nyeri dada) dapat berhubungan dengan masalah jantung dan
paru. Gambaran yang lengkap dari nyeri dada dapat menolong perawat untuk
membedakan nyeri pada pleura, muskuloskeletal, cardiac dan gastrointestinal.
Paru-paru tidak mempunyai saraf yang sensitif terhadap nyeri, tetapi iga, otot,
pleura parietal dan trakeobronkial tree mempunyai hal tersebut. Dikarenakan
perasaan nyeri murni adalah subjektif, perawat harus menganalisis nyeri yang
berhubungan dengan masalah yang menimbulkan nyeri timbul.

B. Pemeriksaan fisik

1. Pola aktifitas / istirahat

Gejala : kelelahan, dispnea, ketidak mampuan untuk tidur, tirah baring lama,

Tanda : gelisa, lemah, imsomnia, kecepatan jantung tak normal.

2. Pola makana dan cairan

Gejala : kehilang napsu makan, mual / muntah.

Tanda : berkeringat, edema tungkai kiri atas glukosa dalam urin

3. Pola eliminasi

Gejala : penurunan frekuensi urin

Tanda : urin kateter terpasang, bising usus samar

4. Sistim kardiovaskuler

Tanda : takikardia

Penurunan tekanan darah (hipotensi), nadi lemah dapat menunjukan anemia.

5. Sistem respirasi
Gejala : kesulitan bernapas

Tanda : peningkatan frekuensi / takipnea penggunaan asesori pernapasan

6. Sistem neurosensori

Gejala: kehilangan kesadaran sementara, sakit kepala daerah frontal

tanda: perubahan mental (bingung, somnolen), disorientasi

7. Integrasi ego

Gejala: perasaan takut, takut hasil pembedahan, perasaan mau pingsan, perubahan
pola hidup, takut mati.

Tanda: ketakutan, gelisah, ansietas, gemetar, wajah tegang, peningkatam keringat.

8. Keamanan

Gejala: adanya trauma dada

Tanda: berkeringat, kemerahan,kulit pucat

B. Diagnosa

1. Pola nafas tidak efektif ,dyspnea berhubungan dengan penurunan


kemampuan paru

2. Nyeri dada berhubungan dengan infark paru-paru

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan


ventilasi dan perfusi

4. Resiko gagal jantung kanan berhubungan dengan peningkatan


kerja ventrikel kanan

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai oksigen


dalam jaringan

C. Intervensi

Diagnosa 1
Pola nafas tidak efektif ,dyspnea berhubungan dengan penurunan
kemampuan paru

Tujuan

- Pola nafas efektif

Kriteria hasil

1. Menunjukkan pola napas normal/efektif dng gda normal.

2. Bebas sianosis dan tanda gejala hipoksia

Intervensi 1

- Identifikasi etiologi atau factor pencetus

Rasional

- Mengetahui etiologi dan faktor pencetus

Intervensi 2

- Evaluasi fungsi pernapasan (napas cepat, sianosis, perubahan tanda


vital)

Rasional

- Dapat mengakaji fungsi pernafasan

Intervensi 3

- Auskultasi bunyi napas

Rasional

- Dapat mendengarkan bunyi nafas normal atau tidak

Intervensi 4

- Catat pengembangan dada dan posisi trakea, kaji fremitus

Rasional

- Dapat mengetahui penumpukan sekret atau benda asing lain

Intervensi 5

- Pertahankan posisi nyaman biasanya peninggian kepala tempat tidur


Rasional

- Untuk memudahkan klien bernafas

Intervensi 6

- Berikan oksigen melalui kanul/masker

Rasional

- Memaksimalkan pernafasan dan menurunkan kerja nafas

Diagnosa 2

Tujuan

- Nyeri hilang atau berkurang

Kriteria hasil

1. Pasien mengatakan nyeri berkurang atau dapat dikontrol

2. Pasien tampak tenang

Intervensi 1

- Kaji terhadap adanya nyeri, skala dan intensitas nyeri

Rasional

- Dapat mengetahui skala nyeri pada klien

Intervensi 2

- Ajarkan pada klien tentang manajemen nyeri dengan distraksi dan


relaksasi

Rasional

- Klien dapat mengerti tentang manajemen nyeri dengan distraksi dan


relaksasi

Intervensi 3

- Kaji keefektifan tindakan penurunan rasa nyeri

Rasional

- Dapat mengurangi rasa nyeri yang diderita klien


Intervensi 4

- Berikan analgetik sesuai indikasi

Rasional

- Dapat digunakan mengurangi rasa nyeri

Diagnosa 3

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan


ventilasi dan perfusi

Tujuan

- Klien akan menunjukkan pertukaran gas yang normal.

Kriteria hasil

- Klien akan menunjukkan pertukaran gas yang normal dan warna kulit
merah muda

Intervensi 1

- Kaji frekuensi, irama, bunyi dan dalamnya pernafasan.

Rasional

- Mengetahui normal atau tidaknya pernafasan

Intervensi 2

- Berikan tambahan oksigen

Rasional

- Memaksimalkan permafasan dan menurunkan pernafasan

Intervensi 3

- Pantau saturasi oksigen

Rasional

- Menyeimbangkan oksigen antara inspirasi dan ekspirasi

Intervensi 4

- Koreksi keseimbangan asam basa.


Rasional

- Mengetahui normal tidaknya pertukaran gas

Intervensi 5

- Beri posisi yang memudahkan meningkatkan ekspansi paru.

Rasional

- Untuk memudahkan pernafasan

Intervensi 6

- Latih batuk efektif dan nafas dalam.

Rasional

- Dapat mengurangi atau mengeluarkan sekret

Diagnosa 4

Resiko gagal, jantung kanan berhubungan dengan peningkatan kerja


ventrikel kanan

Tujuan

- Denyut nadi klien kembali normal

Kriteria hasil

- Denyut jantung kembali normal

Intervensi 1

- Kaji denyut jantung tiap 4 jam sekali

Rasional

- Mengetahui normal tidakny denyut jantung

Intervensi 2

- Auskultasi denyut jantung

Rasional
- Dapat mengetahui bunyi jantung

Intervensi 3

- Berikan lingkungan tenang, nyaman, dan kurangi aktivitas

Rasional

- Agar pasien dapat istirahat dengan tenang

Intervensi 4

- Pertahankan tirah baring; tinggikan kepala tempat tidur

Rasional

- Untuk mengurangi kerja jantung

Diagnosa 5

Intoleransi aktivitas brhubungan dengan penurunan suplai oksigen dalam


jaringan

Tujuan

- Pasien tidak intoleransi aktivitas lagi

Kriteria hasil

- Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan

- Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi

Intervensi 1

- Kaji respon aktivitas

Rasional

- Mengetahui seberat atau sebesar apakah aktivitas yang dapat dilakukan


oleh klien

Intervensi 2

- Instruksi pasien tentang teknik penghematan energi

Rasional

- Pasien dapat menghemat energinya sendiri


Intervensi 3

- Beri dorongan untuk melakukan aktivitas atau perawatan diri bertahap


jika intoleransi kembali

Rasional

- Pasien dan keluarga dapat melakukan perawat diri sendiri apabila


intoleransi kembali
BAB IV

KESIMPULAN

A. KESIMPULAN

Emboli paru adalah penyumbatan arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh


suatu embolus secara tiba-tiba terjadi. (Perisai Husada-klinik specialis penyakit
dalam dan syaraf)

Emboli paru adalah obstruksi salah satu atau lebih arteri pulmonalis oleh
trombus yang berasal dari suatu tempat. (brunner dan suddarth,2001.621)

Sekitar 10% penderita emboli paru mengalami kematian jaringan paru-


paru, yang disebut infark paru. Jika tubuh bisa memecah gumpalan tersebut,
kerusakan dapat diminimalkan tapi gumpalan yang besar membutuhkan waktu
lebih lama untuk hancur sehingga lebih besar kerusakan yang ditimbulkan dan
gumpalan yang besar bisa menyebabkan kematian mendadak.

Kebanyakan kasus emboli paru brunner dan suddarth (2001.621) disebabkan oleh:

1. Bekuan darah
2. Gelembung udara
3. Lemak
4. Sel tumor

B. SARAN

Semoga mahasiswa mampu memahami penyakit emboli paru - paru dengan


baik. Mampu menerapkan tindakan keperawatan emboli pari –paru.
DAFTAR PUSTAKA

1. Brunner & Suddrath.2001. buku ajarkeperawatan medikal-bedah. Jakarta :


Buku kedokteran EGC

2. Doengoes, Marilynn, dkk, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman


untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa :
I Made Kariasa dan Ni Made S,EGC, Jakarta

3. http://nursingbegin.com/asuhan-keperawatan-pada-klien-emboli-paru/

4. A. Price Sylvia dan M. Wilson Clorraine. 2006. Patofisiologi. Edisi Ke – 6.


EGC: Jakarta

5.http://eprikenzu.blogspot.com/2011/06/asuhan-keperawatan-pada-pasien-
emboli.html

You might also like