You are on page 1of 18

PEMBAHASAN

1.1. Konsep Dasar Teori


1.1.1. Anatomi Fisiologi
Anatomi Mata
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk
seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga
komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang
mengelilingi keduanya adalah kapsula anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia,
nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan . Di sekitar opasitas terdapat
densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan
bentuk aktarak yang paling bermakna seperti kristal salju atau kabut.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.
Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memaenjang dari badan silier
ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan
koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke
retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke
dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi
sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari
degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada
kebanyakan pasien yang menderita katarak. Katarak bisa terjaadi bilateral, dapat disebabkan oleh
kejadian trauma atau sistemis (diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan yang
normal. Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar UV,
obat-obatan, alkohol, merokok, dan asupan vitamin anti oksidan yang kurang dalam jangka
waktu yang lama.

2.1.2. Pengertian Katarak


Katarak merupakan keadaan di mana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa di
dalam kapsul lensa (Sidarta Ilyas, 1998)
Katarak adalah proses terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau kapsul lensa,
umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang lebih dari 65 tahun
(Marilynn Doengoes, dkk. 2000).
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi akibat
proses penuaan dapat timbul pada saat kelahiran (katarak congenital). Dapat juga berhubungan
dengan trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid jangka panjang, penyakit
sistemis seperti diabetes mellitus atau hipoparatiroidisme, pemejanan radiasi, pemajanan yang
lama sinar mata hari (sinar ultra violet), atau kelainan mata lain seperti uveitis anterior. (Brunner
& suddart, 2001)
2.1.3. Etiologi
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia
seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur 60 tahun keatas. Akan tetapi,
katarak dapat pula terjadi pada bayi karena sang ibu terinfeksi virus pada saat hamil muda.
Penyebab katarak lainnya meliputi:
a.Faktor keturunan.
b.Cacat bawaan sejak lahir..
c. Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid.
d. Gangguan metabolisme seperti DM (Diabetus Melitus)
e. Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama.
f.Rokok dan Alkohol
g.Operasi mata sebelumnya.
h.Trauma (kecelakaan) pada mata.
i. Faktor-faktor lainya yang belum diketahui

2.1.4. Patofisiologi
Lensa mata mengandung tiga komponen anatomis: nucleus, korteks dan kapsul. Nukleus
mengalami perubahan warna coklat kekuningan seiring dengan bertambahnya usia. Disekitar
opasitas terdapat densitas seperti duri dianterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul
posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna. Perubahan fisik dan kimia dalam
lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein
lensa normal terjadi disertai infulks air kedalam lensa proses ini mematahkan serabut lensa yang
tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai
peranan dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien menderita katarak.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparasi. Perubahan
pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier sekitar daerah di luar
lensa, misalnya, dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan kimia dalam
protein lensa dapat menyebabkan kogulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan
menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa
normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang
tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai
peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.

Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang berbeda. Dapat
disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemis, seperti diabetes, namun sebenarnya
merupakan konsekwensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang
secara kronik dan “matang” ketika orang memasuki dekadeke tujuh. Katarak dapat bersifat
kongenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan
ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering yang berperan dalam
terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alkohol, merokok, diabetes,
dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama.

2.1.4. Manifestasi Klinis


Biasanya gejala berupa keluhan penurunan tajam pengelihatan secara progresif (seperti
rabun jauh memburuk secara progresif). Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata
seakan akan bertambah putih. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak
benar-benar putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif (-). Bila Katarak dibiarkan
maka akan mengganggu penglihatan dan akan dapat menimbulkan komplikasi berupa glaukoma
dan uveitis.

Gejala umum gangguan katarak meliputi :

1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek

2. Peka terhadap sinar atau cahaya

3. Dapat melihat dobel pada satu mata


4. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca

5. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu

2.1.6. Klasifikasi
 Katarak dapat diklasifikasikan dalam golongan berikut :
  Katarak perkembangan (developmenta!) dan degeneratif.
  Katarak kongenital, juvenil, dan senil.
  Katarak komplikata.
  Katarak traumatik.
 Berdasarkan usia pasien, katarak dapat di bagi dalam :
  katarak kongenital, katarak yang terlihat pada usia di bawah 1 tahun
 Katarak kongenital merupakan kekeruhan lensa yang didapatkan sejak lahir, dan terjadi
akibat gangguan perkembangan embrio intrauterin. Biasanya kelainan ini tidak meluas mengenai
seluruh lensa
 Letak kekeruhan sangat tergantung pada saat terjadinya gangguan metabolisme serat
lensa
 Katarak kongenital yang terjadi sejak perkembangan serat lensa terlihat segera setelah
bayi Iahir sampai berusia 1 tahun
 Katarak ini terjadi karena gangguan metabolisme serat-serat lensa pada saat
pembentukan serat lensa akibat infeksi virus atau gangguan metabolisme jaringan lensa pada saat
bayi masih di dalam kandungan, dan gangguan metabolisme oksigen
 Pada bayi dengan katarak kongenital akan terlihat bercak putih di depan pupil yang
disebut sebagai leukokoria (pupil berwarna putih).
 Setiap bayi dengan leukokoria sebaiknya dipikirkan diagnosis bandingnya seperti
retinoblastorrma, endoftalmitis, fibroplasi retrolental, hiperplastik vitreus primer, dan miopia
tinggi di samping katarak sendiri
 Katarak kongenital merupakan katarak perkembangan sehingga sel-sel atau serat lensa
masih muda dan berkonsistensi cair.
 Umumnya tindakan bedah dilakukan dengan disisio lentis atau ekstraksi linear.
 Tindakan bedah biasanya dilakukan pada usia 2 bulah untuk mencegah ambliopia eks-
anopsia.
 Pasca bedah pasien memerlukan koreksi untuk kelainan refraksi matanya yang telah
menjadi afakia
 katarak juvenil, katarak yang terlihat pada usia di atas 1 tahun dan di bawah 40 tahun
 Katarak juvenil yang terlihat setelah usia 1 tahun lanjutan katarak kongenital yang makin
nyata,
  Penyulit penyakit lain, katarak komplikata, yang dapat terjadi akibat penyakit lokal pada satu
mata, seperti akibat uveitis anterior. glaukoma, ablasi retina, miopia tinggi, ftisis bulbi, yang
mengenai satu mata, penyakit sistemik, seperti diabetes, hipoparatiroid, dan akibat trauma
tumpul.
 Biasanya katarak juvenil ini merupakan katarak yang didapat dan banyak dipengaruhi oleh
beberapa faktor
 katarak presenil, yaltu katarak sesudah usia 30 - 40 tahun
 Katarak senil biasanya mulai pada usia 50 tahun, kecuali bila disertai dengan penyakit lainnya
seperti diabetes melitus yang akan terjadi lebih cepat.
 Kedua mata dapat terlihat dengan derajat kekeruhan yang sama ataupun berbeda.
 Proses degenerasi pada lensa dapat terlihat pada beberapa stadium katarak senil.
 Pada katarak senil akan terjadi degenerasi lensa secara perlahan-lahan.
 Tajam penglihatan akan menurun secara berangsur-angsur.
 Katarak senil merupakan katarak yang terjadi akibat terjadinya degenerasi serat lensa karena
proses penuaan
 katarak senil, yaitu katarak yang mulai terjadi pada usia lebih dari 40 tahun
 Stadium insipien,
o di mana mulai timbul katarak akibat proses degenerasi lensa.
o Kekeruhan lensa berbentuk bercak-bercak kekeruhan yang tidak teratur.
o Pasien akan mengeluh gangguan penglihatan seperti melihat ganda dengan satu matanya.
o Pada stadium ini., proses degenerasi belum menyerap cairan mata ke dalam lensa
sehingga akan terlihat bilik mata depan dengan kedalaman yang normal, iris dalam posisi
biasa disertai dengan kekeruhan ringan pada lensa.
o Tajam penglihatan pasien belum terganggu.
 Stadium imatur,
o Lensa yang degeneratif mulai menyerap cairan mata ke dalam lensa sehingga lensa menjadi
cembung.
o Terjadi pembengkakan lensa yang disebut sebagai katarak intumesen. P
o Terjadi miopisasi akibat lensa mata menjadi cembung pasien menyatakan tidak perlu
kacamata sewaktu membaca dekat.
o Akibat lensa yang bengkak, iris terdorong ke depan, bilik mata dangkal dan sudut bilik mata
akan sempit atau tertutup.
o Pada stadium ini dapat terjadi glaukoma sekunder.
o Pada pemeriksaan uji bayangan iris atau shadow test akan terlihat bayangan iris pada lensa.
Uji bayangan iris positif
 Stadium matur
o Merupakan proses degenerasi lanjut lensa.
o Terjadi kekeruhan seluruh lensa.
o Tekanan cairan di dalam lensa sudah dalam keadaan seimbang dengan cairan dalam mata
sehingga ukuran lensa akan menjadi normal kembali.
o Pada pemeriksaan terlihat iris dalam posisi normal, bilik mata depan normal, sudut bilik mata
depan terbuka normal, uji bayangan iris negatif.
o Tajam penglihatan sangat menurun dan dapat hanya tinggal proyeksi sinar positif
 Stadium hipermatur
o terjadi proses degenerasi lanjut lensa dan korteks lensa dapat mencair sehingga nukleus lensa
tenggelam dalam korteks lensa (katarak Morgagni).
o Pada stadium ini jadi juga degenerasi kapsul lensa sehingga bahan lensa ataupun korteks yang
cair keluar dan masuk ke dalam bilik mata depan.
o Pada stadium matur akan terlihat lensa yang lebih kecil daripada normal, yang akan
mengakibatkan iris tremulans, dan bilik mata depan terbuka.
o Pada uji bayangan iris terlihat positif walaupun seluruh lensa telah keruh sehingga stadium ini
disebut uji bayangan iris pseudopositif.
o Akibat bahan lensa keluar dari kapsul, maka akan timbul reaksi jaringan uvea berupa uveitis.
o Bahan lensa ini juga dapat menutup jalan keluar cairan bilik mata sehingga timbul glaukoma
fakolitik.
 Katarak komplikata, terjadi sebagai akibat langsung dari penyakit intraokuler, misalnya akibat
uveitis, glaukoma, retinitis pigmentossa & ablatio retinae. Biasanya bersifat unilateral &
prognosis tidak sebaik katarak senilis.
o Katarak komplikata terjadi akibat gangguan keseimbangan susunan sel lensa oleh faktor fisik
atau kimiawi sehingga terjadi gangguan kejernihan lensa.
o Katarak komplikata dapat terjadi akibat iridosiklitis, koroiditis, miopia tinggi, ablasio retina,
dan glaukoma.
o Katarak komplikata dapat terjadi akibat kelainan sistemik yang akan mengenai kedua mata
atau kelainan lokal yang akan mengenai satu mata
 Katarak Trauma: Katarak yang terjadi akibat trauma pada lensa mata

2.1.7. Pemeriksaan Diagnostik


1. Keratometri

2. Pemeriksaan lampu slit

3. Oftalmoskopis

4. Biometri

5. Hitung sel endotel sangat berguna sebagai alat diagnostik, khususnya bila dipertimbangkan
akan dilakukan pembedahan. Dengan hitung sel endotel 2000 sel/mm3, pasien ini merupakan
kandidat yang baik untuk dilakukan fakoemulsifikasi dan implantasi IOL.

2.1.8. Penatalaksanaan

Bila penglihatan dapat dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi kuat sampai ke titik di
mana pasien melakukan aktivitas sehari-hari, maka penanganan biasanya konservatif.
Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan akut untuk bekerja
ataupun keamanan. Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam penglihatan yang terbaik yang
dapat dicapai adalah 20/50 atau lebih buruk lagi bila ketajaman pandang mempengaruhi
keamanan atau kualitas hidup, atau bila visualisasi segmen posterior sangat perlu untuk
mengevaluasi perkembangan berbagai penyakit retina atau sarf optikus, seperti
diabetesdanglaukoma.
Ada 2 macam teknik pembedahan ;
1. Ekstraksi katarak intrakapsuler Adalah pengangkatan seluruh lensa sebagai satu kesatuan.
2. Ekstraksi katarak ekstrakapsuler Merupakan tehnik yang lebih disukai dan mencapai sampai 98
% pembedahan katarak. Mikroskop digunakan untuk melihat struktur mata selama pembedahan.
2.1.9. Pengobatan
Satu-satunya adalah dengan cara pembedahan ,yaitu lensa yang telah keruh diangkat dan
sekaligus ditanam lensa intraokuler sehingga pasca operasi tidak perlu lagi memakai kaca mata
khusus (kaca mata aphakia). Setelah operasi harus dijaga jangan sampai terjadi infeksi.
Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa sehingga
mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan penyulit seperi glaukoma dan
uveitis. Teknik yang umum dilakukan adalah ekstraksi katarak ekstrakapsular, dimana isi lensa
dikeluarkan melalui pemecahan atau perobekan kapsul lensa anterior sehingga korteks dan
nukleus lensa dapat dikeluarkan melalui robekan tersebut. Namun dengan tekhnik ini dapat
timbul penyulit katarak sekunder. Dengan tekhnik ekstraksi katarak intrakapsuler tidak terjadi
katarak sekunder karenaseluruh lensa bersama kapsul dikeluarkan, dapat dilakukan pada yang
matur dan zonula zinn telah rapuh, namun tidak boleh dilakukan pada pasien berusia kurang dari
40 tahun, katarak imatur, yang masih memiliki zonula zinn. Dapat pula dilakukan tekhnik
ekstrakapsuler dengan fakoemulsifikasi yaitu fragmentasi nukleus lensa dengan gelombang
ultrasonik, sehingga hanya diperlukan insisi kecil, dimana komplikasi pasca operasi lebih sedikit
dan rehabilitasi penglihatan pasien meningkat.

2.1.10. Komplikasi
Ambliopia sensori, penyulit yg terjadi berupa visus tdk akan mencapai 5/5. Komplikasi yang
terjadi yaitu nistagmus dan strabismus.
TINJAUAN KASUS
3.1. Pengkajian
3.1.1. Identitas Klien
 Nama : Ny. S
 Umur : 65 th
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Agama : islam
 Status Perkawinan : kawin
 Suku Bangsa : Indonesia
 Pendidikan : SMA
 Pekerjaan : ibu rumah tangga
 Tgl berobat : 02 februari 2019

3.1.2. Keluhan utama


Klien mengalami penglihatan kabur seperti ada kabut, tidak bisa melihat jauh maupun dekat
3.1.3. Riwayat Kesehatan
 Riwayat kesehatan Sekarang
Pasien datang kerumah sakit dengan keluhan pusing dan penglihatannya kabur, penglihatan kabur
dirasakan sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu. Penglihatan kabur/tidak jelas saat melihat jauh maupun
melihat dekat dan seperti ada kabut serta terkadang pasien merasa silau saat melihat cahaya. Klien juga
mengalami kesulitan melihat pada jarak jauh atau dekat, pandangan ganda, susah melihat pada malam
hari.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat penyakit Diabetes Mellitus, didiagnosis sejak kurang lebih 10 tahun yang lalu.
Biasa memakai obat insulin 2 tahun terakhir.
 Riwayat Penyakit Keluarga
Ada dari keluarga pasien yang menderita penyakit Diabetes Melitus /gejala-gejala yang sama seperti
yang diderita oleh pasien saat ini.

3.1.4. Pemeriksaan Fisik


1) Keadaan umum : pasien tampak tenang
Penampilan umum : bersih dan rapi
Kesadaran : compos mentis / kesdaran pasien baik
BB : 50 kg
TB : 155 cm
2) Tanda-tanda vital
TD : 150/ 110mmHg
ND : 90 x/i
RR :22 1x/i
S : 36,5 derajat celcius
3) Kulit
Warna kulit : tidak sianosis
Kelembapan : kering
Turgor kulit : elastic berkurang
Tidak ada edema
4) Kepala :
Inspeksi : rambut bersih
Palpasi :tidak Ada benjolan

5) Mata
Inspeksi : kekeruhan pada pupil mata. Pada inspeksi visual katarak Nampak abu-abu atau putih susu,
Pada inspeksi pada lampu senter, tidak timbul refeksi merah.
Visus penglihatan : VOD =1/60
VOS = 4/60
Ukuran pupil : pupil dilatasi
Konjungtiva : anemis
Sklera : putih
Tidak ada skret pada mata
6) Telinga
Fungsi pendengaran :tidak ada gangguan pendengaran
Kebersihan : bersih
Sekret : tidak ada
7) Hidung dan sinus
Fungsi penciuman : baik
Pembegkakan : tidak ada
Perdarahan : tidak ada
Kebersihan : bersih
sekret : tidak ada
8) Mulut dan tenggokan
Membran mukosa : kering
kebesihan mulut : bersih
Keadaan gigi : beberapa gigi ada yang karies
Kesulitan menelan : tidak ada
9) Leher
Trakea : simetris
Kelenjar limfe : ada
Kelenjar tiroid : tidak ada pembesaran
10) Thorak/paru
Inspeksi : dada simetris dan tidak menggunakan otot bantu pernafasan
Perkusi :tidak ada massa, dengan tidak adanya peningkatan produksi mukus
Auskulktasi : normal
11) Jantung
Inspeksi : iktus kordis terlihat
12) Abdomen
Inspeksi : simetris
Auskultasi : peristaltik usus
Palpasi : tidak ada benjolan atau massa, tidak ada ascites
13) Ekstremitas
Ekstremitas atas : pergerakan normal
Ekstremitas bawah : pergerakan normal
ROM :
Kekuatan otot : penurunan kekuatan tonus otot
14) Neurologis
Kesadaran (GCS) :compos mentis /GCS 456
Sensorik : gangguan pada sistem penglihatan,mata kabur ,pengelihatan silau dan gangguanpendengaran
Refleks fisiologis : mengalami penurunan terhadap respon stimulus
PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. BIOMETRI : OD : IOL : 20.00


AXL : 23,75
ACD : 2,35
OS : IOL : 20,50
AXL : 23,55
ACD : 2,45
2. Pemeriksaan Lab : Gula Darah Acak : 215
3. Pemeriksaan Tekanan Intra Okuler : OD : 18,6
OS : 14,5
3.2. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


1 DS: gangguan penerimaan Gangguan sensori dan
persepi ( penglihatan)
-klien mengatakan mengalami indra penglihatan
penglihatan kabur. akibat lensa tertutup
-Klien mengatakan mengalami katarak
penglihatan kabur, kesulitan melihat
dari jarak jauh ataupun dekat
DO:
- pupil berwarna putih dan ada dilatasi
pupil, nucleus pada lensa menjadi
coklat kuning, lensa menjadi opak,
retina sulit dilihat
2 DS: bedah pengangkatan Resiko tinggi
-klien mengatakan kesulitan melihat lensa yang telah terhadap infeksi
pada jarak jauh atau dekat, pandangan terdapat katarak
ganda, susah melihat pada malam hari.
-klien mengatakan bahwa dia juga
mnderita penyakit diabetis mellitus

DO:
- terdapat gangguan keseimbangan
pada susunan sel lensa oleh factor fisik
dan kimiawi sehingga kejernihan lensa
berkurang.
-Hiperglikemia
Diagnosa keperawatan yang muncul
 Gangguan sensori persepsi(penglihatan) b/d gangguan penerimaan sensori/status organ indra
penglihatan
 Resiko tinggi terhadap infeksi b/d bedah pengangkatan katarak

3.3. Nursing Care Planning

No Diagnosa Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional


1. Resiko tinggi Setelah - Meningkat kan Mandiri
terhadap infeksi dilakukan penyembuhan 1. Diskusikan pentingnya1. Menurunkan jumlah
berhubungan intervesi luka tepat waktu mencuci tangan bakteri pada tangan,
dengan bedah selama 3x24 - bebas drainase sebelum menyentu mencega kontaminasi
pengangkatan jam diharapkan purulen dan atau mengobati mata area operasi
katarak factor resiko eritema 2. Gunakan atau tunjukan2. Tehnik aseptic
infeksi dapat tehnik yang tepat untuk menurunkan resiko
diatasi membersihkan mata penyebaran bakteri dan
dari dalam keluar kontaminasi silang
dengan tisu basah atau
bola kapas untuk tiap
usapan ganti balutan
dan masukkan lensa
kontak bila
menggunakan
3. Tekankan pentingnya
untuk tidak menyentuh
atau menggarut mata 3. Mencegah kontaminasi
yang di operasi dan kerusakan sisi
4. Obserpasi tanda operasi
terjadinya infeksi
contah kemerahan,
kelopak mata bengkak,4. Infeksi mata terjadi 2-3
drainase purulen. hari setelah prosedur
Kolaborasi: dan memerlukan upaya
1. Berikan obat sesuai intervensi yang tepat
indikasi
 antibiotik(topical,
perenteral, atau
subkunjungival)  sediakan topical yang
digunakan sevara
profilaksis, dimana
terapi lebih akresif
diperlukan bila terjadi
infeksi. Catatan steroid
mungkin ditambahkan
pada antibiotic topical
bila pasien mengalami
implantasi.
 Digunakan untuk
 steroid menurunkan implamasi
2 Gangguan Setelah - Dapat Mandiri
sensori dilakukan meningkatkan 1. Tentukann ketajaman 1. kebutuhan individu dan
persepsi(penglih intervesi ketajaman penglihatan, catat pilihan intervensi
atan) selama 3x24 penglihatan apakah 1 atau 2 mata bervariasi sebab
berhubungan jam diharapkan batas situasi terlibat kehilangan penglihatan
dengan gangguan individu terjadi lambat dan
gangguan sensori persepsi - Memperbaiki progresif. Bila bilateral
penerimaan dapat diatasi potensi bahaya tiap mata dapat
sensori/status dalam lingkunga berlangjut pada laju
organ indra yang berbeda tetapi
penglihatan biasa nya hanya 1
mata diperbaiki
perprosedur.
2. memberikan
peningkatan
kenyamanan dan
kekeluargaan,
2. Orientasikan pasien menurunkan cemas
terhadap dab disorientasi pasca
lingkungan,stap, orang operasi
lain di area nya 3. terbangun dan
lingkungan tak dikenal
dan mengalami
tetbatasan penglihatan
dapat mengakibatkan
3. Observasi tanda-tanda bingung pada orang
dan gejala- gejala tua. Menurunkan resiko
disorientasi, jatuh bila pasien
pertahankan pagar bingung atai tak kenal
tempat tidur sampai ukuran tempat tidur
benar-benar senbuh
dari anastesia 4. Memberikan
rangsangan sensori
tepat terhadap isolasi
dan menurunkan
bingung

4. Pendekatan dari sisi


yang tak dioperasi ,
5. Gangguan penglihatan
bicara, dan menyentuh
atau iritasi dapat
sering, dorong orang
berakhir 1-2 jam
terdekat tinggal dengan
setelah diberikan
pasien
pengobatan tetapi
secara bertahap
5. Perhatikan tentang
menurunkan dengan
suram atau penglihatan
penggunaan.
kabur dan iritasi mata
Catatan :
Iritasi local harus
dilaporkan ke dokter
tetapi jangan hentikan
penggunaan obat
sementara
6. perubahan ketajaman dan
kedalaman persepsi dapat
menyebabkan bingung
penglihatan atau
meningkatkan resiko
6. Ingatkan pasien
cedera sampai pasien
menggunakan
belajar untuk
kacamata katarakyang
mengkompensasi.
tujuannya
memperbesar kurang
lebih 25% penglihatan
perifer hilang dan buta
titik mungkin ada

3.4. Catatan Perkembangan

No Diagnose Keperawatan Implementasi Evaluasi


1. Resiko tinggi terhadap infeksi Jam 08.00 wib Jam 12.00wib
berhubungan dengan bedah Mandiri
S: Klien mengatakan dapat
pengangkatan katarak 1. Mendiskusikan pentingnya
mencuci tangan sebelum beristrahat dengan baik
menyentu atau mengobati mata tanpa terasa nyeri pasca
2. Menggunakan atau tunjukan
operasi pengangkatan
tehnik yang tepat untuk
membersihkan mata dari dalam katarak
keluar dengan tisu basah atau O: klien dapat beristirahat
bola kapas untuk tiap usapan
dengan tenang dan lebih
ganti balutan dan masukkan lensa
kontak bila menggunakan rilek serta tidak terdapat
3. Menekankan pentingnya untuk tanda-tanda terjadinya
tidak menyentuh atau menggarut
infeksi pada mata klien
mata yang di operasi
4. Mengobserpasi tanda terjadinya A: Masalah klien teratasi
infeksi contah kemerahan, sebagian,tidak terjadi
kelopak mata bengkak, drainase
infeksi pada mata klien
purulen.
Kolaborasi: pasca operasi.
1. Memberikan obat sesuai indikasi P: Intervensi dilanjutkan
 antibiotik(topical, perenteral, atau
1. Tekankan pentingnya untuk tidak
subkunjungival) menyentuh atau menggarut mata
 Steroid yang di operasi
2. obserpasi tanda terjadinya infeksi
contah kemerahan, kelopak mata
bengkak, drainase purulen

2. Gangguan sensori Jam 08.00 wib Jam 12.00 wib


persepsi(penglihatan) Mandiri
S: klien mengatakan setelah
berhubungan dengan gangguan 1. Menentukann ketajaman
penerimaan sensori/status organ penglihatan, catat apakah 1 atau dilakukan operasi matannya
indra penglihatan 2 mata terlibat sudah dapat melihat
2. Mengorientasikan pasien
walaupun tanpa bantuan
terhadap lingkungan,stap, orang
lain di area nya kaca mata katarak
3. Mengobservasi tanda-tanda dan O: klien sudah dapat
gejala- gejala disorientasi,
melihat benda-benda
pertahankan pagar tempat tidur
sampai benar-benar sembuh dari disekitarnya
anastesia A: Masalah teratasi
4. Pendekatan dari sisi yang tak
P: Intervensi dihentikan
dioperasi , bicara, dan menyentuh
sering, dorong orang terdekat
tinggal dengan pasien
5. Memperhatikan tentang suram
atau penglihatan kabur dan iritasi
mata
6. Mengingatkan pasien
menggunakan kacamata
katarakyang tujuannya
memperbesar kurang lebih

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa yang mengakibatkan
pengurangan visus oleh suatu tabir/layar yang diturunkan di dalam mata, seperti melihat air
terjun.
menjadi kabur atau redup, mata silau yang menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan susah
melihat Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya klien melaporkan
penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional sampai derajat tertentu
yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi. Temuan objektif biasanya meliputi
pengembunann seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan
oftalmoskop.
Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya
ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pendangan
di malam hari.Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih.

4.2 Saran
Katarak adalah suatu penyakit degeneraf karena bertambahnya faktor usia,jadi untuk
mencegah terjadinya ppenyakit katarak ini dapat dilakukan dengan pola hidup yang sehat seperti
tidak mengkonsumsi alcohol dan minum minuman keras yang dapat memicu timbulnya
katarak.dan salalu mengkonsumsi buah-buahan serta sayuran yang lebih banyak untuk menjaga
kesehatan mata.

Daftar pustaka
Doenges, Marilyan E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Alih bahasa: I Made Kariasa.
Jakarta . EGC
Long, C Barbara. 1996.Perawatan Medikal Bedah : 2.Bandung. Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan Pajajaran
Margaret R. Thorpe. Perawatan Mata. Yogyakarta . Yayasan Essentia Medica
Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa : Setiawan Sari. Jakarta.
EGC
Sidarta Ilyas. 2001. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta. FKUI
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih
bahasa : Agung Waluyo. Jakarta. EGC.

You might also like