You are on page 1of 6

BAB II

PEMBAHASAN

Lanjut usia merupakan bagian dari proses kehidupan yang tidak dapat dihindari dan akan
dialami oleh setiap manusia. Pada tahap ini manusia mengalami banyak perubahan baik secara
fisik maupun mental, dimana terjadi kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang
pernah dimilikinya.Lanjut Usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.
Sebagai dampak keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia salah satunya adalah
meningkatnya angka harapan hidup di Indonesia sehingga populasi lansia juga meningkat.
Berdasarkan data Biro Pusat Statistik tahun 2014, umur Harapan Hidup (UHH) di Indonesia
untuk wanita adalah 73 tahun dan untuk pria adalah 69 tahun. Menurut Bureau of the Cencus
USA (1993), Indonesia pada tahun 1990-2025 akan mempunyai kenaikan jumlah lanjut usia
sebesar 414%.
Pasien lanjut usia mempunyai ciri-ciri: memiliki beberapa penyakit kronis/menahun,
gejala penyakitnya tidak khas, fungsi organ yang menurun, tingkat kemandirian berkurang,
sering disertai masalah nutrisi, karena alasan tersebut perawatan pasien geriatri berbeda dengan
pasien yang lain. Masalah-masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia berbeda dari orang
dewasa, yang sering disebut dengan sindroma geriatri yaitu kumpulan gejala-gejala mengenai
kesehatan yang sering dikeluhkan oleh para lanjut usia dan atau keluarganya (istilah 14 I), yaitu :
1. Immobility : Imobilisasi adalah keadaan tidak bergerak/tirah baring selama 3 hari atau lebih,
diiringi gerak anatomis tubuh yang menhilang akibat perubahan fungsi fisiologis. Berbagai
faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan imobilisasi pada usia lanjut.
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekuatan otot,
ketidaksembangan, psikologis dan yang paling sering adalah ganggun pada sendi atau
penyakit sendi yang terjadi karena tulang mengalami proses penuaan (aging). Immobility
biasa disebut dengan keterbatasan gerak dalam artian pada lansia terjadi penurunan
frekeuensi gerak dibandingkan dengan orang dewasa pada umumnya.

2. Instability : hilangnya keseimbangan atau rasa tidak stabil saat berpijak pada lansia
janganlah dianggap peristiwa ringan. Karena jika teradi instabilitas atau gangguan
keseimbangan, lansia akan mudah terjatuh. Walaupun tidak sampai menyebabkan kematian,
namun lansia akan merasa kehilangan harga dirinya dan muncul perasaan takut akan terjatuh
lagi sehingga untuk selanjutnya lansia tersebut menjadi takut berjalan untuk melindungi
dirinya dari bahaya terjatuh. Gangguan keseimbangan (instabilitas) akan memudahkan
pasien geriatri terjatuh dan dapat mengalami patah tulang. Terdapat banyak faktor yang
berperan untuk terjadinya instabilitas dan jatuh pada orang usia lanjut. Berbagai faktor
tersebut dapat diklasifikasikan sebagai faktor instrinsik (faktor risiko yang ada pada pasien)
dan faktor risiko ekstrinsik (faktor yang terdapat di lingkungan). Prinsip dasar tatalaksana
usia lanjut dengan masalah instabilitas dan riwayat jatuh adalah mengobati berbagai kondisi
yang mendasari instabilitas dan jatuh, memberikan terapi fisik dan penyuluhan berupa
latihan cara berjalan, penguatan otot, alat bantu, sepatu atau sandal yang sesuai, serta
mengubah lingkungan agar lebih aman seperti pencahayaan yang cukup, pegangan, lantai
yang tidak licin.

3. Intelectual Impairment : gangguan fungsi intelektual dan ingatan yang cukup berat. Keadaan
yang terutama menyebabkan gangguan intelektual pada pasien lanjut usia adalah delirium
dan demensia. Demensia adalah gangguan fungsi intelektual dan memori yang dapat
disebabkan oleh penyakit otak, yang tidak berhubungantingkat kesadaran. Demensia tudak
hanya masalah pada memori. Demensia mencakup berkurangnya kemampuan untuk
mengenal, berpikir, menyimpan atau mengingat pengalaman yang lalu dan juga kehilangan
pola sentuh, pasien menjadi perasa dan terganggunya aktivitas.

4. Impairment of vision and hearing : gangguan panca indera, lansia terutama yang mengalami
sindrom metabolic biasanya sering mengalami gangguan panca indera, seperti penglihatan,
pendengaran, dan gangguan kulit. Gangguan penglihatan dan pendengaran juga sering
dianggap sebagai hal yang biasa akibat proses menua. Prevalensi gangguan penglihatan pada
pasien geriatri yang diarawat di indonesia mencapai 24 %. Gangguan penglihatan
berhubungan dengan penurunan kegiatan waktu senggang , status fungsional, fungsi sosial
dan mobilitas. Gangguan pengliahatn dan pendengaran berhubungan dengan kualitas hidup,
meningkatkan disabilitas fisik, ketidakseimbangan, jatuh, fraktur panggul dan mortalitas.

5. Isolation (depresi) : Gangguan depresi pada usia lanjut kurang dipahami sehngga banyak
kasus tidak dikenali. Gejala depresi pada usia lanjut sering kali dianggap sebagai bagian dari
proses menua. Faktor yang memeperberat depresi adalah kehilangan orang yang dicintai,
kehilangan rasa aman, taraf kesehatan menurun. Perubahan status sosial, bertambahnya
penyakit dan berkurangnya kemandirian sosial serta perubahan-perubahan akibat proses
menua menjadi salah satu pemicu munculnya depresi pada lansia. Namun demikian, sering
sekali gejala depresi menyertai penderita dengan penyakit-penyakit gangguan fisik, yang
tidak dapat diketahui ataupun terpikirkan sebelumnya, karena gejala-gejala depresi yang
muncul seringkali dianggap sebagai suatu bagian dari proses menua yang normal ataupun
tidak khas.

Gejala-gejala depresi dapat berupa perasaan sedih, tidak bahagia, sering menangis, merasa
kesepian, tidur terganggu, pikiran dan gerakan tubuh lamban, cepat lelah dan menurunnya
aktivitas, tidak ada selera makan, berat badan berkurang, daya ingat berkurang, sulit untuk
memusatkan pikiran dan perhatian, kurangnya minat, hilangnya kesenangan yang biasanya
dinikmati, menyusahkan orang lain, merasa rendah diri, harga diri dan kepercayaan diri
berkurang, merasa bersalah dan tidak berguna, tidak ingin hidup lagi bahkan mau bunuh diri,
dan gejala-gejala fisik lainnya. Akan tetapi pada lansia sering timbul depresi terselubung,
yaitu yang menonjol hanya gangguan fisik saja seperti sakit kepala, jantung berdebar-debar,
nyeri pinggang, gangguan pencernaan dan lain-lain, sedangkan gangguan jiwa tidak jelas.
6. Inanition (malnutrisi) : kekurangan gizi pada lansia dapat disebabkan perubahan lingkungan
maupun kondisi kesehatan. Etiologi malnutrisi yaitu : malnutrisi primer terjadi sebab dietnya
mutlak salah satu kurang, malnutrsi sekunder atau bersayarat. Kelemahan nutrisi panda
hendaya terjadi pada lansia karena kehilangan berat badan fisiologis dan patologis yang
tidak disengaja. Anoreksia pada lanjut usia merupakan penurunan fisiologis nafsu makan
dan asupan makan yang menyebabkan kehilangan berat badan yang tidak diinginkan. Faktor
predisposisi malnutrisi adlah: pancaindra untuk rasa dan bau berkurang, kehilangan gigi
alamiah, gangguan motilitas usus akibat tonus otot menurun, penurunan produksi asam
lambung.

7. Irritable kolon : gangguan BAB yang terjadi pada lansia juga berkaitan dengan asupan gizi
lansia itu sendiri. Contohnya karena kurangnya asupan serat, kurangnya minum, ataupun
intervensi obat-obat tertentu. Akibatnya, pengosongan isi usus menjadi sulit terjadi atau isi
usus menjadi tertahan. Pada konstipasi, kotoran di dalam usus menjadi keras dan kering, dan
pada keadaan yang berat dapat terjadi akibat yang lebih berat berupa penyumbatan pada
usus disertai rasa sakit pada daerah perut.

8. Incontinencia Urin : merupakan salah satu masalah yang sering didapati pada lansia, yaitu
keluarnya air seni tanpa disadari, dalam jumlah dan kekerapan yang cukup mengakibatkan
masalah kesehatan atau sosial. Beser bak merupakan masalah yang seringkali dianggap
wajar dan normal pada lansia, walaupun sebenarnya hal ini tidak dikehendaki terjadi baik
oleh lansia tersebut maupun keluarganya. Akibatnya timbul berbagai masalah, baik masalah
kesehatan maupun sosial, yang kesemuanya akan memperburuk kualitas hidup dari lansia
tersebut. Inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak terkendali pada
waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan frekuensi dan jumlahnya, sehingga
mengakibatkan masalah sosial dan higienis. Inkontinensia urin seringkali tidak dilaporkan
oleh pasien atau keluarga karena malu atau tabu untuk diceritakan, ketidaktahuan dan
mengganggapnya sebagai sesuatu yang wajar pada orang usia lanjut serta tidak perlu diobati.

Inkontinensia urin akut reversibel


Merupakan setiap kondisi yang menghambat mobilitas pasien dapat memicu
timbulnya inkontinensia urin fungsional atau memburuknya inkontinensia persisten,
seperti fraktur tulang pinggul, stroke, arthritis dan sebagainya. Resistensi urin karena
obat-obatan atau obstruksi anatomis dapat pula menyebabkan inkontinensia urin.
Keadaan inflamasi pada vagina dan uretra mungkin kan memicu inkontinensia urin.
Konstipasi juga sering menyebabkan inkontinensia akut.
 Inkontinensia urin persisen
Dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara meliputi anatomi, patofisiologi dan klinis.
Untuk kepentingan praktek klinis, klasifikasi klinis lebih bermanfaat karena dapat
membantu evaluasi dan intervensi klinis. Kategori meliputi:
 Inkontinensia urin stres
Tak terkendalinnya aliran urin akibat meningkatnya tekanan intraabdominal seperti
pada saat batu, bersin atau berolehraga. Umumnya disebabkan oleh melemahnya urin
pada lansia dibawah 75 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita tetapi mungkn terjadi
pada laki-laki akibat kerusakan pada sfingter urethra setelah pembedahan transurethral
dan radiasi. Pasien mengeluh mengeluarkan urin pada saat tertawa, batu atau berdiri.
Jumlah urin yang keluar dapat sedikit atau banyak.
 Inkontinensia urin urgensi
Keluarnya urin secara tak terkendali dikaitkan dengan sensasi keinginanberkemih.
Inkontinensia urin jenis ini umumnya dikaitkan dengan kontraksi detrusor tak terkendali.
Masalah-masalah neurologis sering dikaitkan dengan inkontenansia urin urgensi ini,
meliputi stroke, penyakit parkinson, demensia dan cedera medula spinalis. Pasien
mengeluh tak cukup waktu untuk sampai ditoilet setelah timbul keinginan untuk
berkemih sehingga timbul peristiwa inkontinensia urin. Inkontinensia tipe urgensi ini
menrupakan penyebab tersering inkontinensia pada lansia diatas 75 tahun
 Inkontinensia urin luapan/overflow
Tidak terkendalinya pengeluaran urin dikaitkan dengan distensi kandung kemih
yang berlebihan. Hal ini disebabkan oleh obstruksi anatomis, seperti pembesaran prostat,
faktor neurogenik pada diabetes melitus atau sclerosis mulltiple yang menyebabkan
berkurang atau tidak berkontraksinya kandung kemih dan faktor-faktor obat-obatan.
Pasien mengeluh keluarnya sedikit urin tanpa adanya sensasi bahwa kandung kemih
sudah penuh.
 Inkontenansia urin fungsional
Merupakan keadaan yang mengalami pengeluaran urin secara tanpa disadari dan
tidak dapat diperkirakan. Inkontenansia fungsional merupakan intenkonensia dengan
fungsi saluran kemih bagian bawah yang utuh tetapi ada faktor lain seperti gangguan
kognitif berat meyebabkan pasien sulit untuk mengidentifikasi perlunya urinasi (misal
demensia Alzheimer) atau gangguan fisik yang menyebabkan pasien sulit atau tidak
mungkin menjangkau toiley untuk melakukan urinasi.

9. Infection : merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting pada lansia, karena selain
sering didapati, juga gejala tidak khas bahkan asimtomatik yang menyebabkan
keterlambatan di dalam diagnosis dan pengobatan serta risiko menjadi fatal meningkat pula.
Beberapa faktor risiko yang menyebabkan lansia mudah mendapat penyakit infeksi karena
kekurangan gizi, kekebalan tubuh:yang menurun, berkurangnya fungsi berbagai organ
tubuh, terdapatnya beberapa penyakit sekaligus (komorbiditas) yang menyebabkan daya
tahan tubuh yang sangat berkurang. Selain daripada itu, faktor lingkungan, jumlah dan
keganasan kuman akan mempermudah tubuh mengalami infeksi. Infeksi sangat erat
kaitannya dengan penurunan fungsi sistem imun pada usia lanjut. Infeksi yang sering
dijumpai adalah saluran kemih, pneumonia, sepsis dan meningitis.
10. Iatrogenesis : Karakteristik yang khas dari pasien geriatri yaitu multipatologik, sering kali
menyebabkan pasien mengkonsumsi obat yang tidak sedikit jumlahnya. Pemberian oabta
pada lansia haruslah sangat hati-hati dan rasional karena obat akan dimetabolisme dihati
sedangkan pada lansia terjadi penurunan faal hati juga terjadi penurunan faal ginjal (jumlah
glomerulus berkurang), dimana sebagian besar obat dikeluarkan melalui ginjal sehingga
pada lansia sisa metabolisme obat tidak dapat dikeluarkan dengan baik dan dapat berefek
toksik..

11. Insomnia : Merupakan gangguan tidur yang sering dijumpai pada pasien geriatri. Umumnya
mereka mengeluh bahwa tidurnya tidak memuaskan dan sulit memetahankan kondisi tidur.
Sekitar 57% orang lanjut usia di komunitas mengalami insomnia kronis, 30% pasien usia
lanjut mengeluh tetap terjaga sepnjang malam, 19 % mengeluh bangun terlalu pagi, dan 19
% mengalami kesulitan untuk tertidur. Pada usia lanjut umunya mengalami gangguan tidur
seperti: kesulitan untuk tertidur, kesulitan mempertahankan tidur nyenyak, bangun terlalu
pagi. Faktor yang menyebabkan insomnia: perubahan irama sirkadian, gangguan tidur
primer, penyakit fiisik (hipertiroid, arteritis), penyakit jiwa, pengobatan polifarmasi,
demensia.

12. Immune deficiency : Perubahan yang dapat terjadi dari proses menua adalah: berkurangnya
imunitas yang dimediasi oleh sel, rendahnya afinitas produksi antibodi, meningkatnya
autoantibodi, terganggunya fungsi makrofag, berkurangnya hipersensitivitas tipe lambat,
atrofi timus, hilangnya hormon timus, berkurangnya produksi sel B oleh sel-sel sumsum
tulang

13. Impotency : lemah syahwat yang terjadi pada lansia diakibatkan penurunan aliran darah
sistemik sehingga organ genitalia tidak dapat berkontraksi secara maksimal. 50% pria pada
umur 65 tahun dan 75 % pria pada usia 80 tahun mengalami impotensi. 25 % terjadi akibat
mengkonsumsi obat-obatan seperti : anti hipertensi, anti psikosa, anti depressant, litium
(mood stabilizer). Selain karena mengkonsumsi obat-obatan, impotensi dapat terjadi akibat
menurunnya kadar hormon.

14. Impecunity : dengan semakin bertambahnya usia maka kemampuan fisik dan mental akan
berkurang secara perlahan-lahan, yang menyebabkan ketidakmampuan tubuh dalam
mengerjakan atau menyelesaikan pekerjaannya sehingga tidak dapat memberikan
penghasilan. Akhirnya, lansia merasa miskin dan merasa tidak dapat berbuat apa-apa
sehingga dapat menimbulkan depresi.
Referensi :

Suryanto. 2008. Konsep Lansia. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/4/jtptunimus-gdl-s1-2008-


suyantog2a-184-3-bab2.pdf diakses pada tanggal 19 Desember 2015

Siti, Maryam Rdkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Penanganannya. Jakarta: Salemba Medika

Vina. 2015. LP Geriatric Syndrome. http://docslide.us/document/lp-geriatric-syndrome-vina.html


diakses pada tanggal 20 Desember 2015

You might also like