You are on page 1of 17

LAPORAN PENDAHULUAN DIARE

A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Peningkatan pengeluara tinja dengan kosistensi lebih lunak

atau lebih cair dari biasanya , dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam

24 jam. Sementara untuk untuk bayi dan anak-anak, diare

didefinisikan sebagai pengeluaran tinja > 10g/kg/24 jam (Juffrie

2010).

Diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari 3

kali dalam satu hari dan biasanya berlangsung selama dua hari atau

lebih. Orang yang mengalami diare akan kehilangan cairan tubuh

sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh. Hal ini membuat tubuh tidak

dapat berfungsi dengan baik dan dapat membahayakan jiwa ,

khususnya pada anakdan orang tua (USAID, 2016).

Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan

bertambahnya frekensi defekasi lebih dari biasanya

(>3kali/hari)disertai perubahan kosistensi tinja menjadi cair

dengan/tanpa darah dan/atau lendir (Suraatmaja, 2017)

2. Klasifikasi

a. Berdasarkan lama diare

1) Diare Akut

Diare akut dimana terjadi sewaktu waktu dan

berlangsung selama 14 hari dengan pengeluaran tinjak lunak

atau cair yang dapat atau tanpa disertai lendir atau darah. Diare

akut dapat menyebabkan dehidrasi dan bila kurang

1
megonsusmsi makanan akan mengakibatkan kurang gizi (

Ernawati, 2012).

2) Diare Kronik

Diare kronik berlangsung secara terus menerus selama

lebih dari 2 minggu atau lebih dari 14 hari secara umum

diikuti kehilangan berat badan secara signifikan dan malasah

nutrisi (Sodikin, 2011).

3) Diare persisten

Diare persisten adalah diare akut dengan atau tanpa

disertai darah berlanjut sampai 14 hari atau lebih. Jika terdapat

dehidrasi sedang atau berat diklasifikasikan sebagai berat atau

kronik. Diare persisten menyebabkan kehilangan berat badan

karena pengeluaran volume faces dalam jumlah banyak dan

berisiko mengalami diare (Sodikin, 2011). Diare persisten

dibagi menjadi dua yaitu diare persisten berat dan diare

persisten tidak berat atau ringan. Diare persisten berat

merupakan diare yang berlangsung selama ≥ 14 hari, dengan

tanda dehidrasi, sehingga anak memerlukan perawatan di

rumah sakit. Sedangkan diare persisten tidak berat atau ringan

merupakan diare yang berlangsung selama 14 hari atau lebih

yang tidak menunjukkan tanda dehidrasi (Ariani, 2016).

4) Diare malnutrisi berat


Diare malnutrisi berat disebabkan karena infeksi.
Infeksi dapat menyebabkan anak mengalami malnutrisi karena
selama sakit, mengalami infeksi, anak mengalami penurunan
asupan makanan, gangguan pertahanan dan fungsi imun
(Kuntari, 2018).

2
b. Berdasarkan patofisiologik diklasifikasi menjadi dua yaitu:
1) Diare sekresi
Diare sekresi disebabkan karena infeksi virus baik
yang patogen maupun apatogen, hiperperistaltik usus yang
dapat disebabkan oleh bahan bahan kimia misalnya keracunan
makanan atau minuman yang terlalu pedas, selain itu juga
dapat disebabkan defisiensi imun atau penurunan daya tahan
tubuh (Simadibrata, 2009).
2) Diare osmotik
Diare osmotik disebabkan karena meningkatnya
tekanan osmotik intralumen dari usus halus yang disebabkan
oleh obat-obat/zat kimia, makanan tertentu seperti buah,
gula/manisan, permen karet, makanan diet dan pemanis obat
berupa karbohidrat yang tidak diabsorbsi seperti sorbitol atau
fruktosa (Octa, dkk, 2014). Diare osmotik dapat terjadi akibat
gangguan pencernaan kronik terhadap makanan tertentu
seperti buah, gula/manisan dan permen karet

3. Etiologi
a. Faktor Infeksi :
1) Bakteri; Enteropathogenic Escherichia Coli, Salmonella,
Shigella, Yersinia Enterocolitica.
2) Virus; Enterovirus – Echoviruses, Adenovirus, Human
Retrovirua seperti agent, Rotavirus.
3) amur; Candida Enteritis.
4) Parasit; Giardia Clamblia, Crytosporidium.
5) Protozoa.
b. Bukan Faktor Infeksi :
1) Alergi makanan; susu, protein.
2) Gangguan metabolik atau malabsorbsi; penyakit celiac, Cystic
Fibrosis pada pankreas.
3) Iritasi langsung pada saluran pencernaan oleh makanan.
4) Obat-obatan; Antibiotik.
5) Penyakit usus; Colitis Ulserative, Crohn Disease, Enterocolitis.
6) Emosional atau stress
7) Obstruksi usus.
c. Penyakit infeksi; Otitis Media, infeksi saluran nafas atas, infeksi
saluran kemih.

3
4. Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama
gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak
dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus
meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam
rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang
usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. Kedua akibat
rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan
selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan
mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap
makanan sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus
menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang
selanjutnya dapat menimbulkan diare pula. Selain itu diare juga dapat
terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah
berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut
berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin
tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare
(Latief, Abdul dkk, 2015)

5. Manifestasi Klinik
1) Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer.
2) Terdapat tanda dan gejala dehidrasi; turgor kulit jelek (elastisitas
kulit menurun), ubun-ubun dan mata cekung, membran mukosa
kering.
3) Keram abdominal.
4) Demam.
5) Mual dan muntah.
6) Anoreksia.
7) Lemah.
8) Pucat.
9) Perubahan tanda-tanda vital; nadi dan pernafasan cepat.
10) Menurun atau tidak ada pengeluaran urine

6. Pathway
Terlampir

4
7. Komplikasi
a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau
hipertonik).
b. Renjatan hipovolemik.
c. Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah,
bradikardi, perubahan pada elektro kardiagram).
d. Hipoglikemia.
e. Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim
laktase karena kerusakan vili mukosa, usus halus.
f. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
g. Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah,
penderita juga mengalami kelaparan.

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Tinja
1) Makroskopis
Bentuk tinja dan jumlah tinja dalam sehari kurang lebih 250
mg.
2) Mikroskopis
Na dalam tinja ( normal : 56-105 mEq/l ) Chloride dalam tinja
( normal : 55-95 mEq/l ), kalium dalam tinja ( normal : 25-26
mEq/l ), HCO3, dalam tinja ( normal : 14-31 mEq/l ).
c. PH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan label
klining test bisa diduga terjadi intoleransi gula.
1) PH normal kurang dari 6
2) Gula tinja, normalnya tidak terjadi gula dalam tinja.
d. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah,
lebih cepat dilakukan dengan pemeriksaan analisa gas darah.
Dalam pemeriksaan gas darah nilai jika terjadi alkaliosis
metabolic/asidosis respiratorikmaka nilai CO2 lebih tinggi dari
nilai O2, sedangkan jiaka terjadi asidosis metabolik alkalosis
respiratori maka nilai CO2 lebih rendah dari O2.
e. Pemeriksaan kadar urin dan kreatinin untuk mengetahui fool
ginjal
1) Urin normal 20-40 mg/dl. Jika terjadi peningkatan
menunjukan adanya dehidrasi

5
2) Kreatinin normal 0,5-1,5 mg/dl. Jika terjadi peningkatan
menunjukan adanya penurunan fungsi ginjal.
f. Pemeriksaan darah lengkap
Darah lengkap meliputi elektroda serum, kreatinin, menunjukan
adanya dehidrasi. Nilai normal hemoglobin adalah 13-16 g/dl,
hematokrit 40-48 vol%. Hemoglobin dan hematokrit biasanya
mengalami penurunan diare akut.
g. Duodeual Intubation
Gunanya untuk mengetahui kuman secara kuantitatif terutama
pada diare kronik. Penyebab yang ditemukan tidak ada yang
berupa mikroba tunggal baik itu Shigela, Crypto Sporodium dan
E. Colienteroagregatif.
Hasil pemeriksaan duodeual intubation berupa +++ ( positif 3 )
menunjukan adanya 3 kuman bakteri yang menjadi penyebab
diare.

9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Dasar pengobatan diare adalah:
1) Pemberian cairan
a) Belum ada dehidrasi
Per oral sebanyak anak mau minum (ad libitum) atau 1 gelas
tiap defekasi
b) Dehidrasi ringan
 1 jam pertama: 25-50 ml/kgBB per oral (intragastrik)
 Selanjutnya: 125 ml/kgBB per oral (intragastrik)
c) Dehidrasi sedang
 1 jam pertama: 50-100 ml/kgBB per oral/intragastrik
(sonde)
 selanjutnya: 125 ml/kgBB/hari ad libitum.
d) Dehidrasi berat
Untuk anak umur 1 bulan – 2 tahun berat badan 3 – 10 kg.
 1 jam pertama 12 ml/kgBB/jam = 3 tetes /kgBB/menit (set
infus berukuran 1 ml = 15 tetes) atau 13 tetes/kgBB/menit
(1 set infus 1 ml = 20 tetes).

6
 7 jam berikut: 12 ml/kgBB/jam = 3 tetes/kgBB/menit (1 set
infus = 15 tetes) atau 4 tetes/kgBB/menit (set infus 1 ml =
20 tetes).
 16 jam berikut: 125 ml/kgBB per oral atau intragastrik. Bila
anak tidak mau minum, teruskan DG aa intravena 2
tetes/kgBB/menit (set infus 1 ml = 15 tetes) atau 3
tetes/kgBB/menit (set infus 1 ml = 20 tetes).
Untuk anak lebih dari 2 – 5 tahun dengan berat badan 10-15 kg.
 1 jam pertama: 30 ml/kgBB/jam atau 8 tetes/kgBB/menit
(1 ml = 15 tetes) atau 10 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20
tetes).
 7 jam berikutnya: 10 ml/kgBB/jam atau 3
tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 4 tetes/
kgBB/menit (1 ml = 20 tetes).
 16 jam berikutnya: 125 ml/kgBB oralit per oral atau
intragastrik. Bila anak tidak mau minum dapat diteruskan
dengan DG aa intravena 2 tetes/kgBB/menit (1 ml = 15
tetes) atau 3 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes).
Untuk anak lebih dari 5 – 10 tahun dengan BB 15-25 kg
 1 jam pertama 20 ml/kgBB/jam atau 5 tetes/kgBB/menit (1
ml = 15 tetes) atau 7 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes).
 7 jam berikut: 10 ml/kgBB/jam atau 2 ½ tetes/kgBB/menit
(1 ml = 15 tetes) atau 3 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes).
 16 jam: 105 ml/kg BB oralit peroral atau bila anak tidak
mau minum dapat diberikan DG aa intravena 1
tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 1 ½
tetes/kgBB/menit (set 1 ml = 20 tetes)
Untuk bayi baru lahir (neonatus) dengan berat badan 2-3 g
 Kebutuhan cairan:125 ml + 100 ml = 250 ml/kgBB/24
jam.
 Jenis cairan: Cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian
NaHCO3 1 ½%)
 Kecepatan: 4 jam pertama: 25 ml/kgBB/jam atau 6
tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) 8 tetes/kgBB/menit (1
ml = 20 tetes). 20 jam berikutnya: 150 ml/kgBB/20 jam

7
atau 2 tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 2 ½
tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes).
Untuk bayi berat badan lahir rendah, dengan berat badan
kurang dari 2 kg .
 Kebutuhan cairan: 25 ml/kgBB/24 jam
 Jenis cairan: Cairan 4:1 (4 bagian glukosa 10% + 1 bagian
NaHCO3 1 ½%)
 Kecepatan: Sama dengan pada bayi baru lahir. Cairan
untuk pasien MEP sedang dan berat dengan diare
dehidrasi berat. Misalnya untuk anak umur 1 bulan – 2
tahun dengan berat badan 3-10 kg.
 Jenis cairan: DG aa
 Jumlah cairan: 250 ml/kgBB/24 jam (tabel 3.3).
 Kecepatan: 4 jam pertama: 60 ml/kgBB/jam atau 15
ml/kgBB/jam atau = 4 tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 menit)
atau 5 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 jam berikutnya: 150
ml/kgBB/20 jam atau 2 tetes/kgBB/menit (1 tetes). 20 jam
berikutnya: 190 ml/kgBB/20 jam atau 10 ml/kgBB/jam
atau 2 ½ tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 3
tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes).
Pemberian cairan pasien MEP tipe marasmik.
Kwaskhiorkor dengan diare dehidrasi berat dan pasien
MEP 3-10 kg, umur 1 bulan – 2 tahun jumlah cairan 200
ml/kg BB/24 jam.
2) Pengobatan dietetic
Untuk anak (1 tahun dan > 1 tahun dengan BAB<7 kg, jenis
makanannya:
 Susu (ASI dan atau formula yang mengandung laktosa
rendah dan asam lemak tidak jenuh).
 Makanan ½ padat (bubur), makanan padat (nasi tim).
 Susu khusus sesuai dengan kelainannya misalnya tidak
mengandung laktosa/asam lemak berantai sedang atau
jenuh.

Cara memberikan:

8
Hari Ket
1.  Setelah rehidrasi segera diberikan makanan per oral
 Bila beri susu tetapi tetap diare, maka beroralit selang-
seling dengan ASI.
2-4  Beri susu formula rendah laktosa penuh.
5  Bila tidak ada kelainan dipulangkan.

3) Obat-obatan
a. Obat anti – sekresi
b. Obat spasmolitik
c. Antibiotik, diberikan jika jelas penyebabnya misal oleh
bakteri.
Cairan per oral
 Pasien dehidrasi ringan dan sedang diberi cairan per oral yaitu
NaCl dan NaHCO3, KCl dan glukosa.
 Pasien diare akut dan koleri umur 6 bulan diberi Natrium 90
mEq/L.
 Pasien umur 6 bulan de ngan dehidrasi ringan/sedang diberi
Natrium 50-60 mEq/L.
 Pemberian formula tidak lengkap (mengandung garam dan
gula), lengkap (oralit).
Cairan parenteral
 Pemberian RL sesuai dengan berat/ringannya penyakit dan juga sesuai
umur dan BBnya.

b. Penatalaksanaan Keperawatan
a) Resiko terjadi gangguan sirkulasi darah
Bila dehidrasi masih ringan
 Beri minum sebanyak-banyaknya  1 gelas/pasien defekasi
 Cairan mengandung elektrolit seperti oralit
 Jika anak muntah dapat diberikan melalui sonde
 Jika lewat oral tidak bisa makan dipasang infus RL sesuai
persetujuan dokter.
Pada dehidrasi berat
Selama 4 jam pertama tetesan lebih cepat, jumlah cairan yang masuk

9
tubuh dapat dihitung dengan cara:
 Jumlah tetesan permenit dikalikan 60, dibagi 15/20 (sesuai set
infus yang dipakai
 Perhatikan tanda vital: denyut, nadi, pernapasan, suhu dan
tekanan darah.
 Perhatikan frekuensi buang iar besar anak apakah masih sering,
encer/sudah berubah konsistensinya.
 Beri minuman teh/oralit 1-2 sendok setiap jam untuk mencegah
bibir dan selaput lendir kering.
 Jika rehidrasi telah terjadi, infus dihentikan, pasien diberi makan
lunak.
b) Kebutuhan nutrisi
 Beri makanan mengandung cukup kalori, protein, mineral
vitamin tetapi tidak menimbulkan diare kembali.
 Beri ASI terus bagi bayi yang masih minum ASI.
 Bila bayi tidak minum ASI diberi susu yang cocok.
 Bagi anak di atas 1 tahun dan sudah makan biasa dianjurkan
makan bubur tanpa sayuran dan minum teh bagi hari masih
diare, hari keesokannya jika membaik boleh diberi wortel
daging tidak berlemak.
c) Risiko terjadi komplikasi
Biasanya terjadi dehidrasi asidosis, dan komplikasi terjadi sebagai
akibat tindakan pengobatan sebagai berikut:
 Infeksi terjadi hematom, flebitis
 Kelebihan cairan terjadi sembab, mengkilap pada kelopak
mata bayi, bengkak seluruh wajah, jika berlanjut edema paru,
sesak nafas bila edema sampai otak, kejang, sehinga terutama
untuk bayi tetesannya harus tepat.
 Kulit iritasi dan lecet pada anus dan sekitarnya, dapat
dibersihkan dengan kapas yang dibasahi minyak sayur, jangan
sesekali beri bedak.
 Kejang-kejang karena hipoglikemia atau kelebihan cairan.
 Malnutrisi energi protein.

10
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Wawancara
Anamnesa yang perlu diketahui pada pasien diare sebagai berikut :
1) Umur
Pada pasien geriatric biasanya akibat tumor , divertikulitis, laksan
berlebih. Pada pasien muda dan anak- anak biasanya infeksi,
intoleransi lactase, sindrom kolon iritatif.
2) Frekuensi Diare
Biasanya frekuensi diare oleh infeksi bakteri biasanya dari hari ke
hari makin sering, berbeda dengan diare akibat minum laksan atau
akibat salah makan
3) Lamanya Diare
Diare akut biasanya berlangsung cepat, diare kronik berlansung
lama
4) Nyeri Abdomen
Nyeri abdomen disertai diare terjadi pada infeksi bakterial pada
usus, sedangkan nyeri sesudah diare yang tidak pernah puas pada
infeksi maupun sindrom mauoun usus iritabel
5) Data Subyektif
a) Keluhan utama : BAB cair , lemas, gwelisah, mual muntah,
anoreksia, badan panas.
b) Frekuensi BAB cair dalam sehari lebih dari 3x
c) Adanya riwayat reaksi alergi terhadap suatu zat,
makanan/inuman, atau lingkungan.
d) Pengobatan diare telah dilakukan dan efektifitasnya
e) Kebiasaan dan pola makan anak seperti makan makanan
terbuka, suka makan makanan pedas.
6) Data Obyektif
a) Mata cekung
b) Ubun – ubun besar dan cekung
c) Turgor kulit kurang dan kering
d) Lidah, bibir dan mukosa kering
e) Konsistensi feses cair
f) Peningkatann suhu tubuh
g) Penurunan BB

11
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan seringnya buang
air besar dan cencer
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan seringnya buang
air besar
c. Risiko infeksi pada orang berhubungan dengan terinfeksi kuman
diare atau kurangnya pengetahuan tentang pencegahan penyebaran
penyakit
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan menurunnya intake (pemasukan) dan menurunnya
absorbsi makanan dan cairan

3. Intervensi
a. Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan dan elektrolit
pada tubuh.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan kebutuhan cairan dan elektrolit
terpenuhi.
NOC : Fluid balance
KH :
1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia
Umur O (ml)
1 – thn 500 – 600
3 – 5 thn 600 – 700
5 – 8 thn 700 – 1000
8 – 14 thn 800 – 1400
14 – 18 1500
thn

- Bj urine normal 20 – 40 mg/dl


- HT normal
- Pada laki-laki : 40 – 48%
- Wanita : 37 – 43%
2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
 Tekanan darah
1 thn 95/65 mmHg

12
6 thn 05/65 mmHg
10 – 13 thn 110/65 mmHg
14 – 17 thn 120/75 mmHg
 Nadi
Umur Bangun tidur
1 – 2 thn 80 – 150 70 – 120
2 thn – 10 thn 70 – 110 60 – 90
10 thn – 18 thn 55 – 90 50 – 90
 Suhu tubuh
1 thn 37,7oC
2 – 5 thn 37,2oC
6 – 18 thn 37oC
1. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik. Membran
mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan.
NIC : Fluid manajement
1. Timbang pokok/pembalut jika diperlukan
2. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.
3. Monitor status hidrasi (kelemahan membran mukosa, nadi adekuat)
4. Monitor vital sign
5. Monitor cairan/makanan dan hitung intake kalon harian
6. Kolaborasikan pemberian cairan IV
7. Masukkan oral
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan absorbsi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan nutrisi pasien terpenuhi
NOC : Nutritional status food and fluid intake
KH : 1. Adanya peningkatan BB sesuai tujuan (BB dan TB
ideal)
2. BB ideal sesuai dengan tinggi badan
3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi (pasien
mengerti jadwal makanan dan jenis makanan)
4. Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi (tanda-tanda
malnutrisi dan jenis makanan bibir pecah-pecah kulit,
rambut rontok, BB menurun dan rambut kemerahan)

13
5. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan menelan
(pasien mau makan, porsi makan habis)
6. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti (BB
normal)
NIC : Nutrition management
Intervensi : - Kolaborasi dengan gahli gizi untuk menentukan nurisi
yang dibutuhkan pasien.
- Berikan makanan yang terpilih udah dikonsultasikan
dengan ahli gizi.
- Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kolaborasi.
- Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan.
3. Nyeri akut berhubungan dengan hiperperistaltik usus.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan rasa
nyeri berkurang
NOC : Control nyeri
KH : - Mengenal faktor penyebab (makanan dan frekuensi
BAB)
- Menggunakan metode pencegahan non analget
(ditraksi, relaksasi)
- Mengenali gejala-gejala nyeri (mules, cengeng,
gelisah, eksprewi wajah merintih, memegangi perut)
NIC : Pain management
Intervensi : 1. Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi,
karakteristik dan durasi frekuensi, kualitas/ beratnya
nyeri.
2. Observasi, isyarat-isyarat non verbal dari ketidak-
nyamanan, khususnya dalam ketidakmampuan,
khususnya dalam ketidakmampuan untuk komunikasi
secara efektif.
3. Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat
mengekspresikan nyeri.
4. Evaluasi tentang keefektifan dan tindakan mengontrol
nyeri yang telah digunakan.

14
5. Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan.
6. Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sering defekasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan integritas kulit kembali normal.
NOC : Tissue integrty: skind and mucous membranes.
KH : - Integritas kulit yang baik, bisa dipertahankan/kulit
elastis, tidak.
- Tidak ada luka (lesi pada kulit pada kemerahan, kulit
tidak kering).
- Mampu melindungi kulit dan mempertahankan
kelembahan kulit dan perawat alami (pemberian baby
oil/lotioon, tidak diberikan bedak)
NIC : Pressure management
Intervensi : - Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
normal
- Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
- Monitor kulit akan adanya kemerahan
- Oleskan lotion/minyak/baby oil pada daerah yang
tertekan
- Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
5. Dx : Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindak akun keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan suhu tubuh dalam rentang normal
(36,5o C)
NOC : Thermoregulation
KH : - Suhu tumbuh dalam rentang normal (36,5o C)
- Nadi dan RR dalam rentan normal (nadi: 80-100 x/mnt,
R: 15 – 20 x/mnt).
- Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing.
NIC : Fever treatment
Intervensi : - Monitor suhu sesering mungkin
- Monitor IWL

15
- Beri cairan intravena (infus RL 20 tetes/mm)
- Beri anti piretik
- Beri kompres pada lipat paha dan aksila

16
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2016. Private Sector Health Care Indonesia USAID. Jakarta : Abs
Associates Inc
Ariani, P. 2016. Diare Pencegahan dan Pengobatan. Yogyakarta : Nuha Medika
Dwienda, Octa dkk. 2014. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi / Balita dan Anak
Prasekolah. Yogyakarta : Deepublish
Juffrie. 2010. Gastroenterologi Hepatologi, Jilid I. Jakarta : Badan Penerbit IDAI
Kuntani T. 2018. Faktor Resiko Malnutrisi Pada Balita. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional. Vol 7. Nomor 12 . Juli 2018
Latief A, dkk. 2015. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Jakarta: FKUI
Nanda. 2018. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasfikasi 2018-2020. Jakarta:
FKUI
Sodikin. 2011. Asuhan Keperawatan Pada Anak Gangguan Sistem Pencernaan Dan
Hepatobiliier . Jakarta : Salemba Medika
Sudoyo AW, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta :
Interna Publishing
Suratmaaja. 2017. Gastroenterologi Anak: Jakarta : Sagung Seto

17

You might also like