You are on page 1of 17

ASUHAN KEPERAWATAN

DIABETES MELITUS

Artika 1401012
Aurelia Mara A. 1601007
Cicilia Nanda 1601011
Fernindita Ardhania 1601016
Lidia Maria C 1601028
Natalia Kristiani 1601039

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


STIKES BETHESDA YAKKUM
YOGYAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Definisi
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
(Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula
(glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif
(Arjatmo, 2002).
Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang kompleks yang
mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan
berkembang menjadi komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan
neurologis. (Barbara C. Long, (1995:4).
Diabetes mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan
oleh faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai
karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat
dikontrol (WHO).
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
Klien tergantung pada pemberian insulin untuk mencegah terjadinya
ketoasidosis dan mempertahankan hidup. Biasanya pada anak-anak atau
usia muda dapat disebabkan karena keturunan.
2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
Terbagi menjadi 2 yaitu:
a. Non obesitas
b. Obesitas: Disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta
pankreas, tetapi biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan perifer.
Biasanya terjadi pada orang tua (umur lebih 40 tahun) atau anak dengan
obesitas
3. Diabetes mellitus gestasional (GDM): diabetes kehamilan.
B. Anatomi Fisiologi
1. Pankreas adalah kelenjar berwarna merah muda keabuan dengan panjang
12 sampai 15 cm dan secara transversal membentang pada dinding
abdomen posterios di belakang lambung.
2. Kepala kelenjar berada di dalam kurva duodenum dan ekor memanjang
sejauh limpa. Badan pancreas berada dikeduanya.
3. Pankreas mulai dengan sambungan duktus kecil dari lobules-lobulus
pancreas di ekor pancreas dan berjalan dari kiri ke kanan melalui kelenjar,
menerima semua duktus.
4. Pada bagian kepala pancreas ductus pancreaticus dibungkus oleh duktus
empedu dan biasanya terbuka kedalam duodenum pada ampula hepato-
pankreatik, walaupun kadang-kadang ada dua pasang duktus.
5. Pancreas terdiri dari lobulus-lobulus, masing-masing terdiri dari satu
pembuluh kecil yang mengarah pada duktus utama dan berakhir pada
sejumlah alveoli. Alveoli dilapisi oleh sel-sel yang menyekresi enzim yang
disebut tripsinogen, amylase, dan lipase.
6. Diantara alveoli, sekumpulan sel ditemukan membentuk jaringan yang
mengandung bannyak kapiler. Sel-sel ini disebut pulau sel-sel intralveolar
(pulau langerhans) dan ini menyekresi suatu hormone yang masuk
langsung ke dalam aliran darah. Masing-masing pulau terdiri dari 2 tipe
sel, yang disebut alfa dan beta.
7. Sel alfa menghasilkan suatu hormone yang disebut glucagon, yang
disekresi sebagai respon terhadap penurunan darah. Glukagon merangsang
pengubahan glikogen menjadi glukosa, yang kemudian meningkatkan
kadar glukosa darah.
8. Sel beta menyekresi hormone insulin sebagai respon terhadap peningkatan
kadar glukosa darah. Insulin menurunkan kadar gula darah dengan
merangsang perubahan glukosa menjadi glukogen untuk disimpan dan
dengan meningkatkan ambilan glukosa selular. Akan tampak kemudian
bahwa kadar glukosa darah dipertahankan oleh keseimbangan antara dua
hormone karena keduanya mempengaruhi metabolism karbohidrat. Karena
metabolism protein dan lemak sangat berhubungan erat dengan
metabolism karbohidrat, gangguan pada salah satu zat akan mempengaruhi
zat lain.

C. Etiologi
1. Diabetes tipe I:
a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan
insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi selbeta.
2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui.
Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di
atas 65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
3. Diabetes Gestasional
DMG dapat disebabkan oleh:
a. penghancuran sel beta pankreas terkait respon imun
b. penghancuran sel beta pankreas secara idiopatik
c. resistensi dari insulin
d. mutasi ginetik pada fungsi sel beta pankreas
e. penyakit pada pankreas (pangkreatitis, kristik fibrosis)
f. infeksi (cytomegalovirus, coxsackievirus, congenetal rubella)
g. obat-obatan
D. Patofisiologi

Defisiensi Insulin

glukagon↑ penurunan pemakaian


glukosa oleh sel

glukoneogenesis hiperglikemia

lemak protein glycosuria

ketogenesis BUN↑ Osmotic Diuresis

Kekurangan
ketonemia Nitrogen urine ↑ Dehidrasi volume cairan

Mual muntah ↓ pH Hemokonsentrasi

Resti Ggn Nutrisi Asidosis Trombosis


Kurang dari kebutuhan
 Koma
 Kematian Aterosklerosis

Makrovaskuler Mikrovaskuler

Retina Ginjal
Jantung Serebral Ekstremitas
Retinopati Nefropati
diabetik
Miokard Infark Stroke Gangren

Ggn. Penglihatan Gagal


Ggn Integritas Kulit Ginjal

Resiko Injury
E. Manifestasi Klinis
1.Poliuri
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai
melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic
diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga
klien mengeluh banyak kencing.
2.Polidipsi
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan
banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak
minum.
3. Polipagi
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami
starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan.
Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya
akan berada sampai pada pembuluh darah.
4. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi
glukosa, maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari
bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh
terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan
makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan
lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap
kurus.
5.Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi)
yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan
sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.

Pada usia lanjut:


Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM
umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien usia
lanjut adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh
darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat
proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa
gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering
muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa
kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka
pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut
yang sering ditemukan adalah :
a. Katarak
b. Glaukoma
c. Retinopati
d. Gatal seluruh badan
e. Pruritus Vulvae
f. Infeksi bakteri kulit
g. Infeksi jamur di kulit
h. Dermatopati
i. Neuropati perifer
j. Neuropati viseral
k. Amiotropi
l. Ulkus Neurotropik
m. Penyakit ginjal
n. Penyakit pembuluh darah perifer
o. Penyakit koroner
p. Penyakit pembuluh darah otak
q. Hipertensi.
F. Komplikasi
1. Akut
a. Hypoglikemia
b. Ketoasidosis
c. Diabetik
b. Kronik
a. Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar, pembuluh
darah jantung pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.
b. Mikroangiopati mengenai pembuluh darah kecil retinopati
diabetik, nefropati diabetic.
c. Neuropati diabetic.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu
- Plasma vena
- Darah kapiler < 100 100-200 >200
Kadar glukosa darah puasa <80 80-200 >200
- Plasma vena
- Darah kapiler
<110 110-120 >126
<90 90-110 >110

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan:
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
H. Penatalaksanaan
1. Tujuan utama penatalaksanaan klien dengan diabetes mellitus adalah untuk
mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi acut dan kronik.
Jika klien berhasil mengatasi diabetes yang dideritanya, ia akan terhindar dari
hyperglikemia atau hypoglikemia. Penatalaksanaan diabetes tergantung pada
ketepatan interaksi dari tiga faktor aktifitas fisik, diet dan intervensi
farmakologi dengan preparat hyperglikemik oral dan insulin. Tiga hal penting
yang harus diperhatikan pada penderita diabetes mellitus adalah tiga J
(jumlah, jadwal dan jenis makanan) yaitu :
J I : jumlah kalori sesuai dengan resep dokter harus dihabiskan.
J 2 : jadwal makanan harus diikuti sesuai dengan jam makan terdaftar.
J 3 : jenis makanan harus diperhatikan (pantangan gula dan makanan manis).
2. Diet pada penderitae diabetes mellitus dapat dibagi atas beberapa bagian
antara lain :
a. Diet A : terdiri dari makanan yang mengandung karbohidrat 50 %, lemak 30
%, protein 20 %.
b. Diet B : terdiri dari karbohidrat 68 %, lemak 20 %, protein 12 %.
c. Diet B1 : terdiri dari karbohidrat 60 %, lemak 20 %, protein 20 %.
d. Diet B1 dan B2 diberikan untuk nefropati diabetik dengan gangguan faal
ginjal.
Indikasi diet A :
Diberikan pada semua penderita diabetes mellitus pada umumnya.
Indikasi diet B :
Diberikan pada penderita diabetes terutama yang :
a. Kurang tahan lapan dengan dietnya.
b Mempunyai hyperkolestonemia.
c. Mempunyai penyulit mikroangiopati misalnya pernah mengalami
cerobrovaskuler acident (cva) penyakit jantung koroner.
d.Mempunyai penyulit mikroangiopati misalnya terdapat retinopati diabetik
tetapi belum ada nefropati yang nyata.
e.Telah menderita diabetes dari 15 tahun
Indikasi diet B1
Diberikan pada penderita diabetes yang memerlukan diet protein tinggi, yaitu
penderita diabetes terutama yang :
a. Mampu atau kebiasaan makan tinggi protein tetapi normalip idemia.
b. Kurus (underweight) dengan relatif body weight kurang dari 90 %.
c. Masih muda perlu pertumbuhan.
d. Mengalami patah tulang.
e. Hamil dan menyusui.
f. Menderita hepatitis kronis atau sirosis hepatitis.
g. Menderita tuberkulosis paru.
h. Menderita penyakit graves (morbus basedou).
i. Menderita selulitis.
j. Dalam keadaan pasca bedah.
Indikasi tersebut di atas selama tidak ada kontra indikasi penggunaan protein
kadar tinggi.
Indikasi B2 dan B3
Diet B2
Diberikan pada penderita nefropati dengan gagal ginjal kronik yang klirens
kreatininnya masih lebar dari 25 ml/mt.
Sifat-sifat diet B2
a. Tinggi kalori (lebih dari 2000 kalori/hari tetapi mengandung protein kurang.
b. Komposisi sama dengan diet B, (68 % hidrat arang, 12 % protein dan 20 %
lemak) hanya saja diet B2 kaya asam amino esensial.
c. Dalam praktek hanya terdapat diet B2 dengan diet 2100 – 2300 kalori / hari.
Karena bila tidak maka jumlah perhari akan berubah.

3. Diet B3
Diberikan pada penderita nefropati diabetik dengan gagal ginjal kronik yang
klibers kreatininnya kurang dari 25 MI/mt
Sifat diet B3
a. Tinggi kalori (lebih dari 2000 kalori/hari).
b. Rendah protein tinggi asam amino esensial, jumlah protein 40 gram/hari.
c. Karena alasan No 2 maka hanya dapat disusun diet B3 2100 kalori dan
2300 / hari. (bila tidak akan merubah jumlah protein).
d. Tinggi karbohidrat dan rendah lemak.
e. Dipilih lemak yang tidak jenuh.
Semua penderita diabetes mellitus dianjurkan untuk latihan ringan yang
dilaksanakan secara teratur tiap hari pada saat setengah jam sesudah makan.
Juga dianjurkan untuk melakukan latihan ringan setiap hari, pagi dan sore hari
dengan maksud untuk menurunkan BB.
Penyuluhan kesehatan.
Untuk meningkatkan pemahaman maka dilakukan penyuluhan melalui
perorangan antara dokter dengan penderita yang datang.
BAB II
STUDI KASUS

A. Pengkajian
 Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
 Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi
insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa
saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
 Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
 Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas,
ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
 Integritas Ego
Stress, ansietas
 Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
 Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diuretik.
 Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan
penglihatan.
 Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
 Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
 Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
B. Diagnosa keperawatan
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan
masukan oral; anorexia, mual, lambung penuh, nyeri abdomen, penurunan
kesadaran
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuretic osmosis
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik
(neuropati perifer)
4. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan
5. Resiko infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi

C. Intervensi
1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein,
lemak.
a. Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
b. Kriteria Hasil :
1) Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
2) Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
c. Intervensi :
1) Observasi berat badan pasien setiap hari atau sesuai dengan indikasi,
tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit
lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit
kepala.
2) Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual,
muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa
sesuai dengan indikasi.
3) Anjurkan pasien mengkonsumsi makanan cair yang mengandung zat
makanan (nutrien) dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat
mentoleransinya melalui oral.
4) Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah dan libatkan keluarga pasien
pada pencernaan makan ini sesuai dengan indikasi
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
a. Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
b. Kriteria Hasil : Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda
vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik,
haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.
c. Intervensi :
1) Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik dan pantau
input output cairan
2) Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung.
3) Anjurkan pasien untuk sering minum paling sedikit 2500ml/hari
4) Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung.
5) Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa,
pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K)
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik
(neuropati perifer).
a. Tujuan : gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan
penyembuhan.
b. Kriteria Hasil :
Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi
c. Intervensi :
1) Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge,
frekuensi ganti balut.
2) Melakukan pengukuran tanda – tanda vital dan perawatan luka
3) Anjurkan pasien untuk mengurangi makanan tinggi glukosa
4) Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.
4. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan
a. Tujuan : pasien tidak mengalami injury
b. Kriteria Hasil : pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami injury
c. Intervensi :
1) Monitor pergerakan pasien untuk meminimalisir cedera
2) Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
3) Anjurkan pasien untuk melakukan perubahan posisi
4) Kolaborasi dengan fisioterapi tentang mobilitas fisik
5. Resiko infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi
a. Tujuan: Setelah di lakukan tindakan 2x 24jam di haapakan pasien tidak
mengalami infeksi pada daerah luka sehingga luka dapat sembuh
b. Kriteria Hasil : luka pasien tidak menyebabkan infeksi
c. Intervensi
1) Kaji adanya tanda peradangan dan inflamasi
2) Pastikan luka tidak lembab dan basah
3) Anjurkan pasien mengkonsumsi tinggi protein
4) Kolaborasi dengan dokter pemberian obat antibiotik
DAFTAR PUSTAKA

Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani,


Jakarta:EGC, 1997.

Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni
Made Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999.

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester,
Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.

Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta : Balai


Penerbit FKUI, 2002

You might also like