You are on page 1of 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahasa terbentuk dari beberapa tataran gramatikal, yaitu dari tataran
terendah sampai tertinggi adalah kata, frase, klausa, kalimat. Ketika anda
menulis dan berbicara, kata adalah kunci pokok dlam membentuk tulisan dan
ucapan. Maka dari itu kata-kata dalam bahasa Indonesia harus dipahami
dengan baik, supaya ide dan pesan seseorang dapat dimengerti dengan baik.
Kata-kata yang digunakan dalam komunikasi harus dipahami dalam konteks
alinea dan wacana. Tidak dibenarkan menggunakan kata-kata sesuka hati,
tetapi yang harus mengikuti kaidah-kaidah yang benar.
Menulis merupakan kegiatan yang menghasilkan ide secara terus menerus
dalam bentuk tulisan yang teratur yang mengungkapkan gambaran, maksud,
gagasan, perasaan (ekspresif). Untuk itu penulis atau pengarang
membutuhkan keterampilan dalam hal struktur bahasa dan kosakata. Yang
terpenting dalam menulis adalah penguasaan kosakata yang merupakan
bagian dari diksi.
Ketetapan diksi dalam membuat suatu tulisan atau karangan tidak dapat
diabaikan demi menghasilkan tulisan yang mudah dimengerti. Diksi dapat
diartikan sebagai pilihan kata pengarang dalam menggambarkan “ cerita “
pengarang. Walaupun dapat diartikan begitu, diksi tidak hanya pilih-memilih
kata saja atau mengungkapkan gagasan pengarang, tetapi juga meliputi gaya
bahasa, dan ungkapan-ungkapan.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun perumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan pengertian diksi ?
2. Bagaimana pembagian makna kata ?
3. Apa penyebab kesalahan pemakaian gabungan kata dan kata ?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa mampu mengetahui pengertian diksi.
2. Mahasiswa mampu mengetahui bagaimana pembagian makna kata.
3. Mahasiswa mampu mengetahui penyebab kesalahan pemakaian gabungan
kata dan kata.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Diksi


Kesalahan Pemakaian Gabungan Kata. Pilihan kata merupakan satu
unsur sangat penting, baik dalam dunia karang-mengarang maupun dalam
dunia tutur setiap hari. Dalam memilih kata yang setepat-tepatnya untuk
menyatakan suatu maksud, kita dapat lari dari kamus. Kamus memberikan
suatu ketetapan kepada kita tentang pemakaian kata-kata. Dalam hal ini,
makna kata yang tepatlah yang diperlukan.
Kata yang tepat akan membantu seseorang mengungkapkan dengan
tepat apa yang ingin disampaikannya, baik lisan maupun tulisan. Disamping
itu, pemilihan kata itu harus pula sesuai dengan situasi dengan situasi dan
tempat penggunaan kata-kata itu. Pemilihan kata akan dapat dilakukan bila
tersedia sejumlah kata yang artinya hampir sama atau bermiripan.
Ketersediaan kata akan ada apabila seseorang mempunyai bendaharaan kata
yang memadai, seakan-akan ia memiliki senarai (daftar) kata. Senarai kata itu
dipilih satu kata yang paling tepat untuk mengungkapkan suatu pengertian.
Tanpa menguasai sediaan kata yang cukup banyak, tidak mungkin seseorang
dapat melakukan pemilihan atau seleksi kata.
Pemilihan kata bukanlah sekedar kegiatan memilih kata yang tepat,
melainkan juga memilih kata yang cocok. Cocok dalam hal ini berarti sesuai
dengan konteks dimana kata itu berada, dan maknanya tidak bertentangan
dengan nilai rasa masyarakat pemakainya. Untuk itu, dalam memilih kata
diperlukan analisis dan pertimbangan tertentu. Sebagai contoh, kata mati
bersinonim dengan mampus ,wafat, tewas, gugur, berpulang, kembali ke
haribaan Man, dan lain sebagainya. Akan tetapi, kata-kata tersebut tidak dapat
bebas digunakan. Mengapa? Ada nilai rasa dan nuansa makna yang
membedakannya.
Diksi adalah ketepatan pilihan kata . Penggunaan ketepatanp pilihan
kata ini dipengaruhi oleh kemampuan pengguna bahasa yang terkait dengan
kemampuan mengetahui, memahami, menguasai, dan menggunakan sejunlah
kosakata secara aktif yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat
sehingga mampu mengkomunikasikannya secara efektif kepada pembaca atau
pendengarnya. Selain kata yang tepat, efektivitas, komunikasi menuntut
persyaratan yang harus dipenuhi oleh pengguna bahasa, yaitu kemampuan
memilih kata yang sesuai dengan tuntutan komunikasi.
Syarat- syarat ketetapan pilihan kata:
1. Membedakan makna denotasi dan konotasi yang cermat,
2. Membedakan secara cermat makna kata yang hampir bersinonim,
misalnya: adalah, ialah, merupakan, yaiu, dalam pemakaiannya berbeda-
beda.
3. Membedakan makna kata secara cermat kata yang mirip ejaannya,
misalnya: inferensi (kesimpulan ), dan interferensi (saling mempengaruhi),
sarat (penuh, bunting) dan syarat (ketentuan).
4. Tidak menafsirkan makna kata secara subjektif berdasasrkan pendapat
sendiri, jika pemahaman belum dapat dipastikan, pemakaian kata harus
menemukan makna yang tepat dalam kamus, misalnya: modern sering
diartikan secara subjektif canggih menurut kamus modern berarti terbaru
atau mutakhir, canggih berarti banyak cakap, suka menggangu, banyak
mengetahui, bergaya intelektual.
5. Menggunakan imbuhan asing (jika diperlukan) harus memahami
maknanya secara tepat, misalnya: dilegalisir seharusnya dilegalisasi,
koordinir seharusnya koordinasi.
6. Menggunakan kata-kata idomatik berdasarkan susunan ( pasangan ) yang
benar, misalnya: sesuai bagi seharusnya sesuai dengan.
7. Menggunakan kata umum dan khusus secara cermat. Untuk mendapatkan
pemahaman yang spesifik karangan ilmiah sebaiknya menggunakan kata
khusus ke umum mislnya mobil (kata umum) , corolla (sedan buatan
Toyota )
8. Menggunakan kata yang berubah makna dengan cermat, misalnya : issu
(berasal dari issue berarti publikasi, kesudahan, perkara) isu (dalam bahasa
Indonesia berarti kabar yang tidak jelas asal-usulnya, kabarangin, desas-
desus).
9. Menggunakan dengan cermat kata bersinonim ( pria dan laki-laki, saya
dan aku, serta buku dan kitab ), berhomofoni ( misalnya: bangdan bank )
dan berhomografi( misalnya: apel buah, apel upacara, buku ruas, buku
kitab ).
10. Menggunakan kata abstrak (konseptual misalnya: pendiikan, wirauasaha
dan pengobatan modern dan kata konkret ( kata khus misalnya: mangga,
sarapan, dan berenang ).
Selain ketepatan pilihan kata itu, pengguna bahasa harus pula
memperhatikan kesesuaian kata agar tidak merusak makna, suasana, dan
situasi yang hendak ditimbulkan, atau suasana yang sedang berlangsung.
Syarat kesesuaian kata:
1. Menggunakan ragam baku dengan cermat dan tidak mencampuradukan
penggunakannya dengan kata tidak baku yang hanya digunakan dalam
pergaulan, misalnya: hakikat (baku), hakekat (tidak baku), konduite
(baku), kondite (tidak baku).
2. Menggunakan kata yang berhubungan dengan nilai sosial dengan cermat,
misalnya: kencing (kurang sopan), buang air kecil (lebih sopan), pelacur
(kasar), tunasusila (lebih halus),
3. Menggunakan kata berpasangan (idiomatuik), dan berlawanan makna
dengan cermat, misalnya: sesuai bagi (salah), sesuai dengan (benar),
bukan hanya melainkan juga (benar), bukan hanya tetapi juga (salah),
tidak hanya tetapi juga (benar),
4. Menggunakan kata dengan nuansa tertentu, misalnya: berjalan lambat,
mengesot, dan merangkak, merah darah; merah hati. Menggukan kata
ilmiah untuk karangan ilmiah, dan komunikasi non ilmiah (surat-meyurat,
diskusi umum)
5. Menggunakan kata popular, misalnya: argumentasi (ilmiah), pembuktian
(popular), psikologi (ilmiah), ilmu jiwa (popular).Menghindarkan
penggunaan ragam lisan (pergaulan dalam bahasa tulis), misalnya: tulis,
baca, kerja (bahasalisan), menulis, menuliskan, membaca, membacakan,
bekerja, mengerjakan, dikejakan, (bahasa tulis).

2.2 Pembagian Makna Kata

1. Makna Denotatif
Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna
wajar ini adalah makna yang sesuai dengan apa adanya . Denotatif adalah
suatu pengertian yang dikandung dalam sebuah kata secara objektif.
Makna denotatif (denotasi) lazim disebut
a. Makna konseptual yaitu makna yang sesuai dengan hasil observasi
(pengamatan) menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, atau
pengalaman yang berhubungan dengan informasi (data) faktual dan
objektif.
b. Makna sebenarnya, umpamanya, kata kursi yaitu tempat duduk yang
berkaki empat (makna sebenarnya).
c. Makna lugas yaitu makna apa adanya, lugu, polos, makna sebenar.
Contoh:
Wanita dan perempuan secara konseptual sama ; gadis dan perawan secara
denotatif sama makananya, kumpulan, rombongan, gerombolan, secara
konseptual sama maknanya. Istri dan bini secara konseptual sama.
2. Makna Konotatif
Makna konotatif adalah makna asosiatif, makna yang timbul sebagai
akibat dari sikap social, dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah
makna konseptual . Makna konotatif atau konotasi berarti makna kias, bukan
makna sebenarnya. Sebuah kata dapat berbeda dari satu masyakat ke
masyarakat lain, sesuai dengan pandangan hidup dan norma masyarakat
tersebut. Makna konotasi juga dapat berubah dari waktu ke waktu. Dalam
kalimat“ Megawati dan Susilo Bambag Yudhoyono berebut kursi presiden.”
Kalimat tersebut tidak menunjukan makna bahwa Megawati dan Susilo
Bambang Yudhoyono tarik-menarik kursi Karena kata kursi berarti jabatan
presiden.
Makna konotatif dan denotatif berhubungan erat denagan kebutuhan
pemakaian bahasa. Makna denotatif ialah arti harfiah suatu kata tanpa ada
suatu makna yang menyertainya, sedangkan makna konotatif adalah makna
yang mempunyai tautan pikiran, perasaan, dan lain-lain yang menimbulkan
nilai rasa tertentu. Dengan kata lain, makna konotatif lebih bersifat pribadi
dan khusus, sedangkan denotatif maknanya umum.
Kalimat dibawah ini menunjukan hal itu.
Dia adalah wanita manis (konotatif)
Dia adalah wanita cantik (denotatif)
Kata cantik lebih umum daripada kata manis. Kata cantik akan
memberikan gambaran umum seorang wanita. Akan tetapi, dalam kata manis
terkandung suatu maksud yang bersifat memukau perasaan kita.
Nilai kata-kata itu dapat bersifat baik dan dapat pula bersifat jelek.
Kata-kata yang berkonotasi jelek dapat kita sebutkan seperti kata tolol (lebih
jelek daripada bodoh ), mampus (lebih jelek daripada mati), dan gubuk (lebih
jelek daripada rumah). Di pahak lain, kata-kata itu dapat memngandung arti
kiasaan yang terjadi dari makna denotative referen lain. Makna yang
dikenakan kepada kata itu dengan sendirinya akan ganda sehingga kontekslah
yang lebih banyak berperan dalam hal ini. Perhatikan contoh dibawah ini.
Sejak dua tahun yang lalu ia membanting tulang untuk memperoleh
kepercayaan masyarakat.
Kata membanting tulang (yang mengambil suatu denotatif kata
pekerjaan membanting sebuah tulang) mengandung makna “bekerja keras”
yang mengandung sebuah kiasan. Kata membanting tulang dapat kita
masukan dalam golongan kata yang bermakna konotatif. Kata-kata yang
dipakai secara kiasan pada suatu kesempatan penyampaian seperti ini disebut
idiom atau ungkapan. Semua bentuk idiom atau ungkapan tergolong dalam
dalam kata yang bermakna konotasi
3. Makna Umum Dan Khusus
Kata umum dibedakan dari kata khusus berdasarkan ruang lingkupnya.
Makin luas ruang lingkup suatu kata, makin umum sifatnya. Sebaliknya, mana
kata menjadi sempit ruang lingkupnya makin khusus sifatnya.
Makin umum suatu kata makin besar kemungkinan terjadi salah paham atau
perbedaan tafsiran. Sebaliknya, makin khusus, makin sempit ruang
lingkupnya, makin sedikt terjadi salah paham. Dengan kata lain, semakin
khusus makna kata yang dipakai, pilihan kata semakin cepat. Perhatikan
contoh berikut:
a. Kata umum: melihat
Kata khusus: melotot, melirik, mengintip, menatap, memandang,
b. Kata umum: berjalan
Kata khusus: tertatih-tatih, ngesot, terseok-seok, langkah tegap,
c. Kata umum: jatuh
Kata khusus: terpeleset, terjengkang, tergelincir, tersungkur, terjerembab,
terperosok, terjungkal.
d. Kata Konkret dan Abstrak
Kata yang acuannya semakin mudah dicerap pancaindra disebut kata
konkret , seperti meja, rumah, mobil, dan lain-lain. Jika suatu kata tidak
mudah dicerap panca indra maka kata itu disebut kata abstrak , seperti
gagasan dan saran.Kata abstrak digunakan untuk mengungkapkan gagasan
rumit. Kata abstrak mampu membedakan secara halus gagasan yang
bersifat teknis dan khusus. Akan tetapi jika dihambur-hamburkan dalam
suatu karangan, karangan itu dapat menjadi samar dan tidak cermat.
e. Sinonim
Sinonim adalah dua kata atau lebih yang pada asasnya mempunyai makna
yang sama, tetapi bentuknya berlainan . Sinonim ialah persamaan makna
kata. Artinya, dua kata atau lebih yang berbeda bentuk ejaan, dan
pengucapannya.
Contoh: agung, besar, raya
Mati, mangkat, wafat, meninggal, dan lain-lain.
f. Pembentukan Kata
Ada dua cara pembentukan kata, yaitu dari dalam dan luar bahasa
Indonesia. Dari dalam bahasa Indonesia terbentuk kosakata baru dengan
dasar kata yang sudah ada, sedangkan dari luar terbentuk kata baru
melalui unsur serapan. Dari dalam bahasa Indonesia terbentuk kata baru,
misalnya: tata buku, tata bahasa, daya tahan, dan lain-lain. Dari luar
bahasa Indonesia terbentuk kata-kata melalui pungutan kata, misalnya:
bank, valuta, dan lain-lain.
g. Perubahan Makna
Bahasa berkembang sesuai dengan tuntutan masyarakat pemakainya,
pengembangan diksi tejadi pada kata. Namun, hal ini berpengaruh pada
penyusunan kalimat, paragraf, dan wacana. Pengembangan tersebut
dilakukan memenuhi kebutuhan komunikasi. Komunikasi kreatif
berdampak pada perkembangan diksi, berupa penambahan atau
pengurangan kuantitas maupun kualitasnya. Selain itu ,bahasa
berkembang dengan sesuai kualitas pemikiran pemakainya. Perkembangan
dapat menimbulkan perubahan yang mencakup perluasan, penyempitan,
pembatasan, pelemahan, pengaburan, dan penggeseran makna.
Faktor penyebab perubahan makna:
1. Kebahasaan
Meliputi perubahan intonasi, bentuk kata, dan bentuk kalimat.
a) Perubahan intonasi adalah perubahan makna yang diakibatkan oleh
perubahan nada, irama, dan tekanan.
Contoh dalam kalimat;
• Paman teman saya belum nikah
• Paman, teman saya belum nikah
• Paman, teman, saya belum nikah
• Paman, teman, saya, belum nikah
b) Perubahan struktur frasa: kaleng susu (kaleng bekas tempat susu) susu
kaleng (susu yang dikemas dalam kaleng), dokter anak (dokter
spesialis anak), anak dokter (aanak yang dilahirkan oleh orang tua
yang menjadi dokter).
c) Perubahan bentuk kata adalah perubahan makna yang ditimbulkan
oleh perubahan bentuk. Contoh; tua (tidak muda) jika ditambah
awalan ke- maka menjadi ketua, makna berubah menjadi pemimpin.
d) Kalimat akan berubah makna jika struktur kalimatnya berubah.
Perhatikan kalimat berikut:
 Karena sudah diketahui sebelumnya, satpam segera dapat
meringkus penjahat itu.
Kalimat diatas, salah kesejajaran bentuk kata diketahui seharusnya
mengetahui.
 Karena mengetahui sebelumnya, satpam segera dapat meringkus
penjahat itu.
 Pencuri itu segera diringkus oleh satpam karena sudah diketahui
sebelumnya.
2. Kesejarahan
Kata perempuan pada zaman penjajahan Jepang digunakan untuk untuk
menyebut perempuan penghibur. Orang menggantinya dengan kata wanita
. Kini setelah orang melupakan peristiwa tersebut menggunakan nya
kembali, dengan pertimbangan, kata perempuan lebih mulia dibanding
kata wanita.
3. Kesosialan
Masalah kesosialan berpengaruh terhadap perubahan makna. Contoh;
petani kaya disebut petani berdasi, militer disebut baju hijau.
4. Kejiwaan
Perubahan makna Karena faktor kejiwaan ditimbulkan oleh pertimbangan:
rasa takut, kehalusan ekspresi, dan kesopanan. Perhatikan contoh berikut
ini:
a) Tabu:
• Pelacur disebut tunasusila
• Germo disebut hidung belang
b) Kehalusan:
• Bodoh disebut kurang pandai
• Malas disebut kurang panadi
c) Kesopanan:
• Ke kamar mandi disebut kebelakang
• Gagal disebut kurang berhasil
5. Bahasa Asing
Perubahan makna karena faktor bahasa asing, misalnya kata tempat orang
terhormat diganti dengan VIP.
6. Kata Baru
Kreativitas pemakai bahasa berkembang terus sesuai dengan
kebutuhannya. Kebutuhan tersebut, memerlukan bahasa sebagai alat
ekspresi dan komunikasi. Pethatikan penggunaan kata: jaringan,
kinerja,dan justifikasi.
• Jaringan kerja untuk menggantikan network
• Justifikasi untuk menggantikan pembenaran
• Kinerja untuk menggantikan performance

2.3 Kesalahan Pemakaian Gabungan Kata Dan Kata


a. Kesalahan Pemakaian Gabungan Kata yang mana, di mana, daripada.
Perhatikan contoh pemakaian di mana, yang mana, daripada yang salah dalam
kalimat ini.
 Dalam rapat yang mana dihadiri oleh para ketua RT dan Rw
 Demikian tadi sambutan Pak Lurah di mana beliau telah menghimbau kita
untuk lebih tekun bekerja.
 Marilah kita perhatikan kebersihan kita daripada lingkungan kita.
Kalimat1 (satu) kerap kita dengar dalam aktivitas bermasyarakat kalau kita
amati. Terdapat dua kesalahan dalam pemakaain bentuk gabungan itu,
kesalahan pertama, dalam sebagian kalimat itu terdapat kata yang berlebih
atau mubazir yang mengakibatkan terjadinya polusi bahasa. Kata mana dalam
kalimat pertama tidak diperlukan, cobalah baca kalimat pertama tanpa kata
mana, jadi bunyinya berubah seperti ini. Dalam rapat yang dihadiri oleh para
ketua RT dan Rw.
Kalimat 2 (dua), pada bagian besar kalimat ini terjadi salah pakai bentuk
gabung di mana tidak boleh dipakai dalam bentuk kalimat. Fungsi di mana
dan yang mana bukan sebagai penghubung klausa-klausa, baik dalam sebuah
kalimat maupun penghubung antar kalimat. Kalimat ini harus dipecah menjadi
dua
 Demikian tadi sambutan Pa Lurah
 Beliau telah menghimbau kita untuk lebih tekun dan bekerja
Ada pun kalimat terakhir ini sama seperti kalimat pertama
b. Kesalahan Pemakaian Gabungan Kata dengan, di, dan ke
Pemakaian kata dengan dalam kalimat terutama ragam lisan, sering tidak
tepat, perhatikan contoh yang salah berikut ini.
(1) Samapaikan salan saya dengan Dona
(2) Mari kita tanyakan langsung dengan dokter ahlinya.
Kata dengan pada kalimat diatas harus diganti dengan kepada, jika tidak
kepada siapa salam ditujukan. Kata dengan tidak cocok dipakai untuk kalimat
diatas karena dengan dapat berarti bersama.
Senada dengan kekeliruan pemakaian kata sambung dengan, pemakaian yang
keliru juga sering terjadi untuk kata depan di dan ke yang seharusnya diisi
oleh kata pada dan kepada. Kata depan di dan ke harus diikuti oleh tempat,
waktu, sedangkan kepada harus diikuti nama/jabatan orang atau kata ganti
orang. Contoh:
(1) Buku agendaku tertinggal di rumah Andi
(2) Jangan menoleh ke kiri
(3) Permohonan cuti diajukan kepada direktur
C. Kesalahan Pemakaian Kata berbahagia
Dalam pertemuan formal ditengah masyarakat, kita sering mendengar kata
berbahagia dipakai secara keliru oleh pembawa acara dan juga oleh pembicara
lain. Umumnya kata berbahagia itu dimunculkan pada bagian awal suatu acara
ketika pembicara menyapa hadirin, seperti contoh yang keliru berikut ini.
(1) Selamat malam dan selamat dating ditempat yang berbahagia ini
(2) Pada kesempatan yang berbahagia ini, kami mengajak hadirin untuk…….
Mengapa pemakaian dalam kalimat 1 dan 2 dikatakan keliru, karena
berbahagia bukan kata sifat. Jika pada kata berbahagia diganti kata sifat
misalnya, aman ,indah, bersih, tentu saja kalimatnya benar.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Diksi adalah ketepatan pilihan kata. Penggunaan ketepatanp pilihan kata ini
dipengaruhi oleh kemampuan pengguna bahasa yang terkait dengan kemampuan
mengetahui, memahami, menguasai, dan menggunakan sejunlah kosakata secara aktif
yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat sehingga mampu
mengkomunikasikannya secara efektif kepada pembaca atau pendengarnya. Selain
kata yang tepat, efektivitas, komunikasi menuntut persyaratan yang harus dipenuhi
oleh pengguna bahasa, yaitu kemampuan memilih kata yang sesuai dengan tuntutan
komunikasi.
Ada tiga hal yang yang dapat kita petik. Pertama, kemampuan memilih kata hanya
dimungkinkan bila seseorang menguasai kosakata yang cukup luas. Kedua, diksi atau
pilihan kata mengandung pengertian upaya atau kemampuan membedakan secara
tepat kata-kata yang memiliki nuansa makna serumpun. Ketiga, pilihan kata
mengangkut kemampuan untuk memilih kata-kata yang tepat d an cocok untuk situasi
dan konteks tertentu

B. SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnan. Oleh karena itu,
kritik dan saran dari teman-teman yang bersifat membangun sangat kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, E. Zainal dan Amran Tasai. 2006. Cermat Berbahasa Indonesia Untuk
Perguruan Tinggi. Cetakan ke-6. Jakarta: Akademika Pressindo.
Daniel Parera, Jos. 1987. Belajar Mengemukakan Pendapat. Jakarta: Erlangga.
Mila. 2010. Kaidah Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Kanwa Publisher.
Muawanah Siti.2012. Bahan Ajar Bahasa Indonesia. Palangka Raya.

You might also like