Professional Documents
Culture Documents
KELOMPOK:
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk menekan laju pertumbuhan penduduk, keluarga berencana telah
menjadi sebuah program yang dinilai berhasil di Indonesia. Seiring dengan pergantian
kepemimpinan nasional, kebijakan terhadap pelaksanaan program keluarga berencana
juga turut berubah, terutama pada era otonomi daerah mulai tahun 2002 kurang
mendapat perhatian. Setelah lama dilupakan, dalam kurun waktu tiga tahun terakhir
ini, yaitu antara tahun 2013-2015, keluarga berencana kembali menjadi perhatian
utama. Ada beberapa alasan tertujunya kembali perhatian pemerintah pada program
keluarga berencana. Pertama, keberhasilan program keluarga berencana (KB) di masa
orde baru dalam menekan laju pertumbuhan penduduk sarat dengan sentralisme dan
kurang memperhatikan hak reproduksi individu sebagaimana diamanatkan dalam
ICPD 1994. Sebagaimana diketahui, tujuan keluarga berencana adalah
1. Memberikan kebebasan kepada pasangan dan individu secara bertanggung jawab
untuk menentukan jumlah dan jarak anak yang akan dimiliki,
2. Memperoleh informasi yang memadai mengenai pilihan-pilihan metode KB yang
ada, serta
3. Menyediakan secara lengkap metode yang efektif dan aman untuk pasangan atau
individu yang menginginkan KB.
Kemudian alasan kedua adalah pada era otonomi daerah KB tidak lagi menjadi
prioritas pembangunan yang ditandai dengan adanya Keputusan Presiden Nomor 103
Tahun 2001 tentang kelangsungan program dan kelembagaan KB yang diserahkan
kepada pemerintah daerah.
Pemakaian alat kontrasepsi menjadi salah satu variabel penting untuk
menurunkan angka kelahiran. Data SDKI tahun 2012 menunjukkan adanya pola
hubungan antara pemakaian alat kontrasepsi dengan rendahnya fertilitas. Salah satu
provinsi di Indonesia yang angka fertilitasnya rendah adalah DIY (2,1) yang memiliki
angka prevalensi kontrasepsi yang tinggi (69,9 persen), sedangkan NTT yang
fertilitasnya cukup tinggi (3,3) ternyata angka prevalensi kontrasepsinya hanya 47,9
persen. Namun tingginya penggunaan alat kontrasepsi bukanlah menjadi satu-satunya
tujuan untuk dapat mengurangi fertilitas. Yang tidak kalah pentingnya adalah
mempertahankan penggunaan alat kontrasepsi tersebut dalam jangka panjang. Jumlah
wanita yang menggunakan metode kontrasepsi pada suatu waktu tertentu dan
kelangsungan pemakaian kontrasepsi berdampak pada efektivitas suatu metode
kontrasepsi untuk mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang diatas, rumusan masalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa trend an issue kontrasepsi?
2. Bagaimana issue pengambilan keputusan dalam pemakaian kontrasepsi?
3. Apa saja tipe kontasepsi?
4. Bagaiamana pemakaian kontrasepsi yang tepat pada ibu multi/primipara?
C. Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah tersebut penulis dapat menyimpulkan tujuan dari makalah ini.
yaitu:
1. Untuk mengetahui trend an issue kontrasepsi
2. Untuk mengetahui issue pengambilan keputusan dalam pemakaian kontrasepsi
3. Untuk mengetahui tipe kontasepsi
4. Untuk mengetahui pemakaian kontrasepsi yang tepat pada ibu multi/primipara
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Nugraha (2007) salah satu faktor yang mendasari pasangan memilih
jumlah anak adalah karena kurangnya informasi tentang damapak jarak
kehamilan yang terlalu dekat dengan pengetahuan dan informasi kehamilan
yang aman akan memudahkan pasangan untuk mengambil keputusan kapan
saat yang tepat untuk menentukan berapa jumlah anak serta jarak kehamilan
yang aman.
c. Pengambilan keputusan untuk menikah di usia muda
C. Tipe Kontrasepsi
Keluarga Berencana (KB) adalah salah satu usaha untuk mencapai kesejahteraan
dengan jalan memberi nasehat perkawinan, pengobatan, kemandulan dan penjarangan
kelahiran (Ditjen Binkesmas dan Binkesga, 1998 : 1).
1. Tingkat Pengetahuan Ibu Multipara tentang Alat Kontrasepsi
No Tingkat Jumlah %
Pengetahuan
1 Kurang 100 47,8
2 Cukup 103 49,3
3 Baik 6 2,9
Jumlah 209 100
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui hampir setengah dari responden memiliki
pengetahuan tentang alat kontrasepsi dengan kategori cukup yaitu sebanyak 103 (49,3%) dari
total 209 responden, selebihnya hamper setengah termasuk kategori kurang yakni sebanyak
100 (47,8%) dan sebagian kecil kategori baik yaitu sebanyak 6 (2,9%).
No Sikap Jumlah %
1 Negatif 98 46,9
2 Positif 111 53,1
Jumlah 209 100
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui sebagian besar responden memiliki sikap positif
terhadap alat kontrasepsi yaitu sebanyak 111 (53,1%) dari total 209 responden selebihnya
hampir setengah yang termasuk kategori negatif yakni sebanyak 98 (46,9%).
3. Tabulasi Silang Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Multipara terhadap Sikap Pemilihan
Alat Kontrasepsi
PEMBAHASAN
1. Tingkat Pengetahuan Ibu Multipara tentang Alat Kontrasepsi
Berdasarkan penelitian diketahui hampir setengah dari responden memiliki pengetahuan
tentang alat kontrasepsi dengan kategori cukup yaitu sebanyak 103 (49,3%) dari total 209
responden, selebihnya hamper setengah termasuk kategori kurang yakni sebanyak 100
(47,8%) dan sebagian kecil kategori baik yaitu sebanyak 6 (2,9%). Pengetahuan merupakan
hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek
tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoatmodjo, 2003: 114). Pengetahuan seseorang
tentang sesuatu dapat berbeda-beda ada yang kurang, cukup ataupun baik. Hal ini tergantung
dari pendidikan, metode dan fasilitas untuk mendapatkan pengetahuan. Disini pengetahuan
tentang alat kontrasepsi dari responden paling banyak adalah tingkat pengetahuan cukup. Hal
ini menurut peneliti memberikan gambaran bahwa kebanyakan responden masih ada sesuatu
yang belum diketahui tentang alat kontrasepsi. Hal inilah yang akhirnya dapat mempengaruhi
kesalahan di dalam memilih alat kontrasepsi. Jika tidak tahu pada umumnya calon aksseptor
memilih kontrasepsi hanya ikut-ikutan temannya atau terserah bu bidan saja. Jika ada sesuatu
yang dirasakan kurang pas
dengan kontrasepsi yang dipilih, maka langsung menyalahkan petugas kesehatan yang
memberi kontrasepsi. Disinilah awal terjadinya kesalahan pemikiran dari akseptor sehingga
dapat mempengaruhi timbulnya sikap yang negatif terhadap alat kontrasepsi maupun kepada
petugas pemberi kontrasepsi.
2. Sikap Ibu Multipara tentang Alat Kontrasepsi
Berdasarkan hasil penelitian diketahui sebagian besar responden memiliki sikap positif
terhadap alat kontrasepsi yaitu sebanyak 111 (53,1%) dari total 209 responden selebihnya
hampir setengah yang termasuk kategori negatif yakni sebanyak 98 (46,9%). Sikap
merupakan reaksi atau respon tertutup
dari seseorang terhadap stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2003 : 124). Newcomb, salah
seorang ahli psikologis sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau
kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum
merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu
perilaku. Atas dasar definisi disini dapat dijelaskan jika sebagian besar responden memiliki
sikap positif terhadap alat kontrasepsi menunjukkan bahwa reaksi atau respon tertutup dari
seseorang terhadap alat kontrasepsi yang selama ini telah dipakai oleh orang-orang yang telah
memakai memberikan informasi yang baik. Ibu-ibu yang
sudah memakai terlebih dahulu memberikan informasi yang menguatkan (informasi yang
baik) kepada calon akseptor mengenai kontrasepsi yang telah dipilihnya. Hal inilah yang
pada akhirnya membuat pemikiran calon akseptor merasa tenang, tidak takut dan bias
menerima dengan baik. Jika sudah tahu demikian maka pada umumnya sikapnya juga positif.
Hal ini juga kelihatan disini, dengan paling banyak pengetahuannya tentang kontrasepsi
termasuk cukup, ternyata sikapnya paling banyak sudah positif. Secara terperinci diketahui
pada pengetahuan kurang maka sikapnya banyak yang negatif, pada pengetahuan cukup
sikapnya banyak yang positif dan pada pengetahuan baik
sikapnya semua positif.
3. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Multipara terhadap Sikap Pemilihan Alat
Kontrasepsi
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui pada pengetahuan kurang maka sikapnya banyak
yang negatif, pada pengetahuan cukup sikapnya banyak yang positif dan pada pengetahuan
baik semua positif. Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan dengan sikap.
Setelah dibuktikan dengan uji koefisien kontingensi didapatkan nilai approx.sig sebesar 0,000
< 0,05 (nilai alpha), maka Ho ditolak. Dengan demikian dapat dikatakan ada hubungan
tingkat pengetahuan ibu multipara terhadap sikap pemilihan alat kontrasepsi di Desa
Nanggungan Kecamatan Kayen Kidul Kabupaten Kediri. Hubungannya termasuk kategori
kuat. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya nilai Contingency Coefficient sebesar 0,605, yang
mana atas dasar ketentuan menurut (Sugiyono, 2005 : 214) termasuk kuat (0,60 – 0,799).
Adapun arah hubungannya termasuk positif. Hal ini ditunjukkan oleh nilai Contingency
Coefficient yang bertanda positif (0,605). Maksud dari arah hubungan positif adalah semakin
baik pengetahuan seseorang maka sikapnya semakin positif dan sebaliknya. Atas dasar kajian
teori perilaku menurut Notoatmodjo, perilaku seseorang dipengaruhi faktor sikap (attitude),
sedangkan sikap yang terbentuk dipengaruhi oleh faktor pengetahuan (knowledge). Hal ini
seperti penjelasan dalam konsep K-A-P (Knowledge-attitude-practice) (Notoatmodjo, 2003 :
131). Atas dasar teori yang ada disini dapat dipahami jika pada pengetahuan kurang maka
sikapnya banyak yang negatif, pada pengetahuan cukup sikapnya banyak yang positif dan
pada pengetahuan baik semua positif menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan
dengan sikap. Setelah diuji dengan statistik ternyata benar-benar ada hubungan. Jadi menurut
peneliti pengetahuan benar-benar menjadi faktor yang dapat mempengaruhi sikap seseorang
seperti yang dijelaskan Notoatmodjo diatas. Pengaruh pengetahuan tersebut bisa saja berupa
pengaruh yang positif atau negative. Setelah dilakukan pengujian ternyata pengaruhnya
positif. Artinya semakin baik pengetahuan seseorang maka semakin positif pula sikapnya
terhadap alat kontrasepsi. Dengan demikian kita sebagai petugas perlu memberikan
penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan calon akseptor agar sikapnya menjadi baik
terhadap alat kontrasepsi. Jika sudah demikian akan dengan sukarela memilih dan ikut
menjadi peserta KB. Ternyata hubungan pengetahuan dengan sikap terhadap alat kontrasepsi
termasuk kuat. Menurut peneliti hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan sangat perlu
diberikan kepada calon akseptor jika kita menginginkan sikapnya baik dan mau menerima
dengan senang hati terhadap alatkontrasepsi yang akan kita berikan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pernikahan usia dini (kehamilan usia dini) merupakan salah satu isu kesehatan
yang kompleks dan telah menjadi perhatian berbagai Negara di dunia. Pernikahan usia
dini sering ditemui di masyarakat pedesaan dan terjadi terutama pada golongan
ekonomi menegah kebawah .
Beragam persepi yang ditemuakan pada pengambilan keputusan kontrasepsi,
penentuan jumlah anak dan nikah muda seperti
1). Berbagai respon dalam pengambilan keputusan dalam pemakaian kontasepsi KB
dipengaruhi oleh adanya gangguan fisiologis, faktor ekonomi, faktor pengetahuan,
sikap terhadap KB, dan budaya adat istiadat/tradisi.
2) Berbagai keputusan dalam penentuan jumlah anak dipengaruhi oleh adanya
kesepakatan untuk menentukan jumlah anak, faktor informasi, menerima kenyataan,
dan faktor agama/keyakinan.
3) Berbagai keputusan yang mempengaruhi menikah di usia muda dipengaruhi oleh
faktor ekonomi, pendidikan, untuk memperoleh keturunan, media teknologi, orang
tua, konsep diri, dan lingkungan.
Tipe kontrasepsi terdiri dari kondom, pil, suntik, susuk/implant, IUD, IUS,
Vasektomi/ MOP, Tubektomi/ MOW.
Pengetahuan sangat perlu diberikan kepada jika kita menginginkan sikapnya baik dan
mau menerima dengan senang hati terhadap alat kontrasepsi yang akan kita berikan.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyono, Aris Dwi., & Sugiarto, Topan. 2011. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu
Multipara Dengan Sikap Pemilihan Alat Kontrasepsi Di Desa Nanggungan Kecematan
Kayen Kidul Kabupaten Kediri. Jurnal AKP, No. 3.
Negara, Candra Kusuma., Wibowo, Doni., & Yuseran. 2017. Pengambilan Keputusan Dalam
Pemakaian Kontrasepsi, Penentuan Jumlah Anak, Dan Nikah Muda Di Provinsi Kalimantan
Selatan. Jurnal Keluarga Berencana, , Vol. 2 No. 1.