You are on page 1of 26

MATA KULIAH

KEPERAWATAN ANAK - I

“ASUHAN KEPERAWATAN BAYI DENGAN ASFIKSIA”

Oleh :
Ade Mawar 11161001 Diana 11161012

Adinda Malicha Putri 11161002 Dwi Nuraviva 11161013

Avendea Esa Chandra 11161006 Ema Eriana 11161014

Ayu Putri Ani 11161007 Nada Geta Pratiwi 11161025

Dea Yositasari 11161009 Saskia Putri Maharani 11161035

Destria 11161010 TikaWulandari Dwi Mahesti 11161041

Diah Restu Setiawati 11161011 Tria Ayu Ningtyas 11161042

Program Studi S1 Keperawatan

STIKes PERTAMINA BINA MEDIKA


TAHUN AJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat serta
karunia-Nya saya dapat menyelesaiakan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Bayi
Dengan Asfiksia”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi satu tugas dalam mata kuliah
Keperawatan Anak I. Selain itu, pembuatan makalah ini dimaksudkan untuk dapat menambah
informasi serta wawasan kepada pembaca.

Dalam menyusun tugas kelompok ini, penyusun mengucapkan terimakasih kepada


pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini :

1. Ibu Ns. Yanti Riyantini, M.Kep. Sp. Kep, An selaku dosen mata kuliah Keperawatan
Anak - I
2. Orang tua yang telah memberikan doa restu dan dukungan sehingga penyusun dapat
menyelesaikan makalah ini.
3. Teman - teman yang telah banyak membantu menyusun dalam meyelesaikan makalah
ini.

Penyusun menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat kekurangan, oleh
karena itu penyusun sangat mengharapkan kritikan dan saran demi kesempurnaan makalah.

Jakarta, 9 Maret 2018

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...............................................................................................1


B. Rumusan Masalah ..........................................................................................1
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Asfiksia ............................................................................................3


B. Etiologi Asfiksia ............................................................................................4
C. Manifestasi Klinis Asfiksia ............................................................................5
D. Pathway Asfiksia............................................................................................6
E. Klasifikasi Asfiksia ........................................................................................7
F. Pemeriksaan Penunjang Asfiksia ...................................................................8
G. Penatalaksanaan Asfiksia ...............................................................................9
H. Asuhan Keperawatan Asfiksia .......................................................................10

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ....................................................................................................16
B. Saran ..............................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah jika dibandingkan
dengan negara tetangga meskipun program pembangunan kesehatan yang
berkesinambungan telah cukup berhasil meningkatkan derajat kesehatan Indonesia.
Permasalahan utama yang dihadapi adalah rendahnya kualitas kesehatan penduduk
yang ditunjukkan antara lain dengan masih tingginya Angka Kematian Bayi
(AKB), anak balita dan ibu, serta tingginya proporsi balita yang menderita gizi
kurang (Depkes RI 2005). Diperkirakan sekitar 27% seluruh angka kematian
neonatus di seluruh dunia disebabkan oleh asfiksia neonatorum (WHO 2013).
Asfiksia merupakan kegagalan untuk bernafas secara cukup dari bayi yang baru
lahir. Bayi asfiksia bila tidak segera dilakukan tindakan keperawatan makan akan
berakibat fatal bagi kelangsungan hidupnya.
Laporan WHO menyebutkan bahwa AKB kawasan Asia Tenggara
merupakan kedua yang paling tinggi yaitu sebesar 142 per 1.000 setelah kawasan
Afrika. Indonesia merupakan negara dengan AKB tertinggi kelima untuk negara
ASEAN yaitu 35 per 1.000, dimana Myanmar 48 per 1.000, Laos dan Timor Leste
46 per 1.000, Kamboja 36 per 1.000 pada tahun 2011 (WHO 2012). WHO (2012)
juga menyebutkan bahwa pada tahun 2000 – 2010, Case Fatality Rate (CFR)
asfiksia untuk bayi yang berusia dibawah 5 tahun di Indonesia setiap tahunnya
mencapai 11%.
Asfiksia dapat terjadi pada periode antepartum, intrapartum maupun
postpartum. Sembilan puluh persen kejadian asfiksia terjadi pada periode
antepartum dan intrapartum sebagai akibat dari kurangnya kemampuan plasenta
untuk menyediakan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dan ion hidrogen
dari janin. Sepuluh persen sisanya merupakan periode postpartum biasanya
kekurangan sekunder pada sistem pernafasan jantung atau saraf (NFF: New Born
Care 2005). Asfiksia berarti hipoksia progresfi, penimpunan karbondioksida dan
asidosis. Bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan
otak atau kematian (Saifudin 2001).
0
Upaya yang paling penting adalah mencegah terjadinya persalinan preterm
semaksimal mungkin dengan pemeriksaan antenatal yang baik, meningkatkan
status gizi ibu, mencegah pernikahan muda dan mencegah serta mengobati infeksi
intra uterin. Apabila bayi terpaksa lahir sebagai bayi kurang bulan (BKB), maka
manajemen yang cepat tepat dan terpadu harus sudah mulai dilaksanakan pada saat
antepartum, intrapartum dan postpartum atau pasca natal (Kosim, 2006).
Pendidikan dan pengenalan ibu hamil pada faktor-faktor pencetus terjadinya
asfiksia penting sebagai usaha penurunan angka kematian akibat asfiksia, selain itu
tenaga kesehatan juga harus benar-benar memahami tanda dan gejala, menghitung
Apgar Score, mengenali penyebab serta tindakan resusitasi yang harus dilakukan
saat menghadapi bayi baru lahir dengan asfiksia, sehingga bayi dapat terselamatkan
dan angka mortalitas akibat asfiksia menurun. Maka dari itu kami akan membahas
dasar-dasar tentang asfiksia pada bayi baru lahir serta tindakan resusitasi yang
perlu dilakukan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi dari Asfiksia ?
2. Apa etiologi dari Asfiksia?
3. Apa manifestasi klinis dari Asfiksia ?
4. Bagaimana pathway dari Asfiksia?
5. Apa klasifikasi dari Asfiksia?
6. Apa pemeriksaan penunjang dari Asfiksia ?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari Varises Esofagus ?
8. Bagaimana asuhan keperawatan dari Asfiksia ?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui definisi dari Asfiksia
2. Untuk mengetahui etiologi Asfiksia
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Asfiksia
4. Untuk mengetahui pathway dari Asfiksia
5. Untuk mengetahui klasifikasi dari Varises Esofagus
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Varises Esofagus
1
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Varises Esofagus
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari Varises Esofagus

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI ASFIKSIA NEONATUS


Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan
dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang
menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 1998)
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas
secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000)
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila
proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau
kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin,
2001).
Asfiksia merupakan suatu keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir, keadaan tersebut dapat disertai dengan
adanya hipoksia, hiperkapnea dan sampai ke asidosis (Hidayat, 2005).
Jadi, Asfiksia Neonatus adalah keadan bayi baru lahir yang tidak dapat
bernapas secara spontan dengan ditandai adanya hipoksemia (penurunan PaO2) ,
hiperkarbia (peningkatan PaCO2), dan asidosis (penurunan PH).

B. ETIOLOGI ASFIKSIA NEONATUS


Proses terjadinya asfiksia neonaturum ini dapat terjadi pada masa
kehamilan, persalinan atau segera setelah bayi lahir. Penyebab asfiksia menurut
Mochtar (1989) adalah
1. Asfiksia dalam kehamilan
a. Penyakit infeksi akut
b. Penyakit infeksi kronik
c. Keracunan oleh obat/obat bius
d. Uraemia dan toksemia gravidarum
e. Anemia berat
f. Cacat bawaan
g. Trauma
3
2. Asfiksia dalam persalinan
a. Kekurangan O2
b. Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri )
c. Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus/menerus
mengganggusirkulasi darah ke urine
d. Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.
e. Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepaladan panggul.
f. Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.
g. Perdarahan banyak - plasenta previa dan solutio plasenta.
h. Kalau plasenta sudah tua - postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri.
i. Paralisis pusat pernafasan
j. Trauma dari luar seperti oleh tindakan forceps
k. Trauma dari dalam - akibat obat bius

Menurut Betz et al. (2001) terdapat empat faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya asfiksia, yaitu

1. Faktor ibu
a. Hipoksia Ibu
Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik
atau anestesidalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin
dengan segala akibatnya.
b. Gangguan aliran darah uterus
Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan
berkurangnya aliranoksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi ini
sering ditemukan pada gangguankontraksi uterus, hipotensi mendadak
pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi.
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan
kondisi plasenta, asfiksis janin dapat terjadi bila terdapat gangguan
mendadak pada plasenta, misalnya perdarahan plasenta, solusio plasenta.

4
3. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah
dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara
ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali
pusat menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara jalan lahir dan
janin.
4. Faktor neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena
beberapa halyaitu pemakaian obat anestesi yang berlebihan pada ibu,
trauma yang terjadi saat persalinan misalnya perdarahan intra kranial,
kelainan kongenital pada bayi misalnyahernia diafragmatika, atresia atau
stenosis saluran pernapasan, hipoplasia paru.

C. MANIFESTASI KLINIS ASFIKSIA


Tanda dan gejala asfiksia dapat muncul mulai dari saat kehamilan hingga
kelahiran bayi yang berupa:
1. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x /menit atau kurang dari
100x/menit , halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
a. Jika Djj normal dan ada mekonium : janin asfiksia ringan
b. Jika Djj lebih dari 160 X/menit dan ada mekonium : janin asfiksia
sedang
c. Jika Djj kurang dari 100n x/menit dan ada mekonium : janin asfiksia
Berat
2. Pada bayi setelah lahir
a. Bayi pucat dan kebiru/biruan
b. Usaha bernafas minimal atau tidak ada.
c. Hipoksia
d. Asidosis metabolik atau respiratori
e. Perubahan fungsi jantung
f. Kegagalan sistem multiorgan

5
g. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik,
kejang, nistagmus (gerakan ritmik tanpa kontrol padamata yang terdiri
dari tremor kecil yang cepat ke satu arah danyang lebih besar, lebih
lambat, berulang-ulang ke arah yangberlawanan) dan menangis kurang
baik/tidak baik.

6
D. PATHWAY ASFIKSIA

7
E. KLASIFIKASI ASFIKSIA
Asfiksia neonatorum diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Asfiksia Ringan (vigorus baby) : Skor APGAR 7-10 bayi dianggap sehat
dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
2. Asfiksia sedang (mild moderate asphyksia) : Skor APGAR 4-6, pada
pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari100 X/ menit,
tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3. Asfiksia Berat : Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan
frekuensi jantung kurang dari 100 X/ menit, tonus otot buruk, sianosis berat,
dan kadang/kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. Pada asfiksia dengan
henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit
sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang pada saat post
partum, pemeriksaan fisik sama pada asfiksia berat.

Pemeriksaan APGAR skor pada bayi:

Nilai 0 1 2

Tidak
Nafas ada Tidak teratur Teratur

Denyut Tidak
jantung ada <100 >100

Tubuh merah
Biru jambu, kaki
atau dan tangan Merah
Warna kulit pucat biru jambu

Gerakan/tonus Tidak
otot ada Sedikit fleksi Fleksi

Refleks Tidak
(menangis) ada Lemah/lambat Kuat

Keterangan :
Nilai 0-3 :Asfiksia berat
Nilai 4-6 :Asfiksia sedang
Nilai 7-10 :Normal

8
Pemantauan nilai apgar dilakukan pada menit ke- 1 dan menit ke-5, bila
nilai apgar 5 menit masih kurang dari < penilaian dilanjutkan tiap 5 menit
sampai skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan
resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai
resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak
menangis.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG ASFIKSIA


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosisa asfiksia pada bayi baru lahir menurut Prawirohardjo (2005) yaitu:
1. Pemeriksaan Denyut Jantung Janin
Frekuensi normal adalah antara 120 dan 100 denyutan dalam
semenit. Aelama his frekuensi ini bisa turun, tetapi di luar his kembali lagi
kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya
tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai dibawah
100 x/menit di luar his, dan lebih- lebih jika tidak teratur, hal ini merupakan
tanda bahaya.
2. Pemeriksaan adanya Mekonium Dalam Air Ketuban atau tidak
Pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi
dan harus menimbulkan kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air
ketuban pada presentasi kepala dapat dijadikan indikasi untuk mengakhiri
persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan Darah Janin
Alat yang digunakan yaitu amnioskop yang dimasukkan lewat
serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh
darah janin. Darah ini diperiksa phnya. Adanya asidosis menyebabkan
turunnya ph. Apabila ph itu turun sampai di bawah 7.2, hal itu dianggap
sebagai tanda bahaya. Selain itu kelahiran bayi yang telah menunjukkan
tanda-tanda gawat janin mungkin disertai dengan asfiksia neonatorum,
sehingga perlu diadakan persiapan untuk menghadapi keadaan tersebut jika
terdapat asfiksia, tingkatnya perlu dikenal untuk dapat melakukan resusitasi
yang sempurna. Untuk hal ini diperlukan cara penilaian menurut APGAR.
9
4. Laboratorium
Analisis gas darah tali pusat: menunjukkan hasil asidosis pada darah
tali pusat jika PaO2 2O, PaCO2 >55 mmH2O dan pH <7,30 (Ghai et al
2010).
5. Tes Combs langsung pada daerah tali pusat.
Menentukan adanya kompleks antigen/antibodi pada membran sel
darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik.
G. PENATALAKSANAAN ASFIKSIA
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru
lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan
membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir
mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :
1. Memastikan saluran nafas terbuka:
a. Meletakan bayi dalam posisi yang benar
b. Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trakhea
c. bila perlu masukan ET (endotracheal tube ) untuk memastikan
pernapasan terbuka
2. Memulai pernapasan :
a. Lakukan rangsangan taktil beri rangsangan taktil dengan menyentil atau
menepuk telapak kaki lakukan penggosokan punggung bayi secara
cepat, mengusap atau mengelus tubuh, tungkai dan kepala bayi.
b. bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
3. Mempertahankan sirkulasi darah :
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi
dada atau bila perlu menggunakan obat-obatan.
Menurut Hidayat (2006) penatalaksanaan untuk asfiksia berdasarkan Apgar
Score yakni:
1. Asfiksia ringan (7-10)
a. Bayi dibungkus dengan kain hangat
b. Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung kemudian
mulut
c. Bersihkan badan dan tali pusat
10
d. Lakukan observasi tanda vital, pantau Apgar Score dan masukkan
incubator
2. Asfiksia sedang (4-6)
a. Bersihkan jalan napas
b. Berikan oksigen 2L/menit
c. Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki. Apabila belum ada
reaksi, bantu pernapasan dengan masker
d. Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis, berikan nabic 7,5%
sebanyak 6 cc, dektrosa 40% 4 cc disuntikkan melalui vena umbilicus
secara perlahan-lahan untuk mencegah tekanan intrakanial meningkat
3. Asfiksia berat (0-3)
a. Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui ambubag
b. Berikan oksigen 4-5L/menit
c. Bila tidak berhasil, lakukan pemasangan ETT
d. Bersihkan jalan napas melalui ETT
e. Apabila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan nabic
7,5% sebanyak 6 cc selnjutnya berikan sebanyak 4 cc
f. Antisipasi kebutuhan resusitasi
Antisipasi, persiapan adekuat, evaluasi akurat dan inisiasi bantuan
sangatlah penting dalam kesuksesan resusitasi neonatus. Pada setiap
kelahiran harus ada setidaknya satu orang yang bertanggung jawab pada
bayi baru lahir. Orang tersebut harus mampu untuk memulai resusitasi,
termasuk pemberian ventilasi tekanan positif dan kompresi dada. Orang
ini atau orang lain yang datang harus memiliki kemampuan melakukan
resusitasi neonatus secara komplit, termasuk melakukan intubasi
endotrakheal dan memberikan obat-obatan. Bila dengan
mempertimbangkan faktor risiko, sebelum bayi lahir diidentifikasi bahwa
akan membutuhkan resusitasi maka diperlukan tenaga terampil tambahan
dan persiapan alat resusitasi. Bayi prematur (usia gestasi < 37 minggu)
membutuhkan persiapan khusus. Bayi prematur memiliki paru imatur
yang kemungkinan lebih sulit diventilasi dan mudah mengalami
kerusakan karena ventilasi tekanan positif serta memiliki pembuluh darah
11
imatur dalam otak yang mudah mengalami perdarahan Selain itu, bayi
prematur memiliki volume darah sedikit yang meningkatkan risiko syok
hipovolemik dan kulit tipis serta area permukaan tubuh yang luas
sehingga mempercepat kehilangan panas dan rentan terhadap infeksi.
1. Alat resusitasi
Semua peralatan yang diperlukan untuk tindakan resusitasi harus
tersedia di dalam kamar bersalin dan dipastikan dapat berfungsi baik.
Pada saat bayi memerlukan resusitasi maka peralatan harus siap
digunakan. Peralatan yang diperlukan pada resusitasi neonatus adalah
sebagai berikut:
a. Perlengkapan penghisap
1. Balon penghisap (bulb syringe)
2. Penghisap mekanik dan tabung
3. Kateter penghisap
4. Pipa lambung
5. Peralatan balon dan sungkup
6. Balon resusitasi neonatus yang dapat memberikan oksigen
90% sampai 100%, dengan volume balon resusitasi ± 250 ml
7. Sungkup ukuran bayi cukup bulan dan bayi kurang bulan
(dianjurkan yang memiliki bantalan pada pinggirnya)
8. Sumber oksigen dengan pengatur aliran (ukuran sampai 10
L/m) dan tabung.
b. Peralatan intubasi
1. Laringoskop
2. Selang endotrakeal (endotracheal tube) dan stilet (bila
tersedia) yang cocok dengan pipa endotrakeal yang ada
c. Obat-obatan
1. Epinefrin 1:10.000 (0,1 mg/ml) – 3 ml atau ampul 10 ml
2. Kristaloid isotonik (NaCl 0.9% atau Ringer Laktat) untuk
penambah volume—100 atau 250 ml.
3. Natrium bikarbonat 4,2% (5 mEq/10 ml)—ampul 10 ml.
4. Naloxon hidroklorida 0,4 mg/ml atau 1,0 mg/ml
12
5. Dextrose 10%, 250 ml
6. Kateter umbilikal
d. Lain-lain
1. Alat pemancar panas (radiant warmer) atau sumber panas
lainnya
2. Monitor jantung dengan probe serta elektrodanya (bila
tersedia di kamar bersalin)
3. Oropharyngeal airways
4. Selang orogastrik
e. Untuk bayi sangat prematur
1. Sumber udara tekan (CPAP, neopuff)
2. Blender oksigen
3. Oksimeter
4. Kantung plastik makanan (ukuran 1 galon) atau pembungkus
plastik yang dapat ditutup
f. Alas pemanas
1. Inkubator transport untuk mempertahankan suhu bayi bila
dipindahkan ke ruang perawatan
2. Resusitasi neonatus

H. ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA


1. Identitas
Nama : Bn. S
Tanggal lahir : 03 Februari 2015
Nama ayah/ibu : Tn. A / Ny. S
Pekerjaan ayah/ibu : Buruh / IRT
Pendidikan ayah/ibu : SMA
Alamat : Ciledug, Tangerang
Agama : Islam
Suku : Jawa

13
2. Keluhan utama
Bn. S masuk ruang perinatologi kiriman dari Rumah Sakit Bahkti Asih
dengan keluhan nangis merintih, perut kembung, sesak nafas disertai dengan
lender, akral dingin, reflek premitif positif tetapi lemah, tampak retraksi dada,
keadaan umum lemah, apgar skore lahir 4/5/6. Bn. S lahir spontan dengan
ekstraksi vakum usia kehamilan 39 minggu.
3. Riwayat kehamilan dan kelahiran
a. Prenatal
Ibu mengatakan sering memeriksakan kehamilannya ke bidan, ibu di
anjurkan banyak mengkonkumsi buah dan sayur, mendapatkan penyuluhan
persiapan menjelang persalinan. Selama hamil ibu mendapatkan vitamin
dan suplemen penambah darah. Ibu mengalami kenaikan berat badan
selama hamil adalah 10 kg.
b. Natal
Ibu mengatakan ketuban sudah pecah sejak 15 jam, pada jam 06.00
pagi ibu sudah pembukaan 7 tapi pembukaan tidak bertambah sehingga
dilakukan vakum ekstraks jam 12.30 siang, tidak ada komplikasi persalinan.
Cara melahirkan dengan spontan di RS Bhakti Asih.
c. Post natal
Usaha nafas bayi spontan, apgar lahir 4/5/6, obat yang diberikan
pada Bn. S setelah masuk ke ruang perinatologi adalah infuse D 10
%*ml/jam, ampisilin 80 gr/12jam, O2 headbox 5 lpm, belum ada reaksi
antara bayi dan orang tua, tidak ada trauma lahir. Bn. S Sudah Meconium
tapi belum BAK.

14
4. Riwayat keluarga
Genogogram

Keterangan :
Perempuan Serumah

Laki – laki Keturunan

Pasien X Meninggal

5. Riwayat social
Hubungan orang tua dengan bayi belum terjalin karena Bn. S segera di
rujuk ke RS. Sari Asih karena Bn. S mengalami Asfiksia. Anak yang lain : ibu
mengatakan Bn S sekarang adalah anak pertama mereka. Lingkungan rumah
dipedesaan yang padat penduduknya.
6. Keadaan kesehatan saat ini
a. Diagnose medis : asfiksia sedang,
b. Lahir spontan dengan indikasi vacum ekstrasi.
15
c. Bn. S dipuasakan sampai jam 06.00 pagi,
d. Status cairan infuse D 10 % 10cc/jam,
e. Terapi obat mendapatkan ampisilin 80 mg/12 jam, injeksi vitamin K,
aktivitas bayi sangat lemah.
f. Tindakan keperawatan yang dilakukan :
1) Mengobservasi keadaan umum bayi
2) Mengukur vital sign
3) Mengukur antropometri
4) Memberikan terapi O2 headbox
5) Melakukan suction
6) Memasang NGT dan infuse
7) Memberikan terapi cairan infuse D 10% 10cc/jam
8) Megobservasi respirasi
9) Menilai Apgar skore
10) Mengobservasi tanda kejang dan sianosis
11) Mengganti baju dan popok bayi
7. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : lemah
b. Kesadaran : apatis E2 V4 M4
c. Tanda vital : HR : 145x/menit, RR : 66x/menit, suhu : 36 C,
d. Antropometri : BBL : 3800 gram, LiLa : 11 cm, LD : 32,5 cm, PB :
50 cm, LP : 34 cm, LK : 31,5 cm
e. Refleks : Moro (+), menggenggam (+), isap (+), reflex lemah.
f. Aktivitas / tonus : aktif, tanda-tanda kejang, menangis lemah
g. Kepala/ leher : frontal anterior lunak, sutura sagitalis tepat,
gambaran wajah simetris, molding bersesuaian
h. Mata : bersih, ada keduanya, reflex cahaya (+/+)
i. THT : telinga normal, palatum normal, hidung bilateral
j. Abdomen : kembung, tali pusat segar, lingkar perut 34 cm
k. Thorax : simetris, terdapat retraksi dada

16
l. Paru-paru :
1) Suara nafas : stidor sebelum di suction, terdengar di semua
lapang paru
2) Respirasi : spontan, tampak sesak, RR 66x/menit, menggunaka
headbox
m. Jantung : bunyi jantung normal
n. Extremitas : aktremitas bergerak semua, dan simetris, tidak ada
kelainan
o. Umbilicus : normal
p. Genetalia : laki-laki normal, testil turun.
q. Anus : paten
r. Spina : normal
s. Kulit : warna kulit pucat, sianosis
t. Suhu : 36 C, penghangat radian
8. Pemeriksaan tingkat perkembangan
a. Kemandirian dan bergaul : bayi hanya tidur
b. Motorik halus : gerakan mata ada, reflex (+)
c. Kognitif dan bahasa : bayi menangis jika merasa tidak nyaman
d. Motorik kasar : bayi menggerakkan kaki dan tangan jika ada respon dari
sekitar.
e. Kesimpulan : bayi menangis saat merasa tidak nyaman dan mengeluarkan
suara saat menangis ( merintih ).

9. Analisa data
Data Problem Etiologi
DS : - Ketidakefektifan pola Hipoventilasi
DO : nafas
1) Ekspansi dada tidak sama kanan
kiri
2) Terdengar suara nafas tambahan
3) RR : 66x/menit

17
4) Bernapas menggunakan otot napas
tambahan
5) Bayi tampak sesak
6) Bayi terpasang O2 HB 5lpm
DS : - Bersihan jalan nafas Produksi mucus
DO : tidak efektif banyak
1) Bayi tampak sulit bernafas
2) Terdapat secret dimulut
3) Bayi terpasang O2 HB 5lpm
4) RR : 66x/menit
5) HR : 145x/menit
6) Retraksi dada (+)
DS : - Resiko hipotermi Transisi
DO : lingkungan luar
1) Akral dingin
2) Suhu 36 C
3) R : 66x/menit
4) Bayi tampak lemah
5) Kuku jari tampak sianosis
6) Apgar skore lahir 4/5/6

10. Diagnose keperawatan


a. Ketidakefektifan pola nafas b.d hipoventilasi
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mucus banyak
c. Resiko hipotermi b.d transisi lingkungan luar

18
11. Intervensi Keperwatan
No. Diagnosa
Tujuan Intervensi
Keperawatan
1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan
1) Buka jalan napas
pola nafas b.d tindakan keperawatan
2) Posisikan bayi untuk
hipoventilasi selam 3x24 jam,
memaksimalkan ventilasi dan
diharapkan pola napas
mengurangi dispnea
bayi efektif dengan
3) Auskultasi suara napas, catat
kriteria :
adanya suara tambahan
 Kecepatan dan
4) Identifikasi bayi perlunya
irama respirasi
pemasangan alat jalan napas
dalam batas normal
buatan
 Tidak adanya bunyi
5) Kolaborasi dalam pemeriksaan
nafas tambahan
AGD
 Denyut jantung bayi
Monitor Respirasi (3350) :
normal
1) Monitor kecepatan, irama,
 Bayi menunjukkan
kedalaman dan upaya bernapas
upaya bernafas
2) Monitor pergerakan,
spontan
kesimetrisan dada, retraksi dada
 Ekspansi dada
dan alat bantu pernapasan
simetris
3) Monitor adanya penggunaan otot
diafragma

2 Bersihan jalan Setelah dilakukan 1) Tentukan kebutuhan oral/


nafas tidak efektif tindakan keperawatan suction tracheal
b.d produksi selama 3x24 jam 2) Auskultasi suara nafas sebelum
sekret banyak diharapkan jalan nafas dan sesudah suction
efektif ditandai dengan: 3) Bersihkan daerah bagian tracheal
 Respirasi dalam setelah suction selesai dilakukan
batas normal ( 40- 4) Monitor status oksigen bayi,
60x/menit) status hemodinamik segera
 Tidak ada suara sebelum, selama dan sesudah
nafas tambahan suction

19
 Vital sign dalam 5) Kolaborasi dengan tim medis
batas normal pemberian terapi obat

3 Resiko hipotermi Setelah dilakukan Pengobatan Hipotermi (3800) :


b.d transisi tindakan keperawatan 1) Pindahkan bayi dari lingkungan
lingkungan luar selama 3x24 jam yang dingin ke tempat yang
hipotermi teratasi hangat (di dalam incubator atau
dengan indicator : di bawah lampu sorot)
 Suhu axila 36-37˚ C 2) Anjurkan untuk melakkan
 RR : 30-60 X/menit metode kanguru
 Warna kulit merah 3) Bila basah segera ganti pakaian
muda bayi dengan yang hangat dan

 Tidak ada distress kering, beri selimut

respirasi 4) Monitor suhu bayi

 Tidak menggigil 5) Monitor gejala hipotermi :

 Bayi tidak gelisah fatigue, lemah, apatis, perubahan


warna kulit.
 Bayi tidak letargi
6) Monitor status pernapasan
7) Monitor intake/output

20
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

B. SARAN

21
DAFTAR PUSTAKA

Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A (2006). Buku Ajar Neonatologi. Edisi
1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI
Hidayat. A.A. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Salemba Media. Jakarta
Markum. A.H. (2002). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I. FKUI. Jakarta
Nelson. (2000). Ilmu Kesehatan Anak. EGC. Jakarta
Nursalam. dkk. (2001). Asuhan Keperawatan Pada Bayi dan Anak (untuk perawat
dan bidan). Salemba Medika: Jakarta
https://www.academia.edu/20592936/LP_dan_Askep_Asfiksia
https://www.slideshare.net/septianraha/145599463-lpasfiksiapadabayi
https://www.academia.edu/35355889/Askep_Asfiksia_Neonatorus

22

You might also like