Professional Documents
Culture Documents
MAKALAH
110610032
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
LHOKSEUMAWE
2012
KINERJA SISTEM IMUN DAN HISTAMIN
MAKALAH
Oleh
110610032
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
LHOKSEUMAWE
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya,saya dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini dilakukan dalam
rangka pemenuhan syarat ketidakhadiran dalam mengikuti diskusi tutorial. Saya
menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah
sulit bagi saya untuk menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu saya
mengucapkan terimakasih kepada:
1) Dr. Irvan, selaku tutor kelompok 1 Blok IX yang telah menyediakan waktu
dan bimbingannya terhadap saya
2) Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan dukungan material
dan moral, dan
3) Teman- teman se-angkatan (2011) yang telah banyak membantu dalam
pengumpulan literatur dan memberikan saran dalam menyelesaikan
makalah ini.
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumlahnya dan diduga
juga dapat berfungsi sebagai fagosit. Sel basofil secara struktural dan fungsional
mirip dengan sel mast, yang tidak pernah beredar dalam darah tapi tersebar di
jaringan ikat di seluruh tubuh. Awalnya sel basofil dianggap berubah menjadi sel
mast dengan bermigrasi dari sistem sirkulasi, tapi para peneliti membuktikan
bahwa basofil berasal dari sumsum tulang sedangkan sel mast berasal dari sel
prekursor yang terletak di jaringan ikat.
Ada dua macam sel mast yaitu terbanyak sel mast jaringan dan sel mast
mukosa. Yang pertama ditemukan di sekitar pembuluh darah dan mengandung
sejumlah heparin dan histamine. Sel mast yang kedua ditemukan di slauran cerna
dan napas. Proliferasinya dipacu IL-3 dan IL-4 dan ditingkatkan pada infeksi
parasit. Baik sel basofil maupun sel mast memiliki reseptor untuk IgE dan
karenanya dapat diaktifkan oleh alergen spesifik yang berkaitan dengan antibodi
IgE. Kemudian bila terdapat alergen spesifik berikutnya yang bereaksi dengan
antibodi, maka perlekatan keduanya menyebabkan sel mast atau basofil rupture
dan melepaskan banyak sekali histamin, bradikinin, serotonin, heparin, substansi
anafilaksis yang bereaksi lambat, dan sejumlah enzim lisosomal. Bahan-bahan
inilah yang menyebabkan manifestasi alergi. Selain itu keduanya pun dapat
membentuk dan menyimpan heparin dan histamin.Dengan adanya histamine yang
diproduksi sel mast dan basofil maka antibodi dapat lebih cepat dalam memerangi
infeksi.
2.1 Histamin
2.1.1 Pengertian
2.1.2 Fisiologi
Reseptor Histamin H1
Reseptor Histamin H2
Reseptor Histamin H3
Bila aktif, maka akan menyebabkan penurunan penglepasan
neurotransmitter, seperti histamin, asetilkolin, norepinefrin, dan serotonin.
Reseptor Histamin H4
Paling banyak terdapat di sel basofil dan sumsum tulang. Juga ditemukan
di kelenjar timus, usus halus, limfa, dan usus besar. Perannya sampai saat ini
belum banyak diketahui.
2.1.3 Farmakodinamik
Histamin dalam dosis rendah akan klebih berpengaruh pada asam lambung
daripada tekanan darah, blokade pada reseptor H2 tidak hanya menurunkan
produksi asam lambung tetapi juga mengurangi efek gastrin atau aktivitas vagal
Terjadinya nyeri dan gatal seperti efek flare sebagai akibat refleks akson,
ini merupakan cara kerja H1 dengan merangsang ujung saraf sensoris
Histamin dalam dosis besar juga merangsang sel kromafin medula adrenal
dan sel ganglion otonom
1. Histamin Endogen
2. Histamin Eksogen
Histamin ini diperoleh dari daging dan bakteri dalam usus yang membentuk
histidin dan histamin. Farmakokinetik histamin eksogen terjadi dalam dua jalur
yaitu metilasi oleh histamin –N-metil transferase menjadi N- metilhistamin,
deaminasi oleh histaminase atau diaminooksidase yang non spesifik menjadi asam
imidazol asetat Intoksikasi jarang terjadi namun gejala yang umum adalah
vasodilatasi, tekanan darah turun sampai syok, gangguan penglihatan dan sakit
kepala ( histamin cepalgia ). Sediaan berupa histamin fosfat injeksi 0,275 atau
0,55 mg/ml, dengann indikasi sebagi berikut :
Kategori
Batas Usia
Drug Name Indikasi Kehamilan
Kontraindikasi
3. nizatidine
farmakodinamik obat ini kurang lebih sama potensiasinya denga
ranintidin, untuk indikasi gangguan asam lambung, penyembuhan tukak
duodenum, refluk esofagus dan sindrom zolingger elison, kurang lebih
sama denga ranintidin
Efek samping jarang terjadi, kadang terjadi gangguan saluran cerna dan
peningkatan kadar serum asam urat
Bioaviabilitas oral sebesart 90% dan tidak mempengaruhi respon
kolinergik, kadar puncak plasma tercapai dalam1 jam dengan waktu paruh
1,5 jam dan masa kerja 10 jam
Dosis aktif untuk tukak duodenum adalah 300mg sekali sehari atau 150
mg dua kali perhari
Sel Neutrofil
Neutrofil merupakan sel fagosit yang berasal dari sel bakal myeloid dalam
sumsum tulang. Jumlahnya sekitar 60-70% dari semua sel darah putih (leukosit).
Neutrofil adalah fagosit pertama yang tiba, diikuti oleh monosit darah, yang
berkembang menjadi makrofaga besar dan aktif. Sel-sel yang dirusak oleh
mikroba yang menyerang membebaskan sinyal kimiawi yang menarik neutrofil
dari darah untuk datang. Neutrofil itu akan memasuki jaringan yang terinfeksi,
lalu menelan dan merusak mikroba yang ada disana. (Migrasi menuju sumber zat
kimia yang mengundang ini disebut kemotaksis). Di dalam neutrofil terdapat
enzim lisozim dan laktoferin untuk menghancurkan bakteri atau benda asing
lainnya yang telah difagositosis. Setelah memfagositosis 5-20 bakteri, neutrofil
mati dengan melepaskan zat-zat limfokin yang mengaktifasi makrofag. Biasanya,
neutrofil hanya berada dalam sirkulasi kurang dari 48 jam karena neutrofil
cenderung merusak diri sendiri ketika mereka merusak penyerang asing.
Sel Eusinofil
Sama seperti sel fagosit lainnya, sel eosinofil berasal dari sel bakal
myeloid. Ukuran sel ini sedikit lebih besar daripada neutrofil dan berfungsi juga
sebagai fagosit. Eosinofil berjumlah 2-5% dari sel darah putih. Peningkatan
eosinofil di sirkulasi darah dikaitkan dengan keadaan-keadaan alergi dan infeksi
parasit internal (contoh, cacing darah atau Schistosoma mansoni). Walaupun
kebanyakan parasit terlalu besar untuk dapat difagositosis oleh eosinofil atau oleh
sel fagositik lain, namun eosinofil dapat melekatkan diri pada parasit melalui
molekul permukaan khusus, dan melepaskan bahan-bahan yang dapat membunuh
banyak parasit. Selain itu, eosinofil juga memiliki kecenderungan khusus untuk
berkumpul dalam jaringan yang memiliki reaksi alergi. Kecendrungan ini
disebabkan oleh faktor kemotaktik yang dilepaskan oleh sel mast dan basofil yang
menyebabkan eosinofil bermigrasi kearah jaringan yang meradang.
Sel fagosit terutama makrofag dan neutrofil; memiliki peran besar dalam
proses peradangan. Untuk melaksanakan fungsi tersebut sel fagosit juga
berinteraksi dengan komplemen dan sistem imun spesifik lainnya.
1) Kerusakan jaringan oleh suatu cedera atau perlakuan fisik (seperti terpotong)
atau oleh masuknya mikroorganisme.
2) Beberapa senyawa kimia seperti histamin dihasilkan oleh sel darah putih yang
beredar yang disebut basofil dan oleh sel mast yang ditemukan dalam jaringan
ikat, memicu pembesaran dan peningkatan permeabilitas kapiler didekatnya.
3) Vasodilatasi lokal, peristiwa ini bertanggung jawab atas pembengkakan dan
warna merah yang khas pada peradangan. Peningkatan aliran darah ke tempat
luka dan permeabilitas pembuluh akan membantu pengiriman unsur
penggumpalan darah yang akan membantu memperbaiki dan menghambat
penyebaran mikroba ke bagian tubuh yang lain.
4) Kapiler yang penuh darah membocorkan cairan ke dalam jaringan sekitarnya
dan menyebabkan edema (pembengkakan).
5) Perbaikan jaringan, di sebagian jaringan seperti pada kulit, tulang, dan hati.
Sel-sel spesifik organ yang masih sehat di sekitar tempat cedera mengalami
pembelahan sel untuk mengganti sel-sel yang hilang. Namun, di jaringan yang
bersifat non degenerative, misalnya saraf dan otot, sel-sel yang hilang diganti
oleh jaringan parut.
6) Respon spesifik lainnya terhadap infeksi adalah demam. Toksin yang
dihasilkan oleh patogen dapat memicu demam, dan leukosit tertentu juga
membebaskan molekul yang disebut pirogen,yang dapat mempertinggi suhu
tubuh. Demam ini dapat membantu pertahanan tubuh dengan cara
menghambat pertumbuhan beberapa mikroorganisme.
2. Sel Nol
Sekilas tentang Sel Natural Killer
Sel Natural Killer (Sel NK) merupakan golongan limfosit tapi tidak
mengandung petanda seperti pada permukaan sel B dan sel T. Oleh karena itu
disebut sel nol. Sel ini beredar dalam pembuluh darah sebagai limfosit besar
yang khusus, memiliki granular spesifik yang memiliki kemampuan mengenal
dan membunuh sel abnormal, seperi sel tumor dan sel yang terinfeksi oleh
virus. Sel NK berperan penting dalam imunitas nonspesifik pada patogen
intraseluler. Sel jenis khusus mirip limfosit yang diproduksi di dalam sumsum
tulang ini juga tersedia di limpa, nodus limfa, dan timus dan merupakan 10 %
– 20 % bagian dari limfosit perifer. Bentuknya lebih besar dari limfosit B dan
limfosit T.
3. Sel Mediator
Sel yang termasuk sel mediator adalah sel basofil, sel mast, dan
trombosit. Sel tersebut disebut sebagai mediator dikarenakan melepaskan
berbagai mediator yang berperan dalam sistem imun.
Trombosit
Trombosit adalah fragmen sel yang berasal dari megakariosit besar
di sumsum tulang belakang. Trombosit berperan dalam pembatasan daerah
yang meradang, dimana apabila terpajan ke tromboplastin jaringan di jaringan
yang cedera maka fibrinogen, yang telah diaktifkan melalui proses berjenjang
yang melibatkan pengaktifan suksesif faktor-faktor pembekuan, diubah
menjadi fibrin. Fibrin inilah yang membentuk bekuan cairan interstitiumdi
ruang-ruang di sekitar bakteri dan sel yang rusak.
1. Sel T
Karakteristik Sel T
1) Sel T tidak mengeluarkan antibodi. Sel –sel ini harus berkontak langsung
dengan sasaran suatu proses yang dikenal sebagai immunitas yang diperantarai
oleh sel (cell-mediated immunity, imunitas seluler).
2) Bersifat klonal dan sangat spesifik antigen. Di membran plasmanya, setiap Sel
T memiliki protein-protein reseptor unik.
3) Sel T diaktifkan oleh antigen asing apabila antigen tersebut disajikan di
permukaan suatu sel yang juga membawa penanda identitas individu yang
bersangkutan, yaitu, baik antigen asing maupun antigen diri harus terdapat di
permukaan sel sebelum sel T dapat mengikuti keduanya.
4) Tidak semua turunan sel T yang teraktivasi menjadi sel T efektor. Sebagian
kecil tetap dorman, berfungsi sebagai cadangan sel T pengingat yang siap
merespon secara lebih cepat dan kuat apabila antigen asing tersebut muncul
kembali di sel tubuh.
5) Selama pematangan di timus, sel T mengenal antigen asing dalam kombinasi
dengan antigen jaringan individu itu sendiri, suatu pelajaran yang diwariskan
ke semua turunan sel T berikutnya
6) Diperlukan waktu beberapa hari setelah pajanan antigen tertentu sebelum sel T
teraktivasi besiap untuk melancarkan serangan imun seluler.
Karakteristik Limfosit T
Asal Sumsum tulang
Tempat proses pematangan Timus
Ada reseptor permukaan, tetapi berbeda dengan
Reseptor untuk antigen
antibodi; sangat spesifik
Antigen asing yang berkaitan dengan antigen
Berkaitan dengan
diri, misalnya sel-sel yang terinfeksi virus
Antigen harus diproses dan
Ya
disajikan oleh makrofag
Jenis sel aktif sel T sitotoksik, sel T penolong, sel T penekan
Pembentukan sel pengingat Ya
Jenis imunitas Imunitas diperantarai sel
Produk sekretorik Limfokin
Melisiskan sel yang terinfeksi virus dan sel
kanker, membentuk imunitas terhadap sebagian
Fungsi
besar virus dan jamur, beberapa bakteri;
membentuk sel B membentuk antibodi
Lama hidup Lama
Subpopulasi
sel T Ketika sel T terpajan ke kombinasi antigen spesifik, sel-sel
dari sel klon sel T komplementer berproliferisai dan berdiferensiasi selama
beberapa hari, menghasilkan sejumlah besar sel T teraktivasi yang
melaksanakan berbagai respons imunitas seluler. Terdapat tiga subpopulasi sel
T, tergantung pada peran mereka setelah diaktifkan oleh antigen.
1) Sel T sitotoksik
Sel T yang menghancurkan sel penjamu yang memiliki antigen asing,
misalnya sel tubuh yang dimasuki oleh virus, sel kanker, dan sel cangkokan.
2) Sel T penolong
Sel T yang meningkatkan perkembangan sel B aktif menjadi sel plasma,
memperkuat aktivitas sel T sitotoksik dan sel T penekan (supresor) yang
sesuai, dan mengaktifkan makrofag.
3) Sel T penekan
Sel T yang menekan produksi antibodi sel B dan aktivitas sel T sitotoksik
dan penolong.
Salah satu cara yang digunakan sel T sitotoksik dan sel natural
killer untuk menghancurkan sel sasaran adalah dengan mengeluarkan moleku-
molekul perofin, yang menembus membran permukaan sel sasaran dan
menyatu untuk membentuk saluran seperti pori-pori. Teknik mematikan sel
dengan membuat lubang di membran ini serupa dengan metode yang
diterapkan oleh membrane attack complex pada jenjang komplemen. Virus
yang keluar setelah sel dirusak kemudian secara langsung dihancurkan di
cairan ekstrasel oleh sel-sel fagositik, antibodi netralisasi, dan sistem
komplemen. Sementara itu Sel T sitotoksik, yang tidak mengalami cidera
selama proses ini, dapat menyerang sel lain yang terinfeksi. Sel-sel sehat
disekitarnya menggantikan sel yang hilang melalui proses pembelahan sel.
Sel T Penolong
Sel T penolong meningkatkan banyak aspek respons imun,
terutama melalui sekresi limfokin. Berikut ini adalah sebagian dari zat-zat
perantara kimiawi yang paling dikenal yang dihasilkan oleh Sel T ini:
1. Sel T penolong menghasilkan faktor pertumbuhan sel B yang meningkatkan
kemampuan klon sel B aktif menghasilkan antibodi. Sekresi antibodi sangat
menurun jika tidak terdapat sel T penolong, walaupun sel T itu sendiri tidak
menghasilkan antibodi.
2. Sel T penolong juga mengeluarkan faktor pertumbuhan sel T, yang juga
dikenal sebagai interleukin 2 (IL-2) untuk meningkatkan aktivitas sel T
sitotoksik, sel T penekan, dan bahkan sel T penolong lain yang responsif
terhadap antigen yang masuk.
3. Sebagian zat kimia yang dihasilkan oleh sel T berfungsi sebagai kemotaksin
untuk menarik lebih banyak neutrofil dan calon makrofag ke tempat invasi.
4. Setelah makrofag ditarik ke daerah invasi, sel T penolong mengeluarkan
macrophage-migration inhibition factor, suatu limfokin penting lain, yang
menahan sel-sel fagositik besar ini tetap di lokasi invasi. Akibatnya terjadi
penumpukan makrofag dalam jumlah besar di daerah yang terinfeksi. Faktor
ini juga meningkatkan daya fagositik makrofag-makrofag tersebut. Apa yang
disebut angry macrophage ini memiliki daya destruktif yang lebih besar.
Sel T penolong adalah jenis sel T yang paling banyak, menyusun
sekitar 60-80% dari sel T yang beredar dalam darah. Karena peran penting sel
ini dalam “menyalakan” semua kekuatan llimfosi dan makrofag, sel T
penolong dapat dianggap sebagai “tombol utama” sistem imun.
Sel T Penekan
Pengetahuan mengenai sel T penekan jauh lebih sedikit
dibandingkan subpopulasi lainnya. Sel-sel ini tampaknya berfungsi membatasi
reaksi imun melalui mekanisme “ check and balance” dengan limfosit yang
lain. Sementara sel B, sel Sitotoksik, dan sel T penolong meningkatkan
aktivitas imun satu sama lain, sel T penekan membatasi respons semua sel
imun lain. Melalui metode umpan balik negatif, sel T penolong mendorong sel
T penekan beraksi. Sel T penekan pada gilirannya, menghambat sel T
penolong dan sel-sel lain yang untuk bertugas dipengaruhi oleh sel T
penolong.
Efek inhibisi oleh sel T penekan membantu mencegah reaksi imun
berlebihan yang dapat membahayakan tubuh. Peningkatan jumlah sel T
penekan sebagai respons terhadap infeksi virus biasanya berlangsung lebih
lambat dibandingkan dengan proliferasi sel T sitotoksik dan sel T penolong,
sehingga sel T penekan membantu menghentikan respons imun setelah
respons tersebut melaksanakan fungsinya.
Pengenalan MHC
Sel T yang sedang berkembang berinteraksi dengan sel-sel timus,
yang mengandung kadar molekul MHC kelas I (karena sel itu bernukleus) dan
molekul MHC kelas II yang tinggi. Hanya sel T yang mengandung reseptor
dengan afinitas untuk MHC-self yang mencapai pematangan. Sel-sel T yang
sedang berkembang dan mempunyai reseptor dengan afinitas terhadap MHC
kelas I akan mejadi sel T sitotoksik. Sel-sel T yang mempunyai reseptor
dengan afinitas sedang untuk MHC kelas II akan menjadi sel T helper.
Respon Kekebalan
Interaksi Molekul MHC kelas I
Pada sel yang telah terinfeksi virus, molekul MHC kelas I yang baru
disintesis oleh sel tersebut bergerak menuju permukaan sel. Molekul itu
menangkap fragmen kecil dari salah satu protein lain yang disintesis oleh sel
tersebut. Jika sel tersebut mengandung virus yang bereplikasi, fragmen peptida
protein virus itu ditangkap dan diangkut ke permukaan sel. Dengan cara ini,
molekul MHC kelas I memaparkan protein asing, yang disintesis dalam sel
terinfeksi atau sel abnormal, ke sel T sitotoksik. Interaksi antara sel penyaji
antigen dan sel T sitotoksik sangat ditingkatkan oleh kehadiran protein
permukaan sel T yang disebut CD8. CD8 terdapat di sebagian besar sel T
sitotoksik, dan mempunyai afinitas tehadap sebagian molekul MHC kelas I.
Interaksi molekul MHC kelas I dan CD8 membantu mempertahankan aktivasi
antigen yang bersifat spesifik sedang berlangsung.
Basofil dan sel mast merupakan bagian dari kinerja sistem imunitas yang
tak dapat dipisahkan. Dalam kinerjanya sel mast dan basofil termasuk dalam
bagian sistem imun non spesifik yang bekerja sebagai mediator, kinerja tersebut
dapat berlangung jika keduanya melepaskan histamin yang dapat meningkatkan
permeabilitas kapiler-kapiler terhadap sel darah putih dan protein lainnya. Hal ini
akan mempermudah sel darah putih dalam memerangi infeksi di jaringan tersebut.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sel mast dan basofil termasuk dalam bagian sistem imun non spesifik yang
bekerja sebagai mediator, kinerja tersebut dapat berlangung jika keduanya
melepaskan histamin yang dapat meningkatkan permeabilitas kapiler-kapiler
terhadap sel darah putih dan protein lainnya. Hal ini akan mempermudah sel darah
putih dalam memerangi infeksi di jaringan tersebut.
3.2 Saran
Guyton A. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC
Price, Wilson. 2012. Patofisiologi Edisi 6. Jakarta: EGC