You are on page 1of 16

KOLANGITIS

PENDAHULUAN
Kolangitis adalah suatu infeksi bakteri akut pada sistem saluran empedu. Charcot ditahun
1877 menjelaskan tentang keadaan klinis dari kolangitis, sebagai trias, yaitu demam, ikterus dan
nyeri abdomen kuadran kanan atas, yang dikenal dengan ’’Charcot triad’’. Charcot mendalilkan
bahwa ’’empedu stagnan’’karena obstruksi saluran empedu menyebabkan perkembangan
kolangitis.
Obstruksi juga dapat terjadi pada bagian manapun dari saluran empedu, yang membawa
empedu dari hepar kekandung empedu dan usus. Bakteri yang sering dikultur pada empedu adalah
Eschericia Coli, Klebsiella, Pseudomonas, Proteus, Enterococcus, Clostridium perfiringens,
Bacteroides fragilis. Bakteri anaerob yang dikultur hanya sekitar 15% kasus.(1,2,4)
Patofisiologi kolangitis sekarang ini dimengerti sebagai akibat kombinasi 2 faktor, yaitu cairan
empedu yang terinfeksi dan obstruksi biliaris. Peningkatan tekanan intraduktal yang terjadi
menyebabkan refluks bakteri ke dalam vena hepatik dan sistem limfatik perihepatik yang
menyebabkan bakterimia.(3)
Pada tahun 1959, Reynolds dan Dargon menggambarkan keadaan yang berat pada penyakit
ini dengan menambahkan komponen syok sepsis dan gangguan kesadaran. (3, 4)
ANATOMI
 DUKTUS SISTIKUS
Duktus sistikus merupakan lanjutan dari vesika fellea, terletak pada porta hepatis yang
mempunyai panjang kira-kira 3-4 cm. Pada porta hepatis duktus sistikus mulai dari kollum vesika
fellea, kemudian berjalan ke postero-kaudal di sebelah kiri kollum vesika fellea. Lalu bersatu
dengan duktus hepatikus kommunis membentuk duktus koledokus. Mukosa duktus ini berlipat-
lipat terdiri dari 3-12 lipatan, berbentuk spiral yang pada penampang longitudinal terlihat sebagai
valvula disebut valvula spiralis (Heisteri).
 DUKTUS HEPATIKUS
Duktus hepatikus berasal dari lobus dexter dan lobus sinister yang bersatu membentuk
duktus hepatikus komunis pada porta hepatis dekat pada processus papillaris lobus kaudatus.
Panjang duktus hepatikus kommunis kurang lebih 3 cm terletak disebelah ventral arteri hepatika
propria dexter dan ramus dexter vena portae. Bersatu dengan duktus sistikus menjadi duktus
koledokus.(5)
 DUKTUS KOLEDOKUS
Duktus koledokus mempunyai panjang kira – kira 7 cm dibentuk oleh persatuan duktus
sistikus dengan duktus hepatikus kommunis pada porta hepatis, dimana dalam perjalanannya
dapat dibagi menjadi tiga bagian (5)
Pada kaput pankreas duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus wirsungi
membentuk ampulla, kemudian bermuara pada dinding posterior pars desenden duodeni
membentuk suatu benjolan ke dalam lumen disebut papilla duodeni major.(5)

Gambar. 1. Anatomi saluran empedu


ETIOLOGI
Penyebab tersering obstruksi biliaris adalah : koledokolitiasis, obstruksi struktur saluran
empedu, dan obstruksi anastomose biliaris. Bagaimanapun berat penyebab obstruksi, kolangitis
tidak akan terjadi tanpa cairan empedu yang terinfeksi. Kasus obstruksi akibat keganasan hanya
25-40% yang hasil kultur empedunya positif. Koledokolitiasis menjadi penyebab tersering
kolangitis.(3,8)
Dalam beberapa tahun terakhir dengan semakin banyaknya pemakaian manipulasi saluran
biliaris invasif seperti kolangiografi, stent biliaris, untuk terapi penyakit saluran biliaris telah
menyebabkan pergeseran penyebab kolangitis. Selain itu pemakaian jangka panjang stent biliaris
seringkali disertai obstruksi stent oleh cairan biliaris yang kental dan debris biliaris yang
menyebabkan kolangitis.(3)
EPIDEMIOLOGI
Kolangitis merupakan infeksi pada duktus koledokus yang berpotensi menyebabkan
kesakitan dan kematian. Dilaporkan angka kematian sekitar 13-88%. Kolangitis ini dapat
ditemukan pada semua ras. Berdasarkan jenis kelamin, dilaporkan perbandingan antara laki-laki
dan perempuan tidak ada yang dominan diantara keduanya. Berdasarkan usia dilaporkan terjadi
pada usia pertengahan sekitar 50-60 tahun.
MANIFESTASI KLINIK
Walaupun gambaran klasik kolangitis terdiri dari trias, demam, ikterus, dan nyeri abdomen
kuadran kanan atas yang dikenal dengan trias Charcot, namun semua elemen tersebut hanya
ditemukan pada sekitar 50 persen kasus. Pasien dengan kolangitis supuratif tampak bukan saja
dengan adanya trias charcot tapi juga menunjukkan penurunan kesadaran dan hipotensi. Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Cameron, demam di temukan pada lebih dari 90 persen kasus,
ikterus pada 67 persen kasus dan nyeri abdomen hanya pada 42 persen kasus.(3)
Dua hal yang diperlukan untuk terjadinya kolangitis yaitu adanya obstruksi aliran empedu
dan adanya bakteri pada duktus koledokus. Pada sebagian besar kasus, demam dan mengigil
disertai dengan kolangitis menandakan adanya bakteriemia. Biakan darah yang diambil saat masuk
ke rumah sakit untuk kolangitis akut adalah positif pada 40 sampai 50 persen pasien. Pada hampir
semua serial Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae adalah organisme tersering yang
didapatkan pada biakan darah. Organisme lain yang dibiakan dari darah adalah spesies
Enterobacter, Bacteroides, dan Pseudomonas.
Dalam serial terakhir species Enterobacter dan Pseudomonas lebih sering ditemukan,
demikian juga isolat gram negatif dan spesies jamur dapat dibiak dari empedu yang terinfeksi.
Adapun organisme anaerobik yang paling sering diisolasi adalah Bacteroides fragilis. Tetapi,
anaerobik lebih jarang ditemukan pada serial terakhir dibandingkan saat koledokolitiasis
merupakan etiologi kolangitis yang tersering.(3,9)
DIAGNOSIS
Diagnosis kolangitis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan
pemeriksaan penunjang.
A. Anamnesis
Pada anamnesis penderita kolangitis dapat ditemukan adanya keluhan demam, ikterus, dan
sakit pada perut kanan atas. Beberapa penderita hanya mengalami dingin dan demam dengan
gejala perut yang minimal. Ikterus atau perubahan warna kuning pada kulit dan mata didapatkan
pada sekitar 80% penderita.(1,3,8)
B. Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan adanya demam, hepatomegali, ikterus, gangguan
kesadaran, sepsis, hipotensi dan takikardi. (4,9)
C. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis pada sebagian besar pasien.
Hitung sel darah putih biasanya melebihi 13.000. Lekopeni atau trombositopenia kadang – kadang
dapat ditemukan, biasanya jika terjadi sepsis parah. Sebagian besar penderita mengalami
hiperbilirubinemia sedang. Peningkatan bilirubin yang tertinggi terjadi pada obstruksi maligna.
Tes fungsi hati termasuk alkali fosfatase dan transaminase serum juga meningkat yang
menggambarkan proses kolestatik. (3, 4, 9)
Beberapa pemeriksaan radiologis pasien dengan kolangitis adalah:
1. Foto polos abdomen
Meskipun sering dilakukan pada evaluasi awal nyeri abdomen , foto polos abdomen
jarang memberikan diagnosis yang signifikan. Hanya sekitar 15% batu saluran empedu yang terdiri
dari kalsium tinggi dengan gambaran radioopak yang dapat dilihat. Pada peradangan akut dengan
kandung empedu yang membesar hidrops, kandung empedu kadang juga dapat terlihat sebagai
massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di
fleksura hepatika.(3,13)
2. Ultrasonografi
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk
mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun
ekstrahepatik. Juga dapat dilihat kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau edema karena
peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledokus distal kadang sulit
dideteksi, karena terhalang udara di dalam usus. Dengan ultrasonografi lumpur empedu dapat
diketahui karena bergerak sesuai dengan gaya gravitasi.(3,12,13)
Gambar. 2 Menunjukkan ultrasonografi dari duktus
intrahepatik yang mengalami dilatasi
3. CT-Scan
CT Scan tidak lebih unggul daripada ultrasonografi untuk mendiagnosis batu kandung
empedu. Cara ini berguna untuk diagnosis keganasan pada kandung empedu yang mengandung
batu, dengan ketepatan sekitar 70-90 persen.

Gambar 3. CT scan yang menunjukkan dilatasi duktus biliaris (panah hitam) dan
dilatasi duktus pankreatikus (panah putih), dimana keduanya terisi oleh musin
4. ERCP
Endoskopik merupakan selang kecil yang mudah digerakkan yang menggunakan lensa atau
kaca untuk melihat bagaian dari traktus gastro intestinal. Endoscope Retrograde
Cholangiopancreotography (ERCP) dapat lebih akurat menentukan penyebab dan letak sumbatan
serta keuntungannya juga dapat mengobati penyebab obstruksi dengan mengeluarkan batu dan
melebarkan peyempitan.
Gambar. 4 Menunjukkan endoscope Cholangiopancreotography
(ERCP) dimana menunjukkan duktus biliaris yang berdilatasi
pada bagian tengah dan distal (dengan gambaran feeling defect)
5. Skintigrafi
Skintigrafi bilier digunakan untuk melihat sistem bilier termasuk fungsi hati dan kandung
empedu serta diagnosa beberapa penyakit dengan sensitifitas dan spesifitas sekita 90% sampai
97%. Meskipun test ini paling bagus untuk melihat duktus empedu dan duktus sistikus, namun
skintigrafi bilier tidak dapat mengidentifikasi batu saluran empedu atau hanya dapat memberikan
informasi sesuai dengan letak anatominya. Agent yang digunakan untuk melakukan test skintigrafi
99m
adalah derivat asam iminodiasetik dengan label Tc.
6. Kolesistografi oral
Metode ini dapat digunakan untuk melihat kerja dari sistem bilier melalui prinsip
kerja yang sama dengan skintigrafi tapi dapat memberikan informasi yang lebih jelas. Pasien diberi
pil kontras oral selama 12-16 jam sebelum dilakukan tes. Kemudian kontras tadi diabsorbsi oleh
usus kecil, lalu dibersihkan oleh hepar dan di ekskresi ke dalam empedu dan dikirim ke kandung
empedu.
7. Kolangiografi
Biasanya diindikasikan ada suatu saat dalam penatalaksanaan pasien dengan
kolangitis. Pada sebagian besar kasus, kolangiografi dilakukan untuk menentukan patologi biliaris
dan penyebab obstruksi saluran empedu sebelum terapi definitif. Jadi, kolangiografi jarang
diperlukan pada awal perjalanan kolangitis dan dengan demikian harus ditunda sampai
menghilangnya sepsi. Kekecualian utama adalah pasien yang datang dengan kolangitis supuratif,
yang tidak berespon terhadap antibiotik saja. Pada kasus tersebut, kolangiografi segera mungkin
diperlukan untuk menegakkan drainase biliaris. Kolangiografi retrograd endoskopik ataupun
kolangiografi transhepatik perkutan dapat digunakan untuk menentukan anatomi atau patologi
billiaris. Tetapi, kedua teknik tersebut dapat menyebabkan kolangitis pada sekitar 5 persen pasien.
Dengan demikian perlindungan antibiotik yang tepat harus diberikan sebelum instrumentasi pada
semua kasus.
DIAGNOSIS BANDING
1. Kolesistitis akut
Hampir semua kolesistitis akut terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh batu yang
terjebak di dalam kantong Hartmann. Pada keluhan utama dari kolesistikus akut adalah nyeri perut
di kuadran kanan atas, yang kadang-kadang menjalar ke belakang di daerah skapula. Biasanya
ditemukan riwayat kolik dimasa lalu, yang pada mulanya sulit dibedakan dengan nyeri kolik yang
sekarang. Pada kolesistitis, nyeri menetap dan disertai tanda rangsang peritoneal berupa nyeri
tekan dan defans muskuler otot dinding perut. Kadang-kadang empedu yang membesar dapat
diraba. Pada sebagian penderita, nyeri disertai mual dan muntah.7
2. Pankreatitis
Pankreatitis adalah radang pankreas yang kebanyakan bukan disebabkan oleh infeksi
bakteri atau virus, akan tetapi akibat autodigesti oleh enzim pankreas yang keluar dari saluran
pankreas. Biasanya serangan pankreatitis timbul setelah makan kenyang atau setelah minum
alkohol. Rasa nyeri perut timbul tiba-tiba atau mulai secara perlahan. Nyeri dirasakan di daerah
pertengahan epigastrium dan biasanya menjalar menembus ke belakang. Rasa nyeri berkurang bila
pasien duduk membungkuk dan bertambah bila terlentang. Muntah tanpa mual dulu sering
dikeluhkan dan muntah tersebut sering terjadi sewaktu lambung sudah kosong. Gambaran klinik
tergantung pada berat dan tingkat radang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan perut tegang dan
sakit terutama bila ditekan. Kira-kira 90% disertai demam, takikardia, dan leukositosis.7,9
3. Hepatitis
Hepatitis merupakan salah satu infeksi virus pada hepar yang terdiri dari hepatitis A,
hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D dan hepatitis E. Hepatitis B merupakan hepatitis yang paling
sering terjadi. Keluhan utamanya yaitu nyeri perut pada kuadran kanan atas sampai di ulu hati.
Kadang disertai mual, muntah dan demam. Sekitar 90% kasus hepatitis merupakan infeksi akut.
Sebagian menjadi sembuh dan sebagian lagi menjadi hepatitis fulminan yang fatal. (2, 9)
PENATALAKSANAAN
Jika diagnosis klinis kolangitis telah dibuat, penatalaksanaan awal adalah konservatif.
Keseimbangan cairan dan elektrolit harus dikoreksi dan perlindungan antiobiok dimulai. Pasien
yang sakit ringan dapat diterapi sebagai pasien rawat dengan antibiotik oral. Dengan kolangitis
supuratif dan syok septik mungkin memerlukan terapi di unit perawatan insentif dengan
monitoring invasif dan dukungan vasopresor.
Pemilihan awal perlindungan antibiotika empiris harus mencerminkan bakteriologi yang
diduga. Secara historis, kombinasi aminoglikosida dan penicillin telah dianjurkan. Kombinasi ini
adalah pilihan yang sangat baik untuk melawan basil gram negatif yang sering ditemukan dan
memberikan antivitas sinergistik melawan enterokokus. Penambahan metronidazole atau
clindamycin memberikan perlindungan antibakterial terhadap anaerob bakteroides fragilis, jadi
melengkapi perlindungan antibiotik. Perlindungan antibiotik jelas diubah jika hasil biakan spesifik
dan kepekaan telah tersedia.
Satu faktor yang seringkali dipertimbangkan dalam pemilihan antibiotik untuk terapi
kolangitis adalah konsentrasi obat yang terdapat dalam empedu. Secara teoritis antibiotik saluran
biliaris yang ideal harus merupakan antibiotik yang bukan saja mencakup organisme yang
ditemukan dengan infeksi saluran biliaris, tetapi juga yang dieksresikan dalam konsentrasi tinggi
ke dalam cairan empedu.
DEKOMPRESI BILIARIS
Sebagian besar pasien (sekitar 70 persen) dengan kolangitis akut akan berespon
terhadap terapi antibiotik saja. Pada kasus tersebut demam menghilang dan tes fungsi hati kembali
ke normal seringkali dalam 24 sampai 48 jam. Jika pasien tidak menunjukkan perbaikan atau
malahan memburuk dalam 12 sampai 24 jam pertama, dekompresi biliaris darurat harus
dipertimbangkan. Pada sebagian besar kasus, dekompresi biliaris segera paling baik dilakukan
secara non operatif baik dengan jalur endoskopik maupun perkutan. Yaitu:(2,3)

a. Penanggulangan sfingterotomi endoskopik

Apabila setelah tindakan di atas keadaan umum tidak membaik atau malah semakin buruk,
dapat dilakukan sfingterotomi endoskopik, untuk pengaliran empedu dan nanah serta
membersihkan duktus koledokus dari batu. Kadang dipasang pipa nasobilier. Apabila batu duktus
koledokus besar, yaitu berdiameter lebih dari 2 cm, sfingterotomi endoskopik mungkin tidak dapat
mengeluarkan batu ini. Pada penderita ini mungkin dianjurkan litotripsi terlebih dahulu.(7,12)
b. Lisis batu
Disolusi batu dengan sediaan garam empedu kolelitolitik mungkin berhasil pada batu
kolesterol. Terapi berhasil pada separuh penderita dengan pengobatan selama satu sampai dua
tahun. Lisis kontak melalui kateter perkutan kedalam kandung empedu dengan metil eter berhasil
setelah beberapa jam. Terapi ini merupakan terapi invasif walaupun kerap disertai dengan
penyulit(7)
ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) adalah penghancuran batu saluran
empedu dengan menggunakan berbagai jenis lithotripter yang dilengkapi dengan pencitraan
flouroskopi sebelum prosedur, diperlukan sfingterotomi endoskopik dan pemasangan kateter
nasobiliaris untuk memasukkan material kontras. Terapi dilanjutkan sampai terjadi penghancuran
yang adekuat atau telah diberikan pelepasan jumlah gelombang kejut yang maksimum.(3, 7, 9)

c. PTBD ( Percutaneous Transhepatik Biliar Drainage)

Pengaliran bilier transhepatik biasanya bersifat darurat dan sementara sebagai salah satu
alternatif untuk mengatasi sepsis pada kolangitis berat, atau mengurangi ikterus berat pada
obstruksi saluran empedu distal karena keganasan. Pada pasien dengan pipa T pada saluran
empedu dapat juga dimasukkan koledokoskop dari luar untuk membantu mengambil batu
intrahepatik.(7,13)
ADAPUN PEMBEDAHAN-PEMBE DAHAN YANG DILAKUKAN :
A. Kolesistektomi Terbuka
Karl Legenbach dari Jerman telah melakukan kolesistektomi elektif yang pertama pada
tahun 1882. Lebih dari satu abad kolesistektomi terbuka dijadikan standar untuk metode terapi
pembedahan pada sistem empedu. Kolesistektomi membutuhkan anestesi umum kemudian
dilakukan irisan pada bagian anterior dinding abdomen dengan panjang irisan 12 – 20 cm. (10)
Tekhnik operasi untuk kolesistektomi terbuka
Tidak ada aturan yang kaku tentang jenis insisi yang terbaik. Insisi digaris tengah,
paramedian kanan, transversal dan insisi subkostal dapat dilakukan, tergantung pada pilihan ahli
bedah. Kriteria penting adalah pemaparan yang adekuat untuk diseksi serta eksplorasi. Pilihannya
adalah insisi subkostal kanan (Kocher) sebagai salah satu insisi yang paling serba guna dalam
diseksi kandung empedu dan saluran empedu.(3,12)

Gambar insisi untuk pembedahan sistem bilier


Terdapat sedikit perbedaan pendapat tentang pengangkatan kandung empedu secara
antegrad (diseksi dimulai di fundus) atau retrograd (diseksi dimulai di porta). Jika anatomi porta
tidak dikaburkan oleh peradangan yang parah, maka pilihannya adalah memulai diseksi pada porta.
Dengan traksi pada kandung empedu menggunakan klem yang dipasang di fundus dan kantung
Hartman, peritoneum yang menutupi segitiga Calot diinsisi dan disisihkan dengan diseksi tumpul.
Arteri sistikus diidentifikasi, diligasi ganda atau diklem ganda, dan lalu dipotong, meninggalkan
puntung sekurangnya 1sampai 2 mm.3

Gambar langkah-langkah teknik kolesistektomi


Pemotongan arteri mempermudah identifikasi saluran sistikus. Memperhatikan anomali
yang sering terjadi adalah penting pada tahapan ini. Anomali yang cukup sering adalah masuknya
saluran sistikus ke saluran hepatik kanan, anomali lain adalah masuknya saluran hepatik asesorius
kanan yang cukup besar ke saluran sistikus. Sangat penting bahwa struktur saluran yang dipotong
sampai anatomi sistem saluran yang tepat telah diketahui. Persambungan saluran sistikus dengan
saluran empedu harus ditunjukkan secara jelas. Jika kandung empedu mengandung batu kecil atau
lumpur, saluran sistikus diikat dengan jahitan atau klem tunggal pada tempat keluarnya dari
kandung empedu, untuk mencegah batu atau lumpur masuk ke dalam saluran empedu selama
diseksi. Menegakkan anatomi pada tahap operasi ini dilakukan dengan kolangiografi operatif.(3,12)
* Kolangiografi operatif
Kolangiografi operatif dilakukan secara rutin karena dua alasan. Pertama, untuk
mendapatkan peta anatomik di daerah yang sering mengalami anomali. Kedua yang sama
pentingnya adalah untuk menyingkirkan batu saluran empedu yang tidak dicurigai, dengan
insidensi setinggi 5 sampai 10 persen.
Kolangiografi dilakukan dengan menggunakan salah satu dari sekian banyak kanula
kolangiografik yang dapat digunakan (Berci, Lehman, Colangiocath, dll). Pilihannya adalah
kolesistektomi terbuka adalah kanula Berci bersudut untuk mempermudah insersi dan fiksasi.
Insisi dibuat disaluran sistikus pada titik yang aman setelah persambungan sistikus dan saluran
empedu (biasanya sekurangnya 2,0 cm). Insisi harus cukup besar untuk memasukkan kanula atau
kateter, yang dapat diinsersikan jika empedu terlihat mengalir dari lumen. Kanula lalu
dipertahankan di tempatnya dengan hemoklip medium atau klem khusus. Material kontras untuk
kolangiografi adalah hypaque 25 persen. Sistem operasi yang paling disukai untuk kolangiografi,
menggunakan fluorokolangiografi dengan penguatan citra (image intensifier) serta monitor
televisi . Ini memungkinkan pengisian saluran empedu secara lambat dan pemaparan multiple
sistem saluran saat sedang diisi.(3,10)
* Laparoskopi Kolesistektomi
Kolesistektomi laparoskopi adalah cara yang invasif untuk mengangkat batu empedu
dengan menggunakan teknik laparoskopi. Prosedur menjadi populer pada tahun 1988 dan telah
berkembang dengan cepat. Indikasi untuk operasi adalah batu empedu, polip simtomatik dan
penyulit akibat batu. Kontraindikasinya adalah sepsis abdomen, gangguan pendarahan, kehamilan
dan tidak mampu melihat saluran empedu. Teknik ini adalah perawatan yang singkat dan dapat
kembali beraktifitas dengan normal. Penyulitnya adalah adanya cidera saluran empedu,
perdarahan, kebocoran empedu dan cidera akibat trokar (3)

Gambar 5 Lokasi kanula untuk kolesistektomi laparoskopi.


Gambar 6. Lokasi kanula dan susunan awal untuk kolesistektomi laparoskopi

Gambar 7 . Kolesistektomi Laparoskopik

Keterangan gambar :

A. Tempat trokar
B. Fundus ditahan/dipegang dan cephalad diretraksi untuk mengekspos/mengenai kandung empedu
proksimal dan ligamentum hepotoduadenale. Selain itu bagian posterolateral infundibulum di
retraksi untuk dapat mengenai segitiga Calot
C. Segi tiga Calot dibuka dan leher kandungan empedu dan bagian duktus sistikus di diseksi. Klip
dipindahkan pada hubungan antara duktus sistikus dengan kandungan empedu
D. Pembukaan kecil dibuat didalam duktus sistikus dan kateter kolangiogram di insersi
E. Duktus sistikus dan arteri sistikus dibagi
F. Gambar intraoperatif yang menunjukkan bagian lateral infundibulum kandungan empedu, nampak
segitiga Calot yang sudah didiseksi begitu juga dengan arteri sistikus
* Eksplorasi koledokus; laparoskopi eksplorasi duktus empedu
Umumnya, batu duktus empedu dideteksi intraoperatif dengan kolangiografi intraoperatif
atau ultrasonografi dan dilakukan dengan cara laparoskopi eksplorasi koledokus yang merupakan
bagian dari tekhnik kolesistetomi laparoskopi. Pasien dengan batu duktus empedu dideteksi
sebelum operasi, biasanya dengan klirens endoskopik. Namun, kurang berhasil sehingga batu di
duktus harus dilakukan dengan kolesistektomi.13
Jika batu pada duktus empedu kecil, mungkin dapat dibilas ke dalam duodenum dengan
mengalirkan saline melalui kateter kolangiografi setelah sfingter Oddi direlaksasikan dengan
glukagon. Jika irigasi (pengaliran) tidak berhasil, dapat dilakukan pemasangan kateter balon
melalui duktus sistikus dan turun ke duktus empedu.13
Gambar 8 laparoskopi eksplorasi duktus empedu. Laparoskopi eksplorasi koledokus.
Keterangan Gambar :
I. Keranjang transistik dengan menggunakan fluoroskopi
A. Keranjang digunakan sebagai tempat batu dan terbuka
B. Batu ditempatkan dikeranjang kemudian dipindahkan dari duktus sistikus
II. Koledoskopi transistik dan pemindahan batu
C. Keranjang dilewati oleh beberapa saluran pada skopik dan batu dapat dilihat dibawahnya
D. Batu entrapped
E. Pernyataan dari koledoskopik
III. Koledoktomi dan pemindahan batu
F. Insisi kecil dibuat pada duktus empedu
G. Duktus empedu dibersihkan batunya dengan koledoskopik
H. Pemasangan T. Tube dibagi kiri duktus empedu yang berhubungan dengan dinding abdomen untuk
dekompersi empedu

KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi dari penyakit kolangitis terutama yang derajat tinggi (kolangitis
supuratif) adalah sebagai berikut:
A. Abses hati piogenik
Abses hati piogenik merupakan 75% dari semua abses hati. Abses ini pada anak dan
dewasa muda terjadi akibat komplikasi apendisitis, dan pada orang tua sebagai komplikasi
penyakit saluran empedu seperti kolangitis. Infeksi pada saluran empedu intrahepatik
menyebabkan kolangitis yang menimbulkan kolangiolitis dengan akibat abses multiple.7
B. Bakteremia , sepsis bakteri gram negatif(9)
Bakteremia adalah terdapatnya bakteri di dalam aliran darah (25-40%). Komplikasi
bakteremia pada kolangitis dapat terjadi oleh karena etiologi utama penyebab terjadinya kolangitis
adalah infeksi bakteri. Demam merupakan keluhan utama sekitar 10-15%.
C. Peritonitis sistem bilier
Kebocoran empedu dalam ruang peritoneal menyebabkan iritasi dan peritonitis. Jika empedu
terkena infeksi, maka akan menyebabkan peritonitis dan sepsis yang mempunyai resiko tinggi
yang sangat fatal.
D. Kerusakan duktus empedu
Duktus empedu dapat dengan mudah rusak pada tindakan kolesistektomi atau pada
eksplorasi duktus empedu yang tidak sesuai dengan anatominya. Kesalahan yang sangat fatal
adalah tidak mengetahui cara melakukan transeksi atau ligasi pada duktus.
E. Perdarahan
Arteri hepatik dan arteri sistikus serta vaskularisasi hepar lainnya dapat mengalami trauma
dan perdarahan pada saat melakukan operasi. Perdarahan yang terjadi kadang susah untuk
dikontrol.
D. Kolangitis asendens dan infeksi lain
Kolangitis asendens adalah komplikasi yang terjadinya lambat pada pembedahan sistem
bilier yang merupakan anastomosis yang dibentuk antara duktus empedu dan usus besar bagian
asendens. Refluks pada bagian intestinal dapat berlanjut menjadi infeksi aktif sehingga terjadi
stagnan empedu pada sistem duktus yang menyebabkan drainase tidak adekuat.
Komplikasi lain yang harus diperhatikan pada pembedahan sistem bilier adalah abses
subprenikus. Hal ini harus dijaga pada pasien yang mengalami demam beberapa hari setelah
operasi.
Komplikasi yang berhubungan dengan pemakaian kateter pada pasien yang diterapi dengan
perkutaneus atau drainase endoskopik adalah:
* Perdarahan (intra-abdomen atau perkutaneus)
* Sepsis
PROGNOSIS
Tergantung berbagai faktor antara lain :
 Pengenalan dan pengobatan diri
Pada kasus kolangitis dibutuhkan pengobatan antibiotik secara dini dan diikuti dengan
drainase yang tepat serta dekompresi traktus biliaris.
 Respon terhadap terapi
Semakin baik respon penderita kolangitis terhadap terapi yang diberikan (misalnya
antibiotik) maka prognosisnya akan semakin baik.
Namun sebaliknya, respon yang jelek akan memperberat penyakit tersebut.
 Kondisi Kesehatan Penderita
Sistem pertahanan tubuh penderita merupakan salah satu faktor yang menentukan
prognosis penyakit ini. Biasanya penderita yang baru pertama kali mengalaminya dan berespon
baik terhadap terapi yang diberikan, prognosisnya akan baik.9

You might also like