You are on page 1of 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ACUTE MYELOGENOUS LEUKEMIA (AML)

I. KONSEP PENYAKIT
A. PENGERTIAN
Leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi
sel darah putih dalam sum-sum tulang menggantikan elemen
sumsum tulang normal, juga terjadi proliferasi di hati limpa
dan nodus limfatikus dan invasi organ non hematologis seperti
meningen, traktus gastrointestinal, ginjal dan kulit (Bruner &
Suddarth, 2002).
Akut Mielogenus Leukemia (AML) adalah timbulnya disfungsi
sumsum tulang, menyebabkan menurunnya jumlah eritrosit,
neutrofil dan trombosit. Sel-sel leukemia menyusupi
limfanodus, limpa, hati, tulang dan sistem saraf pusat
(Cecilyl betz, 2002).
Leukemia adalah penyakit Maligna proliferatif generalicata
dari jaringan pembentuk darah dan biasanya melibatkan leukosit
(Rosa.M. Sacharin, 2002).
Akut mielogenus leukemia (AML) adalah penyakit yang
ditandai dengan adanya proliferasi leukosit yang tidak
terkontrol di dalam darah, sumsum tulang dan jaringan
retikuloendotelial (Tucker, 1999).
Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan akut
mielogenus leukemia (AML) adalah penyakit yang ditandai dengan
proliferasi leukosit yang tidak teratur sehingga timbul
disfungsi sumsum tulang, menyebabkan turunnya jumlah
neutrofil, eritrosit dan trombosit.
B. ETIOLOGI
Penyebab leukemia belum diketahui, tetapi hal ini dapat
diakibatkan oleh interaksi sejumlah faktor. Faktor-faktor
tersebut adalah :
1. Neoplasma
Ada persamaan antara leukemia dengan penyakit
neoplastik lain, misalnya poliferasi sel yang tidak
terkendali, abnormalitas morfologi sel, dan infiltrasi
organ. Lebih dari itu, kelainan sumsum kronis lain dapat
berubah bentuk yang akhirnya menjadi leukemia akut.
2. Infeksi
Pada manusia, terdapat bukti kuat untuk etiologi virus
baik satu jenis leukemia/limforma sel T. beberapa hasil
penelitaian yang menyokong teori sebagai penyebab leukemia
antara lain : enzyme reverase transciptase ditemukan dalam
darah penderita leukemia. Seperti diketahui enzim ini
ditemukan di dalam virus onkogenik seperti retrovirus tipe
C, yaitu jenis virus RNA yang menyebabkan leukemia pada
binatang. Enzim tersebut menyebabkan virus yang
bersangkutan dapat membentuk bahan genetic yang kemudian
bergabung dengan ganom sel yang terinfeksi.
3. Radiasi
Radiasi, khususnya sumsum tulang, bersifat leukaemogonik.
Radiasi ionisasi (lingkungan kerja, prenatal, pengobatan
kanker sebelumnya).
4. Keturunan/genetik
Virus tertentu meyebabkan terjadinya perubahan
struktur gen (T cell leukemia-lymphoma virus/HTLV). Ada
laporan beberapa kasus yang terjadi pada suatu keluarga
pada kembar identik. Ada insiden yang lebih meningkat pada
penyakit herediter, khususnya Sondron Down (dimana leukemia
terjadi peningkatan frekuensi 20-30 kali lipat) anemia
fanconui dan aoksia-talangfeksia.
5. Zat kimia
Terkena bensin kronie yang dapat menyebabkan dysplasia
susmsum tulang dan perubahan kromosom, merupakan penyebab
leukemia yang ditetapkan mantap, khususnya obat yang
mengalkalisasi seperti khlorambusil, mustin, melfalan, dan
prokarbazin.

C. PATOFISIOLOGI
Leukemia adalah satu keadaan dimana terjadi
pertumbuhan yang bersifat irreversible dari sel induk darah
dan pertumbuhannya dimulai dari mana sel itu berasal. Sel-
sel tersebut, pada berbagai stadium akan membanjiri aliran
darah yang berakibat sel yang spesifik akan dijumpai dalam
jumlah yang banyak.
Sebagai akibat dari proliferasi sel abnormal tersebut
maka akan terjadi kompertisi metabolic yang akan
menyebabkan anemia dan trombositopenia. Apabila proliferasi
sel terjadi di limfa maka akan membesar sehingga dapat
terjadi hiperplenisme yang selanjutnya menyebabkan makin
memburuknya anemia dan trombositopenia. Pada leukemia yang
disertai splenomegali sering terjadi komplikasi hemolisis.
Infeksi terjadi oleh suatu nahan yang menyebabkan
reaksi seperti ionfeksi oleh virus. Kelainan pada leukemia
bukan merupakan penyakit primer akan tetapi merupakan suatu
bagian dari respon pertahanan sekunder dari tubuh terhadap
infeksi tersebut.
Terdapat peninggian insiden leukemia pada orang-orang yang
terkena radiasi sinar rontgen . diduga bahwa peninggian
insiden disini karena akibar radiasi akan merendahkan
referensi terhadap bahan dari penyebab leukemia tersebut.
Pada leukemia akut hepar, lien dan kelenjar getah
bening membesar secara cepat, keluhan nyeri akibat regangan
kapsel organ tersebut menjadi jelas. Infiltrasi ke otak
akan menyebabkan keluhan sakit kepala dan infiltrasi ke
tulang menyebabkan fraktur spontan. Infiltrasi ke gusi
menimbulkan hipertrofi gusi dan sering disertai pendarahan
gusi. Limfadenopati dapat menyertai leukemia dan apabila
kelompokkam pembesaran kelenjar ini menekan pembuluh adarah
dan pembuluh getah bening, maka akan terjadi edema local.
Infiltarsi ke paru menyebabkan batuk dan sesak,
pembesaran kelenjar getah bening di abdomen dapat
menyebabkan keluhan rasa tidak enak di perut, dan rasa
cepat kenyang. Infiltarasi ke ginjal dapat menyebabkan
hematuria dan gagal ginjal. Keluhan akibat adanya anemia
lemah badan dan cepat lelah. Trombositopenia menimbulkan
pendarahan baik dari kulit dan selaput lendir (Long, 2010 ;
Issalbacher, 2010).

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Bukti anemia, perdarahan dan infeksi
a. Demam
b. Keletihan
c. Pusat
d. Anorexia
e. Petekia dan perdarahan
f. Nyeri sendi dan tulang
g. Nyeri abdomen yang tidak jelas
h. Berat badan turun
i. Pembesaran dan fibrosis organ-organ sistem
retikuloendotelia hati, limfa dan linfonodus.
2. Peningkatan tekanan intracranial karena infiltrasi meninges
a. Sakit kepala
b. Iritabilitas
c. Letargi
d. Muntah
e. Edema pupil
f. Koma
3. Gejala-gejala sistem saraf pusat yang berhubungan dengan
bagian sistem yang terkena
a. Kelemahan ekstremitas bawah
b. Kesulitan berkemih
(Cecil betz, 2012)

E. KOMPLIKASI
1. Gagal sumsum tulang
2. Infeksi
3. Perdarahan
4. Splenomegali
5. Hepatomegali

F. PENATALAKSANAAN
1. Pelaksanaan kemoterapi
Terdapat dengan fase pelaksanaan kemoterapi :
a. Fase Induksi
Dimulai 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada
fase ini diberika terapi kortikosteroid (prednisone),
vincristin, dan L-asparaginase. Fase induksi dinyatakan
berhasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak
ada dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kurang
dari 5%.
b. Fase Profilaksis Sistem Saraf Pusat
Pada fase ini diberikan terapi methotrexate,
cytarabine dan hydrocotison melalui intracranial untuk
mencegah invasi sel leukemia ke otak. Terapi irradiasi
cranial dilakukan hanya pada pasien leukemia yang
mengalami gangguan sistem saraf pusat.
c. Kosolidasi
Pada fase kombinasi pengobatan dilakukan untuk
mempertahankan remisi dan mengurangi jumlah sel-sel
leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara berkala,
mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan darah lengkap
untuk menilai respon sumsum tulang terhadap pengobatan.
Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka pengobatan
dihentikan sementara atau dosis obat dikurangi.
2. Irradiasi Kranial
3. Transfusi darah dan trombosit bila ditemukan trombositopenia
4. Transplantasi sumsum tulang bila diperlukan

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian fokus
a. Aktivitas : kelelahan, kelemahan, malaise, kelemahan otot
b. Sirkulasi : palpitasi, takikardi, mur-mur jantung,
membran mukosa pusat
c. Eliminasi : diare, nyeri tekan perianal, darah merah
terang, feses hitam, penurunan haluaran urine, darah pada
urin.
d. Integritas ego : perasaan tidak berdaya, menarik diri,
takut, mudah terangsang, ansietas.
e. Makanan/cairan : anoreksia, muntah, perubahan rasa,
faringitis, penurunan BB dan disfagia.
f. Neurosensori : penurunan koordinasi, disorientasi,
pusing, kesemutan parestesia, aktifitas kejang otot mudah
terangsang.
g. Nyeri : nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri sendi,
perilaku hati-hati, gelisah.
h. Pernafasan : nafas pendek, batuk, dispneu, takipneu,
ronchi, gemericik, penurunan bunyi nafas.
i. Keamanan : gangguan penglihatan, perdarahan spontan tidak
terkontrol, demam, infeksi, kemerahan, purpura,
pembesaran nodus limfe, limpa/hati.
2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien AML
adalah sebagai berikut :
a. Jumlah sel darah putih bisa berkurang, normal atau
meningkat
b. Pada sebagian besar kasus terjadi trombositopena
c. Biasanya pada pemeriksaan fungsi lumbal memperlihatkan
bahwa cairan spinal mempunyai tekanan yang meninggi dan
mengandung sel leukemik
d. Pemeriksaan dengan Sinar X dapat memperlihatkan lesi
tulang
e. Tes funsi hati dan ginjal dilakukan sebagai pedoman
sebelum terapi
f. Biopsy/Aspirasi sumsum tulang, untuk mengidentifikasi
adanya blast dalam sumsum tulang
g. Pemeriksaan rontgen dada, untuk mengidentifikasi massa
mediastinum
h. Hitung darah lengkap : menunjukkan normositik, anemia
normositik
i. Hemoglobulin : dapat kurang dari 10 gr/100ml
j. Retikulosit : jumlah biasaya rendah
k. Trombosit : sangat rendah (< 50000/mm)
l. SDP : mungkin lebih dari 50000/cm dengan peningkatan
SDP immature
m. PTT : memanjang
n. LDH : mungkin meningkat
o. Asam urat serum : mungkin meningkat
p. Muramidase serum : pengikatan pada leukemia monositik
akut dan mielomonositik
q. Copper serum : meningkat
r. Zink serum : menurun
s. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan
derajat keterlibatan

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
suplai oksigen : kelemahan umum
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan pembesaran
organ atau modus limfe
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah
4. Risiko cedera : Pendarahan berhubungan dengan penurunan
jumlah trombosit
5. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan
sekunder yang tidak adekuat
6. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan dengan penurunan
kapasitas suplai O2 ke sel jaringan
7. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
suplai O2 ke sel jaringan

C. PERENCANAAN
1. Intoleransi Intoleransi aktifitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan suplai oksigen : kelemahan umum
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan terjadi
peningkatan toleransi terhadap aktifitas
Kriteria Hasil :
a. Laporan peningkatan aktivitas yang dapat diukur
b. Menunjukkan tanda fisiologis tidak toleran misalnya nadi,
pernafasan dalam batas normal
c. Intervensi :
1) Evaluasi laporan kelemahan perhatian ketidakmampuan
untuk berpartisipasi dalam aktifitas
2) Berikan lingkungan tenang dan periode istirahat tanpa
gangguan
Rasional : Menghemat energy untuk aktifitas dan
regenerasi seluler atau penyembuhan jaringan
3) Implementasi teknik penghematan energi contoh lebih
baik duduk dari pada berdiri
4) Berikan kebersihan mulut sebelum makan
5) Kolaborasi berikan oksigen tambahan
Rasional : Memaksimalkan sediaan oksigen untuk
kebutuhan seluler
(Doengoes, 2000)

2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan pembesaran


organ atau modus limfe
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri dapat
berkurang atau hilang
Kriteria Hasil :
a. Menyatakan nyeri hilang atau terkontrol
b. Tampak relax dan mampu beristirahat dengan tenang
Intervensi :
1) Mengkaji intensitas skala nyeri (skala 0-10)
Rasional : Dapat mengidentifikasi terjadinya komplikasi
2) Monitor tanda-tanda vital perhatikan petunjuk non verbal
misalnya
Rasional : Dapat membantu mengevaluasi pernyataan verbal
dan keefektifan intervensi
3) Berikan lingkungan yang nyaman dan tenang
Rasional : Meningkatkan istirahat
4) Tempatkan pada posisi ruangan dan sokong sendi
ekstremitas dengan bantal
Rasional : Dapat menurunkan ketidaknyamanan tulang/sendi
5) Berikan tindakan kenyamanan (misalnya : pijatan, kompres
dingin) dan dukungan psikologis)
Rasional : Meminimalkan kebutuhan/meningkatkan efek obat
6) Kolaborasi analgetik, narkotik
Rasional : Menurunkan nyeri

3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan
nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil :
a. Nafsu makan meningkat
b. BB meningkat
Intervensi :
1) Observasi dan catat masukan makanan, bila jumlahnya
kurang dari yang diperlukan berikan cairan parenteral
2) Sajikan makanan dalm bentuk menarik dan berikan sedikit-
sedikit tapi sering
3) Motivasi klien untuk menghabiskan porsi makan
4) Timbang berat badan sesuai indikasi
5) Kolaborasi dengan ahli gizi

4. Risiko cedera : Pendarahan berhubungan dengan penurunan


jumlah trombosit
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak
terjadi pendarahan
Kriteria Hasil : Tidak mengalami perdarahan
Intervensi :
1) Pantau hitung trombosit dengan jumlah 50.000 mm3, resiko
perdarahan pantau Ht dan Hb terhadap tanda perdarahan
2) Hindari aktifitas berlebih yang mungkin menyebabkan
cedera fisik
3) Inspeksi kulit, mulut, hidung, urine, feses, muntahan dan
tempat tusukan terhadap perdarahan
4) Beri bantalan tidur untuk mencegah trauma
5) Beri tranfusi trombosit sesuai indikasi

5. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan


sekunder yang tidak adekuat
Tujuan : Setelah dilalukan tindakan keperawatan klien
terhindar dari infeksi
Kriteria Hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi
Intervensi :
1) Monitor suhu badan
Rasional : Hipertermi lanjut terjadi pada beberapa tipe
infeksi
2) Cegah menggigil : tingkatkan cairan
Rasional : Membantu menurunkan demam, yang menambah
ketidakseimbangan cairan
3) Cuci tangan untuk semua petugas dan pengunjung
Rasional : Mencegah kontaminasi silang/menurunkan resiko
infeksi
4) Berikan periode istirahat tanpa gangguan
Rasional : Meningkatkan energy
5) Dorong peningkatan masukan makanan tinggi protein dan
cairan
Rasional : Meningkatkan pembentukan antibody dan mencegah
dehidrasi
6) Kolaborasi
a) Pemeriksaan laboratorium, misalnya hitung darah
lengkap
Rasional : Penurunan jumlah SDP normal/matun dapat
diakibatkan oleh proses penyakit/kemoterapi
b) Pemberian antibiotic sesuai indikasi
Rasional : Meminimalkan sumber potensial kontaminasi
bacterial

6. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan dengan penurunan


kapasitas suplai O2 ke sel jaringan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien
menunjukkan perbaikan oksigenasi
Kriteria Hasil :
a. Pernafasan dalam rentang normal
b. Tidak ada sianosis
c. Bunyi nafas normal
Intervensi :
1) Monitor frekuensi/kedalaman pernafasan area sianosis
2) Auskultasi bunyi nafas, catat adanya takikardi
3) Observasi peningkatan batuk
4) Kolaborasi pemberian O2 sesuai indikasi
5) Batasi aktivitas klien

7. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan


suplai O2 ke sel jaringan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak
terjadi perfusi jaringan
Kriteria Hasil :
a. TTV klien stabil, kulit hangat, dan tidak ada sianosis
b. Turgor kulit baik, kapiler refill (2 detik)
Intervensi :
1) Monitor TTV
2) Kaji pengisian kapiler, warna kulit, turgor kulit
3) Catat adanya keluhan rasa dingin, pucat, kelambatan
pengisian kapiler
4) Catat adanya perubahan tingkat kesadaran
5) Pertahankan suhu lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Doenges, Marilynn E. Nursing Care Plans: Guidelines For Planning And


Documenting Patient Care. Alih Bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta
: EGC; 1999
2. Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of
Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC;
1994
3. Reeves, Charlene J et al. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko
Setyono. Ed. I. Jakarta : Salemba Medika; 2001
4. Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk.
Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.
5. Tucker, Susan Martin et al. Patient care Standards : Nursing Process,
diagnosis, And Outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta :
EGC; 1998
6. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/2/jtptunimus-gdl-s1-2007-
erianiradi-97-2-bab2.pdf diakses pada tanggal 28 Agustus 2016 pukul
11.00 WIB

You might also like