You are on page 1of 13

MAKALAH FIQIH MUAMALAH

ASURANSI DALAM ISLAM

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Fiqih Muamalah yang diampu oleh
Dr. H. Moch. Khoirul Anwar, S.Ag., MEI

OLEH : KELOMPOK 5

1. NOVIA DWI SAFITRI (17081194011)


2. SITI NUR AINI (17081194019)
3. ARIS DANU ARTA (17081194023)
4. NINDYA FERDIAN SARI (17081194025)

EKONOMI ISLAM 2017A – ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT dengan segala rahmat-Nya sehingga


kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa kami mengucapkan
terimakasih kepada berbagai pihak yang telah berkontribusi membantu
menyelesaikan makalah ini dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya. Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman kami, kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh
karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Surabaya, 15 April 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I LATAR BELAKANG ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 1
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 2
2.1 Pengertian Asuransi .................................................................................. 2
2.2 Landasan Syariah Asuransi ...................................................................... 2
2.3 Rukun Dan Syarat Asuransi ..................................................................... 3
2.4 Asuransi Dalam Fiqih ............................................................................... 4
BAB III PENUTUP ............................................................................................... 9
3.1 Kesimpulan ............................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 10

ii
BAB I

LATAR BELAKANG

1.1 Latar Belakang


Asuransi Syariah adalah sebuah lembaga yang sudah berkembang
di Indonesia karena mayoritas penduduknya adalah muslim, sehingga
asuransi menjadi bisnis yang potensial dalam dunia bisnis. Asuransi
syariah adalah sebuah system dimana apabila terjadi suatu musibah yang
dialami oleh sebagian peserta, maka sebagian peserta lainnya membayar
klaim dengan menginfaqkan atau menghibahkan sebagian atau seluruh
kontribusinya. Disini perusahaan hanya berperan dalam hal pengelolaan
operasional asuransi dan investasi dari dana-dana ataupun kontribusi yang
diterima kepada perusahaan.
Asuransi Syariah disebut juga dengan Asuransi Ta’awun yang
artinya tolong meonolong atau saling membantu. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa Asuransi ta’awun prinsip dasarnya adalah dasar syariat
yang bersifat toleran terhadap sesame manusia untuk menjalin
kebersamaan dalam meringankan bencana yang dialami peserta.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apakah pengertian Asuransi?
b. Apakah landasan syariah Asuransi?
c. Apakah rukun dan syarat Asuransi?
d. Bagaimana Asuransi dalam fiqih?

1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian Asuransi
b. Untuk mengetahui landasan syariah Asuransi
c. Untuk mengetahui rukun dan syarat Asuransi
d. Untuk mengetahui konsep asuransi dalam fiqih

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Asuransi


Kata asuransi berasal dari bahasa Belanda Assurantie, yang dalam
hukum Belanda disebut Verzekering yang artinya pertanggungan. Dalam
kamus besar bahasa Indonesia, asuransi berarti “Pertanggungan (perjanjian
antara dua pihak, pihak satu berkewajiban membayar iuran dan pihak lain
berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran
apabila terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama atau barang miliknya
sesuai dengan perjanjian yang dibuat). asuransi adalah jasa keuangan yang
pola kerjanya menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi
asuransi, dan memberi perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai
jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu
peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup matinya seseorang.
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)
dalam fatwanya tentang pedoman umum syariah, memberikan definisi
tentang asuransi. Menurutnya, asuransi syariah (ta’min, takaful, tadhamun)
adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah
orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan tabarru’ yang
memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui
akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
Di antara berbagai istilah asuransi dalam Islam, yang paling sering
digunakan ialah takaful. Secara bahasa, takaful yang artinya menolong,
memberi nafkah, dan mengambil alih perkara seseorang. Takaful dalam
pengertian muamalah ialah saling memikul risiko antara sesama orang,
sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas risiko-
risiko yang terjadi. Saling pikul risiko ini dilakukan atas dasar saling
tolong menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing
mengeluarkan dana tabarru’ atau dana ibadah dan sumbangan yang
ditujukan untuk menanggung risiko-risiko mereka.
Dalam bahasa Arab, asuransi disebut al-Ta’min, penanggung
disebut alMuammin, sedangkan tertanggung disebul al-Mu’amman lahu
atau musta’min. alTa’min diambil dari kata ammana memiliki arti
perlindungan, keamanan, dan bebas dari rasa takut.

2.2 Landasan Syariah Asuransi


1. Al-Qur’an
a. ...Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu... (QS Al Baqarah ayat 185)

2
b. Perintah Allah untuk mempersiapkan hari depan (Q.s al-Hasyr:18)
“hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri memperhatikan apa yang telah dibuat untuk hari esok (masa
depan). Dan bertakwalah kepada Allah sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui yang kamu kerjakan”
2. Hadits
Hadits tentang anjuran menghilangkan kesulitan seseorang
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a, Nabi Muhammad bersabda: “barang
siapa yang menghilangkan kesulitan duniawinya seorang mukmin, maka
Allah SWT akan menghilangkan kesulitannya pada hari kiamat.
Barangsiapa yang mempermudah kesulitan seseorang maka Allah akan
mempermudah urusannya di dunia dan di akhirat.”
3. Dalam hukum positif yang menjadi dasar hukum dalam asuransi syariah
adalah UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian yang masih
bersifat global. Sedangkan, dalam menjalankan usahanya secara syariah,
perusahaan asuransi dan reasuransi syariah menggunakan pedoman fatwa
DSN MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman umum asuransi
syariah. oleh karena fatwa DSN tersebut tidak memiliki kekuatan hukum
maka dibentuk peraturan perundangan oleh pemerintah yang berkaitan
dengan asuransi syariah.

2.3 Rukun Dan Syarat Asuransi

Menurut Muhammad Abduh, akad yang mirip dengan asuransi adalah


akad mudharabah. Dimana asuransi merupakan akad muamalah yang ada
dalam hukum islam. Adapun rukun dan syarat yang dimaksud adalah :

1. Modal

Modal usaha yang diberikan berupa uang tunai, tetapi bukan hanya uang tunai
saja, dari emas dan perak juga bisa dijadikan syarat sebagian ulama’. Karena masa
sekarang kesulitan dengan emas ataupun perak, namun bisa dengan uang kertas
atau kertas berharga lainnya.

Modal harus diketahui secara pasti dan jelas. Sehingga dalam menentukan
keuntungan yang akan diperoleh dari usaha dapat diketahui wujudnya pada saat
terjadi perjanjian.

2. Pemilik Modal dan Pengelola

Pemilik modal disebut shahibul mal sedangkan yang melakukan pekerjaan


atau pengelola modal disebut mudharib. Mudharib berperan sebagai pemegang
amanah dalam melaksanakan usaha. Mudharib pun dapat sebagai agen dengan

3
kuasanya ia dapat bekerjasama dengan orang lain untuk perdagangan dan
keuntungan dibagi dua.

Adapun syarat pemilik modal dan pengelola yaitu :

1. Baligh: keduanya sudah dikatakan baligh bila sudah dapat membedakan


mana yang baik dan mana yang buruk.
2. Berakal, yaitu seorang yang berpikir logis sehingga pemilik modal
menempatkan sebagian hartanya dengan pertimbangan bahwa pengelola
modal mampu mengembangkan modal yang ada.
3. Atas kerelaan sendiri dimana setiap pihak yang melakukan transaksi
merasa tidak dipaksa.

3. Pekerjaan

Dalam pekerjaan mensyaratkan berupa perdagangan. Pelaku niaga diberi


kebebasan melakukan perniagaan tanpa dibatasi waktu. Apabila mereka
sepakat untuk persyaratan tertentu untuk menjamin keuntungan dan
mempertinggi produktivitas, maka tidaklah salah asalkan persyaratan itu
sesuai dengan syariat.

4. Keuntungan

Dalam keuntungan disyaratkan khusus dua orang untuk bekerja sama dan
dijelaskan secara rinci. Prosentase keuntungan yang akan dibagi antara pemilik
modal dan pengelola harus dijelaskan dan ditentukan misalnya 1/3 atau 1/2 .
Presentase keuntungan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.

2.4 Asuransi Dalam Fiqih

Dalam islam asuransi sering disebut takaful. Menurut Ahmad Azhar


Basyir dalam buku Abdul Rahman Ghazali yang berjudul Fiqh Muamalah
asuransi takaful didasarkan pada dua konsep utama. Pertama, takaful saling
menanggung risiko di antara para pesertanya yang di dalamnya ditegakkan
prinsip-prinsip saling bertanggung jawab, bekerja sama, atau bantu membantu,
serta melindungi penderitaan yang satu dengan yang lainnya. Kedua, adalah
menganut konsep mudharabah, yakni bagi hasil dari keuntungan yang diperoleh
dari pengembangan dana asuransi para peserta. Adapun perusahaan asuransi atau
takaful menerima amanah dari peserta untuk melaksanakan kesepakatan saling
menanggung atas risiko yang diderita oleh peserta. Syaikh Ahmad Musthafâ al-
Zarqâ’ mengatakan bahwa hukum asuransi adalah boleh (mubâh), karena hukum
asal dari segala sesuatu itu adalah halal/boleh (al-ibâhah). Yûsûf al-Qaradlâwi
dalam “Al­Halâl wa al­Haram fi al­Islâm” mengatakan bahwa diharamkannya
asuransi konvensional karena (1) semua anggota asuransi tidak membayar

4
uangnya itu dengan maksud tabarru’, bahkan nilai ini sedikitpun tidak terlintas,
(2) lembaga atau perusahaan asuransi pada umumnya memutar/ menginvestasikan
kembali dana-dana tersebut dengan jalan riba.

Fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) yang berhubungan dengan asuransi


syariah antara lain:

a. Fatwa No: 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi


Syari’ah.
b. Fatwa No: 51/ DSN-MUI/ III / 2006 tentang Akad Mudharabah
Musytarakah Pada Asuransi Syariah.
c. Fatwa No. 52/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad Wakalah Bil Ujrah pada
Asuransi dan Reasuransi Syari'ah.
d. Fatwa No: 53/DSN-MUI/III/2006, tentang Tabarru’ pada Asuransi
Syari’ah.

Kelompok ulama yang berpendapat tentang hukum asuransi

1. Kelompok ulama atau cendikiawan muslim yang mengharamkan asuransi


(Syaikh Ibnu Abidin dari madzhab Hanafi, Syaikh Muhammad Bakhit
alMuthi‟ seorang mufti Mesir (1854-1935), Syaikh Muhammad Yusuf
Qaradhawi, Muhammad Muslehuddin, Husain Hamid Hisan, Abdullah al-
Qalqibi (mufti Yordania), Sayyid Sabiq, Wahbah al-Zuhaili dan Syaikh
Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin). Mereka mengharamkan asuransi
dengan alasan:
a. Akad asuransi sama dengan judi, karena tertanggung mengharapkan
sejumlah harta tertentu seperti halnya judi.
b. Asuransi mengandung ketidakjelasan dan ketidakpastian (jahalat wa
al-gharar), karena tertanggung diwajibkan membayar sejumlah premi
yang telah ditentukan, sedangkan berapa jumlah yang akan dibayarkan
tidak jelas.
c. Akad asuransi mengandung unsur riba karena akad asuransi
kesepakatan antara perusahaan asuransi dan tertanggung. Dalam
ketentuannya tertanggung berjanji akan membayar premi-premi secara
sekaligus atau berangsurangsur, sebagai pengganti uang asuransi yang
dibayar oleh perusahaan asuransi ketika terjadi peristiwa. Uang
asuransi terkadang jumlahnya sama dengan premi-premi yang dibayar,
kadang lebih banyak kadang lebih sedikit.
d. Mengandung unsur eksploitasi karena tertanggung kalau tidak dapat
membayar preminya, uangnya bisa hilang atau dikurangi dari jumlah
uang premi yang telah dibayarkan
e. Orang yang melakukan asuransi, sama halnya dengan orang yang
mengingkari rahmat Allah.

5
f. Bisnis asuransi merupakan bisnis yang menanamkan prinsip mencari
keuntungan (profit oriented).
g. Perusahaan asuransi sama dengan memakan harta para pengasuransi
(polis) tanpa cara yang haq
2. Kelompok ulama atau cendikiawan muslim yang membolehkan asuransi
(Abdul Wahab Khallaf, Musthofa Ahmad Zarqa’, Muhammad Yusuf
Musa, Abdur Rahman Isya, Masyfuq Zuhdi, dan Bahjat Ahmad Hilmi)
mereka membolehkan asuransi secara mutlak tanpa terkecuali dengan
alasan sebagai berikut:
a. Tidak ada nash al-Qur‟an dan al-Hadits yang melarang asuransi;
b. Dalam asuransi terdapat kesepakatan dan kerelaan antara kedua
belahpihak;
c. Asuransi saling menguntungkan kedua belah pihak;
d. Asuransi mengandung kepentingan umum (mashlahah „ammah), sebab
uang premi yang terkumpul dapat diinvestasikan dalam kegiatan
pembangunan;
e. Perjanjian asuransi termasuk hukum akad mudharabah, yakni
kerjasama antara perusahaan dengan nasabah, atas dasar profit loss
sharing
f. Asuransi termasuk koperasi (syirkah ta‟wuniah), yaitu usaha bersama
yang didasarkan pada prinsip tolongmenolong.
g. Asuransi dapat dikiaskan dengan gaji pensiun (Taspen).
3. Kelompok ulama atau cendikiawan muslim yang membolehkan asuransi
yang bersifat sosial dan mengharamkan yang bersifat semata-mata
komersial (Muhammad Abu Zahra, Ali Yafie (Mantan Rais Am NU) dan
Para ulama dalam muktamar ekonomi Islam yang diselenggarakan di
Mekkah pada 1979)
a. Abu Zahra menyimpulkan bahwa asuransi yang bersifat sosial (tolong-
menolong) adalah halal dan sebagai aktivitas alami yang perlu
diwujudkan keberadaannya.
b. Ali Yafi‟e menyatakan bahwa Asuransi wajib dan juga asuransi
perkumpulan dapat diterima dalam Islam, sementara asuransi dalam
bentuk perusahaan tidak sesuai dengan Islam.
c. Konsep asuransi konvensional pada dasarnya adalah haram
dikarenakan mengandung prinsip riba dan gharar. Karena itulah perlu
ada pengaturan secara tersendiri dalam dunia asuransi agar dapat
terwujud konsep asuransi yang sesuai dengan Islam.
4. Kelompok ulama atau cendikiawan muslim yang menganggap bahwa
asuransi bersifat syubhat, karena tidak ada dalil-dalil syar‟i yang secara
jelas mengharamkan ataupun secara jelas menghalalkannya. Umat Islam
dituntut untuk berhati-hati (al-ihtiyath) dalam menghadapi asuransi.Umat
Islam baru diperbolehkan menjadi polis atau mendirikan perusahaan

6
asuransi apabila dalam keadaan darurat. Ulama atau cendikiawan muslim
yang termasuk dalam kelompok ini adalah Muhammadiyah.

Operasional Asuransi Syariah


Perusahaan asuransi syariah dan peserta, mengikatkan diri dalam
perjanjian mudharabah dengan hak dan kewajiban sesuai dengan
perjanjian. Konsep mudharabah yang diterapkan dalam asuransi syariah
mempunyai tiga unsur, yaitu:
a. Dalam perjanjian antara peserta dengan perusahaan asuransi,
perusahaan diamanahkan untuk menginvestasikan dan mengusahakan
pembiayaan ke dalam proyek-proyek dalam bentuk: musyarakah,
murabahah, dan wadi’ah yang dihalalkan syariat Islam.
b. Perjanjian antara peserta dan perusahaan asuransi berbentuk
perkongsian untuk bersama-sama menanggung risiko usaha dengan
prinsip bagi hasil yang porsinya masing-masing telah disepakati
bersama.
c. Dalam perjanjian antara peserta dengan perusahaan asuransi ditetapkan
bahwa sebelum bagian keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha dan
investasi, terlebih dahulu diselesaikan klaim manfaat takaful dari para
peserta yang mengalami kerugian atau musibah

Mekanisme pengelolaan Asuransi Syariah adalah sebagai berikut:

Keterangan

1. Rekening tabungan merupakan milik peserta akan dibayarkan jika :

a. Perjanjian berakhir
b. Mengundurkan diri
c. Meninggal dunia

7
2. Rekening tabbaru’ merupakan kumpulan dana yang diniatkan peserta
sebagai dana kebajikan, untuk saling tolong menolong dibayarkan
apabila
terdapat anggota meninggal dunia.

8
BAB III

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Asuransi syariah memiliki dua jenis asuransi yakni Takaful Keluarga


(Asuransi Jiwa) dan Takaful Umum (Asuransi Kerugian). Sisdur asuransi syariah
terdiri dari underwriting, polis, pengelolaan dana asuransi (premi). Sistem operasi
yang berlaku dalam asuransi syariah yakni akad tolong menolong.

Perkembangan asuransi di Indonesia mengalami pertumbuhan yang baik


karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam sehingga permintaan akan
asuransi syarian pun tinggi, apalagi asuransi srariah ini didasarkan pada prinsip-
prinsip Islam.

9
DAFTAR PUSTAKA

Aravik, Havis. 2016. Asuransi Dalam Perspektif Islam . Nurani. Vol. 16, No. 2, .
Online. http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/Nurani/article/download/932/770/

Damisa, Arti. 2016 . Asuransi Dalam Perspektif Syariah. At Tijaroh. Volume 2,


No. 2. Online. http://jurnal.iain-
padangsidimpuan.ac.id/index.php/attijaroh/article/download/795/698

10

You might also like