You are on page 1of 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jamban sehat adalah tempat fasilitas pembuangan tinja yang mencegah
kontaminasi ke badan air, mencegah kontak antara manusia dan tinja, membuat tinja
tersebut tidak dapat dihinggapi serangga ataupun binatang lainnya, mencegah bau
yang tidak sedap, dan konstruksi dudukannya dibuat dengan baik, aman dan mudah
dibersihkan.
Permasalahan yang dihadapi Indonesia, terkait dengan masalah air minum,
hygiene, dan sanitasi masih sangat besar. Hasil studi Indonesia Sanitation Sector
Development Program (ISSDP) tahun 2006 menunjukkan 47% masyarakat masih
berperilaku buang air besar ke sungai, sawah, kolam, kebun, dan tempat terbuka.
Data dari studi dan survey sanitasi pedesaan di Indonesia memperlihatkan bahwa
sangat sedikit rumah tangga di pedesaan yang benar-benar memiliki akses ke jamban
sehat. Hanya 37% penduduk pedesaan mempunyai akses ke sanitasi yang aman
menurut laporan Joint Monitoring Program.
Dengan melakukan buang air besar di tempat terbuka hal ini akan menimbulkan
pencemaran pada permukaan tanah dan air. Buruknya kondisi sanitasi merupakan
salah satu penyebab kematian anak di bawah 3 tahun yaitu sebesar 19% atau sekitar
100.000 anak meninggal karena diare setiap tahunnya. Kondisi seperti ini dapat
dikendalikan melalui intervensi terpadu melalui pendekatan sanitasi total. Hal ini
dibuktikan melalui hasil studi WHO tahun 2007, yaitu kejadian diare menurun 32%
dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap sanitasi dasar.
Perilaku buang air besar di tempat terbuka ini dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain faktor budaya, pengetahuan, lokasi – khususnya bagi yang rumahnya
berada di pinggir sungai atau kali, ekonomi - karena untuk membuat septik tank
diperlukan biaya, tidak tersedianya toilet umum dan layanan yang baik untuk
penyedotannya. Karena beberapa faktor tersebut, maka muncullah suatu masalah
yaitu masih adanya masyarakat yang buang air besar di sembarang tempat.

1
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana tingkat pengetahuan masyarakat tentang perilaku jamban sehat di
cakupan Wilayah Kerja Puskesmas Satelit 2019?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Menuju masyarakat ODF (Open Defecation Free) di wilayah cakupan
Puskesmas Satelit
1.3.2 Tujuan khusus
- Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk tidak BAB di sembarang tempat
- Mengetahui pengetahuan masyarakat mengenai perilaku jamban sehat

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Masyarakat
Meningkatkan pengetahuan akan manfaat Stop Buang Air besar Sembarangan
dan merubah perilaku masyarakat
1.4.2 Bagi Puskesmas
Sebagai landasan untuk tercapainya ODF di seluruh wilayah cakupan
Puskesmas Satelit
Mengurangi angka kejadian penyakit terkait dengan sanitasi dasar
1.4.3 Bagi Penulis
Menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama masa pendidikan ke
dalam masyarakat
Menambah pengetahuan dan pengalaman di bidang kesehatan masyarakat

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sanitasi Total Berbasis Masyarakat


Sanitasi Total Berbasis Masarakat (STBM) adalah pendekatan dengan proses
fasilitas yang sederhana yang dapat merubah sikap lama, kewajiban sanitasi menjadi
tanggung jawab masyarakat. Dengan satu kepercayaan bahwa kondisi bersih,
nyaman dan sehat adalah kebutuhan alami manusia. Pendekatan yang dilakukan
dalam STBM menimbulkan rasa malu kepada masyarakat tentang kondisi
lingkungannya yang tidak bersih dan tidak nyaman yang ditimbulkan karena
kebiasaan BAB di sembarang tempat. STMB adalah pendekatan untuk mengubah
perilaku higienis dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat dengan cara
pemicuan (Kemenkes RI, 2014)
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disebut sebagai STBM
adalah pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui
pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan. Sejak Mei 2005, World Bank
Water and Sanitation Program – East Asia and the Pasific (WSP-EAP) melalui
proyek Waspola di bawah koordinasi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas) dan dukungan pendanaan pemerintah Australia melalui AusAID telah
melakukan uji coba Community Led Total Sanitation (CLTS), yang lebih dikenal
dengan sebutan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) di enam kabupaten
yaitu Muara Enim (Sumatera Selatan), Muaro Jambi (Jambi), Bogor (Jawa Barat),
Lumajang (Jawa Timur), Sumbawa (NTB), dan Sambas (Kalimantan Barat)
(Waspola Facility, 2011).
Community Led Total Sanitation (CLTS) adalah suatu pendekatan perubahan
perilaku higiene dan sanitasi secara kolektif melalui pemberdayaan masyarakat untuk
Stop BAB Sembarangan atau Open Defecation Free (ODF). Ribuan jamban keluarga
di desa-desa yang menerapkan pendekatan CLTS telah dibangun oleh masyarakat
tanpa subsidi pihak luar. Program CLTS merupakan cikal bakal gerakan STBM,
yang juga merupakan suatu proses untuk menyemangati serta memberdayakan
masyarakat untuk menghentikan BAB di tempat terbuka, membangun serta
menggunakan jamban, dan mengajak masyarakat untuk menganalisis profil

3
sanitasinya. Dalam pelaksanaannya, terdapat prinsip-prinsip pemicuan seperti tanpa
subsidi kepada masyarakat, tidak menggurui, tidak memaksa dan tidak
mempromosikan jamban, masyarakat sebagai pemimpin, serta prinsip totalitas
(seluruh komponen masyarakat terlibat dalam analisis permaslaahan, perencanaan,
pelaksanaan, serta pemanfaatan dan pemeliharaan) (Sekretariat Nasional STBM,
2014).
World Bank and Gate Foundation meluncurkan program Total Sanitation and
Sanitation Marketing atau SToPS (Sanitasi Total dan Pemasaran Sanitasi) di Jawa
Timur sebagai pilot project. Program ini diluncurkan setelah melihat keberhasilan
program CLTS. Adapun tujuan dari program Sanitasi Total adalah menciptakan
suatu kondisi masyarakat pada suatu wilayah yang mempunyai akses dan
menggunakan jamban sehat, mencuci tangan pakai sabun dan benar saat sebelum
makan, setelah BAB, sebelum memegang bayi, setelah menceboki anak dan sebelum
menyiapkan makanan, mengelola dan menyimpan air minum dan makanan yang
aman, serta dapat mengelola limbah rumah tangga (cair dan padat) (Sekretariat
Nasional STBM, 2014).

2.2 Program SToPS


Sanitasi Total Berbasis Masyarakat merupakan program Nasional dalam rangka
percepatan peningkatan akses terhadap sanitasi Dasar di Indonesia. Selain itu
program ini juga erat kaitannya dengan target Millenium Developent Goals (MDGs)
dan RPJMN. Untuk mendukung program ini, ditingkat pusat telah dibentuk
Sekretarat STBM (Kementerian Kesehatan). Sekretariat STBM juga beranggotakan
mitra-mitra yang sudah melaksanakan kegiatan-kegiatan STBM dibeberapa wilayah
di Indonesia sehingga keberadaan sekretariat STBM sangat strategis dalam
implementasi STBM di Indonesia serta diperkayai dari berbagai pembelajaran dan
pengalaman.Dalam upaya meningkatan derajat kesehatan masyarakat melalui
pembangunan jamban dan lingkungan yang sehat secara mandiri perlu disusun
rencana strategi Sanitasi Total dan Pemasaran Santasi (SToPS) yang terdiri dari 3
komponen program SToPS yang meliputi:
1. Peningkatan demand masyarakat terhadap jamban yang sehat melalui
pemicuan masyarakat tentang lingkungan tempat tinggal yang kurang

4
sehat yang berdampak terhadap kehidupan sosial masyarakat, promosi
tentang berbagai pilihan jamban serta pentingnya hidup bersih dan sehat.
2. Peningkatan supply dengan memperbanyak jenis pilihan jamban yang
disediakan di pasar dengan berbagai gradasi harga akan meningkatkan
daya beli masayarakat terhadap material sanitasi dan permintaan untuk
penyediaan material sanitasi yang lebih banyak.
3. Peningkatan kemampuan stakeholder dalam upaya memfasilitasi
pengembangan program sanitasi secara swadaya oleh masyarakat dan
mengubah paradigma bahwa pendekatan program sanitasi tidak
berorientasi pada peningkatan cakupan fisik melalui subsidi, namun
perubahan perilaku secara kolektif dan inisiatif dilakukan oleh
masyarakat. Pendanaan yang disediakan oleh lembaga publik termasuk
pemerintah dan lembaga donor lainnya difokuskan pada fasilitas
masyarakat.
Menurut Sekertariat Nasional STBM, 2014, Pembinaan masyarakat sesuai
dengan pentahapan yang harus dilalui masyarakat dalam upaya menuju sanitasi total
yang dimulai dengan pemicuan agar tidak buang air di sembarang tempat,
masyarakat mencapai status ODF dan menuju sanitasi total. Sanitasi total dicapai
dengan memenuhi:
1. Semua masyarakat berhenti buang air besar di sembarang tempat
2. Semua masyarakat telah mempunyai dan menggunakan jamban yang
sehat dan memeliharanya dengan baik
3. Semua masyarakat telah terbiasa mencuci tangan yang benar dengan
sabun setelah BAB, setelah menceboki anak, sebelum makan, sebelum
memberi makan bayi, dan sebelum menyiapkan makanan
4. Semua masyarakat telah mengelola dan menyimpan air minum dan
makanan dengan aman
5. Mengelola limbah rumah tangga (cair dan padat) dengan benar.

Sementara itu satu komunitas dikatakan telah ODF, apabila:


1. Semua masyarakat telah BAB hanya di jamban dan membuang tinja /
kotoran bayi hanya ke jamban
2. Tidak terlihat tinja manusia di lingkungan sekitar

5
3. Tidak ada bau tidak sedap, akibat pembuangan tinja / kotoran manusia
4. Ada peningkatan kualitas jamban yang ada supaya semua menuju
jamban sehat
5. Ada mekanisme monitoring peningkatan kualitas jamban
6. Ada penerapan sanksi, peraturan atau upaya lain oleh masyarakat untuk
mencegah kejadian BAB di sembarang tempat
7. Ada mekanisme monitoring umum yang dibuat masyarakat untuk
mencapai 100% KK mempunyai jamban sehat
8. Di sekolah yang terdapat di komunitas tersebut, telah tersedia sarana
jamban dan tempat cuci tangan dengan sabun yang dapat digunakan
murid-murid pada jam sekolah.
Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dengan lima pilar
akan mempermudah upaya meningkatkan akses sanitasi masyarakat yang lebih baik
serta mengubah dan mempertahankan keberlanjutan budaya hidup bersih dan sehat.
Pelaksanaan STBM dalam jangka panjang dapat menurunkan angka kesakitan dan
kematian yang diakibatkan oleh sanitasi yang kurang baik, dan dapat mendorong
tewujudnya masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan.
Pilar STBM terdiri atas perilaku:
a. Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS);
b. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS);
c. Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMMRT);
d. Pengamanan Sampah Rumah Tangga (PSRT); dan
e. Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga (PLCRT) (Kemenkes RI, 2014)

2.2.1. Stop Buang Air Besar Sembarangan


Suatu kondisi ketika setiap individu dalam komunitas tidak buang air
besar sembarangan. Perilaku SBS diikuti dengan pemanfaatan sarana sanitasi
yang saniter berupa jamban sehat. Saniter merupakan kondisi fasilitas sanitasi
yang memenuhi standar dan persyaratan kesehatan yaitu:
a. tidak mengakibatkan terjadinya penyebaran langsung bahan-bahan yang
berbahaya bagi manusia akibat pembuangan kotoran manusia; dan
b. dapat mencegah vektor pembawa untuk menyebar penyakit pada
pemakai dan lingkungan sekitarnya.

6
Sumber : Kemenkes RI, 2014
Gambar 2.1 Contoh Perubahan Perilaku SBS

Jamban sehat efektif untuk memutus mata rantai penularan penyakit. Jamban
sehat harus dibangun, dimiliki, dan digunakan oleh keluarga dengan penempatan
(di dalam rumah atau di luar rumah) yang mudah dijangkau oleh penghuni
rumah.
Standar dan persyaratan kesehatan bangunan jamban terdiri dari :
a) Bangunan atas jamban (dinding dan/atau atap)
Bangunan atas jamban harus berfungsi untuk melindungi pemakai dari
gangguan cuaca dan gangguan lainnya.

Sumber : Kemenkes RI, 2014


Gambar 2.2 Bangunan Atas Jamban (Dinding dan/atau Atap)

b) Bangunan tengah jamban


Terdapat 2 (dua) bagian bangunan tengah jamban, yaitu:
1. Lubang tempat pembuangan kotoran (tinja dan urine)yang
saniter dilengkapi oleh konstruksi leher angsa. Pada konstruksi
sederhana (semi saniter), lubang dapat dibuat tanpa konstruksi
leher angsa, tetapi harus diberi tutup.

7
2. Lantai Jamban terbuat dari bahan kedap air, tidak licin, dan
mempunyai saluran untuk pembuangan air bekas ke Sistem
Pembuangan Air Limbah (SPAL).

Sumber : Kemenkes RI, 2014


Gambar 2.3 Contoh Bangunan Tengah Jamban

c) Bangunan Bawah
Merupakan bangunan penampungan, pengolah, dan pengurai
kotoran/tinja yang berfungsi mencegah terjadinya pencemaran atau
kontaminasi dari tinja melalui vektor pembawa penyakit, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Terdapat 2 (dua) macam bentuk bangunan bawah jamban, yaitu:
1. Tangki Septik, adalah suatu bak kedap air yang berfungsi sebagai
penampungan limbah kotoran manusia (tinja dan urine). Bagian
padat dari kotoran manusia akan tertinggal dalam tangki septik,
sedangkan bagian cairnya akan keluar dari tangki septik dan
diresapkan melalui bidang/sumur resapan.Jika tidak
memungkinkan dibuat resapan maka dibuat suatu filter untuk
mengelola cairan tersebut.
2. Cubluk, merupakan lubang galian yang akan menampung limbah
padat dan cair dari jamban yang masuk setiap harinya dan akan
meresapkan cairan limbah tersebut ke dalam tanah dengan tidak
mencemari air tanah, sedangkan bagian padat dari limbah tersebut
akan diuraikan secara biologis. Bentuk cubluk dapat dibuat bundar
atau segiempat, dindingnya harus aman dari longsoran, jika
diperlukan dinding cubluk diperkuat dengan pasangan bata, batu

8
kali, buis beton, anyaman bambu, penguat kayu, dan sebagainya
(Kemenkes RI, 2014).

Sumber : Kemenkes RI, 2014


Gambar 2.4 Contoh Bangunan Bawah Jamban

2.2.2 Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)


CTPS merupakan perilaku cuci tangan dengan menggunakan sabun dan
air bersih yang mengalir.
a. Langkah-langkah CTPS yang benar :
1. Basahi kedua tangan dengan air bersih yang mengalir.
2. Gosokkan sabun pada kedua telapak tangansampai berbusa lalu
gosok kedua punggung tangan, jari jemari, kedua jempol, sampai
semua permukaan kena busa sabun.
3. Bersihkan ujung-ujung jari dan sela-sela di bawah kuku.
4. Bilas dengan air bersih sambil menggosok-gosok kedua tangan
sampai sisa sabun hilang. Keringkan kedua tangan dengan
memakai kain, handuk bersih, atau kertas tisu, atau mengibas-
ibaskan kedua tangan sampai kering.

Gambar 2.5 Cara cuci tangan pakai sabun yang benar

9
b. Waktu penting perlunya CTPS, antara lain:
1. sebelum makan
2. sebelum mengolah dan menghidangkan makanan
3. sebelum menyusui
4. sebelum memberi makan bayi/balita
5. sesudah buang air besar/kecil
6. sesudah memegang hewan/unggas
c. Kriteria Utama Sarana CTPS
1. Air bersih yang dapat dialirkan
2. Sabun
3. Penampungan atau saluran air limbah yang aman.

2.3. Perilaku Buang Air Besar


Perilaku BAB adalah praktek seseorang yang berkaitan dengan kegiatan
pembuangan tinja meliputi, tempat pembuangan tinja dan pengelolaan tinja
yang memenuhi syarat-syarat kesehatan dan bagaimana cara buang air besar
yang sehat sehingga tidak menimbulkan dampak yang merugikan bagi
kesehatan (Notoatmodjo, 2012).

2.3.1. Mekanisme Buang Air Besar


Semua makanan yang masuk ke dalam tubuh akan dicerna oleh organ
pencernaan. Selama proses pencernaan makanan dihancurkan menjadi zat-zat
sederhana yang dapat diserap dan digunakan oleh sel dan jaringan tubuh
kemudian sisa-sisa pembuangan akan dikeluarkan oleh tubuh berupa tinja.
Seseorang hendaknya berlatih untuk buang air besar tiap pagi sebelum
beraktivitas dan jika tertunda akan menyebabkan konstipasi (sembelit).
Frekuensi buang air besar berbeda-beda tiap orang, seseorang yang normal
diperkirakan menghasilkan tinja rata-rata 330 gram sehari. Tinja ini berisi
bakteri, lepasan epithelium usus, nitrogen, zat besi, selulosa dan sisa zat
makanan lainnya yang tidak larut dalam air.

10
2.3.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Praktek/Tindakan BAB
a. Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu setelah melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan umumnya datang
dari pengalaman dan juga diperoleh dari informasi yang disampaikan orang
lain maupun didapat dari buku atau media massa. Pengetahuan tentang
kesehatan dapat ditingkatkan melalui penyuluhan baik secara individu
maupun kelompok untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan yang
bertujuan untuk tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan
masyarakat dalam mewujudkan kesehatan yang optimal.

b. Pendidikan
Hasil atau prestasi yang dicapai oleh manusia dan usaha lembaga-
lembaga dalam mencapai tujuan untuk tingkat kemajuan masyarakat dan
kebudayaan. Pendidikan juga sebagai pengembangan diri dari individu
yang dilaksanakan secara sadar dan penuh tanggung jawab. Banyak
masyarakat yang belum mengerti tentang perilaku BAB yang benar
sehingga memberi dampak dalam mengakses penerapannya di bidang
kesehatan karena dominan masyarakat masih memilki pendidikan yang
rendah sehingga pengetahuan kurang yang berakibat masyarakat
berperilaku BAB di sembarang tempat.

c. Sarana
Sarana adalah jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas yang
berfungsi sebagai alat dalam pelaksanaan pekerjaaan dan kepentingan yang
sedang berhubungan dengan organisasi kerja. Jamban keluarga termasuk
sebagai sarana untuk masyarakat untuk membuang tinja atau kotoran untuk
mencegah penularan penyakit melalui tinja (Mubarak, 2009).

d. Dukungan keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang berperan dalam
menentukan cara asuhan terhadap anggota keluarga (suami,istri dan anak)
yang bila salah satu anggota keluarga mengalami masalah kesehatan maka
sistem dalam keluarga akan terpengaruh (Friedman,1998).

11
2.4. Kepemilikan Jamban Keluarga
Jamban keluarga adalah suatu bangunan yang dipergunakan untuk membuang
tinja atau kotoran manusia bagi suatu keluarga yang lazim disebut kakus atau WC
(Madjid, 2009). Jamban keluarga terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk
dengan leher angsa atau tanpa leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit
penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya.

2.5.Syarat-Syarat Pembangunan Jamban Keluarga


Pembuangan tinja atau kotoran manusia adalah merupakan sumber penularan
penyakit serta dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, untuk mengatasi masalah
tersebut agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia maka
harus dilakukan pengisolasian dan pengolahan terhadap tinja/kotoran tersebut. Upaya
pengisolasian dapat dilakukan dengan membuat sarana pembuangan kotoran, tinja
yang memenuhi syarat kesehatan.
Menurut Proverawati dan Rahmawati (2012), syarat jamban yang sehat adalah :
1. Tidak mencemari sumber air minum (jarak antara sumber air minum
dengan lubang penampungan tinja minimal 10 meter).
2. Tidak berbau.
3. Kotoran tidak dapat dijamah oleh serangga dan tikus.
4. Tidak mencemari tanah sekitarnya.
5. Mudah dibersihkan dan aman digunakan.
6. Dilengkapi dinding dan atap pelindung.
7. Penerangan dan ventilasi yang cukup.
8. Lantai kedap air dan luas ruangan memadai.
9. Tersedia air, sabun, dan alat pembersih.

2.6. Macam-macam Tipe Pembuangan Tinja


Menurut konstruksi dan cara mempergunakannya, dikenal bermacam-macam
tempat pembuangan kotoran/jamban, yaitu :
a. Jamban Cemplung
Bentuk kakus inilah adalah paling sederhana yang dapat dianjurkan kepada
masyarakat. Nama ini digunakan karena bila orang mempergunakan kakus

12
macam ini, maka kotorannya langsung masuk jatuh kedalam tempat
penampungan. Jamban cemplung yaitu jamban yang penampungannya berupa
lubang yang berfungsi menyimpan kotoran/tinja ke dalam tanah dan
mengendapkan kotoran ke dasar lubang. Untuk jamban cemplung diharuskan
ada penutup agar tidak berbau (Proverawati dan Rahmawati, 2012).

b. Jamban Plengsengan
Plengsengan juga berasal dari bahasa Jawa “Melengseng” yang berarti
miring. Nama ini digunakan karena dari lubang tempat jongkok ketempat
penampungan kotoran dihubungkan oleh suatu saluran yang miring. Jadi,
tempat jongkok dari kakus ini tidak dibuat persis di atas tempat penampungan,
tapi agak jauh.

c. Jamban Bor
Dinamakan demikian karena tempat penampungan kotorannya dibuat
dengan mempergunakan bor. Bor yang dipergunakan adalah bor tangan yang
disebut “Bor Auger” dengan diameter antara 30-40 cm. Sudah barang tentu
lubang yang dibuat harus jauh lebih dalam dibandingkan dengan lubang yang
digali seperti pada jamban cemplung dan kakus plengsengan, karena diameter
jamban bor jauh lebih kecil.

d. Angsatrine (Water Seal Latrine)


Jamban ini dibawah tempat jongkoknya ditempatkan atau dipasang suatu
alat yang berbentuk seperti leher angsa yang disebut bowl. Bowl berfungsi
mencegah timbulnya bau. Kotoran yang berada di tempat penampungan tidak
tercium baunya karena terhalang oleh air yang selalu terdapat dalam bagian
yang melengkung.

e. Jamban Di atas Balong (Empang)


Membuat jamban diatas balong (yang kotorannya dialirkan ke balong)
adalah cara pembuangan kotoran yang tidak dianjurkan, tetapi sulit untuk
menghilangkannya, terutama di daerah yang terdapat banyak balong.
Menurut Mubarak (2009), dalam Marliana (2011) bahwa “Sebelum kita
berhasil mengalihkan kebiasaan tersebut kepada kebiasaan yang diharapkan,

13
dapatkah cara tersebut diteruskan dengan memberikan persyaratan tertentu”,
antara lain :
1. Air balong tersebut jangan dipergunakan untuk mandi.
2. Letak jamban harus sedimikian rupa, sehingga kotoran manusia selalu
jatuh di air.
3. Tidak terdapat sumber air minum yang terletak di bak balong tersebut
atau yang sejajar dengan jarak 15 meter.
4. Aman dalam pemakaiannya.

f. Jamban Septic Tank


Jamban septic tank berasal dari kata septic, yang berarti pembusukan secara
anaerobik. Kita pergunakan nama septic tank karena dalam pembuangan
kotoran terjadi proses pembusukan oleh kuman-kuman pembusuk yang sifatnya
anerobik.
Mubarak (2009), dalam Marliana 2011) mengemukakan bahwa “Septic
Tank bisa terjadi dari dua bak atau lebih serta dapat pula terdiri atas satu bak
saja dengan mengatur sedemikian rupa (misalnya dengan memasang beberapa
sekat atau tembok penghalang), sehingga dapat memperlambat pengaliran air
kotor di dalam bak tersebut”.

2.7. Pengaruh Tinja Bagi Kesehatan Manusia


Dengan bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan area pemukiman,
masalah pembuangan kotoran manusia meningkat. Dilihat dari segi kesehatan
masyarakat, masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah yang pokok
untuk sedini mungkin diatasi. Karena kotoran manusia (feces) adalah sumber
penyebaran penyakit yang multikompleks. Penyebaran penyakit yang bersumber
pada feces dapat melalui berbagai macam jalan atau cara.
Pembuangan tinja secara layak merupakan kebutuhan kesehatan yang paling
diutamakan. Pembuangan tinja secara tidak baik dan sembarangan dapat
mengakibatkan kontaminasi pada air, tanah, atau menjadi sumber infeksi, dan akan
mendatangkan bahaya bagi kesehatan, karena penyakit yang tergolong waterborne
disease akan mudah berjangkit (Chandra, 2007).Bahaya terhadap kesehatan yang

14
dapat ditimbulkan akibat pembuangan kotoran secara tidak baik adalah (Chandra,
2007):
1. Pencemaran tanah, pencemaran air, dan kontaminasi makanan
Sebagian besar kuman penyakit yang mencemari air dan makanan berasal
dari feses hewan dan manusia. Mereka mencakup bakteri, virus, protozoa, dan
cacing dan masuk bersama air atau makanan, atau terbawa oleh mulut oleh jari-
jari yang tercemar. Sekali ditelan, sebagian besar di antara mereka berkembang
di saluran makanan dan diekskresikan bersama feses. Tanpa sanitasi yang
memadai, mereka dapat memasuki ke badan air yang lain, yang selanjutnya
dapat menginfeksi orang lain. Banyak organisme-organisme kelompok enterik
ini dapat bertahan dalam waktu lama di luar badan. Mereka dapat bertahan di
limbah manusia dan kadang- kadang di dalam tanah dan ditularkan ke air serta
bahan makanan. Organisme yang lebih tahan dapat ditularkan secara mekanis
oleh lalat.

2. Perkembangbiakan lalat.
Peranan lalat dalam penularan penyakit melalui tinja (faecal-borne-diseases)
sangat besar. Lalat rumah, selain senang menempatkan telurnya pada kotoran
kuda atau kotoran kandang, juga senang menempatkannya pada kotoran manusia
yang terbuka dan bahan organik lain yang sedang mengalami penguraian. Lalat
itu hinggap dan memakan bahan itu, mengambil kotoran dan organisme hidup
pada tubuhnya yang berbulu, termasuk bakteri yang masuk ke saluran
pencernaannya, dan sering meletakkannya di makanan manusia. Pada iklim
panas, prevalensi penyakit yang dapat ditularkan melalui tinja biasanya lebih
tinggi karena, pada saat ini, lalatnya paling banyak dan paling aktif.

Sementara itu beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia
antara lain :
1) Tifus
Tifus merupakan penyakit yang menyerang usus halus. Penyebabnya
adalah Salmonella typhi, dengan reservoir adalah manusia. Gejala utama adalah
panas yang terus menerus dengan taraf kesadaran yang menurun, terjadi 1-3
minggu (rata -rata 2 minggu) setelah infeksi. Penularan dapat terjadi dari orang

15
ke orang, atau tidak langsung lewat makanan, minuman yang terkontaminasi
bakteri. Sesekali, Salmonella itu keluar bersama tinja ataupun urine, memasuki
lingkungan dan berkesempatan menyebar (Slamet, 2007).

2) Disentri
Disentri amoeba disebut juga Amoebiasis disebabkan oleh E. histolytica,
suatu protozoa. Gejala utama penyakit adalah tinja yang tercampur darah dan
lendir. Berbeda dari Disentri basillaris, disentri ini tidak menyebabkan dehidrasi.
Penyakit ini sering pula ditemukan tanpa gejala yang nyata, sehingga seringkali
menjadi kronis. Tetapi, apabila tidak diobati dapat menimbulkan berbagai
komplikasi, seperti asbes hati, radang otak, dan perforasi usus. Amoebiasis ini
seringkali menyebar lewat air dan makanan yang terkontaminasi tinja dengan
kista amoeba serta dapat pula dibawa oleh lalat. Karena amoeba membentuk
kista yang tahan lama di dalam lingkungan di luar tubuh, maka penularan mudah
terjadi dengan menyebarnya kista-kista tersebut (Slamet, 2007).

3) Kolera
Penyakit Kolera disebabkan oleh Vibrio cholerae. Kolera adalah penyakit
usus halus yang akut dan berat, sering mewabah yang mengakibatkan banyak
kematian. Gejala utamanya adalah muntaber, dehidrasi dan kolaps dapat terjadi
dengan cepat. Sedangkan gejala kolera yang khas adalah tinja yang menyerupai
air cucian beras, tetapi sangat jarang ditemui. Orang dewasa dapat meninggal
dalam waktu setengah sampai dua jam, disebabkan dehidrasi. Reservoir bakteri
kolera adalah manusia yang menderita penyakit, sedangkan penularan dari orang
ke orang, ataupun tidak langsung lewat lalat, air, serta makanan dan minuman
(Slamet, 2007).

4) Schistosomiasis
Shistosomiasis atau Bilharziasis adalah penyakit yang disebabkan cacing
daun yang bersarang di dalam pembuluh darah balik sekitar usus dan kandung
kemih. Reservoirnya selain penderita, juga anjing, kijang, dan lain-lain hewan
penderita Schistosomiasis. Telur Schistosoma ini keluar dari tubuh penderita
bersama urine ataupun tinja. Untuk dapat hidup terus telur itu harus berada di
perairan, menetas menjadi larva miracidium dan untuk dapat berubah menjadi

16
larva yang infektif, maka ia harus masuk ke dalam tubuh siput air. Miracidium di
dalam siput berubah menjadi larvacercaria, keluar dari tubuh siput, berenang
bebas di perairan. Larva ini dapat memasuki kulit orang sehat, yang kebetulan
berada di air tersebut (misalnya di sawah). Larva kemudian ikut dengan
peredaran darah, memasuki paru-paru, kemudian ke hati di mana ia menjadi
dewasa dan kemudian bermigrasi ke dalam pembuluh darah balik sekitar usus
ataupun kandung kemih. Jumlah telur cacing yang banyak akan mendesak
dinding pembuluh darah sehingga robek dan terjadi perdarahan. Gejala 4-6
minggu setelah infeksi berupa kencing dan berak darah. Penyakit ini jarang
menyebabkan kematian yang langsung, tetapi menimbulkan kelemahan karena
terjadinya perdarahan. Komplikasi-komplikasi dapat terjadi, yakni rusaknya
jaringan hati sehingga terjadi cirrhosis atrofis dan kadang-kadang cacing dapat
ikut dengan peredaran darah ke dalam otak dan menimbulkan kerusakan. Cacing
ini sudah banyak menyebabkan kerugian dan penderitaan, karena pengobatannya
kurang efesien, pemberantasan terhadap cacing sulit dilaksanakan, karena
spektrum reservoirnya yang luas, dan meninggalkan banyak cacat dan
kelemahan (Slamet, 2007).

5) Diare
Diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan/tanpa darah
dan/lendir dalam tinja (Mansjoer, 2002). Penyebab diare dapat dikelompokkan
dalam tujuh besar, yaitu virus, bakteri, parasit, keracunan makanan, malabsorpsi,
alergi, dan immunodegesiensi (Widoyono, 2008). Penyakit diare sebagian besar
(75%) disebabkan oleh kuman seperti virus dan bakteri. Penularan penyakit
diare melalui orofekal terjadi dengan mekanisme berikut (Widiyono, 2008):
a) Melalui Air
Melalui air yang merupakan media penularan utama diare. Diare
dapat terjadi bila seseorang menggunakan air minum yang sudah
tercemar, baik yang tercemar dari sumbernya, tercemar selama perjalanan
sampai ke rumah-rumah, atau tercemar pada saat disimpan di rumah.
Pencemaran di rumah terjadi bila tempat penyimpanan tidak tertutup atau
apabila tangan yang tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari
tempat penyimpanan.

17
b) Melalui Tinja yang Terkontaminasi
Tinja yang sudah terkontaminasi mengandung virus atau bakteri
dalam jumlah besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh binatang dan
kemudian binatang tersebut hinggap di makanan, maka makanan itu dapat
menularkaan penyakit diare kepada orang yang memakannya.

6) Bermacam-macam cacing (gelang, kremi, tambang, pita)


Penyakit cacing tambang (hookworm disease) adalah suatu infeksi saluran
usus oleh cacing penghisap darah. Penyebabnya adalah Necator americanus dan
Ancylostoma duodenale yaitu nematoda yang dikeluarkan lewat tinja dari
manusia yang terinfeksi. Cara pemindahannya adalah larva dalam tanah yang
lembab/basah dan menembus kulit, biasanya kulit kaki (Suparmin, 2002).

Faktor-faktor yang mempengaruhi transmisi penyakit dari tinja, antara lain


(Chandra, 2007):
1. Agens penyebab penyakit
2. Reservoir
3. Cara menghindar dari reservoir ke pejamu potensial
4. Cara penularan ke pejamu baru
5. Pejamu yang rentan (sensitif).
Apabila salah satu faktor di atas tidak ada, penyebaran tidak akan terjadi.
Pemutusan rantai penularan juga dapat dilakukan dengan sanitasi barrier.

2.8. Data Puskesmas Satelit


Dari hasil rekapitulasi indeks keluarga sehat tingkat kecamatan tahun 2018
didapatkan bahwa masih banyak sekali masyarakat yang berada di wilayah kerja
Puskesmas Satelit yang masuk dalam zona keluarga tidak sehat terutama yang terkait
dalam memiliki akses jamban sehat.

Tabel 2.1 Rekapitulasi akses jamban keluarga


Bumi Kali Tanjung Tanjung Tanjung Tanjung
Kedamaian Balau Kedamaian Agung Baru Gading Raya
Kencana Raya
98.8% 96,5% 93,5% 90,0% 96,0% 99,6% 92,4%

18
BAB III

PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI

3.1. Tema Kegiatan

Tema kegiatan pada mini project ini adalah mengetahui tingkat pengetahuan

gerakan jamban sehat pada masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Satelit Bandar

lampung.

3.2. Sasaran Kegiatan

Sasaran kegiatan ini diantaranya adalah masyarakat yang berada di wilayah

kerja Puskesmas Satelit Bandar lampung.

3.3. Metode Kegiatan

Metode yang digunakan dalam mini project ini adalah dengan menggunakan

kuesioner yang akan diisi oleh masyarakat itu sendiri atau dengan bantuan keluarga

dan atau penulis apabila pasien kesulitan dalam memahami isi kuesioner.

3.4. Susunan Kegiatan

1. Persiapan

Pada tahap ini yang dilaksanakan meliputi:

a. Penyiapan kuesioner yang digunakan untuk survey.

b. Penetapan responden, jumlah responden minimal 96 orang dengan

dasar dari jumlah populasi tahun 2017 sebanyak 2217 orang lalu

diperkecil menggunakan rumus Slovin.

𝑁
𝑛=
1 + 𝑁𝑒 2

2217
𝑛=
1 + 2217 . 0.12

19
𝑛 = 95,7  96 orang

c. Penentuan lokasi survey yaitu di Instalasi Rawat Inap Puskesmas

Cikijing.

2. Pelaksanaan Pengumpulan Data

Meliputi pengisian kuesioner oleh sampel penelitian mini project.

20
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

1.1. Profil Puskesmas Cikijing

1. Latar Belakang

Dengan diberlakukannya UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah maka seluruh upaya pembangunan bertumpu pada kemampuan daerah

Kabupaten/ Kota untuk membawa setiap penduduknya mencapai tingkat

kesehatan dan kesejahteraan yang setinggi-tingginya, maka pemerintah

daerah perlu memperhatikan aspek kesehatan dalam kebijakan pembangunan

sektoral serta mewujudkannya dalam Kabupaten / Kota sehat.

Profil Kesehatan merupakan salah satu hasil dari Sistem Informasi

Kesehatan. Yang di dalamnya ada gambaran situasi kesehatan di wilayah

kerja BLUD UPT Puskesmas Rawat Inap Satelit Kecamatan Kedamaian.

Data tersebut memuat data kesehatan dan data pendukung lain yang

berhubungan dengan kesehatan seperti data kependudukan dan data Keluarga

Berencana. Data dianalisis dengan analisis sederhana dan ditampilkan dalam

bentuk tabel dan grafik yang berisi data tahun 2015.

2. VISI DAN MISI

VISI

Prima dalam pelayanan demi terwujudnya masyarakat sehat dan mandiri

untuk mendukung Puskesmas Madya 2017.

21
MISI

Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh BLUD UPT

Puskesmas Rawat Inap Satelit adalah mendukung tercapainya misi

pembangunan kesehatan Kota Bandar Lampung.

Misi tersebut adalah :

1. Menjadi pusat pelayanan yang berwawasan kesehatan di wilayah kerja

2. Memberikan pelayanan kesehatan dasar paripurna, bermutu dan

terjangkau kepada seluruh lapisan masyarakat.

3. Meningkatkan kinerja dan kompetensi petugas.

4. Meningkatkan sarana dan prasara yang memadai.

5. Membina peran serta masyarakat.

6. Membudayakan pola hidup bersih dan sehat [PHBS] pada seluruh lapisan

masyarakat

3. FUNGSI PUSKESMAS

A. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan.

Puskesmas harus berperan sebagai motor dan motivator

terselenggaranya pembangunan yang mengacu, berorientasi serta

dilandasi oleh kesehatan sebagai faktor pertimbangan utama.

B. Memberdayakan masyarakat dan memberdayakan keluarga.

Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitasi yang bersifat

non-instruktif guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan

masyarakat agar mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan dan

melakukan pemecahannya dengan memanfaatkan potensi setempat dan

22
fasilitas yang ada, baik dari instansi lintas sektoral maupun LSM dan

tokoh masyarakat.

Pemberdayaan keluarga adalah segala upaya fasilitasi yang bersifat non-

instruktif guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan keluarga

agar mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan dan mengambil

keputusan untuk melakukan pemecahannya dengan benar tanpa atau

dengan bantuan lain.

C. Memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama

Pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan yang bersifat

‘mutlak perlu’, yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat

serta mempunyai nilai strtegis untuk meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat.

4. SEJARAH PUSKESMAS

BLUD UPT Puskesmas Rawat Inap Satelit berdiri sejak tahun 1960 dalam

bentuk Balai Pengobatan Satelit yang dipimpin oleh Bapak Hi. Burlian,

disebabkan pada waktu itu di tengah kota belum ada sarana pelayanan

kesehatan yang memadai. Pada tahun 1975 berubah menjadi Puskesmas

Inpres.

Semula BLUD UPT Puskesmas Rawat Inap Satelit terletak di Jl. Jendral

Sudirman No. 69 Kec. Tanjung Karang Timur dengan wilayah kerja meliputi

4 Kelurahan yaitu :

1. Kelurahan Kota Baru

2. Kelurahan Rawa Laut

3. Kelurahan Tanjung Gading

23
4. Kelurahan Tanjung Raya

Sesuai Dengan Keputusan Wali Kota Bandar Lampung Nomor : 60

Tahun 2001. BLUD UPT Puskesmas Rawat Inap Satelit Menjadi UPTD

Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung.

Seiring dengan berjalannya waktu sesuai dengan Peraturan Wali Kota

Bandar Lampung Nomor : 81 Tahun 2012 Tentang Pola Pengelolaan

Keuangan Badan Layanan Umum Daerah [BLUD] Unit Pelaksana Teknis

Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, serta Keputusan Wali Kota Bandar

Lampung Nomor 586/IV.41/HK/2012 Tentang Pemberlakuan Pola

Pengelolaan Keuangan Unit Pelaksana Teknis Puskesmas pada Dinas

Kesehatan Kota Bandar Lampung Sebagai Badan Layanan Umum Daerah

maka BLUD UPT Puskesmas Rawat Inap Satelit menjadi salah satu Badan

Layanan Umum Daerah.

Demi untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelayanan pada

masyarakat maka mengacu pada Peraturan Wali Kota Bandar Lampung

Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Penataan Dan Pembentukan Kelurahan Dan

Kecamatan, serta Keputusan Wali Kota Bandar Lampung Nomor

217/IV.41/HK 2013 Tentang Penetapan Nama-Nama dan Wilayah Kerja

Puskesmas Dan Puskesmas Pembantu di Lingkungan Dinas Kesehatan Kota

Bandar Lampung. Maka wilayah kerja BLUD UPT Puskesmas Rawat Inap

Satelit juga mengalami perubahan yang semula berada di Kecamatan Tanjung

Karang Timur maka sesuai dengan ketentuan tersebut BLUD UPT Puskesmas

Rawat Inap Satelit berada di Kecamatan Kedamaian. Dengan wilayah kerja

yaitu :

24
1. Kelurahan Tanjung Gading

2. Kelurahan Tanjung Raya

3. Kelurahan Kedamaian

4. Kelurahan Bumi Kedamaian

5. Kelurahan Tanjung Baru

6. Kelurahan Kali Balau Kencana

7. Kelurahan Tanjung Agung Raya

Dari waktu-kewaktu dengan adanya tuntutan masyarakat akan pelayanan

kesehatan yang lebih baik dan lebih terjangkau serta semakin bertambahnya

jumlah penduduk yang disebabkan perluasan wilayah kerja BLUD UPT

Puskesmas Rawat Inap Satelit dari 4 kelurahan menjadi 7 kelurahan, maka

perlu ditingkatkan pelayanan puskesmas. Sehingga BLUD UPT Puskesmas

Rawat Inap Satelit terus berusaha untuk memenuhi tuntutan masyarakat

tersebut dengan keluarnya Keputusan Wali Kota Bandar Lampung Nomor

226/IV.41/HK/2014 Tentang Penetapan Nama-Nama Dan Wilayah Kerja

Puskesmas Rawat Jalan Dan Puskesmas Pembantu Pada Dinas Kesehatan

Kota Bandar Lampung maka BLUD UPT Puskesmas Rawat Inap Satelit yang

tadinya Puskesmas Rawat Jalan meningkat menjadi Puskesmas Rawat Inap.

BLUD UPT Puskesmas Rawat Inap Satelit sejak berdiri tahun 1960

sampai sekarang telah mengalami beberapa kali berganti pimpinan, yaitu :

1. Tahun 1960-1983 dipimpin oleh Hi. Burlian

2. Tahun 1983-1986 dipimpin oleh dr. Sabarudin Libra

3. Tahun 1986-1987 dipimpin oleh dr. Yunita Shara

4. Tahun 1987-1989 dipimpin oleh dr. Mikie Susilo

25
5. Tahun 1989-1994 dipimpin oleh dr. Gatot Kusharyoko

6. Tahun 1994-2000 dipimpin oleh dr. Indra Sari Aulia

7. Tahun 2000-2001 dipimpin oleh dr. Ida Salfantina

8. Tahun 2001-2005 dipimpin oleh drg. Dewi Hasanah Kamilah

9. Tahun 2005 dipimpin oleh PLT drg. Nurlita Warganegara

10. Tahun 2005-2006 dipimpin oleh dr. Evi Mutiah Afriyeti

11. Tahun 2006 sampai sekarang dipimpin oleh dr. Ria Sari

5. GAMBARAN WILAYAH GEOGRAFIS

Wilayah kerja BLUD UPT Puskesmas Rawat Satelit seluas 853 Ha dan

mempunyai 7 Kelurahan di Kecamatan Kedamaian , yaitu :

1. Kelurahan Tanjung Gading

2. Kelurahan Tanjung Raya

3. Kelurahan Kedamaian

4. Kelurahan Bumi Kedamaian

5. Kelurahan Tanjung Baru

6. Kelurahan Kali Balau Kencana

7. Kelurahan Tanjung Agung Raya

26
Batas wilayah kerja BLUD UPT Puskesmas Rawat Inap Satelit :
1. Sebelah Utara : Berbatas dengan Kecamatan Way Halim
dan Sukarame
2. Sebelah Selatan : Berbatas dengan Kecamatan Bumi Waras
dan Enggal
3. Sebelah Barat : Berbatas dengan Kecamatan Tanjun
karang Timur
4. Sebelah Timur : Berbatas dengan Kecamatan Sukabumi

6. Demografi

Puskesmas Satelit yang terdiri dari 8 (delapan) wilayah Desa tersebut

memiliki luas areal 32,53 km2 dengan jumlah penduduk 33.389 jiwa, jumlah

masyarakat miskin yang ada 9362 jiwa.

7. Pendidikan

a. SD sederajat : 15.258 jiwa (45,7%)

b. SMP sederajat : 8.814 jiwa (26,4%)

c. SMA sederajat : 7.387 jiwa (22,1%)

27
d. Perguruan Tinggi : 1.869 jiwa (5,6%)

8. Mata Pencaharian

Mata pencaharian penduduk di wilayah Puskesmas Satelit meliputi petani,

buruh tani, pedagang, industri kecil, kerajinan dan pegawai negeri.

9. Agama dan Penduduk

Agama yang dianut oleh masyarakat di wilayah Puskesmas Satelit

beraneka ragam, dengan tempat ibadah yang khusus dan berada dalam

beberapa wilayah di kecamatan Satelit. Agama yang dianut masyarakat pada

umumnya meliputi :

a. Islam : 30.087 jiwa (90,11%)

b. Katholik : 3.171 jiwa (9,50%)

c. Kristen : 114 jiwa (0,34%)

d. Budha : 17 jiwa (0,05%)

10. Transportasi dan Komunikasi

Sebagian besar wilayah Puskesmas Satelit sudah dapat dijangkau dengan

berbagai macam jenis alat transportasi, misalnya:

a. Roda empat : 82 %

b. Roda dua : 16 %

c. Jalan kaki : 2 %

11. Program kesehatan Puskesmas Satelit

Puskesmas Satelit memberikan pelayanan berupa:

1. Program Utama Puskesmas

28
a. Program KIA

b. Program KB

c. Program Imunisasai

d. Program gizi

e. Program Kesehatan Lingkungan

f. Program P2M

g. Program Pengobatan

h. UKS

2. Program-program Penunjang Puskesmas

a. Laboratorium sederhana dan pemeriksaan penunjang lainnya

b. Persediaan obat

c. Rekam Medik

3. Program-program Pengembangan Puskesmas

a. Kesehatan jiwa

b. Kesehatan mata

c. Kesehatan telinga

d. Kesehatan usia lanjut (Posyandu Lansia)

12. Susunan Organisasi

Susunan Organisasi dan tata Kerja Pusat Kesehatan Masyarakat

(Puskesmas) Satelit, sebagai berikut:

a. Kepala Dinas kesehatan Kota Bandar Lampung

b. Kepala Puskesmas

c. Bagian Tata Usaha

d. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit

29
e. Peningkatan Kesehatan dan Kesehatan Keluaraga

f. Pemulihan Kesehatan, Perawatan dan Rujukan

g. Kesehatan Lingkungan, Penyuluhan dan Peran Serta Masyarakat

h. Penunjang

i. Pelaksana khusus

j. Puskesmas Pembantu

4.1.4. Hasil Kegiatan Unit Rawat Inap

Jumlah pasien yang dirawat selama tahun 2017 sebanyak 2.217 orang

mengalami penurunan dibanding tahun 2015 dengan jumlah kunjungan sebanyak

2.217 orang. Jumlah hari perawatan 5600, yang terdiri dari 903 pasien umum, 96

pasien askes dan jamkesmas sebanyak 1218 orang. BOR tahun 2017 rata-rata sebesar

109.58% mengalami peningkatan dibanding tahun 2015 yang BOR nya rata-rata

sebesar 92.28%. Sedangkan jumlah rata-rata pasien di rawat (LOS) tahun 2013

adalah 3 hari. Jumlah tempat tidur yang ada masih sama dari tahun-tahun

sebelumnya yaitu sebanyak 14 buah (Profil Puskesmas Cikijing Tahun 2017).

1.2. Hasil Penelitian

4.2.1. Karakteristik Responden

a. Jenis Kelamin

Tabel 4.7 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin


Jenis Kelamin Jumlah Responden (n) Presentase (%)
Perempuan 52 54,2
Laki-laki 44 45,8
Jumlah 96 100

a. Umur

Tabel 4.8 Karakteristik responden berdasarkan umur


Umur Jumlah Responden (n) Presentase (%)
< 15 Tahun 10 10,4
15– 35 Tahun 37 38,5

30
>35 49 51,0
Jumlah 96 100

b. Pendidikan

Tabel 4.9 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan


Pendidikan Jumlah Responden (n) Presentase (%)
SD 25 26,0
SMP 36 37,5
SMA 30 31,2
Perguruan Tinggi 5 5,2
Jumlah 96 100

d. Pekerjaan

Tabel 4.10 Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan


Pekerjaan Jumlah Responden (n) Presentase (%)
Pegawai Swasta 18 18,8
Wiraswasta 42 43,8
Pelajar 15 15,6
Tidak Bekerja 21 21,9
Jumlah 96 100

Dari karakteristik responden diatas dapat disimpulkan bahwa untuk jenis

kelamin yang memiliki jumlah terbanyak adalah perempuan sebanyak 52 tahun

(54,2%). Untuk umur yang memiliki jumlah terbanyak adalah pada kelompok umur

>35 tahun sebanyak 49 orang (51,0%). Untuk pendidikan yang memiliki jumlah

terbanyak adalah SMP sebanyak 36 orang (37,5%). Untuk pekerjaan yang memiliki

jumlah terbanyak adalah wiraswasta yaitu sebanyak 42 orang (43,8%).

4.2.2. Hasil Penilaian Pengetahuan Jamban Sehat

Data primer diperoleh dari kuesioner yang dibagikan pada warga di kelurahan

Sawunggaling. Kuesioner dibagikan secara acak kepada sebanyak 76 responden pada

saat acara pemicuan ODF. Isi kuesioner tersebut menanyakan perihal kepemilikan

jamban di rumah warga dan tempat penampungan jamban tersebut, pengetahuan

mengenai jamban sehat, serta perilaku atau kebiasaan buang air besar (BAB) meski

warga telah memiliki jamban.

31
Karakteristik jenjang pendidikan responden tersebut yaitu pendidikan terakhir

SD sejumlah 3 orang (3,94%), SMP 10 orang (13,15%), SMA atau sederajat 38

orang (50%), Diploma dan Sarjana 11 orang (14,4%), dan tidak diketahui sejumlah

14 orang (18,42%).

Jenjang Pendidikan Responden


40
35
30
25
20
15
10
5
0
Jenjang Pendidikan

SD SMP SMA S1/Diploma Tidak Diketahui

Gambar 3.1 Grafik Jenjang Pendidikan Responden

Dari pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner yang dibagikan, didapatkan hasil

sebagai berikut. Sejumlah 76 responden (100%) menganggap penting untuk BAB di

jamban, walaupun hanya sebagian yang bersedia untuk menuliskan alasannya.

Sedangkan pengetahuan tentang syarat jamban sehat, 45 orang (59,2%) mengetahui

dan dapat menyebutkannya dengan benar, dan sisanya sebanyak 31 orang (40,8%)

tidak mengetahui dan memberi jawaban yang kurang tepat.

32
PENGETAHUAN TENTANG JAMBAN SEHAT
Tahu Tidak Tahu

42%

58%

Gambar 3.2 Pengetahuan Jamban Sehat Responden

Mengenai kepemilikan jamban, 14 orang (18,42%) yang mengaku bahwa di

rumahnya tidak memiliki jamban, namun menyebutkan sebagai gantinya BAB

dilakukan di WC umum sebanyak 9 orang, di sungai/kali sebanyak 4 orang, dan tidak

diketahui sebanyak 1 orang. Responden tersebut menyebutkan bahwa biaya

merupakan alasan mengapa ia belum memiliki jamban di rumah sebanyak 11 orang,

tidak memiliki lahan sebanyak 1 orang, tidak ada septic tank sebanyak 1 orang, dan

sudah terbiasa BAB di sungai/kali sebanyak 1 orang. Pada responden yang tidak

memiliki jamban semua responden ingin memiliki jamban sehat sendiri. Sedangkan

62 orang lainnya (81,57%) mengaku telah memiliki jamban sendiri di rumah dan

BAB di jamban. Dari responden yang telah memiliki jamban, 55 orang (72,3%)

mengaku jamban yang dimiliki tersalurkan ke septic tank, 7 orang (9,21%)mengaku

jamban yang dimiliki tersalurkan ke sungai/kali, sedangkan 1 orang lainnya (1,31%)

tidak mengetahui tempat penampungan jamban mereka.

33
KEPEMILIKAN JAMBAN
Punya Tidak Punya

18%

82%

Gambar 3.3 Kepemilikan Jamban

PENAMPUNGAN
Septic Tank Kali Tidak diketahui

10% 1%

89%

Gambar 3.4 Penampungan Jamban


1.3. Pembahasan

4.3.1. Prosedur Pelayanan

Menurut KEP/25/MEN.PAN/2004 tentang pedoman umum penyusunan

indeks kepuasan masyarakat, prosedur pelayanan adalah kemudahan tahapan-tahapan

atau alur pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari kemudahan dalam

memberikan pelayanan. Unsur prosedur pelayanan yang meliputi alur pelayanan

mudah dan sederhana serta alur mudah dimengerti dan jelas. Menurut Ratminto &

Winarsih (2005) prosedur pelayanan yang mudah berarti telah memenuhi prinsip

penyelenggaraan pelayanan publik dalam hal kesederhanaan alur pelayanan yang

34
tidak berbelit-belit. Dalam meningkatkan upaya peningkatan kualitas pelayanan,

prosedur pelayanan harus dipertahankan atau kalau perlu ditingkatkan lagi. Dalam

wawancara mendalam kepada responden terdapat beberapa pendapat bahwa sistem

pendaftaran di Puskesmas Cikijing sudah baik, mudah dimengerti dan tidak berbelit-

belit.

4.3.2. Petugas Pelayanan

Unsur kejelasan petugas meliputi dokter memberikan informasi yang jelas

mudah dimengerti dan tidak membingungkan, dokter cepat tanggap dalam merespon

kondisi pasien, perawat dapat memberikan bantuan pasien, penjelasan petugas

administrasi yang memberikan pelayanan jelas, penjelasan petugas administrasi yang

memberikan pelayanan jelas, pasien mendapatkan penjelasan mengenai informasi

obat yang akan diberikan termasuk bagaimana dosis konsumsinya, setiap petugas

mengenakan id card dengan benar, yang mencantumkan nama dan jabatan yang

tertera dengan jelas. Kecepat tanggapan petugas terhadap keluhan pasien merupakan

salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan (Muninjaya,2004).

Kejelasan petugas menurut KEP/25/MEN.PAN/2004 adalah keberadaan dan

kepastian petugas yang memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan

tanggung jawabnya). Dalam wawancara mendalam kepada responden didapatkan

masalah yang dirasakan pasien seperti kesulitan mengenal petugas di masing-masing

unit, beserta kewenangan berdasarkan jabatan.

4.3.3. Tanggung Jawab Petugas Pelayanan

Tanggung jawab petugas pelayanan menurut KEP/25/MEN.PAN/2004 adalah

petugas dituntut untuk bertanggung jawab dalam penyelenggaraan dan penyelesaian

pelayanan. Unsur tanggung jawab petugas pelayanan meliputi dokter tepat dalam

35
memberikan pengobatan, petugas melaksanakan pelayanan dengan penuh tanggung

jawab, petugas selalu memberikan pelayanan secara konsisten (tidak berubah-ubah),

petugas tepat dalam memasukkan data / informasi kondisi pasien. Kesembuhan atau

berkurangnya rasa sakit merupakan hasil akhir yang sangat diharapkan oleh pasien

sehingga kemanjuran pengobatan merupakna aspek penting untuk diteliti. Menurut

Ratminto & Winarsih (2005) tanggung jawab merupakan kesedian untuk

menanggung sesuatu yang apabila salah wajib memperbaiki atau bersedia dituntut.

Dalam wwancara mendalam dengan responden, tanggung jawab petugas pelayanan

di Puskesmas Cikijing sudah baik. Para dokter dan tenaga kesehatan yang lain

mampu menangani keluhan pasien, memberikan obat yang tepat kepada pasien

hingga pasien sembuh dan boleh pulang.

4.3.4. Kecepatan Pelayanan

Menurut KEP/25/MEN.PAN/2004 kecepatan pelayanan adalah pelayanan

yang diberikan puskesmas terselesaikan sesuai dengan target waktu yang telah

ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan. Unsur kecepatan pelayanan meliputi

petugas menyelesaikan tugasnya dengan cepat dan tepat waktu, sistem antrian yang

ada berjalan dengan cepat dan lancar. Kecepatan pelayanan tergantung dari waktu

tunggu untuk mendapatkan pelayanan terutama untuk pelayanan medis turut

mempengaruhi pengambilan keputusan pengobatan. Suryawan (2008), dalam

penelitiannya juga mengatakan bahwa baik buruknya pelayanan bagi pasien juga

tergantung dari waktu yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan, pelayanan

kesehatan dipandang baik sebab mereka dapat dilayani dengan cepat tanpa

menunggu terlalu lama, sebaliknya pelayanan dianggap kurang baik karena mereka

36
menunggu terlalu lama. Berdasarkan hasil pengukuran di Puskesmas Cikijing 2018

didapatkan hasil yang baik pada kecepatan pelayanan.

4.3.5. Kepastian Biaya Pelayanan

Unsur kepastian biaya pelayanan meliputi biaya yang dibayarkan dengan

biaya yang ditetapkan sesuai, adanya rincian biaya yang jelas dan pasti. Menurut

KEP/25/MEN.PAN/2004 kepastian biaya pelayanan adalah kesesuaian antara biaya

yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan. Dalam wawancara mendalam

dengan responden, biaya yang dikeluarkan untuk perawatan di Puskesmas Cikijing

sesuai dengan pelayanan yang diterima pasien.

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

1.1. Simpulan

1. Komposisi responden di Puskesmas Cikijing sebagai berikut:


a. Terbanyak jenis kelamin adalah perempuan sebanyak 54,2%,
b. Terbanyak kelompok usia adalah >35 tahun sebanyak 51%,
c. Terbanyak pendidikan adalah SMP sebanyak 37.5%,
d. Terbanyak pekerjaan adalah wiraswasta sebanyak 43,8% .
2. Dari aspek kepuasan pasien didapatkan kepuasan pasien sebesar 96,9%.

1.2. Saran

1. Melakukan evaluasi kinerja dan pemantauan keluhan serta kepuasan

pasien dalam meningkatkan kepuasan pasien.

2. Meningkatkan peran pihak manajemen puskesmas dalam upaya

peningkatkan kemampuan petugas melalui pendidikan dan pelatihan

yang berorientasi kepada kepuasan pasien, dan juga standarisasi yang

37
menyeluruh dari unsur SDM Puskesmas Cikijing agar terciptanya

konsistensi pelayanan sehingga mutu pelayanan dapat terjaga.

3. Penetapan kebijakan pemberian insentif untuk petugas kesehatan yang

berprestasi/berkinerja baik.

4. Mengembangkan kapasitas bangunan yang diperlukan untuk melakukan


perbaikan kualitas pelayanan.
5. Mengalisis kesesuaian penempatan SDM yang menjabat pada unit
tertentu.
6. Mengkaji kembali aspek tata graha yang sesuai demi terciptanya
kenyamanan dalam pelayanan yang dirasakan pasien masih kurang.

38

You might also like