You are on page 1of 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Imunisasi dalam sistem kesehatan nasional adalah salah satu bentuk intervensi
kesehatan yang sangat efektif dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan
balita. Dasar utama pelayanan kesehatan, bidang preventif merupakan prioritas
utama. Dengan melakukan imunisasi terhadap seorang anak atau balita, tidak hanya
memberikan perlindungan pada anak tersebut tetapi juga berdampak kepada anak
lainnya karena terjadi tingkat imunitas umum yang meningkat dan mengurangi
penyebaran infeksi (Ranuh dkk, 2008).
Imunisasi merupakan pemberian kekebalan pada bayi dan anak terhadap
berbagai penyakit, sehingga bayi dan anak tumbuh dalam keadaan sehat (Hidayat,
2008). Pemberian imunisasi merupakan tindakan pencegahan agar tubuh tidak
terjangkit penyakit infeksi tertentu seperti tetanus, batuk rejan (pertusis), campak
(measles), polio dan tubercoluse. atau seandainya terkenapun, tidak memberikan
akibat yang fatal bagi tubuh (Rukiyah & Yulianti, 2010).
Pada tahun 1974 cakupan imunisasi baru mencapai 5% dan setelah
dilaksanakannya imunisasi global yang disebut dengan Extended Program on
Immunization (EPI) cakupan terus meningkat (Ranuh dkk, 2008). Tanpa imunisasi
kira-kira 3 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit campak,
sebanyak 2 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena batuk rejan, satu dari 100
kelahiran anak akan meninggal karena penyakit tetanus, dan dari setiap 200.000 anak,
satu akan menderita penyakit polio (Proverawati & Andhini, 2010).
Dari tahun 1977, World Health Organization (WHO) mulai menetapkan
program imunisasi sebagai upaya global dengan Expanded Program on Immunization
(EPI), yang diresolusikan oleh World Health Assembly (WHA). Ini menempatkan EPI
sebagai komponen penting pelayanan kesehatan. Pada tahun 1981 mulai dilakukan
imunisasi polio, tahun 1982 imunisasi campak, dan tahun 1997 imunisasi hepatitis

1
mulai dilaksanakan. Pada akhir tahun 1988 diperkirakan bahwa cakupan imunisasi di
Indonesia cukup tinggi dibandingkan beberapa Negara berkembang lainnya
(Proverawati & Andhini, 2010).
Di Indonesia, cakupan bayi di imunisasi pada tahun 2009 menunjukkan
bahwa dari jumlah sasaran 4.851.942 jiwa bayi, cakupan imunisasi Hepatitis B (HB)
usia O bulan atau kurang dari 7 hari (65,7%), imunisasi Bacillus Celmette Guerin
(BCG) (90,3%), imunisasi Polio 1 (97,7%), imunisasi Difteri, Pertusis dan Tetanus
/Hepatitis B (DPT/HB) 1 (96,1%), imunisasi Polio 2 (94,2%), imunisasi DPT/HB 2
(93,0%), imunisasi Polio 3 (92,8%), imunisasi DPT/HB 3 (91,8%), imunisasi Polio 4
(89,9%), dan imunisasi Campak (89,2%). Dari data tersebut cakupan yang paling
rendah yaitu pada imunisasi campak (89%) (Buletin data surveilans PD3I &
imunisasi, 2009).
Cakupan imunisasi pada bayi di provinsi Sumatera Utara pada tahun 2009
menunjukkan bahwa dari jumlah sasaran bayi sebanyak

Dari data diatas cakupan imunisasi hepatitis B belum memenuhi UCI


(Universal Coverage Imunization) yaitu cakupan imunisasi lengkap minimal 80%
secara merata pada bayi di 100% desa/kelurahan pada tahun 2010 (Proverawati &
Andhini, 2010). Walaupun sudah diberikan gratis oleh pemerintah. Hal tersebut
dikarenakan dengan berbagai alasan seperti pengetahuan ibu yang kurang tentang
imunisasi dan rendahnya kesadaran ibu membawa anaknya ke Posyandu atau
Puskesmas untuk mendapatkan imunisasi yang lengkap karena takut anaknya sakit,
dan ada pula yang merasa bahwa imunisasi tidak diperlukan untuk bayinya, kurang
informasi/ penjelasan dari petugas kesehatan tentang manfaat imunisasi ,serta
hambatan lainnya (Ranuh dkk, 2008).
Data dan uraian diatas menunjukkan bahwa cakupan pelayanan yang
berdampak pada penurunan angka kesehatan bayi di Puskesmas Sayurmatinggi masih
menunjukkan nilai yang masih rendah, salah satu penyebabnya adalah pengetahuan
ibu tentang imunisasi yang masih kurang.

2
1.2 Tujuan Umum
1.2.1. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar
pada anak

1.3 Tujuan Khusus


1.3.1 Mengidentifikasi pengetahuan ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar pada
anak
1.3.2 Mengidentifikasi kelengkapan imunisasi dasar pada anak

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Puskesmas
1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran ibu untuk membawa
balita imunisasi
2. Membantu menentukan dan melakukan intervensi untuk meningkatkan angka
imunisasi
3. Dapat meningkatkan angka cakupan imunisasi
4. Meningkatkan pengetahuan mengenai imunisasi untuk balita
5. Meningkatkan komunikasi antara Puskesmas dan masyarakat
1.4.2 Bagi Masyarakat
1. Meningkatkan pengetahuan ibu tentang imunisasi balita
2. Mengatasi masalah yang dihadapi ibu saat membawa balita imunisasi
3. Meningkatkan komunikasi antara Puskesmas dengan masyarakat

1.4.3 Bagi Pendidikan


1. Sebagai sarana pendidikan, melatih cara berpikir analitik sistemik dalam
menyelesaikan suatu masalah yang ada di komunitas
2. Meningkatkan wawasan pengetahuan mengenai imunisasi balita

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Imunisasi
2.1.1. Defenisi Imunisasi
Imunisasi bersal dari kata imun. Kebal atau resisten. Anak diimunisasi, berarti
diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten
terhadap suatu penyakit. Tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain
(Notoatmodjo, 2003).
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak
dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk
mencegah terhadap penyakit tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan vaksin
adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan
kedalam tubuh melalui suntikan (misalnya vaksin BCG, DPT, dan Campak) dan
melalui mulut (misalnya vaksin polio) (Hidayat, 2008).
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara
aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa,
tidak terjadi penyakit (Ranuh dkk, 2008).

2.1.2. Tujuan Imunisasi


Tujuan dalam pemberian imunisasi, antara lain :
1. Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan
penyakit tertentu di dunia.
2. Melindungi dan mencegah penyakit-penyakit menular yang sangat berbahaya bagi
bayi dan anak.
3. Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan
akibat penyakit tertentu.
4. Menurunkan morbiditas, mortalitas dan cacat serta bila mungkin didapat eradikasi
sesuatu penyakit dari suatu daerah atau negeri.

4
5. Mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan
bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya. Beberapa penyakit yang
dapat dihindari dengan imunisasi yaitu seperti campak, polio, difteri, tetanus,
batuk rejan, hepatitis B, gondongan, cacar air, TBC, dan lain sebagainya.
6. Mencegah terjadinya penyakit tetentu pada seseorang, dan menghilangkan penyakit
pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit
tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar (Maryunani, 2010).

2.1.3. Manfaat imunisasi


Manfaat imunisasi bagi anak dapat mencegah penyakit cacat dan kematian,
sedangkan manfaat bagi keluarga adalah dapat menghilangkan kecemasan dan
mencegah biaya pengobatan yang tinggi bila anak sakit. Bayi dan anak yang
mendapat imunisasi dasar lengkap akan terlindungi dari beberapa penyakit berbahaya
dan akan mencegah penularan ke adik dan kakak dan teman-teman disekitarnya. Dan
manfaat untuk Negara adalah untuk memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan
bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan Negara (Proverawati
& Andhini, 2010).

2.1.4. Macam-macam Imunisasi


Imunitas atau kekebalan, dibagi dalam dua hal, yaitu aktif dan pasif. Aktif
adalah bila tubuh anak ikut menyelenggarakan terbentuknya imunitas, sedangkan
pasif adalah apabila tubuh anak tidak bekerja membentuk kekebalan, tetapi hanya
menerimanya saja.
1. Imunisasi aktif
Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah
dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi
antibodi sendiri. Contonya : imunisasi polio atau campak. Imunisasi aktif ini
dilakukan dengan vaksin yang mengandung :

5
- Kuman-kuman mati (misalnya : vaksin cholera – typhoid / typhus abdomi nalis –
paratyphus ABC, vaksin vertusis batuk rejan).
- Kuman-kuman hidup diperlemah (misalnya : vaksin BCG terhadap tuberkulosis).
- Virus-virus hidup diperlemah (misalnya : bibit cacar, vaksin poliomyelitis)
- Toxoid (= toksin = racun dari pada kuman yang dinetralisasi: toxoid difteri, toxoid
tetanus).
Vaksin diberikan dengan cara disuntikkan atau per-oral melalui mulut. maka
pada pemberin vaksin tersebut tubuh akan membuat zat-zat anti terhadap penyakit
yang bersangkutan, oleh karena itu dinamakan imunisasi aktif, kadar zat-zat dapat
diukur dengan pemeriksaan darah, dan oleh sebab itu menjadi imun (kebal) terhadap
penyakit tersebut. Pemberian vaksin akan merangsang tubuh membentuk antibodi.
Untuk itu dalam imunisasi aktif terdapat empat macam kandungan yang terdapat
dalam setiap vaksinnya, antara lain :
a. Antigen merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi sebagai zat atau mikroba
guna terjadinya semacam infeksi buatan, yang dapat berupa poli sakarida, toxoid,
atau virus yang dilemahkan atau bakteriyang dimatikan.
b. Pelarut dapat berupa air steril atau berupa cairan kultur jaringan.
c. Preservatif, stabiliser, dan antibiotik yang berguna untuk mencegah tumbuhnya
mikroba sekaligus untuk stabilisasi antigen.
d. Adjuvans yang terdiri atas garam aluminium yang berfungsi untuk imunogenitas
antigen.
2. Imunisasi Pasif
Imunisasi pasif merupakan pemberian zat (imunoglobulin), yaitu suatu zat
yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia
atau binatang yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang diduga sudah masuk
dalam tubuh yang terinfeksi (Hidayat, 2008).

6
2.1.4. Jenis-jenis Imunisasi Dasar
Imunisasi dasar adalah imunisasi pertama yang perlu diberikan pada semua
orang, terutama bayi dan anak sejak lahir untuk melindungi tubuhnya dari penyakit-
penyakit yang berbahaya.
1. Imunisasi BCG (Bacillus Celmette Guerin)
a. pengertian
Imunisasi BCG adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan
kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis (TBC), yaitu penyakit paru-paru yang
sangat menular.
b. Pemberian Imunisasi
Frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah satu kali dan tidak perlu diulang
(boster). Sebab, vaksin BCG berisi kuman hidup sehingga antibodi yang
dihasilkannya tinggi terus. Berbeda dengan vaksin berisi kuman mati, hingga
memerlukan pengulangan.
c. Usia pemberian imunisasi
Sedini mungkin atau secepatnya, tetapi pada umumnya di bawah 2 bulan. Jika
diberikan setelah usia 2 bulan, disarankan dilakukan tes Mantoux (tuberkulin) terlebih
dahulu untuk mengetahui apakah bayi sudah kemasukan kuman Mycobacterium
Tuberculosis atau belum. Vaksinasi dilakukan bila hasil tes-nya negative. Jika ada
penderita TB yang tinggal serumah atau sering bertandang kerumah, segera setelah
lahir bayi di imunisasi BCG.
d. Cara pemberian imunisasi
Cara pemberian imunisasi BCG adalah melalui intradermal dengan lokasi
penyuntikan pada lengan kanan atas (sesuai anjuran WHO) atau penyuntikan pada
paha.
e. Tanda keberhasilan Imunisasi
Timbul indurasi (benjolan) kecil dan eritema (merah) di daerah bekas suntikan
setelah satu atau dua minggu kemudian,yang berubah menjadi pustule, kemudian
pecah menjadi ulkus (luka). Tidak menimbulkan nyeri dan tidak diiringi panas

7
(demam). Luka ini akan sembuh sendiri dan meninggalkan tanda parut. Jikapun
indurasi (benjolan) tidak timbul, hal ini tidak perlu dikhawatirkan. Karena
kemungkinan cara penyuntikan yang salah, mengingat cara menyuntikkannya perlu
keahlian khusus karena vaksin harus masuk kedalam kulit. Jadi, meskipun benjolan
tidak timbul, antibodi tetap terbentuk, hanya saja dalam kadar rendah. Imunsasi tidak
perlu diulang, karena di daerah endemi TB, infeksi alamiah akan selalu ada. Dengan
kata lain akan mendapat vaksinasi alamiah.
f. Efek samping Imunisasi
Umumnya tidak ada. Namun, pada beberapa anak timbul pembengkakan
kelenjar getah bening di ketiak atau leher bagian bawah (diselangkangan bila
penyuntikan dilakukan di paha). Dan biasanya akan sembuh sendiri.
g. Kontra Indikasi Imunisasi
Imunisasi BCG tidak dapat diberikan pada anak yang berpenyakit TB atau
menunjukan uji Mantoux positif atau pada anak yang mempunyai penyakit kulit yang
berat / menahun.

2. Imunisasi DPT (diphtheria, pertusis, tetanus)


a. Pengertian
Imunuisasi DPT merupakan imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan
kekebalan aktif terhadap beberapa penyakit berikut ini:
- Penyakit difteri, yaitu radang tenggorokan yang sangat berbahaya karena
menimbulkan tenggorokan tersumbat dan kerusakan jantung yang menyebabkan
kematian dalam beberapa hari saja.
- Penyakit pertusis, yaitu radang paru (pernapasan), yang disebut juga batuk rejan
atau batuk 100 hari. Karena sakitnya bisa mencapai 100 hari atau 3 bulan lebih.
Gejalanya sangat khas, yaitu batuk yang bertahap, panjang dan lama disertai bunyi
“whoop”/ berbunyi dan diakhiri dengan muntah, mata dapat bengkak atau penderita
dapat meninggal karena kesulitan bernapas.

8
- Penyakit tetanus, yaitu penyakit kejang otot seluruh tubuh dengan mulut terkunci /
terkancing sehingga mulut tidak bisa membuka atau dibuka.
b. Pemberian Imunisasi dan usia pemberian Imunisasi
Pemberian imunisasi 3 kali (paling sering dilakukan), yaitu pada usia 2 bulan,
4 bulan dan 6 bulan. Namun, bisa juga ditambahkan 2 kali lagi, yaitu 1 kali di usia 18
bulan dan 1 kali di usia 5 tahun. Selanjutnya di usia 12 tahun, diberikan imunisasi TT.
c. Cara Pemberian Imunisasi
Cara pemberian imunisasi melalui suntikan intra muskuler (I.M atau i.m).
d. Efek Samping Imunisasi
Biasanya, hanya gejala-gejala ringan, seperti sedikit demam (sumeng) saja
dan rewel selama 1-2 hari, kemerahan, pembengkakan, agak nyeri atau pegal-pegal
pada tempat suntikan, yang akan hilang sendiri dalam beberapa hari, atau bila masih
demam dapat diberikan obat penurun panas bayi. Atau bisa juga dengan memberikan
minum cairan lebih banyak dan tidak memakaikan pakaian terlalu banyak.
e. Kontra Indikasi Imunisasi
Imunisasi DPT tidak dapat diberikan pada anak-anak yang mempunyai
penyakit atau kelainan saraf, baik bersifat keturunan atau bukan, seperti epilepsi,
menderita kelainan saraf yang betul-betul berat atau habis dirawat karena infeksi
otak, anak-anak yang sedang demam / sakit keras dan yang mudah mendapat kejang
dan mempunyai sifat alergi, seperti eksim atau asma.

3. Imunisasi Polio
a. Pengertian
- Imunisasi Polio adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan
terhadap penyakit poliomyelitis, yaitu penyakit radang yang menyerang saraf dan
dapat mengakibatkan lumpuh kaki.
- Imunisasi Polio adalah imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya
penyakit poliomyelitis yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada anak.
(Kandungan vaksin polio adalah virus yang dilemahkan).

9
b. Pemberian Imunisasi
Bisa lebih dari jadwal yang telah ditentukan, mengingat adanya imunisasi
polio massal atau Pekan Imunisasi Nasional. Tetapi jumlah dosis yang berlebihan
tidak akan berdampak buruk, karena tidak ada istilah overdosis dalam imunisasi.
c. Usia Pemberian Imunisasi
Waktu pemberian polio adalah pada umur bayi 0-11 bulan atau saat lahir (0
bulan), dan berikutnya pada usia bayi 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan. Kecuali saat
lahir, pemberian vaksin polio selalu dibarengi dengan vaksin DPT.
d. Cara Pemberian Imunisasi
Pemberian imunisasi polio melalui oral / mulut (Oral Poliomyelitis
vaccine/OPV). Di luar negeri, cara pemberian imunisasi polio ada yang melalui
suntikan (Inactivated Poliomyelitis Vaccine/ IPV).
e. Efek Samping Imunuisasi
Hampir tidak ada efek samping. Hanya sebagian kecil saja yang mengalami
pusing, diare ringan, dan sakit otot. Dan kasusnya biasanya jarang terjadi.
f. Kontra – indikasi Imunisasi
Sebaiknya pada anak dengan diare berat atau yang sedang sakit parah, seperti
demam tinggi (diatas 38C) ditangguhkan. Pada anak yang menderita penyakit
gangguan kekebalan tidak diberikan imunisasi polio. Demikian juga anak dengan
dengan penyakit HIV/AIDS, penyakit kanker atau keganasan, sedang menjalani
pengobatan steroid dan pengobatan radiasi umum, untuk tidak diberikan imunisasi
polio.
g. Tingkat Kekebalan
Bisa mencekal penyakit polio hingga 90 %.

10
4. Imunisasi Campak
a. Pengertian
Imunisasi campak adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan
kekebalan aktif terhadap penyakit campak (morbili/measles). Kandungan vaksin
campak ini adalah virus yang dilemahkan.
Sebenarnya, bayi sudah mendapat kekebalan campak dari ibunya. Namun
seiring bertambahnya usia, antibodi dari ibunya semakin menurun sehingga butuh
antibodi tambahan lewat pemberian vaksin campak. Penyakit campak mudah
menular, dan anak yang daya tahan tubuhnya lemah gampang sekali terserang
penyakit yang disebabkan virus morbili ini. Namun, untungnya campak hanya
diderita sekali seumur hidup. Jadi sekali terkena campak, setelah itu biasanya tidak
akan terkena lagi.
b. Pemberian Imunisasi
Frekuensi pemberian imunisasi campak adalah satu kali.
c. Usia Pemberian Imunisasi
Imunisasi campak diberikan 1 kali pada usia 9 bulan, dan dianjurkan
pemberiannya sesuai jadwal. Selain karena antibodi dari ibu sudah menurun di usia
bayi 9 bulan, penyakit campak umumnya menyerang anak usia balita. Jika sampai
usia 12 bulan anak belum mendapatkan imunisasi campak, maka pada usia 12 bulan
ini anak harus diimunisasi MMR (Measles Mumps Rubella).
d. Cara Pemberian Imunisasi
Cara pemberian imunisasi campak adalah melalui subkutan (s.c)
e. Efek Samping Imunisasi
Biasanya tidak terdapat reaksi akibat imunisasi. Mungkin terjadi demam
ringan dan terdapat efek kemerahan / bercak merah pada pipi di bawah telinga pada
hari ke 7 – 8 setelah penyuntikan. Kemungkinan juga terdapat pembengkakan pada
tempat penyuntikan.

11
f. Kontra Indikasi Imunisasi
Kontra indikasi pemberian imunisasi campak adalah anak :
- Dengan penyakit infeksi akut yang disertai demam.
- Dengan penyakit gangguan kekebalan.
- Dengan penyakit TBC tanpa pengobatan.
- Dengan kekurangan gizi berat.
- Dengan penyakit keganasan.
- Dengan kerentanantinggi terhadap protein telur, kanamisin dan eritromisin
(antibiotik).

5. Imunisasi Hepatitis B
a. Pengertian
- Imunisasi Hepatitis B adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan
kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B, yaitu penyakit infeksi yang dapat
merusak hati.
- Imunisasi Hepatitis B adalah imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya
penyakit hepatitis, yang kandungannya adalah HbsAg dalam bentuk cair.
b. Pemberian Imunisasi
Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis B adalah 3 kali.
c. Usia Pemberian Imunisasi
Sebaiknya diberikan 12 jam setelah lahir. Dengan syarat kondisi bayi dalam
keadaan stabil, tidak ada gangguan pada paru-paru dan jantung. Kemudian
dilanjutkan pada saat bayi berusia 1 bulan, dan usia antara 3 – 6 bulan. Khusus bayi
yang lahir dari ibu pengidap hepatitis B, selain imunisasi yang diberikan kurang dari
12 jam setelah lahir, juga diberikan imunisasi tambahan dengan immunoglobulin anti
hepatitis B dalam waktu sebelum usia 24 jam.
d. Cara Pemberian Imunisasi
Cara pemberian imunisasi hepatitis B adalah dengan cara intramuskuler (I.M
atau i.m) di lengan deltoid atau paha anterolateral bayi (antero : otot-otot dibagian

12
depan, lateral : otot bagian luar). Penyuntikan dibokong tidak dianjurkan karena bisa
mengurangi efektivitas vaksin.
e. Efek Samping Imunisasi
Umumnya tidak terjadi. Jikapun terjadi (sangat jarang), berupa keluhan nyeri
pada tempat suntikan, yang disusul demam ringan dan pembengkakan. Namun reaksi
ini akan menghilang dalam waktu dua hari.
f. Tanda Keberhasilan
Tidak ada tanda klinis yang dapat dijadikan patokan. Tetapi dapat dilakukan
pengukuran keberhasilan melalui pemeriksaan darah atau mengecek kadar hepatitis
B-nya setelah anak berusia setahun.bila kadarnya diatas 1000, berarti daya tahannya 8
tahun. Diatas 500 tahan selama 5 tahun. Diatas 200 tahan selama 3 tahun. Tetapi bila
angkanya 100 maka dalam setahun akan hilang. Sementara bila angka nol bayi harus
disuntik ulang 3 kali lagi.
g. Kontra – Indikasi Imunisasi
Tidak dapat diberikan pada anak yang mendrita sakit berat.
h. Tingkat Kekebalan
Cukup tinggi,antara 94 – 96. Umumnya, setelah 3 kali suntikan,lebih dari 95
% bayi mengalami respon imun yang cukup (Maryunani, 2010).

2.1.5 Jadwal Imunisasi


Pemberian imunisasi pada bayi, tepat pada waktunya merupakan faktor yang
sangat penting untuk kesehatan bayi. Melakukan imunisasi pada bayi merupakan
bagian tanggung jawab orang tua terhadap anaknya. Imunisasi dapat diberikan ketika
ada kegiatan posyandu, pemeriksaan kesehatan pada petugas kesehatan atau pekan
imunisasi. Jika bayi sedang sakit yang disertai panas, menderita kejang-kejang
sebelumnya, atau menderita penyakit system saraf, pemberian imunisasi perlu
dipertimbangkan. Kebanyakan dari imunisasi adalah untuk memberi perlindungan
menyeluruh terhadap penyakit-penyakit yang berbahaya dan sering terjadi pada
tahun-tahun awal kehidupan seorang anak. Walaupun pengalaman sewaktu

13
mendapatkan vaksinasi atau imunisasi tidak menyenangkan untuk bayi (karena
biasanya akan mendapatkan suntikan), tetapi rasa sakit sementara akibat suntikan
bertujuan untuk kesehatan bayi atau anak dalam jangka waktu yang panjang
(Proverawati & Andhini, 2010).

Gambar 1. Jadwal Imunisasi


Keterangan Jadwal Imunisasi
- BCG
Imunisasi BCG ini diberikan sejak lahir. Apabila usia >3 bulan harus dilakukan uji
tuberkulin terlebih dahulu, BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif.
- Hepatitis B

14
Imunisais hepatitis B diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan pada
usia 1 dan 3 sampai 6 bulan. Interval dosis minimal 4 minggu.
- Polio
Imunisasi polio-0 diberikan pada saat kunjungan pertama. Untuk bayi yang lahir
dirumah bersalin atau rumah sakit Oral Polio Vaccine (OPV) diberikan pada saat
bayi dipulangkan (untuk menghindari transmisi virus vaksin kebayi lain)
- DPT
Imunisasi diberikan pada usia lebih ≥ 6 minggu, secara terpisah atau secara
kombinasi dengan hepatitis B.
- Campak
Imunisasi campak -1 diberikan pada usia 9 bulan (Proverawati & Andhini, 2010).

2.1.6 Status Imunisasi


Sesuai dengan program organisasi kesehatan dunia WHO (Badan Kesehatan
Dunia), pemerintah mewajibkan lima jenis imunisasi bagi anak-anak, yang disebut
Program Pengembangan Imunisasi (PPI), dalam pemberian imunisasi kondisi bayi
atau anak harus dalam keadaan sehat. Imunisasi diberikan dengan memasukkan virus,
bakteri, atau bagian dari bakteri kedalam tubuh, dan kemudian menimbulkan antibodi
(kekebalan). Untuk membentuk kekebalan yang tinggi, anak harus dalam kondisi fit.
Anak yang sedang sakit, misalnya diare atau demam berdarah, badannya sedang
memerangi penyakit jika dimasukkan kuman atau virus lain dalam imunisasi maka
tubuhnya akan bekerja sangat berat, sehingga kekebalan yang terbentuk tidak tinggi.
Bayi dikatakan telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap jika bayi atau anak telah
mendapatkan imunisasi dasar yang lengkap meliputi imunisasi BCG (Bacillus
Celmette Guerin), imunisasi DPT (difteri, pertusis, tetanus), imunisasi polio,
imunisasi campak, dan imunisasi hepatitis B (Ranuh dkk, 2008).

15
2.1.7 Pengetahuan ibu terhadap status imunisasi anak
Pengetahuan merupakan faktor pencetus yang kuat untuk mendorong
seseorang berperilaku. Ketidaktahuan ibu terhadap imunisasi disebabkan karena
minimnya informasi tentang imunisasi pada anak(Ali, 2002). Hasil penelitian Ayubi
(2009), menyatakan semakin tinggi pengetahuan ibu mengenai imunisasi, semakin
tinggi peluang anak untuk memperoleh imunisasi lengkap.
Peningkatan cakupan imunisasi melalui pendidikan orang tua telah menjadi
strategi populer di berbagai negara. Strategi ini berasumsi bahwa anak-anak tidak
akan diimunisasi secara benar disebabkan orang tua tidak mendapat penjelasan yang
baik atau karena memiliki sikap yang buruk tentang imunisasi. Program imunisasi
dapat berhasil jika ada usaha yang sungguh-sungguh dan berkesinambungan pada
orang- orang yang memiliki pengetahuan dan komitmen yang tinggi terhadap
imunisasi. Jika suatu program intervensi preventif seperti imunisasi ingin dijalankan
secara serius dalam menjawab perubahan pola penyakit dan persoalan pada anak,
maka perbaikan dalam evaluasi perilaku kesehatan masyarakat dan peningkatan
pengetahuan sangat diperlukan (Ali,2002).

16
Grafik 1. Jumlah cakupan imunisasi DPT, HB, dan campak pada bayi Menurut
puskesmas Tahun 2014

Dikabupaten mamuju utara tahun 2014 cakupan desa UCI sebesar 63,5% dan
berdasarkan rata-rata cakupan imunisasi diatas 80%,bayi yang telah diimunisasi BCG
adalah sebesar 86,10%, HB <7 hari sebesar 82,7%, DPT 3 dan HB 3 sebesar 92%,
polio 4 sebanyak 95,3%, dan campak sebesar 95,2%.

Data imunisasi dasar lengkap berdasarkan sasaran dan capaian di tiap wilayah
kerja PKM PASANGKAYU 1 tahun 2017
Desa/kelurahan Sasaran Capaian
Pasangkayu 327 270 (82.6%)
Karya Bersama 42 38 (90,5%)
Ako 76 72 (94.7%)

17
Data imunisasi dasar lengkap berdasarkan sasaran dan capaian di tiap wilayah
kerja PKM PASANGKAYU 1 tahun 2018
Desa/kelurahan Sasaran Capaian
Pasangkayu 327 241 (73,7%)
Karya Bersama 42 28 (66.7%)
Ako 76 38 (50%)

Cakupan imunisasi dasar yang lengkap masih jarang dijumpai walaupun


sudah diberikan gratis oleh pemerintah. Hal tersebut dikarenakan dengan berbagai
alasan seperti pengetahuan ibu yang kurang tentang imunisasi dan rendahnya
kesadaran ibu membawa anaknya ke Posyandu atau Puskesmas untuk mendapatkan
imunisasi yang lengkap karena takut anaknya sakit, dan ada pula yang merasa bahwa
imunisasi tidak diperlukan untuk bayinya, kurang informasi/ penjelasan dari petugas
kesehatan tentang manfaat imunisasi, serta hambatan lainnya.

18
DAFTAR PUSTAKA
1. Hidayat Aziz Alimul, A. (2008). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk
Pendidikan Kebidanan, Jakarta: Salemba Medika.
2. Proverawati, Atikah & Citra Setyo Andhini. (2010). Imunisasi dan
Vaksinasi, Yogyakarta: Nuha Offset.
3. Ranuh, I.G.N., dkk. (2008). Pedoman imunisasi di Indonesia, Edisi ketiga
Tahun 2008. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia
4. Profil kesehatan kabupaten mamuju utara tahun 2014: source
http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KAB_KOT
A_2014/7605_Sulbar_Kab%20_Mamuju_Utara_2014.pdf
5. Ali, Muhammad (2002) Pengetahuan, Sikap dan perilaku Ibu bekerja dan
tidak bekerja tentang imunisasi
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19172/5/Abstract.pdf

19

You might also like