You are on page 1of 20

PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER

LAPORAN PRAKTIKUM
disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ekologi Tumbuhan
dosen pengampu :
Hj. Tina Safaria N, M.Si.
Dr. Amprasto M.Si.
Dr. Bambang Supriatno, M.Si.
Tri Suwani, SPd. M.Sc.

oleh:
Biologi C 2015
Kelompok 6
Anggi Istiqomah (1507488)
Ima Nurfadilah (1507501)
Muhammad Naufal N. P. (1503433)
Putri Muna Kaniasari (1500649)
Riska Nurlalila (1505002)
Widya Nur Septiani (1506533)

PROGRAM STUDI BIOLOGI


DEPARTEMEN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2018
A. Judul
Produktivitas Primer dan Sekunder.

B. Latar Belakang
Suatu ekosistem dapat terbentuk oleh adanya interaksi antara makhluk
hidup dengan lingkungannya. Interaksi dalam suatu ekosistem didasari oleh
adanya hubungan saling membutuhkan antara sesame makhluk hidup dan
adanya eksploitasi lingkungan abiotik untuk kebutuhan dasar makhluk hidup
(Dedi, 2009).
Produksi bagi ekosistem merupakan proses pemasukan dan
penyimpanan energi dalam ekosistem. Pemasukan energi dalam ekosistem
yang dimaksud adalah pemindahan energi cahaya menjadi energi kimia oleh
produsen. Sedangkan penyimpanan energi yang dimaksudkan adalah
penggunaan energi oleh konsumen dan mikroorganisme. Laju produksi
makhluk hidup dalam ekosistem disebut sebagai produktivitas (Djumara,
2007).
Menurut Jordan (1995), Jika produktivitas suatu ekosistem hanya
berubah sedikit dalam jangka waktu yang lama maka hal itu menandakan
kondisi lingkungan yang stabil, tetapi jika perubahan yang dramatis maka
menunjukkan telah terjadi perubahan lingkungan yang nyata atau terjadi
perubahan yang penting dalam interaksi di antara organisme penyusun
eksosistem. Menurut Campbell (2002), terjadinya perbedaan produktivitas
pada berbagai ekosistem dalam biosfer disebabkan oleh adanya faktor
pembatas dalam setiap ekosistem. Faktor yang paling penting dalam
pembatasan produktivitas bergantung pada jenis ekosistem dan perubahan
musim dalam lingkungan. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu pengetahuan
untuk mengkaji lebih dalam mengenai produktivitas dan cara
penghitungannya. Hal ini akan memberikan sisi positif terkait dengan
ekosistem itu sendiri.
C. Rumusan Masalah
1. Berapakah laju produktivitas primer rumput-rumputan di lahan belakang
FPEB UPI?
2. Berapakah laju produktivitas sekunder pada marmut?

D. Tujuan
1. Untuk mengetahui laju produktivitas primer rumput di lahan belakang
FPEB UPI.
2. Untuk mengetahui laju produktivitas produktivitas sekunder marmut.

E. Manfaat
1. Dapat mengetahui laju produktivitas primer rumput di lahan belakang FPEB
UPI dan laju produktivitas produktivitas sekunder marmut.
2. Sebagai khazanah ilmu pengetahuan baru tentang laju produktivitas primer
dan sekunder.

F. Dasar Teori
1. Pengertian Produktivitas
Produktivitas biasanya diartikan sebagai laju produksi zat organik
dalam suatu ekosistem. Proses ini biasanya dimulai dari kegiatan
mengkonversi energi sinar matahari menjadai zat-zat organik melalui proses
fotosintesis pada tumbuhan hijau (Ramli, 1989). Di dalam setiap ekosistem
baik daratan maupun perairan terdapat organisme hidup dan benda mati
(lingkungan abiotik) yang menunjang proses kehidupan. Proses kehidupan
di alam tersebut merupakan kejadian yang mengubah bentuk energi pada
berbagai komponen ekosistem. Proses-proses yang terlibat dalam
pengubahan energi dalam ekosistem meliputi proses metabolisme, aliran
energi pada berbagai tingkat trofik, dan siklus biogeokimia (Chapman dan
Reiss, 1997). Proses metabolisme merupakan proses fisiologi yang terdapat
pada tubuh organisme hidup. Metabolisme meliputi anabolisme yaitu proses
penyusunan kimiawi yang dilakukan melalui kegiatan fotosintesis dan
katabolisme yaitu proses pembongkaran energi yang tersimpan dalam zat-
zat kimia hasil anabolisme. Hasil dari proses metabolisme adalah
pertumbuhan dan penambahan biomassa, dan penimbunan biomassa itu
disebut produksi (Odum, 1993). Produksi selama periode waktu tertentu
disebut produktivitas. Baik produksi maupun produktivitas kedua-duanya
secara umum berhubungan dengan biomassa pada tingkat trofik tertentu
(Kendeigh, 1980).
Pada suatu ekosistem dikenal adanya produsen dan konsumen,
sehingga juga dikenal adanya produktivitas oleh produsen dan produktivitas
oleh konsumen. Produktivitas pada aras konsumen disebut produktivitas
primer (dasar), sedangkan pada aras konsumen disebut produktivitas
sekunder. Produktivitas primer adalah laju penambatan energi oleh
produsen melalui proses fotosintesis. Produksi primer dari suatu ekosistem
berasal dari proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan berdaun hijau
dengan pengikatan energi yang berasal dari cahaya matahari. Secara kimia
proses fotosintesis merupakan reaksi oksidasi-reduksi (redoks) meliputi
penyimpanan bagian dari energi cahaya matahari sebatas energi potensial.
Produksi primer yang menumpuk pada produsen atau tumbuhan selama
suatu periode tertentu merupakan biomasa tumbuhan. Sebagian dari
biomasa ini akan diganti melalui proses dekomposisi dan sebagian lagi tetap
disimpan dalam waktu yang lebih lama sebagai materi yang berdaur hidup
(life cycle). Jumlah akumulasi materi organik yang hidup pada suatu waktu
disebut Standing Crop Biomass (biomasa hasil bawaan). Dengan demikian
jelas bahwa biomassa berbeda dengan produksi (produktivitas).
Produktivitas komunitas bersih merupakan laju penyimpanan materi
organik oleh produsen, yang tidak digunakan (dimakan) oleh heterotrof
(herbivora). Jadi produktivitas komunitas bersih merupakan sisa
produktivitas primer sesudah dikurangi yang digunakan (dikonsumsi) oleh
herbivora (Djumara, 2007).
Produktivitas biologis merupakan hasil yang terus-menerus
dihasilkan oleh komunitas biologi sehingga perlu dinyatakan dalam satuan
waktu. Misalnya produksi zat makanan per hari atau per tahun. Oleh karena
itu, produktivitas dapat digunakan untuk mengukur kekayaan atau
kesuburan suatu komunitas atau suatu ekosistem. Suatu contoh padang
rumput yang subur, tetapi sering dimakan oleh hewan herbivora akan
mempunyai biomassa yang lebih kecil daripada rumput yang tidak dimakan
hewan. Oleh karena itu, produktivitas merupakan gambaran dari laju atau
kecepatan pertambahan materi organik baru, maka satuan yang
dipergunakan hendaknya meliputi tiga hal, yaitu biomassa (berat kering,
jumlah individu, atau kilokalori), satuan luas (m2, ha), dan satuan waktu
(hari, tahun). Biasanya satuan yang dipakai adalah gabungan antara berat
kering dalam gram per meter persegi per hari (gr/m2/hari). Berbagai
ekosistem mempunyai produktivitas yang tidak sama. Hal ini sangat
berkaitan dengan faktor lingkungan seperti iklim, topografi, sifat tanah,
letak geografis, air dan ketinggian suatu tempat dari permukaan laut
(Resosoedarmo, dkk., 1985).

2. Produktivitas Primer
Setiap ekosistem atau komunitas atau bagian-bagian lain dalam
organisasi makhluk hidup memiliki produktivitas. Kecepatan energi radiasi
matahari yang diubah oleh tumbuhan hijau menjadi energi kimia dikenal
sebagai produktivitas primer (Vickery, 1984). Produktivitas primer
merupakan kecepatan energi radiasi matahari yang disimpan melalui
aktivitas fotosintesis dan kemosintesis oleh organisme produsen dalam
bentuk bahan organik yang dapat digunakan sebagai bahan pangan.
Produktivitas primer digolongkan menjadi dua macam yaitu produktivitas
primer kotor dan produktivitas primer bersih.
a. Poduktivitas primer kotor, yaitu kecepatan total fotosintesis yang
mencakup bahan organik yang digunakan dalam respirasi atau
pernapasan selama periode pengukuran atau dapat diartikan sebagai
fotosintesis total.
b. Produktivitas primer bersih, yaitu kecepatan penyimpanan bahan
organik dalam jaringan tumbuhan sebagai kelebihan bahan organik
yang sebagian telah dipakai untuk respirasi tumbuhan selama proses
pengukuran atau disebut juga fotosintesis bersih (Resosoedarmo, dkk.,
1986).
Aliran energi melalui komunitas yang dimulai dari fiksasi cahaya
matahari oleh tumbuhan hijau yaitu proses pengiriman energi. Tumbuhan
mengandalkan makanan simpanan yang berupa energi dalam biji sampai
musim berproduksi. Energi yang diakumulasi oleh tumbuhan hijau disebut
produksi atau disebut juga produksi primer. Kecepatan penyimpanan yang
diwujudkan oleh aktivitas fotosintesis disebut produktivitas primer. Seperti
halnya organisme lain, tumbuhan membutuhkan energi untuk berproduksi
dan pemeliharaan kehidupannya. Energi yang tinggal sesudah proses
respirasi disimpan sebagai bahan organik disebut produksi primer bersih
atau pertumbuhan tumbuhan (Sudarmadji, 2014).
Produksi primer total dalam suatu ekositem dikenal sebagai
produksi primer kotor (PPK-gross primary production, GPP) ekositem
tersebut, jumlah energi cahaya yang dikonversi menjadi energi kimiawi
melalui fotosintesis per satuan waktu. Tidak semua produksi ini disimpan
sebagai material organik di dalam produsen-produsen primer karena
mereka menggunakan beberapa molekul sebagai bahan bakar pada respirasi
selulernya sendiri. Produksi primer bersih (PPB-net primary production,
NPP) sebanding dengan produksi primer kotor dikurangi dengan energi
yang digugnakan oleh produsen primer untuk respirasi (R) :
PPB = PPK – R
Gambar 1. Produktivitas primer (Nagle, 2010).
Pada banyak ekosistem, PPB adalah sekitar separuh PPK. Produksi
primer bersih merupakan besaran kunci karena mempresentasikan
penyimpanan energi kimia yang akan tersedia bagi konsumen dalam
ekosistem. PPB dapat dinyatakan sebagai energi persatuan luas per satuan
waktu (J/m2/tahun) atau sebagai biomassa yang ditambahkan ke ekosistem
per satuan luas per satuan waktu (g/ m2/tahun) (Campbell, et al., 2008).
Produksi primer bersih mengumpul sepanjang waktu sebagai
biomassa tumbuhan. Bagian dari akumulasi tersebut mengalami proses
pembalikan melalui dekomosisi, sedangkan yang tetap sepanjang waktu
dikenal sebagai materi hidup. Akumulasi bahan organik hidup yang
terdapat pada suatu area dan suatu saat tertentu dikenal sebagai biomassa
saat itu (standing crop biomassa). Biomassa biasanya dikatakan sebagai
gram berat kering bahan organik per satuan luas (contoh gram per m2 atau
kg per ha, atau kalori per m2). Jadi biomassa organiknya disusun dari
fotosintesis, sedangkan biomassa ada pada suatu saat tertentu adalah tidak
sama dengan produksi dan tidak berarti bahwa biomassa yang tinggi
berpengaruh pada produksi tinggi (Sudarmadji, 2014).

3. Produktivitas Sekunder
Produktivitas sekunder dapat diartikan sebagai kecepatan
menyimpan energi potensial ke dalam tingkatan trofik konsumen atau
makhluk pengurai. Produktivitas sekunder dapat dibedakan menjadi dua
macam yaitu produktivitas sekunder kotor dan produktivitas sekunder
bersih. Dengan demikian, semakin jauh kedudukannya dalam rantai
makanan, maka jumlah energinya adalah semakin kecil. Jumlah energi total
yang terdapat pada tingkat heterotrofik yang analog dengan produktivitas
kotor pada tingkat autotrofik sebaiknya disebut asimilasi dan bukan
produksi, karena pada tingkat ini memang organisme tidak melakukan
produksi melainkan hanya mengassimilasi saja (Resosoedarmo, dkk.,
1985).
Hewan tidak menggunakan semua biomassa yang mereka konsumsi.
Beberapa lolos keluar melalui feses dan ekskresi. Produksi kotor pada
hewan ( GSP) adalah jumlah energi atau biomassa yang berasimilasi
dikurangi energi atau biomassa dari kotoran. Beberapa energi diasimilasi
oleh hewan digunakan dalam respirasi, untuk mendukung proses kehidupan,
dan sisanya tersedia untuk membentuk biomassa baru (NSP). Biomassa
baru inilah yang kemudian tersedia ke tingkat trofik berikutnya. Bila
dirangkum maka :

NSP = GSP – R

Keterangan :
GSP = makanan yang dimakan – ekskresi melalui feses
R = respirasi
(Nagle, 2010)

Gambar 2. Produktivitas sekunder (Nagle, 2010).

4. Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Primer


Apabila produktivitas suatu ekosistem hanya berubah sedikit dalam
jangka waktu yang lama maka hal itu menandakan kondisi lingkungan yang
stabil, tetapi jika perubahan yang dramatis maka menunjukkan telah terjadi
perubahan lingkungan yang nyata atau terjadi perubahan yang penting
dalam interaksi di antara organisme penyusun eksosistem (Jordan, 1985).
Terjadinya perbedaan produktivitas pada berbagai ekosistem dalam biosfer
disebabkan oleh adanya faktor pembatas dalam setiap ekosistem. Faktor
yang paling penting dalam pembatasan produktivitas bergantung pada jenis
ekosistem dan perubahan musim dalam lingkungan (Campbell, et al., 2008).
Produktivitas pada ekosistem dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
a. Suhu
Adanya suhu yang tinggi dan konstan hampir sepanjang tahun
dapat bermakna musim tumbuh bagi tumbuhan akan berlangsung lama,
yang pada gilirannya meningkatkan produktivitas (Jordan, 1995). Suhu
secara langsung ataupun tidak langsung berpengaruh pada
produktivitas. Secara langsung suhu berperan dalam mengontrol reaksi
enzimatik dalam proses fotosintetis, sehingga tingginya suhu dapat
meningkatkan laju maksimum fotosintesis. Sedangkan secara tidak
langsung, misalnya suhu berperan dalam membentuk stratifikasi kolom
perairan yang akibatnya dapat mempengaruhi distribusi vertikal
fitoplankton. Adanya suhu yang tinggi dan konstan hampir sepanjang
tahun dapat bermakna musim tumbuh bagi tumbuh-tumbuhan akan
berlangsung lama, yang pada gilirannya akan meningkatkan
produktivitas (Jordan, 1995).
Produktivitas yang tinggi dan kontinyu sepanjang tahun tidak
akan berlangsung jika hanya didukung oleh suhu yang tinggi. Banyak
wilayah lain di dunia yang memiliki suhu yang jauh lebih tinggi di
banding wilayah hutan hujan tropis, tetapi memiliki produktivitas
yang rendah (Woodweell, 1967).

b. Cahaya
Cahaya merupakan sumber energi primer bagi ekosistem.
Cahaya memiliki peran yang sangat vital dalam produktivitas primer,
oleh karena hanya dengan energi cahaya tumbuhan dan fitoplankton
dapat menggerakkan mesin fotosintesis dalam tubuhnya. Hal ini berarti
bahwa wilayah yang menerima lebih banyak dan lebih lama penyinaran
cahaya matahari tahunan akan memiliki kesempatan berfotosintesis
yang lebih panjang sehingga mendukung peningkatan produktivitas
primer (Wiharto, 2007).
Pada ekosistem terrestrial seperti hutan hujan tropis memilik
produktivitas primer yang paling tinggi karena wilayah hutan hujan
tropis menerima lebih banyak sinar matahari tahunan yang tersedia bagi
fotosintesis dibanding dengan iklim sedang (Wiharto, 2007).

c. Air, curah hujan, dan kelembaban


Produktivitas pada ekosistem terestrial berkorelasi dengan
ketersediaan air. Air merupakan bahan dasar dalam proses fotosintesis,
sehingga ketersediaan air merupakan faktor pembatas terhadap
aktivitas fotosintetik. Secara kimiwi air berperan sebagai pelarut
universal, keberadaan air memungkinkan membawa serta nutrient yang
dibutuhkan oleh tumbuhan. Air memiliki siklus dalam ekosistem.
Keberadaan air dalam ekosistem dalam bentuk air tanah, air
sungai/perairan, dan air di atmosfer dalam bentuk uap. Uap di atmosfer
dapat mengalami kondensasi lalu jatuh sebagai air hujan. Interaksi
antara suhu dan air hujan yang banyak yang berlangsung sepanjang
tahun menghasilkan kondisi kelembaban yang sangat ideal tumbuhan
terutama pada hutan hujan tropis untuk meningkatkan produktivitas
(Wiharto, 2007).
d. Nutrien
Tumbuhan membutuhkan berbagai ragam nutrient anorganik,
beberapa dalam jumlah yang relatif besar dan yang lainnya dalam
jumlah sedikit, akan tetapi semuanya penting. Pada beberapa ekosistem
terrestrial, nutrient organic merupakan faktor pembatas yang penting
bagi produktivitas. Produktivitas dapat menurun bahkan berhenti jika
suatu nutrient spesifik atau nutrient tunggal tidak lagi terdapat dalam
jumlah yang mencukupi. Nutrient spesifik yang demikian disebut
nutrient pembatas (limiting nutrient). Pada banyak ekosistem nitrogen
dan fosfor merupakan nutrient pembatas utama, beberapa bukti juga
menyatakan bahwa CO2 kadang-kadang membatasi produktivitas
(Wiharto, 2007).

e. Tanah
Potensi ketersedian hidrogen yang tinggi pada tanah-tanah
tropis disebabkan oleh diproduksinya asam organik secara kontinu
melalui respirasi yang dilangsungkan oleh mikroorganisme tanah dan
akar (respirasi tanah). Jika tanah dalam keadaan basah, maka karbon
dioksida (CO2) dari respirasi tanah beserta air (H2O) akan membentuk
asam karbonat (H2CO3 ) yang kemudian akan mengalami disosiasi
menjadi bikarbonat (HCO3-) dan sebuah ion hidrogen bermuatan positif
(H+). Ion hidrogen selanjutnya dapat menggantikan kation hara yang
ada pada koloid tanah, kemudian bikarbonat bereaksi dengan kation
yang dilepaskan oleh koloid, dan hasil reaksi ini dapat tercuci ke bawah
melalui profil tanah (Wiharto, 2007).

f. Herbivora
Menurut Barbour et al. (1987) dalam Wiharto (2007), sekitar 10
% dari produktivitas vegetasi darat dunia dikonsumsi oleh herbivora
biofag. Persentase ini bervariasi menurut tipe ekosistem darat. Namun
demikian, menurut McNaughton dan Wolf (1998) bahwa akibat yang
ditimbulkan oleh herbivora pada produktivitas primer sangat sedikit
sekali diketahui. Bahkan hubunga antar herbivora dan produktivitas
primer bersih kemungkinan bersifat kompleks, di mana konsumsi
sering menstimulasi produktivitas tumbuhan sehingga meningkat
mencapai tingkat tertentu yang kemudian dapat menurun jika
intensitasnya optimum.

g. Jenis dan Umur Tumbuhan


Perbedaan laju pertumbuhan diantara jenis-jenis yang
berkompetisi dalam suatu ekosistem merupakan kejadian yang alami,
dengan demikian akan terjadi pula perbedaan produktivitas pada fase
pertumbuhan yang berbeda atau pada umur yang berbeda dari suatu
jenis yang sama. Tumbuhan akan mencapai produktivitas maksimal
pada fase muda. Ketika tubuh tumbuhan meningkat energi yang
difiksasi lebih banyak digunakan untuk mengelola tubuhnya.
Produktivitas yang berlebih digunakan untuk membentuk produktivitas
bersih yang secara teratur menurun dalam masa pemasakan (Wiharto,
2007).

h. Peneduhan
Bentuk-bentuk geometri tumbuhan dan kerapatannya sangat
berperan dalam menentukan efisiensi ekosistemnya. Tumbuhan yang
memiliki daun yang relatif lebar dan vertikal dapat menghasilkan area
aktif fotosintesis maksimum dan total peneduhannya rendah. Informasi
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas primer pada
setiap tanaman terjadi pada tingkatan yang spesifik, keadaan yang sama
juga terjadi pada daun-daun yang terisolasi. Dalam hal ini hanya
memperhatikan salah satu faktor yang kompleks yang mempengaruhi
produktivitas primer yaitu struktur 3 dimensi dari suatu kanopi vegetasi.
Faktor struktural ini mempengaruhi efisiensi kanopi sebagai suatu
penangkap cahaya. Pada kanopi berdaun lebar sebagian cahaya tidak
diserap dekat permukaan dan tingkat kanopi yang lebih rendah
terlindungi lebih banyak. Akibatnya fotosintesis bersih cenderung
terkonsentrasi di lapisan atas pada tipe kanopi berdaun lebar dan
terkonsentrasi dilapisan tengah pada tipe kanopi berdaun sempit. Posisi
sudut daun mempengaruhi juga kedalaman penetrasi cahaya ke dalam
kanopi. Penetrasi cahaya akan lebih dalam bila daunnya tegak.
Tanaman padi yang memiliki geometri sudut daun atau kanopi vertikal
dan tipe berdaun sempit akan lebih efektif pada intensitas cahaya yang
kuat dan ketika posisi matahari rendah. Kanopi horizontal dari tipe
berdaun lebar akan lebih efektif pada intensitas cahaya rendah dan
ketika matahari berada di atas kepala (Wiharto, 2007).
5. Metode Perhitungan Produktivitas Primer
Produktivitas dapat diukur selama beberapa periode waktu tertentu.
Beberapa metode yang sesungguhnya dapat digunakan untuk mengukur
produktivitas dapat diringkas sebagai berikut :
a. Metode Panen
Metode panen merupakan cara mengukur produktivitas dengan
memanen seluruh organ vegetasi secara periodik menurut periode
waktu yang dipilih. Hasil panen kemudian dioven pada suhu 80oC
sampai pada suatu saat bobotnya konstan dan bobot ini dinyatakan
sebagai bobot kering oven (g/m3/tahun)
b. Mengukur Oksigen
Metode pengukuran oksigen sering digunakan untuk
menentukan produktivitas pada vegetasi peairan. Metode ini
menggunakan teknik botol terang dan gelap, jadi ada dua botol yang
satu tembus pandang yang satu lagi gelap. Kedua botol tersebut diisi air
dari danau pada kedalaman tertentu, kemudian ditutup dan
dipertahankan pada kedalaman selama waktu tertentu. Setelah itu
dibawa ke laboratorium untuk penentuan kadar O2 yang terdapat pada
air tersebut. Penurunan O2 pada botol yang gelap disebabkan oleh
kegiatan respirasi, sedangkan peningkatan O2 pada botol yang terang
disebabkan oleh kegiatan fotosintesis. Jumlah dari peningkatan O2
dalam botol terang dengan penurunan O2 dalam botol gelap menyatakan
produktivitas kotor, sehingga selisih antara O2 dalam botol terang
dengan O2 dalam botol gelap merupakan produktivitas bersih
c. Metode Karbon Dioksida
Metode karbon dioksida dilakukan dengan memanfaatkan gas
selama fotosintesis atau pembebasannya selama respirasi yang diukur
dengan analisis gas inframerah atau dengan memasukkan gas melalui
air Ba(OH)2 dan mentitrasikannya. Dengan melakukan eksperimen di
dalam kamar terang dan gelap kemudian dapat dikeluarkan produksi
bersih dan kotor. Di dalam suatu kamar yang diterangi, fotosintesis dan
respirasi berlagsung bersamaan dan CO2 yang muncul dari kamar
adalah gas atmosfer yang tidak terpakai ditambah gas yang berasal dari
respirasi bagian-bagian tumbuhan. Di dalam kamar gelap, semua gas
CO2 disebabkan oleh respirasi. Dengan demikian, produktivitas bersih
sama dengan produktivitas kotor dikurangi respirasi
d. Metode Klorofil
Hubungan antara klorofil total terhadap laju fotosintesis dikenal
sebagi rasio asimilasi atau laju produksi per gram klorofil. Jadi, rasio
asimilasi merupakan perbandingan antara bobot O2 yang dihasilkan per
jam (g/jam) dibagi dengan bobot klorofil (g). Pada ekosistem hutan
besarnya rasio asimilasi adalah 0,4-4,0 (Odum, 1993).

G. Alat dan Bahan


a) Alat
Adapun alat yang digunakan dalam pengamatan ini seperti terdapat dalam
tabel 1.
Tabel 1 Alat

No. Nama Alat Jumlah


1 Patok Pembatas 1
2 Tali Rafia 1
3 Gunting 5
4 Timbangan digital 1

b) Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam pengamatan ini seperti terdapat dalam
tabel 2.
Tabel 2 Bahan

No. Nama Bahan Jumlah


1 Kangkung 400 gr/hari
2 Marmut 1 ekor
H. Metode
Jenis Penelitian : Penelitian Deskriptif
Lokasi sampling : Bagian belakang gedung FPEB baru, 23 Oktober – 23
November 2018
Desain penelitian :

1m

1m

Gambar .1 Quadran tempat pertumbuhan rumput

Adapun cara kerja dalam pengamatan seperti terdapat dalam diagram alur
seperti dibawah.
a. Produktivitas Primer

Quadran dibuat
Rumput yang ada di
menggunakan patok Quadran di biarkan
dalam quadran di
sebesar 1 x 1 meter selama 1 bulan
potong hingga pendek
persegi.

Hasil timbangan di
Rumput di dalam
hitung dengan
quadran di potong dan
lamanya waktu
ditimbang
pertumbuhan

Diagram alur H.1. Langkah Kerja Produktivitas Primer


b. Produktivitas Sekunder

Marmut diberi makan


kangkung setiap hari,
Mempelihara marmut Berat awal marmut
kangkung yang
dalam kandang ditimbang
diberikan ditimbang
terlebih dahulu

Berat akhir marmut


Marmut dipelihara
ditimbang lalu data
selama 1 bulan
yang didapat dianalisis

Diagram alur H.2. Langkah Kerja Produktivitas Sekunder

I. Hasil Pengamatan
1. Produktivitas Primer
Tabel 1. Hasil Pengamatan Produktivitas Primer

Jumlah Hari Berat Kering Berat Basah

30 310 gram 350 gram

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
Produktivitas primer = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐻𝑎𝑟𝑖 𝑥 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑊𝑖𝑙𝑎𝑦𝑎ℎ

310 𝑔
= 30 𝑥 1𝑚2

= 10,3 gram/m2/hari

2. Produktivitas Sekunder
Tabel 2. Hasil Pengamatan Produktivitas Sekunder

Jumlah Hari Berat Awal Berat Akhir Daya Makan

30 230,53 gram 253 gram 400 gram/hari


𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙
Produktivitas sekunder = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ ℎ𝑎𝑟𝑖

253 𝑔 − 230,53 𝑔
= 30
= 0,749 gram/hari

J. Pembahasan

K. Kesimpulan
DAFAR PUSTAKA

Barbour, M. G., J.H. Burk., and W.P. Pitts. 1987. Terrestrial Plant Ecology.
California : The Benjamin/Cumming Publishing Company Ins.

Campbell, N. A., J. B. Reece, L. G. Mitchell. 2002. Biologi (terjemahan), Edisi


kelima Jilid 3. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Campbell, N. A., J. B. Reece, L. G. Mitchell. 2008. Biologi (terjemahan), Edisi


kelima Jilid 3. Jakarta : Erlangga.

Chapman, J. L. dan M. J. Reiss. 1997. Ecology : Principles and Applications.


USA : Cambridge University.

Dedi, S. 2009. Pertumbuhan, Produktivitas, dan Biomassa. [Online]. Tersedia:


http://web.ipb.ac.id/Dedi_s. Diakses pada (12 Desember 2012).

Djumara, N. 2007. Modul 3 Sumber Daya Alam Lingkungan Terbarukan dan


Tidak Terbarukan Diklat Teknis Pengelolaan Lingkungan Hidup di Daerah
(Environmental Assesment and Management). Jakarta : Bumi Aksara.

Djumara. 2007. Sumber Daya Alam Lingkungan Terbarukan dan Tidak Terbarukan
Diklat Teknis Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah. Jakarta:
Environmental Assesment and Management.

http://mtchs.org/BIO/biologyexploringlife/text/chapter36/concept36.2.html [3
Maret 2015].

Jordan, C. F. 1985. Nutrient Cycling in Tropical Forest Ecosystems. New York :


John Wiley and Sons Inc.

Jordan, C. F. 1995. Nutrient Cycling in Tropical Ecosystem. New York : John


Wiley and Sons Inc.

Jordan, C.F. 1995. Nutrient Cycling ini Tropical Ecosystem. New York: John Wiley
and Sons.
Kendeigh, S. H. 1980. Ecology With Special Reference to Animals and Man. New
Delhi : Prentice Hall of India Private Limited.

Mcnaughton, S.J. L. L. Wolf. 1998. Ekologi Umum (terjemahan), Edisi kedua.


Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Nagle, G. 2010. Environmental System and Societies. NYC : Pearson


Education Limited.

Odum, E. P. 1993. Fundamentals of Ecology. Philadelphia : W. B. Saunders


Company.

Ramli, D. 1989. Ekologi. Jakarta : Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan


Tenaga Kependidikan Direktoral Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.

Resosoedarmo, R.S., Kartawijaya, K., Soegianto., A. 1986. Pengantar Ekolologi.


Bandung : Remadja Karya CV.

Sanches, P. A.1992. Properties and Management of Soils in The Tropic.


New York : Wile .

Sudarmadji. 2014. Pengantar Ekologi Terestial. Jember : Universitas Jember.

Vickery, M. L. 1984. Ecology of Tropical Plants. New York : John Wiley and
Sons Inc.

Welch, E. B & T. Lindell. 1980. Ecological effects of waste water. USA :


Cambridge University Press.

Wiharto, M. 2007. Produktivitas Vegetasi Hutan Hujan Tropis. (pdf_file).

Woodweell, G. M.1967. Radiation and Pattern of Nature. Science 156: 461-470.

You might also like