You are on page 1of 27

2/3/2018 ANALISIS WILAYAH RAWAN BANJIR DAN GENANGAN DAS CITARUM HULU BERDASARKAN APLIKASI MODEL HIDRODINAMIK DAN …

 Masuk (/login/) Pendaftaran (/register/)

Pencarian... Mencari

ANALISIS WILAYAH RAWAN BANJIR DAN GENANGAN DAS CITARUM


HULU BERDASARKAN APLIKASI MODEL HIDRODINAMIK DAN SISTEM
INFORMASI GEOGRAFIS ADANG HAMDANI
Start Download - View Merge & Convert Files into PDFs w/
PDF EasyPDFCombine - Free!

Start
Download -
View PDF
Merge & Convert
Files into PDFs w/
EasyPDFCombine
- Free!
EasyPDFCombine

 SHARE  HTML  DOWNLOAD

 Adi Salim (/user/51524242/)  8 bulan lalu  Tontonan: 6

http://docplayer.info/50867868-Analisis-wilayah-rawan-banjir-dan-genangan-das-citarum-hulu-berdasarkan-aplikasi-model-hidrodinamik-dan-sist… 1/27
2/3/2018 ANALISIS WILAYAH RAWAN BANJIR DAN GENANGAN DAS CITARUM HULU BERDASARKAN APLIKASI MODEL HIDRODINAMIK DAN …

 Transkripsi
Iklan oleh Google 1 1 ANALISIS WILAYAH RAWAN BANJIR DAN GENANGAN DAS CITARUM HULU BERDASARKAN APLIKASI MODEL HIDRODINAMIK DAN
SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS ADANG HAMDANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
2 model
2 ii
Analisis data
3 iii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa
tesis berjudul Analisis Wilayah Rawan Banjir Dan Genangan Das Citarum Hulu Berdasarkan Aplikasi Model Hidrodinamik Dan Sistem Informasi Geogra s adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir dari tesis
ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2013 Adang Hamdani NIM P

4 iv

5 v RINGKASAN ADANG HAMDANI. Analisis Wilayah Rawan Banjir dan Genangan DAS Citarum Hulu Berdasarkan Aplikasi Model Hidrodinamik dan Sistem Informasi
Geogra s. Dibimbing oleh M. YANUAR JARWADI PURWANTO dan BUDI KARTIWA. Banjir di wilayah DAS Citarum Hulu terutama di kawasan Cekungan Bandung terjadi
hampir setiap tahun. Selain karena curah hujan yang tinggi, banjir tersebut juga disebabkan karena rusaknya DAS akibat konversi lahan yang berlebihan serta deforestasi.
Setiap kali kejadian Banjir di wilayah DAS Citarum tidak saja melanda permukiman penduduk tetapi juga merusak tanaman padi pada sentra produksi padi nasional di
wilayah pantura Jawa Barat serta infrastruktur lain dengan tingkat kerugian yang tidak sedikit. Dalam intensitas dan frekuensi yang tinggi tentu saja hal ini dapat
berpengaruh terhadap produksi padi nasional yang pada akhirnya akan mengganggu stabilitas ketahanan pangan. Penelitian ini betujuan menganalisis karakteristik debit
sungai dan debit banjir Citarum Hulu, menyusun peta rawan banjir di DAS Citarum Hulu, Jawa Barat skala 1: pada beberapa skenario periode ulang banjir 2, 25 dan 100
tahunan dan menganalisis potensi kerugian tanaman padi yang ditimbulkan akibat banjir dan genangan di wilayah DAS Citarum Hulu, Jawa Barat. Debit banjir periode
ulang dihitung berdasarkan frekuensi Gumbel. Pemodelan banjir dan genangan dilakukan berdasarkan aplikasi Model Hidrodinamik HEC RAS yang dikembangkan oleh US
Army Corp of Engineers (2002), sedangkan kerugian banjir diduga dengan menggunakan model simulasi tanaman padi rawan banjir RENDAMAN.CSM. Hasil analisis
menujukkan bahwa rasio debit maksimum dan debit minimum yang cukup tinggi, frekuensi debit banjir yang tinggi serta besaran debit banjir ekstrim. Hal ini
menunjukkan bahwa kondisi DAS Citurum Hulu telah mengalami kerusakan parah. Berdasarkan kondisi tersebut terjadi banjir yang cukup tinggi dibuktikan dari luasnya
wilayah rawan banjir yang dihasilkan dari simulasi banjir pada periode ulang dua tahun. Potensi kerugian padi akibat banjir di lahan sawah tersebut pada periode ulang
dua tahun mencapai 8,4 milyar Rupiah, besaran ini menjadi tiga kali lipat pada simulasi banjir periode ulang 25 tahun dan 6,4 kali lipay pada periode ulang 100 tahun.
Rasio lonjakan kerugian padi dari periode 25 tahun ke 100 tahun lebih tinggi dibanding dari periode dua tahun ke 25 tahun. Hal ini di taksir karena wilayah rawan banjir
pada debit periode ulang 100 tahun selain berada pada wilayah rawan banjir 25 tahun juga meliputi lahan sawah dengan ketinggian air antara 55 sampai 110 cm. Pada
wilayah ini kerugian padi cukup besar dibandingkan pada wilayah rawan banjir 25 tahun

6 vi

7 vii SUMMARY ADANG HAMDANI. Analysis of Flood Extend and Inundation of Upper Citarum based on Hydrodynamic Model and Geographic Information Systems.
Supervised by M. YANUAR JARWADI PURWANTO and BUDI KARTIWA. Flooding in the Upper Citarum river basin, especially in the Cekungan Bandung occur almost every
year. In addition to its high rainfall, the oods also caused by excessive land conversion and deforestation. Flooding events in the Citarum basin not only hit the local
settlements, but also damaging rice crops and other infrastructures located in the national rice production centers in the north coast of West Java. Therefore, these losses
then a ect the national rice production which destabilize food security. The purposes of this study are to analyzing the characteristics of river ow and ood discharge of
Upper Citarum, preparing inundation maps of Upper Citarum in the scale of 1:100,000 with return ood period scenario of 2, 25 and 100 years, and analyzing the potential
for rice crop losses caused by the ood and inundation in the upper Citarum river basin, West Java. Flood return period was calculated based on the Gumbel frequency.
Flood and inundation was modeled using HECRAS which was developed by the U.S. Army Corp of Engineers (2002). While the rice crops losses by the ood and inundation
was estimated using RENDAMAN.CSM model. Results of the analysis showed that the ratio of the maximum and minimum ow discharge was high and so the frequency
and magnitude of extreme ood discharge. These suggest that the upstream watershed condition of Citarum river basin has su ered severe damage. These conditions
result in the high ood demonstrated by the extent of the ood-prone areas resulted from ood simulation on a two-year return period. Potential loss of rice due to oods
in the paddy elds on a two-year return period reached 8.4 billion rupiah, this amount will be tripled in the 25 years ood return period and becomes 6.4 times in the 100-
year return period. Paddy spikes loss ratio of the period of 25 years to 100 years is higher than 2-year period to 25 years. This is because ood-prone areas in the 100-year
return period not just located in the same area of 25-year ood return period but also includes the wetland area with water levels in between 55 to 110 cm. Losses in this
area is higher compared to the losses of 25-years ood return periods.

8 viii

9 ix Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa
pun tanpa izin IPB

10 x

11 xi ANALISIS WILAYAH RAWAN BANJIR DAN GENANGAN DAS CITARUM HULU BERDASARKAN APLIKASI MODEL HIDRODINAMIK DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
ADANG HAMDANI Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan SEKOLAH
PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

12 xii Penguji pada Ujian Tertutup: Dr Ir Widiatmaka, DEA

13 Judul Tesis : Analisis Wilayah Rawan Banjir dan Genangan DAS Citarum Hulu Berdasarkan Aplikasi Model Hidrodinamik dan Sistem Informasi Geogra s Nama : Adang
Hamdani NIM : P i Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr Ir M Yanuar Jarwadi Purwanto, MS Ketua Dr Ir Budi Kartiwa, CESA Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Dekan Sekolah Pascasarjana Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Tanggal Ujian: 31 Mei 2013 Tanggal
Lulus: Juni 2013

14 ii

15 iii PRAKATA Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, tau k, hidayah, dan rizki-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya
ilmiah yang berjudul Analisis Wilayah Rawan Banjir dan Genangan DAS Citarum Hulu Berdasarkan Aplikasi Model Hidrodinamik dan Sistem Informasi Geogra s dengan
sebaik-baiknya. Penelitian yang dilaksanakan ini mempunyai tujuan utama untuk menyusun peta rawan banjir di DAS Citarum Hulu, Jawa Barat skala 1: periode ulang
banjir 2, 25 dan 100 tahun serta menganalisis kerugian banjir pada tanaman di wilayah DAS Citarum Hulu, Jawa Barat. Penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi
instansi-instansi, seperti IPB yang dapat menelaah kejadian banjir di DAS Citarum Hulu dari sisi keilmuan dan Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, sebagai balai
penelitian dibawah otoritas Kementerian Pertanian dengan salah satu tugasnya meneliti dan mengkaji kejadian banjir dan kekeringan kaitannya dengan pertanian serta
berbagai Kementerian dalam rangka antisipasi, mitigasi serta perencanaan wilayah yang lebih komprehensif. Penghargaan dan ucapan terima kasih sebesarnya
disampaikan kepada Bapak Dr Ir M Yanuar Jarwadi Purwanto, MS dan Bapak Dr Ir Budi Kartiwa DEA atas segala bimbingan, pengarahan, dan nasehat-nasehatnya, hingga
terselesaikannya penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan Bapak Dr Ir. Widiatmaka DEA sebagai dosen penguji pada ujian tesis, isteri saya tercinta Virgi

http://docplayer.info/50867868-Analisis-wilayah-rawan-banjir-dan-genangan-das-citarum-hulu-berdasarkan-aplikasi-model-hidrodinamik-dan-sist… 2/27
2/3/2018 ANALISIS WILAYAH RAWAN BANJIR DAN GENANGAN DAS CITARUM HULU BERDASARKAN APLIKASI MODEL HIDRODINAMIK DAN …
Purwardani SIP atas doa, dorongan dan bantuannya dalam mengkoreksi tulisan, rekan saya Setyono Hari Adi SKom MSc yang telah membantu dalam pengumpulan data
di lapangan serta segenap rekan-rekan dan sahabat karib di lingkup Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Semoga semua amal kebajikan
tersebut mendapatkan ridho dari Allah SWT. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juni 2013 Adang Hamdani

16 iv

17 i DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ii DAFTAR GAMBAR iii DAFTAR LAMPIRAN iv PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Kerangka Berpikir Teoritis 2 Perumusan Masalah 3 Tujuan
Penelitian 4 Manfaat 4 TINJAUAN PUSTAKA 5 Pengertian Banjir 5 Sistem Informasi Geogra s 5 Subsistem dan Komponen Sistem Informasi Geogra s 6 Aplikasi HEC-RAS
Dalam Penanganan Banjir 7 Model Simulasi Tanaman Padi Rawan Banjir 10 METODE PENELITIAN 12 Waktu dan Lokasi Penelitian 12 Bahan dan Metode 12 Tahapan
Penelitian 14 Analisis Karakteristik Debit dan hujan 14 Pemodelan Banjir dan Genangan 16 Perhitungan Dampak Banjir 19 Rekomendasi Pengelolaan Lingkungan Sebagai
Upaya Pencegahan Banjir di DAS Citarum Hulu 23 HASIL DAN PEMBAHASAN 25 Karakteristik Wilayah Studi 25 Karakteristik DAS Citarum 25 Karakteristik Penggunaan
Lahan 26 Data Banjir Existing Sungai Citarum 28 Analisis Karakteristik Debit dan Hujan 33 Hidrograf harian Aliran Sungai Citarum Hulu 34 Analisis Debit Maksimum-
Minimum 35 Debit Banjir Periode Ulang Sungai Citarum 36 Model Simulasi Debit Harian Sungai Citarum 37 Pemodelan Banjir dan Genangan 39 Data Penampang Sungai
Citarum di Wilayah Pengamatan 39 Pemodelan banjir dengan metode HEC-RAS 42 Perbandingan Peta Rawan Banjir 52 Perhitungan Dampak Banjir Untuk Tanaman Padi
54 Model Simulasi Tanaman Padi Rawan Banjir 54 Kerugian Tanaman Padi 56 Rekomendasi Pengelolaan Lingkungan Sebagai Upaya 63 Pencegahan Banjir di DAS Citarum
Hulu 63 Upaya Menurunkan debit puncak dan aliran permukaan 63

18 ii Pembatasan dan Pengendalian Ruang Sempadan Sungai dan Dataran Banjir Dengan Pengembangan Kawasan Secara Vertikal. 66 Perbaikan Infrastruktur pengendali
Banjir 68 Introduksi Varietas Padi Toleran Banjir Untuk Mereduksi Kerugian Banjir 69 SIMPULAN DAN SARAN 71 Simpulan 71 Saran 71 DAFTAR PUSTAKA 72 LAMPIRAN
Error! Bookmark not de ned. RIWAYAT HIDUP 88 DAFTAR TABEL 1. Kebutuhan bahan dan peralatan dalam penelitian Kriteria penentu model kesesuaian posisi
pengembangan dam parit individual Luas penggunaan lahan di wilayah DAS Citarum Hulu Data kejadian banjir Sungai Citarum tahun Debit maksimum dan debit minimum
Sungai Citarum selama periode Debit banjir periode ulang sungai dan anak sungai Citarum pada setiap pos pengamatan banjir dengan metode Gumbel Perbandingan
volume aliran sungai pengukuran dan simulasi bulanan tahun 2008, Sungai Citarum Hulu Nilai kekasapan permukaan dan luas areal tutapan lahan di lokasi penelitian
Kelompok kemiripan penampang melintang sungai Citarum Hulu Luas banjir pada berbagai tipe penggunaan lahan di DAS Citarum Hulu pada debit banjir periode ulang 2,
25 dan 100 tahun Luas banjir per kecamatan pada berbagai tipe penggunaan lahan di DAS Citarum Hulu pada debit banjir periode ulang 25 tahun Wilayah rawan banjir
Sungai Citarum Hulu berdasarkan hasil pencatatan wilayah rawan banjir oleh Perum Jasa Tirta II Komponen hasil varietas padi tahan rendaman setelah mengalami
perendaman lebih lebih 14 hari pada fase primodia Simulasi pengaruh banjir Sungai Citarum Hulu terhadap kerugian tanaman padi pada kejadian banjir periode ulang 2
tahun Simulasi pengaruh banjir Sungai Citarum Hulu terhadap kerugian tanaman padi pada kejadian banjir periode ulang 25 tahun Simulasi pengaruh banjir Sungai
Citarum Hulu terhadap kerugian tanaman padi pada kejadian banjir periode ulang 100 tahun Pengaruh tinggi genangan terhadap lamanya genangan dan kerugian
tanaman padi perhektar pada kejadian banjir sungai Citarum Hulu. 63

19 iii DAFTAR GAMBAR 1. Diagram alir kerangka berpikir teoritis penelitian pemetaan daerah rawan banjir di DAS Citarum Hulu Dugaan penurunan hasil padi varietas
unggul baru (VUB) dan varietas tahan rendaman (VTR) untuk lama rendaman berbeda di Subang, Jawa Barat menggunakan model simulasi Lokasi penelitian di DAS
Citarum Hulu Tahapan penelitian Diagram pemodelan GR4J Penjabaran persamaan energi dalam pemodelan HEC-RAS Pembagian aliran pada sebuah penampang
melintang sungai dalam pemodelan HEC-RAS Proses terjadinya banjir pada pemodelan HEC-RAS Bentuk tampilan pemodelan RENDAMAN.CSM Peta penggunaan lahan di
wilayah penelitian (Sumber: Analisis Citra Avnir Tahun 2010) Gra k debit Citarum enam menitan di stasiun pengamatan Dayehkolot pada periode kejadian hujan Januari
April Gra k debit Citarum enam menitan di stasiun pengamatan Dayehkolot pada periode kejadian hujan Maret April Gra k debit Citarum enam menitan di stasiun
pengamatan Dayehkolot pada periode kejadian hujan November Desember Model perangkat lunak pengelolaan data iklim dan hidrologi Citarum Hulu berbasis
manajemen database Hidrograf harian Sungai Citarum di tiga titik pengamatan Gra k debit maksimum dan debit minimum Sungai Citarum pada pos pengamat Nanjung
Contoh sebaran banjir periode ulang 2, 5, 10, 25, 50, 100 tahunan debit Sungai Citarum pada pos pengamatan Nanjung Kalibrasi model debit harian Sungai Citarum Hulu
tahun Penampang melintang Sungai Citarum pada wilayah pengamatan Majalaya Penampang melintang Sungai Citarum pada wilayah pengamatan Baleendah
Penampang melintang Sungai Citarum pada wilayah pengamatan Soreang Proses penentuan batas aliran sungai (badan basah), riverbank, jalur aliran banjir dan
penarikan bentuk penampang melintang sungai Citarum bagian Hulu Analisis geometri sungai dan anak-anak Sungai Citarum Hulu dalam pemodelan HEC-RAS Data entri
simulasi aliran permanen (Steady Flow Analysis) pada Model HEC-RAS Tinggi muka air hasil simulasi aliran permanen pada setiap debit peride banjir di sekitar wilayah pos
pengamatan Nanjung Peta Sebaran dan kedalaman banjir DAS Citarum Hulu pada debit banjir periode ulang 2 tahun. 48

20 iv 27. Peta Sebaran dan kedalaman banjir DAS Citarum Hulu pada debit banjir periode ulang 25 tahun Peta Sebaran dan kedalaman banjir DAS Citarum Hulu pada
debit banjir periode ulang 100 tahun Perbandingan wilayah banjir hasil pemodelan HEC-RAS dengan peta rawan banjir hasil survey tingkat desa oleh Perum Jasa Tirta II
Dugaan penurunan hasil padi varietas eksisting dan varietas tahan rendaman berdasarkan lamanya hari terendam banjir di Wilayah penelitian menggunakan model
simulasi RENDAMAN.CSM Peta sebaran lahan sawah yang terkena banjir di DAS Citarum Hulu pada debit banjir periode ulang 2 tahunan Peta sebaran lahan sawah yang
terkena banjir di DAS Citarum Hulu pada debit banjir periode ulang 2 tahunan Peta sebaran lahan sawah yang terkena banjir di DAS Citarum Hulu pada debit banjir
periode ulang 100 tahunan Jumlah debit Citarum Hulu yang harus diturunkan untuk mencegah terjadi banjir berdasarkan simulasi model GR4J Skenario letak dam parit
dalam rangka menurunkan volume aliran permukaan di DAS Citarum Hulu berdasarkan aplikasi pemodelan IFAS Gra k perbandingan simulasi debit Citarum Hulu dengan
skenario penerapan 10 dam parit inisial Peta wilayah banjir pada penggunaan lahan di wilyah penelitian 67 DAFTAR LAMPIRAN 1. Bahasa pemrograman RENDAMAN CSM
75

21 1 PENDAHULUAN Latar Belakang DAS Citarum merupakan DAS terbesar di Jawa Barat dibandingkan 39 DAS lainnya. Keberadaan DAS Citarum memiliki nilai strategis
baik bagi Jawa Barat maupun secara nasional karena berfungsi sebagai sumber air baku untuk air minum, kegiatan industri, pembangkit listrik, irigasi untuk pertanian,
perikanan serta untuk berbagai kebutuhan lainnya (BPLHD Jawa Barat, 2012). Dalam bidang pertanian porsi irigasi terbesar untuk memenuhi kebutuhan air irigasi di
sentra produksi padi wilayah pantura Jawa Barat dipenuhi dari aliran Citarum. Sehingga dapat dipastikan kemandirian pangan terutama padi di Jawa Barat sangat
menggantungkan pada kuantitas dan kualitas air sungai Citarum. Kondisi Sungai Citarum Hulu pada saat ini sangat memprihatinkan. Dari sisi kualitas Sungai Citarum Hulu
pernah mendapat predikat sungai terkotor di dunia (The Sun, 2009 dalam BPLHD Jawa Barat, 2011). Sedangkan dari sisi kuantitas permasalahan banjir merupakan
kejadian rutin tahunan di wilayah hulu. Hal ini disebabkan karena berkurangnya fungsi kawasan lindung (hutan dan non hutan), berkembangnya permukiman tanpa
perencanaan yang baik, dan budi daya pertanian yang tidak sesuai dengan kaidah konservasi yang menyebabkan banyaknya lahan kritis, kadar erosi yang semakin tinggi
yang mengakibatkan sedimentasi di palung sungai, waduk, bahkan masuk ke jaringan prasarana air (BPLHD Jawa Barat, 2011). Rajab (2010) menyatakan hampir setiap
tahun selalu terjadi banjir pada wilayah DAS Citarum Hulu terutama di kawasan Cekungan Bandung. Selain karena curah hujan yang tinggi, banjir tersebut juga disebabkan
karena rusaknya DAS akibat konversi lahan yang berlebihan serta deforestasi. Dapat dibayangkan ketika terjadi hujan ekstrim di wilayah DAS Citarum Hulu saja sudah
terjadi banjir, lalu bagaimana dengan DAS Citarum Hilir yang mempunyai ketinggian di bawah DAS Citarum Hulu. Setiap kali kejadian Banjir di wilayah DAS Citarum tidak
saja melanda permukiman penduduk tetapi juga merusak tanaman padi pada sentra produksi padi nasional di wilayah pantura Jawa Barat serta infrastruktur lain dengan
tingkat kerugian yang tidak sedikit. Dalam intensitas dan frekuensi yang tinggi tentu saja hal ini dapat berpengaruh terhadap produksi padi nasional yang pada akhirnya
akan mengganggu stabilitas ketahanan pangan. Kejadian banjir di daerah DAS Citarum Hulu terjadi Hampir setiap tahun pada puncak musim penghujan dengan intensitas
hujan yang menghasilkan limpasan permukaan yang tinggi. Wilayah-wilayah yang sering tergenangi banjir adalah Bandung Selatan dan Timur terutama di Kec. Baleendah,
Dayeukolot, Bojongsoang dan Majalaya. Hasil analisis wilayah potensi banjir awal tahun 2010 didapatkan luas wilayah yang berpotensi banjir sangat tinggi adalah 3.343,3
ha, berpotensi tinggi 4.871,3 ha dan berpotensi sedang 6.905,6 ha Untuk wilayahwilayah yang berpotensi banjir sangat tinggi terletak di sekitar titik pertemuan sungai
seperti Sungai Citarik, Cikeruh dan Cirasea di Kec Bojongsoang dan S. Cikapundung-Cisangkuy di Kec. Bojongsoang dan Baleendah serta di sepanjang bantaran sungai (Era
Baru News, 2010).

22 2 Upaya penanganan dan manajemen banjir di kawasan DAS sebenarnya sudah lama dilaksanakan, namun peta wilayah banjir sebagai peta kerja yang berbasis citra
beresolusi tinggi berbasis model hidrodinamik (berdasarkan ratarata air dengan debit yang dinamis) belum tersedia. Oleh karena itu peta potensi wilayah banjir di DAS
Citarum Hulu dengan pendekatan tersebut merupakan sebuah keharusan yang sangat mendesak. Peta ini sangat dibutuhkan oleh berbagai instansi yang berhubungan
langsung dengan pengelolaan DAS Citarum Hulu, diantaranya Perum Jasa Tirta II sebagai pengelola Waduk Jati Luhur yang bersumber langsung dari sungai Citarum. Setiap
kejadian banjir Perum Jasa Tirta II selalu kesulitan untuk mengambil tindakan preventif maupun tindakan antisipasi karena peta potensi wilayah banjir yang dapat
digunakan sebagai peta kerja belum tersedia. Penanganan saat ini yang dilakukannya hanya memetakan wilayah banjir dengan cara pemantauan langsung. Padahal
wilayah banjir dan genangan akan berubah-ubah sesuai dengan kuantitas hujan yang terjadi. Kejadian ini juga dialami oleh berbagai instansi lain seperti Kementerian
Pertanian yang sangat perduli dengan produksi padi di kawasan pantura Jawa Barat sebagai salah satu sentra produksi padi nasional yang mendapat pengairan dari

http://docplayer.info/50867868-Analisis-wilayah-rawan-banjir-dan-genangan-das-citarum-hulu-berdasarkan-aplikasi-model-hidrodinamik-dan-sist… 3/27
2/3/2018 ANALISIS WILAYAH RAWAN BANJIR DAN GENANGAN DAS CITARUM HULU BERDASARKAN APLIKASI MODEL HIDRODINAMIK DAN …
saluran irigasi Tarum Barat dan Tarum Timur yang dikelola oleh Perum Jasa Tirta II. Demikian juga dengan Kementrian Kimpraswil dan Kementerian lainnya yang sangat
membutuhkan peta wilayah banjir ini untuk antisipasi, mitigasi dan strategi penanganan bencana banjir Pantura Jawa Barat. Prediksi kerugian secara ekonomi juga
menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan. Dengan adanya prediksi ini diharapkan strategi penanganan banjir menjadi lebih komprehensif, juga dimasa mendatang,
perencanaan pembangunan dan pengembangan wilayah dapat dilakukan dengan mengintegrasikan peta kerja tersebut ke dalam strategi yang disusun. Kerangka Berpikir
Teoritis Upaya mengantisipasi dapat dilakukan melalui dua pendekatan terpadu (integrated approach), yaitu: (1) aspek prakiraan (forecasting) curah hujan (2) aspek
deliniasi (deliniation) wilayah rawan banjir dan kekeringan. Pada aspek pertama, secara teoritis masalah banjir dan kekeringan akan dapat diminimalkan resikonya apabila
kemampuan prakiraan musim dapat dilakukan lebih awal dan akurat. Sedangkan pada aspek kedua, zonasi wilayah rawan banjir perlu dilakukan untuk menyusun strategi
antisipasi yang lebih terfokus. Pada aspek ini deliniasi wilayah banjir secara temporal/antar waktu (dinamis) dapat digunakan untuk mengilustrasikan pergeseran dan atau
peningkatan wilayah rawan banjir yang memungkinkan untuk melakukan prediksi wilayah banjir di masa mendatang. Dalam penelitian, kedua pendekatan ini akan
dilakukan sehingga keluaran akhir dari hasil proses analisis dapat diciptakan beberapa peta zonasi wilayah banjir yang dinamis, bersolusi tinggi, menyerupai kejadian yang
sesungguhnya serta telah mengintegrasikan aspek prediksi perubahan tutupan lahan. Peta spasial banjir di wilayah DAS Citarum Hulu secara temporal dibuat dengan tiga
model skenario waktu banjir, yaitu 10, 25 dan 100 tahunan. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa perubahan tutupan lahan akan terus berlanjut hingga 100
tahun ke depan, dengan demikian penyusunan peta banjir

23 3 disesuaikan dengan prediksi perubahan tutupan lahan. Secara lengkap model kerangka berpikir teoritis dari penelitian ini disajikan pada Gambar 1. Pembangunan
yang tidak ramah lingkungan menyebabkan rusaknya DAS Anomali Iklim dan kejadian hujan ekstrim Ketersedian Peta Banjir hanya berskala tidak detail Tindakan
antisipasi dan mitigasi bahaya banjir yang kurang tepat Diperlukan Peta Banjir berskala detail sebagai peta kerja Prediksi kejadian banjir dan taksiran kerugian Solusi dan
Langkah Tindakan (Upaya Mitigasi) Perencanaan pembangunan wilayah yang lebih tepat dan terarah Gambar 1. Diagram alir kerangka berpikir teoritis penelitian
pemetaan daerah rawan banjir di DAS Citarum Hulu. Perumusan Masalah Kejadian banjir di DAS Citarum Hulu yang selalu terjadi setiap tahun memerlukan penangan
yang sangat strategis. Sebelum melakukan perencanaan penanganan yang lebih jauh maka karakteristik debit sungai Citarum Hulu perlu dipahami untuk dapat
memprediksi sebaran dan luasan banjir serta dampak kerugian yang ditimbulkan. Pendekatan yang dilakukan dapat dimulai melalui deskwork study dengan memahami
pola debit dari data pencatatan pada stasiunstasiun debit sungai baik pada sungai utama maupun pada anak-anak sungai terpenting yang mengalir dan masuk ke sungai
utama. Analisis tutupan lahan dan pemahaman tentang topogra DAS Citarum Hulu diperlukan guna mengintegrasikan hasil analisis deskwork sudy menjadi sebuah peta
rawan banjir sebagai peta kerja yang dapat digunakan dalam rangka antisipasi dan mistigasi bencana banjir di kawasan DAS Citarum Hulu. Lebih jauh peta kerja ini dapat
digunakan untuk menghitung dampak kerugian tanaman padi yang diakibatkan oleh kejadian banjir. Seperti diketahui bahwa padi merupakan

24 4 sumber pangan pokok utama di Indonesia. Kurangnya pasokan padi dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumsi nasional dapat berakibat fatal terhadap
kemandirian pangan dan stabilitas politik dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu dampak banjir terhadap tanaman padi perlu dikuanti kasi dengan tepat. Hingga
saat ini kerugian padi akibat banjir hanya dilihat dari seberapa luas tanaman padi yang rusak akibat banjir. Sebenarnya masih ada satu jenis kerugian yang harus
diperhitungkan, yaitu kehilangan hasil padi sebagai respon adaptif terhadap tinggi genangan dan lama genangan. Faktor ini sangat penting mengingat kejadian banjir di
Citarum Hulu sering melanda bertepatan pada saat tanaman padi pada masa vegetatip. Tidak sedikit petani membiarkan tanaman yang terkena banjir untuk tumbuh dan
menghasilkan daripada mengelurkan modal kembali untuk menanam. Hal ini tentunya berdampak pada produksi yang menjadi jauh dibawah produksi normalnya
sehingga menimbulkan kerugian yang cukup nyata. Berdasarkan penjelasan tersebut maka tiga buah permasalahan yang harus dijawab dalam penelitian ini adalah: 1.
Bagaimana memahami karakteristik debit sungai dan banjir DAS Citarum Hulu? 2. Berapa luasan dan bagaimana sebaran wilayah rawan banjir di DAS Citarum Hulu? 3.
Berapa potensi kerugian banjir terhadap tanaman padi di wilayah DAS Citarum Hulu? Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan tersebut maka penelitian bertujuan
untuk: 1. Menganalisis karakteristik debit sungai dan debit banjir Citarum Hulu, Jawa Barat. 2. Menyusun peta rawan banjir di DAS Citarum Hulu, Jawa Barat skala 1: pada
beberapa skenario periode ulang banjir 2, 25 dan 100 tahunan 3. Menganalisis potensi kerugian tanaman padi yang ditimbulkan akibat banjir dan genangan di wilayah
DAS Citarum Hulu, Jawa Barat Manfaat Keluaran penelitian yang berupa peta rawan banjir di DAS Citarum Hulu, Jawa Barat skala 1: pada beberapa skenario periode ulang
banjir 2, 25 dan 100 tahunan dapat bermanfaat bagi instansi-instansi, seperti IPB yang dapat menelaah kejadian banjir di DAS Citarum Hulu dari sisi keilmuan dan Balai
Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, sebagai balai penelitian dibawah otoritas Kementerian Pertanian yang salah satunya mempunyai tugas meneliti dan mengkaji
kejadian banjir dan kekeringan kaitanya terhadap pertanian dalam kasus ini di wilayah pantura Jawa Barat, Perum Jasa Tirta II, sebagai otoritas pelaksana teknis
pengelolaan Waduk Jatiluhur dan irigasi wilayah pantura Jawa Barat yang sebagian besar sumberdaya airnya berasal dari DAS Citarum, Pemerintah Daerah Kabupaten dan
Kotamadya Bandung serta berbagai Kementerian dalam rangka antisipasi, mitigasi serta perencanaan wilayah yang lebih komprehensif.

25 5 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Banjir Banjir merupakan fenomena alam yang sangat biasa kita ketahui. Hampir setiap kejadian hujan ekstrim, fenomena banjir
sering terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Semarang dan Bandung. Banjir banyak terjadi pada kawasan yang biasanya banyak dialiri oleh aliran sungai. Secara
sederhana banjir dapat dide nisikan sebagai hadirnya air di suatu kawasan luas sehingga menutupi permukaan bumi kawasan tersebut. Dalam cakupan pembicaraan
yang luas, kita bisa melihat banjir sebagai suatu bagian dari siklus hidrologi, yaitu pada bagian air di permukaan bumi yang bergerak ke laut. Dalam siklus hidrologi kita
dapat melihat bahwa volume air yang mengalir di permukaan Bumi dominan ditentukan oleh tingkat curah hujan, dan tingkat peresapan air ke dalam tanah. Menurut
Windarta (2009), dilihat dari bentuk kejadian banjir dapat dikategorikan banjir bandang dan banjir menggenang. Banjir bandang adalah luapan air yang datangnya secara
tiba tiba dan menimbulkan kerusakan akibat kecepatan arus air. Sedangkan banjir genangan yang biasanya terjadi di hilir dan dataran rendah, adalah banjir yang
menimbulkan kerusakan/gangguan akibat genangan air. Peristiwa terjadinya bencana banjir melibatkan dua fenomena yaitu: kejadian banjir dan keberadaan manusia dan
harta benda di daerah kejadian. Dengan demikian, jika terjadi luapan/genangan air yang mengganggu kehidupan manusia (melanda manusia dan harta benda) maka
terjadilah bencana. Kadri (2007) menyebutkan bahwa penyebab terjadinya banjir ditinjau dari aspek hidrologi dan hidrolika antara lain adalah: 1. Penurunan kualitas DAS
bagian hulu karena adanya perubahan penataan lahan yang mengakibatkan erosi dan koe sien aliran air menjadi tinggi. 2. Urbanisasi yang mengurangi daerah
penyerapan air dan meningkatkan koe sien aliran air. 3. Intensitas curah hujan yang besar. 4. Pengurangan daerah tampungan, seperti kerusakan situ, danau dll. 5.
Bangunan pengendali banjir tidak memadai akibat pemeliharaan yang buruk. 6. Kapasitas alir dan tampung sungai menurun akibat sedimentasi dan sampah. 7.
Infrastruktur pada badan air akan menurunkan kapasitas alir sungai 8. Sistem operasi yang kurang optimal pada bangunan pengendali banjir, seperti pintu air. Sistem
Informasi Geogra s De nisi SIG selalu berkembang, bertambah, dan bervariasi. Pada bagian ini akan diterangkan beberapa de nisi SIG yang diambil dari beberapa
literatur. Reynolds (1997) menyatakan bahwa Sistem Informasi Geogra s adalah kumpulan data spasial referensi (yaitu data yang memiliki titik lokasi geogra s) dan
peralatan yang diperlukan untuk bekerja dengan data, antara lain komputer, lemari le, kalkulator (jika ada), pena, pensil, penyusunan meja, dan lain-lain. Sedangkan Aini
(2007) menjelaskan bahwa Sistem Informasi Geora s atau

26 6 Georaphic Information Sistem (GIS) merupakan suatu sistem informasi yang berbasis komputer, dirancang untuk bekerja dengan menggunakan data yang memiliki
informasi spasial (bereferensi keruangan) dengan beberapa aksi yang dapat dilakukan seperti meng-capture, mengecek, mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisa,
dan menampilkan data yang secara spasial mereferensikan kepada kondisi bumi. Teknologi SIG mengintegrasikan operasi-operasi umum database, seperti query dan
analisa statistik, dengan kemampuan visualisasi dan analisa yang unik yang dimiliki oleh pemetaan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dengan Sistem Informasi
lainya yang membuatnya menjadi berguna berbagai kalangan untuk menjelaskan kejadian, merencanakan strategi, dan memprediksi apa yang terjadi. Sistem ini pertama
kali diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1972 dengan nama Data Banks for Develompment (Rais, 2005 dalam Aini, 2007 ). Munculnya istilah Sistem Informasi Geogra s
seperti sekarang ini setelah dicetuskan oleh General Assembly dari International Geographical Union di Ottawa Kanada pada tahun Dikembangkan oleh Roger Tomlinson,
yang kemudian disebut CGIS (Canadian GIS-SIG Kanada), digunakan untuk menyimpan, menganalisa dan mengolah data yang dikumpulkan untuk inventarisasi Tanah
Kanada (CLI- Canadian Land Inventory) sebuah inisiatif untuk mengetahui kemampuan lahan di wilayah pedesaan Kanada dengan memetakan berbagai informasi pada
tanah, pertanian, pariwisata, alam bebas, unggas dan penggunaan tanah pada skala 1: Sejak saat itu Sistem Informasi Geogra s berkembang di beberapa benua terutama
Benua Amerika, BenuaEropa, Benua Australia, dan Benua Asia Subsistem dan Komponen Sistem Informasi Geogra s Ada empat subsistem dalam Sistem Informasi
Geogra s (Prahasta, 2001) : 1. Data Input Subsistem ini bertugas untuk mengumpulkan dan mempersiapkan data spasial dan atribut dari berbagai sumber. Subsistem ini
pula yang bertanggungjawab dalam mengkonversi atau mentransformasikan formatformat data-data aslinya kedalam format yang dapat digunakan oleh SIG. 2. Data
Output Subsistem ini menampilkan atau menghasilkan keluaran seluruh atau sebagian basis data baik dalam bentuk softcopy maupun bentuk hardcopy seperti : Tabel,
gra k, peta dan lain-lain. 3. Data Management Subsistem ini mengorganisasikan baik data spasial maupun atribut ke dalam sebuah basis data sedemikian rupa sehingga
mudah dipanggil, diupdate dan diedit. 4. Data Manipulation & Analysis Susbsistem ini menentukan informasiinformasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Selain itu, subsistem
ini juga melakukan manipulasi dan permodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan. SIG merupakan sistem kompleks yang biasanya terintegrasi dengan
lingkungan sistem-sistem komputer yang lain di tingkat fungsional dan jaringan. Sistem SIG terdiri dari beberapa komponen berikut (Gistut, 1994 dalam Prahasta, 2001) :

27 1. Perangkat Keras Pada saat ini SIG tersedia untuk berbagai platform perangkat keras mulai dari PC desktop, workstations, hingga multiuser host yang dapat
digunakan oleh banyak orang secara bersamaan dalam jaringan komputer yang luas, berkemampuan tinggi, memiliki ruang penyimpanan (harddisk) yang besar, dan
mempunyai kapasitas memori (RAM) yang besar. 2. Perangkat Lunak Bila dipandang dari sisi lain, SIG juga merupakan sistem perangkat lunak yang tersusun secara
modular dimana basis data memegang peranan kunci. Setiap subsistem diimplementasikan dengan menggunakan perangkat lunak yang terdiri beberapa modul, hingga

http://docplayer.info/50867868-Analisis-wilayah-rawan-banjir-dan-genangan-das-citarum-hulu-berdasarkan-aplikasi-model-hidrodinamik-dan-sist… 4/27
2/3/2018 ANALISIS WILAYAH RAWAN BANJIR DAN GENANGAN DAS CITARUM HULU BERDASARKAN APLIKASI MODEL HIDRODINAMIK DAN …
jangan heran jika ada perangkat SIG yang terdiri dari ratusan modul program (*.exe) yang masingmasing dapat dieksekusi sendiri. 3. Data dan Informasi Geogra SIG
dapat mengumpulkan dan menyimpan data dan informasi yang diperlukan baik secara tidak langsung dengan cara mengimpornya dari perangkat-perangkat lunak SIG
yang lainnya maupun secara langsung dengan cara mendigitasi data spasialnya dari peta dan memasukkan data atributnya dari tabel-tabel dan laporan laporan. 4.
Manajemen sebuah proyek SIG akan berhasil jika dikelola dengan baik dan dikerjakan oleh orang yang memiliki keahlian tepat pada semua tingkatan. 7 Aplikasi HEC-RAS
Dalam Penanganan Banjir Penelitian tentang banjir dengan mengintegrasikan sistem informasi geogra s di Indonesia sudah banyak dilakukan. Tetapi batasan penelitian
yang digunakan terlalu luas yang ditandai dengan kecilnya ukuran skala peta. Hal ini dimaksudkan agar informasi wilayah rawan banjir di seluruh Indonesia dapat
ditampilkan dalam satu lembar peta. Informasi tersebut memang sangat bermanfaat namun tidak mungkin untuk digunakan sebagai peta kerja. Sebaran wilayah rentan
banjir banyak dibuat per pulau, padahal dalam kenyataannya petapeta tersebut tidak menjadi valid ketika digunakan di lapangan. Oleh karena itu pendekatan baru yang
lebih mendekati kenyataan merupakan kebutuhan yang sangat mendesak. Pendekatan yang telah diperkenalkan pada awal tahun 2000 adalah pendekatan model
hidrolika yang diintegrasikan ke dalam sistem informasi geogra s. Beberapa literatur berikut menjelaskan penelitian tentang penggunaan model hidrolika dalam
mereduksi banjir yang dilakukan di luar Indonesia. Untuk mempermudah integrasi antara model hidrolika, hidrologi dan sistem informasi geogra s. US. Army Corps. Of
Engineer mengembangkan HEC-GeoHMS dan HEC-GeoRAS. Hasil program ini merupakan hasil analisis model yang kemudian dianalisis secara spasial dengan
menggunakan perangkat lunak SIG seperti ArcView. ArcView akan bekerja dengan optimal apabila digunakan data peta DEM (Digital Elevation Mode ) yang umumnya
dibangkitkan berdasarkan data radar atau foto udara yang akurat. Sedangkan data tutupan lahan dapat secara baik digunakan peta berdasarkan citra satelit. Pitocchi dan
Mazzoli (2001) juga menggunakan sistem model ini untuk proses perencanaan dan manajemen banjir di DAS Romagna disesuaikan dengan standar kebutuhan database.
Mereka menerangkan bahwa Interface HEC- GeoRAS membentuk Shape le pada ArcView sebagai hasil dari hitungan HEC-

28 8 RAS, shape le ini yang kemudian dapat diaktifkan di layar untuk mengetahui daerah rawan banjir. Apabila telah didapatkan daerah genangan, kemudian dapat
diekplorasi lebih lanjut mengenai kerugian yang akan terjadi seperti beberapa banyak rumah atau bangunan yang akan terendam, kerusakan lahan pertanian atau
peruntukan lain, berapa jumlah jiwa yang harus diungsikan dan lain-lain serta keberadaan database spasial yang terkait dalam ArcView. Model extension ini memungkinan
menanggulangi aspek dua dimensi pada aliran melalui hubungan antara geometri sungai dengan model dijital terrain dalam bentuk format Triangulated Irregular Network
(TIN). Dengan ekstensi ini, keluaran didapatkan dari HEC-RAS untuk setiap potongan penampang diinterpolasikan antara potongan penampang, termasuk didalamnya
kedalaman air dan kecepatan air permukaan. Model ini memungkinkan untuk memetakan daerah genangan banjir untuk hidrograf banjir pada perioda ulang tertentu.
Sistem ini secara khusus dikembangkan untuk keperluan rekonstruksi kurva debit dan neraca air pada DAS tersebut dan memberikan hasil mengambarkan hubungan
debit dan kedalaman dalam kondisi muka air tinggi dan rendah dengan memperhatikan parameter aliran. Secara terpisah Fongers (2002) melakukan studi hidrologi di DAS
Ryerson dan menghasilkan hasil yang baik untuk memprediksi volume limpasan dan aliran puncak banjir melalui kondisi langsung permukaan tanah pada hujan dengan
perioda ulang 2, 10 dan 100 tahunan. DAS Ryerson dibagi menjadi sub-sub DAS kecil yang kemudian direpresentasikan ke dalam elemen hidrologi pada HEC- HMS. Secara
rinci dilakukan uji terhadap berbagai Curve Number agar diperoleh nilai yang paling sesuai untuk setiap sub-sub DAS tersebut dan sekaligus diuji untuk setiap perioda
ulang tertentu. Lebih jauh Fongers (2002) menyatakan bahwa sistem ini dapat dikembangkan untuk pengelola hujan badai (stormwater) secara efektif dan menjabarkan
kemungkinan untuk mengembangkan manajemen stormwater untuk daerah hulu DAS. Perlunya metoda hitungan kerugian banjir diperkuat oleh Sanders dan Tabuchis
(2000) yang membahas secara rinci mengenai analisis resiko banjir pada sungai Thames, Inggris. Sistem informasi geogra s berbasis ArcView 3.2 dikembangkan untuk
mengetahui nilai kerugian (value of damage) akibat terjadinya banjir. Dengan menggunakan data kedalaman air, portofolio asuransi dan fungsi kehilangan, maka dapat
ditentukan perkiraan kerugian berdasarkan jumlah dan banyaknya properti yang terendam. Sistem ini memanfatkan kode pos bangunan yang memuat data tipe
bangunan dan koordinat lokasinya. Lebih lanjut Sanders dan Tabuchis (2000) mengisyaratkan perlunya dibuat loss curve atau kurva kerugian sebagai fungsi dari
kedalaman banjir. Untuk mengetahui daerah genangan banjir berdasarkan perioda ulang tertentu seperti yang dibutuhkan pada analisis kerugian di atas. Interface HEC-
GeoRAS membentuk Shape le pada ArcView sebagai hasil dari hitungan HECRAS, shape le ini yang kemudian dapat diaktifkan di layar untuk mengetahui daerah rawan
banjir. Apabila telah didapatkan daerah genangan, maka kemudian dapat diekplorasi lebih lanjut mengenai resiko banjir yang akan terjadi seperti beberapa banyak rumah
atau bangunan yang akan terendam, kerusakan lahan pertanian atau peruntukan lain, beberapa jiwa yang harus diungsikan dan lain-lain sesuai dengan tujuan analisis
dan keberadaan data base spasial yang terkait dalam ArcView. Program HEC-RAS juga digunakan oleh Cook dan Merwade (2009) sebagai

29 metode prediksi banjir di Amerika Serikat. Pembaharuan peta bahaya banjir di AS telah dilakukan melalui modernisasi peta dan program reduksi banjir. Penggunaan
informasi topogra yang berasal dari pendeteksian wilayah oleh cahaya (LIDAR) memungkinkan terciptanya peta banjir genangan yang relatif lebih akurat. Kelemahan
LIDAR adalah tidak tersedia untuk seluruh Amerika Serikat. Bahkan untuk daerah-daerah, dimana data LIDAR tersedia, efek faktor lain seperti kon gurasi penampang
melintang sungai dalam model satu dimensi (1D) yang direpresentasikan kedalam model dua dimensi model (2D), representasi batimetri sungai, dan pendekatan
pemodelan yang tidak diteliti dengan baik atau didokumentasikan. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengatasi beberapa masalah banjir dengan cara
membandingkan peta banjir yang baru dikembangkan dari data LIDAR ke peta yang dikembangkan menggunakan topogra yang berbeda, deskripsi geometri dan
pendekatan pemodelan. Metodologi yang digunakan melibatkan enam dataset topogra dengan resolusi horisontal, akurasi vertikal dan rincian batimetri yang berbeda.
Dataset topogra yang digunakan untuk membuat peta genangan banjir selama dua belas kon gurasi penampang berbeda dihasilkan dari model 1D HEC-RAS, sedangkan
model 2D menggunakan FESWMS. Perbandingan peta yang dihasilkan untuk dua wilayah studi (Strouds Creek di North Carolina dan Brazos Sungai di Texas) menunjukkan
bahwa genangan banjir daerah berkurang dengan resolusi horisontal baik dan akurasi vertikal dalam data topogra . Penurunan ini lebih ditingkatkan dengan
memasukkan batimetri sungai pada data topogra . Secara keseluruhan, genangan yang diprediksi oleh FESWMS lebih kecil dibandingkan dengan prediksi yang dihasilkan
dari HEC-RAS. Untuk penelitian yang berskala daerah, menunjukkan bahwa variasi pada peta genangan banjir yang timbul dari faktor yang berbeda lebih kecil pada
FESWMS dibandingkan dengan HEC-RAS. Pada waktu yang sama, Lerat et al. (2009) menyatakan bahwa pemodelan banjir genangan memerlukan aplikasi model hidrologi
untuk menghitung arus lateral dan model Hidrodinamik untuk menghitung tinggi air di sepanjang jangkauan sungai. Dalam studi tersebut ini, Lerat et al. (2009)
membandingkan model GR4J pada limpasan curah hujan-limpasan model dan model propagasi gelombang difusi linear pada Sungai Illinois dengan menggunakan data
jamjaman selama 10 tahun. Perangkat yang digunakan dalam permodelan banjir genangan ini juga menggunakan HEC-RAS. Koutroulis dan Tsanis (2010) menggunakan
HEC-RAS untuk memperkirakan debit puncak pada kejadian banjir, hidrograf, dan volume genangan, dimana karakteristik hidrologis wilayah banjir telah diketahui
sebagian. Indeks empiris digunakan untuk menghasilkan data curah hujan yang hilang, sedangkan model hidrologi dan Hidrodinamik digunakan untuk mendelineasi
wilayah genangan, simulasi banjir, dan genangan banjir. Debit puncak, hidrograf, dan volume, genangan dari analisis hidrograf diukur pada kejadian non-banjir yang
sehingga kejadian curah hujan yang diukur digunakan untuk mengkalibrasi dan veri kasi simulasi. Persamaan empiris dikembangkan dalam rangka memberikan debit
puncak sebagai fungsi dari total curah hujan, deviasi standar, dan durasi badai. Metode ini melibatkan pemodelan hidrologi dan Hidrodinamik serta arus puncak perkiraan
berdasarkan persamaan Manning dan pengukuran genangan pasca banjir maksimum. 9

30 10 Model Simulasi Tanaman Padi Rawan Banjir Model simulasi tanaman padi rawan banjir RENDAMAN.CSM merupakan model simulasi tanaman padi dinamis yang
berkerja berdasarkan sistem kepakaran. Model simulasi dinamis dibangun berdasarkan hubungan sebab akibat antara kondisi lingkungan terhadap pertumbuhan
tanaman padi, sedangkan faktorfaktor pembatas yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan padi diperoleh dari hasil-hasil penelitian para pakar tanaman padi.
Model RENDAMAN.CSM pertama kali dibangun pada 7 Desember 2010 oleh Karim Makarim, seorang profesor riset di bidang Eko siologi dan Ilmu Tanah, Pusat Penelitian
dan Pengembangan Tanaman Pangan. RENDAMAN.CSM dibangun sebagai alat bantu untuk pundugaan produksi padi akibat banjir beserta kerugian-kerugiannya. Alat
bantu tersebut dibangun dalam sebuah penelitian yang dilakukan dalam rangka upaya antisipasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim global dan kerusakan lingkungan
yang salah satunya menyebabkan semakin meluasnya bencana banjir dan genangan pada lahan sawah dengan tingkat kerugian yang cukup nyata bagi petani. Model
RENDAMAN.CSM merupakan pengembangan dari model simulasi PADI.CSM yang telah lama digunakan untuk menduga produksi padi berdasarkan kondisi bio sik
lingkungan yang spesi k. Faktor-faktor bio sik lingkungan yang dibangun dalam model simulasi PADI.CSM yang merupakan faktor pembatas pertumbuhan padi antara
lain adalah: sifat sik dan kimia tanah, faktor-faktor serangan hama dan penyakit serta faktor sosial ekonomi. Kaidah-kaidah perhitungan matematis dalam menentukan
potensi kehilangan hasil yang akibat faktor pembatas lingkungan dalam model PADI.CSM mengikuti kaidah-kaidah yang ditetapkan oleh de Vries at al. (1989), yaitu
meliputi perhitungan tentang asimilasi karbon, pertumbuhan morfologi, perhitungan transpirasi serta perhitungan tentang neraca air tanah dan iklim. Dalam
perkembangnya model simulasi PADI.CSM dimutakhirkan kembali dengan menambahkan sub-rutin pengaruh lamanya rendaman terhadap penurunan hasil padi yang
kemudian diberi nama Model Simulasi Padi Lahan Rawan Banjir RENDAMAN.CSM. Faktor-faktor pembatas dalam RENDAMAN.CSM diperoleh dari hasil penelitian tentang
respon varietas padi terhadap perendaman, pemupukan dan jarak tanam pada berbagai jenis varietas unggul biasa seperti Ciherang, Mekongga dan IR64 dan sebagaianya
serta varietas padi tahan rendaman seperti Inpara 4 dan Inpara 5. Percobaan tersebut dilaksanakan di lahan petani yang hampir setiap tahunnya terkena banjir, yaitu di
Desa Langgengsari, Kecamatan Belanakan, Kabupaten Subang Jawa Barat, pada Januari-April 2010 (Ikhwani dan Makarim, 2012). Model RENDAMAN.CSM pernah
digunakan oleh Makarim dan Ikhwani (2011) dalam menduga besarnya kehilangan hasil/ produktivitas tanaman padi akibat banjir/rendaman untuk tiga kabupaten di Jawa
Barat, yaitu Kabupaten Subang, Karawang dan Indramayu. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa simulasi terhadap dua jenis kelompok varietas padi, yaitu varietas padi
unggul biasa (VUB) dan varietas padi tahan rendaman (VTR) sebelum rendaman adalah sama sebesar 5,77 ton/ha, sedangkan berdasarkan informasi petani hasil gabah di
daerahnya berkisar antara 5 dan 6 ton/ha. Ini menunjukkan ketepatan model dalam menduga hasil padi dengan menggunakan input iklim dan data tanah serta jumlah

http://docplayer.info/50867868-Analisis-wilayah-rawan-banjir-dan-genangan-das-citarum-hulu-berdasarkan-aplikasi-model-hidrodinamik-dan-sist… 5/27
2/3/2018 ANALISIS WILAYAH RAWAN BANJIR DAN GENANGAN DAS CITARUM HULU BERDASARKAN APLIKASI MODEL HIDRODINAMIK DAN …
31 pupuk yang diberikan petani. Berdasarkan dugaan model, perbedaan hasil antara VUB dan VTR mulai nyata setelah lamanya rendaman 6 hari atau lebih. Pada
rendaman selama 6 hari hasil gabah VUB turun dari 5,77 ton/ha menjadi 3,13 ton/ha atau turun sebesar 2,64 ton/ha (54,2%). Besarnya penurunan hasil akan lebih nyata
dengan semakin lamanya waktu rendaman. Sebagai contoh pada Gambar 2 diperlihatkan hasil simulasi RENDAMAN.CSM dalam menduga penurunan produksi padi di
Kabupaten Subang, Jawa Barat. 11 Gambar 2. Dugaan penurunan hasil padi varietas unggul baru (VUB) dan varietas tahan rendaman (VTR) untuk lama rendaman berbeda
di Subang, Jawa Barat menggunakan model simulasi. Sumber : Makarim dan Ikhwani (2011) Lebih lanjut Makarim dan Ikhwani (2011) menaksir kerugian banjir terhadap
tanaman padi antara tahun dengan menggunakan simulasi RENDAMAN CSM dengan memasukkan data aktual besarnya kehilangan hasil/ produktivitas tanaman padi
akibat banjir/rendaman untuk tiga kabupaten di Jawa Barat. Rata-rata penurunan padi akibat banjir di tiga kabupaten tersebut adalah adalah 2,65 ton/ha. Nilai rupiah dari
kehilangan produksi untuk Kabupaten Subang, Karawang dan Indramayu masing-masing adalah 26 ribu; 46 ribu; dan 34 ribu ton gabah kering panen. Besarnya kerugian
petani akibat banjir pada urutan Kabupaten yang sama adalah Rp.16,5; 6,8; dan 14,3 juta; sedangkan tiap kabupaten mengalami kerugian sebesar Rp.68; 112 dan 93
milyar. Selanjutnya hasil penelitian tersebut mengatakan bahwa hadirnya varietas baru tahan rendaman yang dapat bertahan terendam selama 14 hari, maka dapat
menyelamatkan penurunan hasil padi berturut-turut sebesar 3.248; 3.186; 3.008; dan kg/ha untuk tahun ; 2020; 2050 dan 2100.

32 12 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2012 hingga Akhir April 2012 pada wilayah DAS Citarum Hulu, yaitu
sebelah barat bendungan Saguling. Penelitian difokuskan pada wilayah DAS Citarum Hulu yang sangat rawan terhadap banjir, diantaranya pada wilayah barat bedungan
Saguling, diantaranya meliputi Kecamatan Dayeuh Kolot, Bojongsoang, Ciparay, Baleendah, dan Majalaya. Gambar 3. Lokasi penelitian di DAS Citarum Hulu. Bahan dan
Metode Dalam penelitian ini beberapa bahan dan peralatan digunakan dalam rangka pencapaian keluaran yang diinginkan. Bahan penelitian terdiri dari data sekunder
dan data primer. Data sekunder dibutuhkan dalam rangka memperoleh informasi mengenai karakteristik sungai Citarum Hulu. Data diperoleh dengan cara studi pustaka
dan penelusuran informasi data pada berbagai instansi seperti: Balai Besar Wilayah Sungai Citarum, Balai Meteorologi, Klimatologi dan Geo sika (GMKG), Perusahaan
Umum Jasa Tirta II, Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Sedangkan data primer dibutuhkan untuk
mengetahui kapasitas tampung maksimum sungai Citarum Hulu yang diperoleh dengan cara pengukuran lapang. Secara lengkap kebutuhan bahan dan peralatan yang
digunakan dalam penelitian dijelaskan pada Tabel 1.

33 13 Tabel 1. Kebutuhan bahan dan peralatan dalam penelitian Tujuan dan keluaran Metode Analisis Bahan dan peralatan 1. Menganalisis karakteristik debit sungai dan
debit banjir Citarum Hulu Keluaran : Karakteristik debit sungai dan debit banjir Citarum Hulu Analisi deskriptif dan kuantitatif Metode peluang sebaran Gumbel Pemodelan
debit harian GR4J Bahan / data sekunder: Data debit sungai Data curah hujan Data rekaman kejadian banjir Peralatan: Komputer Software MS Excel 2010 Software MS
Access 2010 Software GR4J 2. Menyusun peta rawan banjir di DAS Citarum Hulu Keluaran : Peta rawan banjir das Citarum Hulu skala 1: periode ulang 2, 25 dan 100 tahun
3. Menganalisis potensi kerugian tanaman padi yang ditimbulkan akibat banjir dan genangan DAS Citarum Hulu Keluaran : Informasi kerugian tanaman padi di tingkat
petani pada kawasan rawan banjir DAS Citarum Hulu Analisis citra satelit Pemodelan aliran permukaan 1 dimensi HEC- RAS Analisis citra satelit Model simulasi tanaman
padi rawan banjir Ektrapolasi dengan menggunakan pemodelan GIS Bahan / data sekunder: Peta topogra skala 1: Peta geologi 1: Citra Alos Avnir 2010 Peta digital rupa
bumi 1: Bahan / data primer: Pro l melintang sungai Peralatan : Komputer Perangkat pengukur batimetri dan kecepatan aliran sungai (Echo sounder) GPS Geodetik Total
Station Software ArcGIS versi 10.0 Software ENVI versi 4.3 Software HEC-RAS Software HEC-GEO RAS Software MS Excel 2010 Software MS Access 2010 Bahan / data
sekunder: Data iklim (Suhu maksimum, minimum dan radiasi matahari global) Data curah hujan Data sika tanah Data siologi tanaman padi Data kesuburan tanah
Peralatan: Komputer Software RENDAMAN.CSM Software ArcGIS v.10 Software MS Excel 2010 Software MS Access 2010

34 14 Tahapan Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan dalam lima bagian, yaitu: penentuan debit banjir periode ulang dan, penyusunan peta kemiringan lahan
secara digital, penyusunan peta tutupan lahan, penyusunan peta banjir periode ulangan berserta proses validasinya dan menghitung kerugian tanaman padi akibat
kejadian banjir. Secara lengkap proses ini deperlihatkan pada gambar tahapan penelitian pada Gambar 4. Data Debit Banjir Data Kedalaman dan Penampang Melintang
Sungai Peta RBI (1:25,000) Citra ALOS- AVNIR2 Analisis Frekuensi Peta TIN Tutupan Lahan Debit Banjir Periode Ulang 2, 10, 25, 50, dan 100 tahun Model HEC- RAS Data
Tabular Rawan Banjir Hasil Pencatatan Perum Jasa Tirta II Peta interpretasi Rawan Banjir Pembanding Peta Banjir Periode Ulang 2, 10, 25, 100 tahun Taksiran Dampak
Banjir untuk Tanaman Padi Sawah Gambar 4. Tahapan penelitian. Analisis Karakteristik Debit dan hujan Analisis debit dilakukan terhadap beberapa seri data hasil pada
outlet DAS. Analisis debit mencakup penentuan debit puncak, koe sien aliran permukaan, rasio debit maksimum dan debit minimum. Analisis hujan yang dilakukan
terhadap semua stasiun pengamat hujan di dalam wilayah DAS mencakup perhitungan jeluk hujan untuk semua kejadian hujan, intensitas maksimum dan variasi
intensitas hujan sebagai fungsi waktu. Simulasi debit harian Sungai Citarum Hulu disusun berdasarkan aplikasi Model Gr4J (Perin at all. 2003). Model GR4J merupakan
model sederhana dengan hanya membutuhkan 4 paremeter yaitu X 1 : Kapasitas Maximum Simpanan Produksi; X 2 : Parameter Tukar Air; X 3 : Kapasitas Maksimum
Simpanan Alihan; serta X 4 : Waktu dasar hidrograf satuan (Gambar 5).

35 15 Gambar 5. Diagram pemodelan GR4J Kalibrasi dan pengujian model bertujuan agar output model hasilnya mendekati output dari DAS yang diuji. Output yang
dikalibrasi adalah hasil debit aliran, dengan cara membandingkan antara hasil prediksi dengan hasil observasi dengan menggunakan kriteria statistik. Hasil simulasi
dikatakan baik jika ENS 75,0; memuaskan jika 75,0 > ENS > 36,0; kurang baik jika nilai ENS < 36,0 (Nash dan Sutcli e, 1970). Metode statistik yang digunakan adalah dengan
menghitung e siensi Nash-Sutcli e (ENS). Persamaan untuk ENS adalah sebagai berikut: =1...(1) dimana: E ns = Koe sien Nash-Sutcli e. Q si = Nilai simulasi model. Q mi =
Nilai observasi. = Rata-rata nilai observasi. n = Jumlah data. Untuk mempelajari karakteristik debit banjir, dilakukan analisis Frekuensi dan Analisis Aliran Sungai. Analisis
Frekuensi debit harian maksimum dan minimum periode bulanan, musiman dan tahunan menggunakan sebaran Gumbell, dengan periode ulang 2, 25, dan 100 tahun
yang direpresentasikan dengan persamaan sebagai berikut: x a F( x) = exp exp b...(2) Dengan mengintroduksikan peubah u = (x-a)/b pada persamaan di atas maka akan
diperoleh persamaan : u = ln( ln( F( x))...(3)

36 16 r 0.5 F( x) = n... (4) dimana: F (x) = Frekuensi hitung r = rangking n = jumlah tahun pengamatan Untuk memprediksi debit pada perode ulang tertentu (X t ),
berdasarkan parameter a dan b, dapat digunakan persamaan berikut: X t = a + bu t... (5) 1 u t = ln ln 1 T... (6) dimana: X t = debit pada periode ulang tertentu (m 3 /s) a =
konstanta persamaan regresi linear antara variabel u dengan variabel debit pengukuran b = slope persamaan regresi antara variabel u dengan variabel debit pengukuran
T = Periode ulang Pemodelan Banjir dan Genangan Pemodelan banjir dan genangan dilakukan berdasarkan aplikasi Model Hidrodinamik HEC RAS yang telah
dikembangkan oleh US Army Corp of Engineers (2002) dalam Bruner (2002). Model HEC RAS memerlukan data masukan DEM (Digital Elevation Model) yang dihitung dari
data kontur Peta RBI 1: yang hasilnya akan dibandingkan juga terhadap DEM yang dikeluarkan oleh Aster (http://aster.gdm), serta data geometrik sungai meliputi
penampang melintang sungai (river cross section), garis tengah sungai, garis sisi sungai, dan nilai kekasapan permukaan Manning. Perangkat lunak Arcgis dan modul HEC-
GeoRAS digunakan untuk membangkitkan data geometric dimana hasilnya akan diekspor kembali ke dalam modul HEC RAS. Analisis peluang Gumbell digunakan untuk
menghitung debit banjir peda setiap periode ulang yang digunakan untuk masukan data HEC RAS. Sebagai validasi dilakukan dengan cara membandingkan antara peta
rawan banjir hasil pemodelan dengan peta rawan banjir yang dibuat dari hasil survey tingkat desa oleh Perum Jasa Tirta II. Dalam modul HC-RAS dikenal dua jenis tipe
aliran yaitu aliran tetap (steady ow) dan aliran tidak tetap (unsteady ow). Aliran tetap adalah aliran dimana kedalaman air tidak berubah menurut waktu sehingga
kecepatan aliran air juga tidak berubah menurut waktu. Sebaliknya aliran tidak tetap apabila kedalaman air berubah menurut waktu sehingga kecepatannya juga berubah
menurut waktu. Pro l muka air pada HEC-RAS dihitung dari penampang melintang sungai yang satu ke penampang melintang berikutnya yang diselesaikan

37 dengan persamaan energi. Dalam manual book HEC-RAS penjabaran persamaan energi diperlihatkan pada gambar berikut: 17 2 Garis kelas energi h e Y 2 Aliran
permukaan 2 Z 2 Dasar sungai Y 1 Z 1 Gambar 6. Penjabaran persamaan energi dalam pemodelan HEC-RAS Dari penjabaran persamaan energi di atas maka persamaan
energi yang terjadi pada penampang melintang sungai 1 dan 2 dituliskan sebagai berikut: 2 2 α 2 V2 α1 V1 Y 2 + z2 + = Y1 + z1 + + h e 2g 2g...(7) dimana: Y 1, Y 2 =
kedalaman pada penampang melintang sungai 1 dan 2 z 1, z 2 = elevasi dasar saluran pada penampang melintang sungai 1 dan 2 α 1, α 2 = koe sien kecepatan air g =
gravitasi = kehilangan energi h e Tinggi energi yang hilang (h e ) diantara 2 penampang melintang sungai yang disebabkan oleh gesekan dan penyempitan atau pelebaran
dijabarkan sebagai berikut: h e = L S f 2 α V V + c 2 2 α1 2g 2g (8) Llob Qlob + Lch Qch + Lrob Qrob L = Qlob + Qch + Qrob...(9) dimana: L = panjang bidang gesekan dari 2
titik pengamatan S f c = kemiringan rata-rata antara 2 penampang melintang sungai = koe sien kehilangan akibat penyempitan dan pelebaran

38 18 L, L, L lob lob ch ch rob Q, Q, Q rob = panjang bidang gesekan antara 2 penampang melintang sungai untuk aliran di sebelah kiri tanggul, tengah saluran dan kanan
tanggul = debit aliran di bagian kiri tanggul, tengah saluran dan kanan tanggul Dalam menentukan debit total dan koe sien kecepatan pada sebuah penampang melintang
sungai maka aliran harus dibagi menjadi unit-unit tertentu karena kecepatan aliran tidak terdistribusi secara merata. Dalam model HEC-RAS pembagian area dilakukan
berdasarkan kekasapan permukaan. Pada Gambar 7 diperlihatkan bentuk pembagian aliran pada sebuah penampang melintang sungai sesuai dengan nilai kekasapan
permukaan. Gambar 7. Pembagian aliran pada sebuah penampang melintang sungai dalam pemodelan HEC-RAS Berdasarkan visual pembagian aliran seperti yang
diperlihatkan pada Gambar 7 maka debit pada setiap kekasapan permukaan (n) dihitung sebagai berikut : 1/ 2 S f Q = K... (9) 1,486 2 / 3 K = S R n...(10) dimana: K =
koe sien pengaliran untuk sub-sub area n = koe sien kekasapan permukaan untuk sub-sub area A = luas penampang basah (cross section) sub-sub area R = radius
hidraulik untuk sub area P = ukuran fraksi pada setiap sub area Penampang melintang sungai ditetapkan pada setiap segmen sungai mulai dari hulu hingga hilir sungai.

http://docplayer.info/50867868-Analisis-wilayah-rawan-banjir-dan-genangan-das-citarum-hulu-berdasarkan-aplikasi-model-hidrodinamik-dan-sist… 6/27
2/3/2018 ANALISIS WILAYAH RAWAN BANJIR DAN GENANGAN DAS CITARUM HULU BERDASARKAN APLIKASI MODEL HIDRODINAMIK DAN …
Jarak antar penampang sungai diatur sedemikian rupa sehingga setiap penampang melintang mampu mewakili rona lingkungan yang homogen. Untuk wilayah sungai
yang memiliki pro l melintang sungai dan tutupan lahan yang sama sepanjang sungai maka jarak antara penampang melintang sungai yang satu dengan yang lainnya
dapat berjauhan, namun untuk pro l melintang sungai yang beragam dan berkelok-kelok dengan tutupan yang tidak seragam, penampang melintang sungai ditetapkan
secara berdekatan agar mampu menggambarkan rona sungai yang lebih terperinci.

39 Bentuk tiga dimensi dari penampang melintang sungai yang menunjukkan kedalaman sungai terbentuk dengan cara menumpangtindihkan (overlay) antara garis
penampang melintang sungai dengan peta TIN (Triangulated Irregular Network). TIN mempresentasikan bentuk permukaan bumi yang diperoleh dari titik-titik contoh
yang tersebar secara tidak teratur yang dihubungkan oleh sebuah garis membentuk jaringan segitiga tidak beraturan yang saling berhubungan dan mempunyai infomasi
tentang koordinat dan ketinggian. Dalam penelitian ini peta TIN direkonstruksi dari peta DEM (Digital Elevation Model) yang dibuat dengan mengkombinasikan informasi
ketinggian dari peta topogra skala 1:25.000, data titik tinggi (highspot) wilayah Citarum Hulu dan data kedalaman penampang melintang sungai yang diperoleh dari hasil
pengukuran lapang. Dalam HEC-RAS aliran pada kiri tanggul dan aliran kanan tanggul diperoleh dengan cara menjumlahkan semua aliran pada masing-masing sub area.
Sedangkan pada bagian tengah, aliran dihitung secara normal sebagai sebuah elemen. Total aliran untuk penampang melintang sungai didapat dengan menjumlahkan
ketiga aliran pada bagian-bagian tersebut (K lob + K ch + K rob ) seperti dipelihatkan pada Gambar 8. Kondisi banjir terjadi jika volume aliran permukaan yang masuk ke
dalam sungai melebihi volume yang mampu ditampung oleh badan sungai, yaitu perkalian antara total debit aliran pada setiap sub area (Q) terhadap total luas
penampang basah sungai (A). Pada saat itu total aliran yang terjadi melebihi penjumlahan seluruh aliran pada masing-masing bagian (K total > K lob + K ch + K rob ).
Akibatnya ketinggian air akan melebihi batas tanggul sungai dan akan melimpas menempati daerah-daerah cekungan yang ketinggiannya lebih rendah. Kejadian ini
mungkin saja terjadi pada beberapa wilayah berbeda sepanjang daerah aliran sungai. Untuk kasus seperti ini kejadian banjir biasanya terjadi pada wilayah-wilayah dimana
penampang melintang sungai pada wilayah tersebut tidak mampu menampung aliran debit ekstrim yang terjadi pada saat itu. 19 Banjir Tanggul kiri Tanggul kanan n 1 n 2
n ch n 3 A 1 P 1 A 2 P 2 A 3 P 3 A 5 P 5 A ch P ch Perhitungan Dampak Banjir K lob = K1 + K2 + K3 K ch K rob = K5 Kondisi banjir : K total > K lob + K ch + K rob Gambar 8.
Proses terjadinya banjir pada pemodelan HEC-RAS Analisis dampak banjir akan dibatasi hanya terhadap tanaman padi saja, yang merupakan tanaman utama di wilayah
penelitian. Pengertian dampak dalam

40 20 penelitian ini adalah kerugian hasil tanaman padi yang diakibatkan karena banjir, misalnya gagal panen ataupun panen dengan hasil di bawah rata-rata
produktivitas tanaman padi. Dampak banjir dihitung dalam bentuk rupiah, yaitu selisih antara rata-rata produktivitas normal dengan produktivitas karena banjir dikalikan
luasan banjir yang diperoleh dari hasil interprestasi peta wilayah banjir yang telah dibuat sebelumnya. Perhitungan dampak banjir untuk tanaman padi mengacu pada
Model Simulasi Padi Rawan Banjir yang biasa disebut RENDAMAN.CSM yang dikembangkan oleh Makarim dan Ikhwani (2011). RENDAMAN.CSM merupakan model
simulasi dinamis berbasis database yang dibangun dengan menggunakan bahasa fortran dan Personal Computer Continuous Simulation Modelling Programme (PCSMP).
Model ini mampu menduga hasil padi pada kondisi sawah biasa, sawah rawan rendaman maupun lahan kering/gogo dengan tingkat validasi yang tinggi hingga 0,96
persen (Makarim dan Ikhwani, 2011). Dalam model ini yang dimaksud padi terendam adalah jika seluruh tanaman padi terendam air banjir, sehingga data tinggi genangan
minimum adalah sama dengan data tinggi tanaman padi pada setiap fase pertumbuhan, yaitu antar 50 cm 60 cm. Output utama dari model RENDAMAN.CSM adalah hasil
produksi padi berdasarkan lama hari terendam banjir. Sebagai kontrol digunakan produksi padi dengan lama terendam nol (0) hari, dimana pada kondisi ini produksi
tanaman padi dianggap sama dengan potensi hasilnya sesuai dengan paramater yang ideal. Hasil penelitian Makarim dan Ikhwani (2011) menyebutkan bahwa tanaman
padi akan mati jika terendam air lebih dari 14 hari, oleh karena itu hari ke 14 padi terendam merupakan akhir dari running program. Bentuk pemodelan RENDAMAN.CMS
dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9. Bentuk tampilan pemodelan RENDAMAN.CSM Dalam pemodelan RENDAMAN.CSM perhitungan potensi kehilangan hasil akibat
banjir mengikuti kaidah siologis pertumbuhan tanaman padi pada setiap fase pertumbuhan mulai dari fase vegetatif hingga fase pembentukan buah yang ditetapkan
oleh de Vries et al. (1989). Sedangkan data-data tentang kerentanan padi yang dimasukkan ke dalam model diperoleh dari hasil penelitian Makarim

41 dan Ikhwani (2011). Bahasa pemerograman lengkap RENDEMEN.CSM dalam bahasa fortran disajikan pada lampiran sedangkan adalah kaidah-kaidah metamatis yang
terdapat dalam pemodelan RENDEMEN.CSM ditulis sebagai berikut: 1. Kebutuhan data a. Data iklim Curah hujan harian (mm) Radiasi matahari global (MJ/m 2 ) b. Data
sika tanah Lapisan tanah atas (LAY, cm) Kapasitas lapang (WHC,%) Titik layu permanen (WPC,%) c. Kesuburan tanam Total-N (%)- SOILN; Bray P-2 (ppm P)- SOILP, Exch.K
(me K/100 g)-soilk Soil Reducible Fe (ppm)- FE; E ect Cation Exch.Capacity (me/100 g)- KTKE d. Data varietas padi FRT: Faktor stres akibat rendaman/penurunan hasil dari
normalnya Varietas Padi Toleran Rendaman (INPARA 4,5 dsb) FUNCTION FRT = 0.,1.0,2.,0.95,4.,0.9,6.0,0.80,10.,0.6,14., 0.4,16.,0.0 Varietas lokal: Unggul biasa (Ciherang,
Mekongga dsb.) FUNCTION FRT= 0.,1.0, 2.,0.8,4.,0.6,10.,0.1,16.,0.0 e. Submergence Duration Of Rice Plants (SUBMD, DAYS) Kelas lama genangan: 0 hari, 1-3 hari, 4-6 hari, 7-
9 hari, hari dan hari. f. Tanggal tanam dalam julian (EX. 20 JANUARY= 20. etc.) g. Nilai Usaha Tani/Kerugian Harga jual gabah kering dalam Rp/kg (HARGA) Kehilangan hasil
(kg/ha) (DHASIL) --> HASIL-YSUBM DHASIL=HASIL-YSUBM Luas areal terkena banjir dalam ha (AREAB) Penurunan produksi (ton) DPROD --> DPROD=DHASIL*AREAB/1000
Besarnya kerugian Rp.000 (RUGI) DPROD*HARGA RUGI=DPROD*HARGA 2. Keluaran hasil a. Rice yield potential (POTENS), Yield with fertilizers (HASIL), b. Yield w/o fertilizer
(ASAL), Yield after submerged (YSUBM) c. DHASIL, DPROD, RUGI masing-masing perubahan hasil, produksi dan keuntungan akibat banjir (HASIL-YSUBM dst) d. Optimum N
(NFOP), optimum P (PFOP) and K (KFOP) 21

42 22 3. Analisis Rendaman a. Water Stress Factor (No stress= 1.) FUNCTION WSFT= 0.2,0.1,0.345,0.3, 0.479,0.6, , 0.8, 0.534,1.0 b. Submergence Stress Factor (No stress
=1.) c. Duration of submergence is a ecting biomass and yield,* SUBMD= Submergence duration (days) d. Fe toxicity stress factor, Fe (ppm) FEF=AFGEN(FET,FE) e. Change
of soil water content RAIN = RAINT (IDATE)/10.0 EVAP = 0.1*WC*LAY DRAIN = RAIN-EVAP DWC = DRAIN/LAY WC1 = INTGRL (WCI,DWC)) WC2 = AMIN1(WHC,WC1) WC =
AMAX1(0.2,WC2) f. PADI SAWAH WSO, potensi hasil padi sawah k.a.0% POTENS, potensi hasil GKG k.a.14% ASAL, Hasil tanpa pemberian pupuk HASIL, Hasil akibat
pemberian pupuk POTENS = WSO*1.14 WSON = WSO*FHN*1.14 WSOP = WSON*FHP*1.14 WSOK = WSON*FHK*1.14 WSOFE= WSON*FEF*1.14
ASAL=AMIN1(WSON,WSOP,WSOK,WSOFE) WSHN=WSH*FHN WSHP=WSH*FHP WSHK=WSH*FHK WSHFE=WSH*FEF WSH=WST+WLV
WSHS=AMIN1(WSHN,WSHP,WSHK,WSHFE) g. Nutrient uptake (kg nutrient/ha) NUPK=FHN*NUPO NUPO=((WSO*NOPTG)+(WSH*NOPTS))/100. PUPK=FHP*PUPO PUPO=
((WSO*POPTG)+(WSH*POPTS))/100. KUPK=FHK*KUPO KUPO=((WSO*KOPTG)+(WSH*KOPTS))/100 h. Fertilizer requirement (kg/ha as N, P2O5, K2O) NFOP=(NUPO-
NUPK)/EFFN PFOP=(PUPO-PUPK)*71./(EFFP*31.) KFOP=(KUPO-KUPK)*87./(EFFK*71.) i. Predicted yield level (kg/ha) NAVA=NUPK+NPPK+NPPKA PAVA=PUPK+PPPK

43 23 KAVA=KUPK+KPPK HASILN=AMIN1(WSO,NAVA*WSO/NUPO) HASILP=AMIN1(WSO,PAVA*WSO/PUPO) HASILK=AMIN1(WSO,KAVA*WSO/KUPO)


HASIL1=AMIN1(HASILN,HASILP,HASILK,WSOFE) HASIL = HASIL1*1.14 YSUBM=HASIL * FR * S NPPK=UREA*0.45*EFFN PPPK=SP36*0.36*EFFP*31/71
KPPK=KCL*0.6*EFFK*71/87 NPPKA=ZA*0.21*EFFN Rekomendasi Pengelolaan Lingkungan Sebagai Upaya Pencegahan Banjir di DAS Citarum Hulu Model pencegahan banjir
sebagai bentuk pengelolaan lingkungan didekati dari aspek sipil hidrologi dan aspek tataruang wilayah. Dari aspek sipil hidrologi, DAS Citarum Hulu difungsikan sebagai
wilayah tangkapan air sedangkan badan sungai Citarum Hulu sebagai outlet pembuangan air limpasan. Untuk menurunkan aliran permukaan yang masuk ke badan
sungai maka aliran permukaan akan ditahan (dipanen) di wilayah tangkapan hujan. Sedangkan dari aspek tata ruang akan direkomendasikan beberapa poin penting
sebagai masukan dalam rencana pengelolaan lingkungan dikaitkan dengan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Bandung untuk menyusun rekomendsi pengelolaan
yang dianggap paling sesuai. Bangunan hidrologi sebagai pengendali banjir yang direkomendasikan adalah embung dan dam parit karena kedua bangunan penahan air
hujan ini sudah cukup dikenal oleh masyarakat dan cukup lestari keberadaannya. Selain dapat menampung kelebihan aliran permukaan di waktu hujan dan menahannya
di wilayah hulu, embung dan dam parit juga mampu menurunkan debit puncak dan waktu responnya serta cukup baik dalam konservasi sumberdaya air untuk
didistribusikan kembali pada musim kemarau, seperti yang dikemukakan oleh Heryani et al.(2002). Untuk mengetahui banyaknya embung atau dam parit yang dibutuhkan
maka harus dihitung terlebih dahulu volume aliran permukaan yang akan jatuh ke badan sungai Citarum Hulu. Volume aliran permukaan dapat dihitung dengan cara
mengetahui kelebihan jumlah hujan yang menyebabkan debit Sungai Citarum Hulu melampaui batas ambang debit periode ulang dua tahun (batas kritis). Jumlah hujan
tersebut dapat diketahui berdasarkan modi kasi terhadap model simulasi debit harian GR4J. Data yang dibutuhkan meliputi data hujan, data evapotranspirasi potensial
(ETP) dan data debit harian, sedangkan parameter model yang dihasilkan berupa kapasitas maximum simpanan produksi, parameter tukar air, kapasitas maksimum
simpanan alihan dan waktu dasar hidrograf satuan. Untuk dapat melihat sebaran embung dan dam parit digunakan pemodelan IFAS (Integrated Flood Analysis System)
yang dikembangkan oleh PWRI, Jepang (Sugiura T. et al. 2009). IFAS merupakan sebuah sistem untuk menganalisis kejadian banjir yang cukup efektif dan e sien dengan

44 24 masukan-masukan yang cukup sederhana.. Sistem ini mengimplementasikan interface yang tidak hanya berbasis GIS tetapi juga berbasis satelit, misalnya dalam
peramalan banjir data hujan yang diggunakan adalah data global curah hujan dari satelit. IFAS telah disosialisasikan di Negara-negara berkembang melalui seminar dan
pelatihan melalu kerjasama dengan pemerintah daerah, organisasi, dan lain-lain. Data-daya yang dibutuhkan dalam pemodelan IFAS adalah peta topogra DAS Citarum
Hulu skala 1:25.000, peta tutupan lahan skala 1:25.000, dan data debit harian sungai Citarum Hulu. Sedang data-data lainnya seperti curah hujan global dari satelit Tropical
Rainfall Measuring Mission (TRMM) sheet Citarum Hulu. Sebagai pewakil digunakan 10 embung atau dam parit yang letaknya mengacu pada penelitian yang dilakukan
oleh Sawiyo (2012). Dalam penelitiannya, Sawiyo menyebutkan bahwa parameter yang mempengaruhi kesesuaian letak dam parit antara lain berhubungan dengan
ketersediaan air yang berasal dari daerah tangkapan air, stabilitas bangunan yang dipengaruhi oleh jenis batuan dasar dan bahan endapan; aksesibilitas material,
topogra , target pendistribusian air dan keterlibatan masyarakat. Dalam penelitian ini aksesibilitas material dan keterlibatan masyarakat dianggap tetap, sehingga dalam

http://docplayer.info/50867868-Analisis-wilayah-rawan-banjir-dan-genangan-das-citarum-hulu-berdasarkan-aplikasi-model-hidrodinamik-dan-sist… 7/27
2/3/2018 ANALISIS WILAYAH RAWAN BANJIR DAN GENANGAN DAS CITARUM HULU BERDASARKAN APLIKASI MODEL HIDRODINAMIK DAN …
penentuan letak dam parit skenario kedua parameter ini tidak dilibatkan. Berikut adalah acuan yang digunakan dalam penentuan letak dam parit skenario: Tabel 2.
Kriteria penentu model kesesuaian posisi pengembangan dam parit individual. Parameter/ Sub Parameter Tingkat Kesesuaian S1 S2 S3 N Ketersediaan air (ka) 1. a. Luas
DTA iklim basah (ha) > <50 b. Luas DTA iklim sedang-kering (ha) > < a. Orde sungai paralel 2, > 5 b. Orde sungai dendritik dan 5 1 > 6 Stabilitas bangunan (sb) 1. Jenis
batuan dasar Batuan beku Kuarsit, gabro Batusabak, batupasir Skis mika, batulempung Batukapur, marmer batubara 2. ketebalan bahan endapan a. kerikil dan batu (cm)
< >100 b. pasir dan lumpur (cm) < >150 Aksesibilitas (ab) 1. Aksesibilitas mudah sedang sulit S. sulit Kriteria distribusi air (da) 1. Beda tinggi dam parit dan wilayah target (%)
kemiringan dasar saluran 2. Kemiringan tebing yang dilalui saluran Pemanfaatan air irigasi (pa) 1. Luas target irigasi dg kelas KL I-IV (ha) dan domestik (KK) 2. Penggunaan
lahan Sumber: Sawiyo, ,0% > 15% >(8 o ) > 10, > 50 KK Sawah tadah hujan 0-1,0% 2,0-3, % (8-17 o ) 5-10 ha, KK.Tegalan, domestik 3,0-5, % (17-30 o ) 1-5 ha, KK Kebun camp.
semak >45% (>30 o ) < 1 ha <10 KK Hutan dan belukar

45 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik DAS Citarum Karakteristik Wilayah Studi DAS Citarum merupakan DAS terbesar di Jawa Barat dengan luas 6.540,32 km2
dengan panjang 300 km yang terletak di bagian Tengah Jawa Barat. Aliran sungai bersumber dari Situ Cisanti yang terletak di kaki Gunung Wayang di Kabupaten Bandung
pada ketinggian ± mdpl. Selain sumber Situ Cisanti, aliran Sungai Citarum diproduksi dari enam mata air yang berinduk dari sumbersumber mata air lainnya yang ada di
kawasan gunung-gunung besar yang berada di sekeliling kawasan Bandung. Dua anak sungai terbesar adalah sungai Cisangkuy dari selatan dan sungai Cikapundung dari
utara. Kedua anak sungai tersebut bermuara di Citarum, kawasan bekas Ibukota Bandung lama, yakni Baleendah dan Dayeuh Kolot. Sungai Citarum mengalir ke arah
utara melewati kabupaten Cianjur dan Purwakarta dan bermuara di Laut Jawa di daerah Kabupaten Karawang. Bentang alam yang bergunung-gunung dengan variasi
ketinggian mdpl mengindikasikan bahwa topogra DAS Citarum adalah sangat bergelombang. Berdasarkan variasi ketinggian tersebut maka DAS Citarum digolongkan
dalam tiga kelompok DAS, yaitu DAS bagian hulu dimulai dari sumber aliran hingga sepanjang ± 30 km kearah arah utara hingga cekungan Bandung dengan kemiringan
sungai rata-rata 1:30. DAS bagian tengah mulai dari Daerah Cekungan Bandung ke bagian utara sepanjang ± 180 km sebelum Waduk Jatiluhur dengan kemiringan sungai
rata-rata 1: 300. Sedangkan di DAS bagian hilir dimulai dari waduk Jatiluhur hingga muara sungai di laut Jawa sepanjang ± 90 km sampai di muara Laut Jawa. Kondisi
geologi regional, sebagian besar dataran Bandung ditutupi oleh aluvium yang terbentuk dari endapan sungai dan situ. Endapan aluvial yang menjadi aquifer utama di DAS
Citarum umumnya tertutup oleh produk vulkanik kuarter yang dibentuk dari material pyroclastic dan aliran lava. Permeabilitas produk vulkanik bervariasi pada material
yang tidak terkonsolidasi atau aliran lava berongga. Produk vulkanik ini memainkan peranan penting pada aquifer. Produk vulkanik kuarter ditutupi oleh batuan
sedimenter dari zaman tersier. Batuan sedimenter yang membentuk rangkaian pegunungan di bagian Selatan dan Barat dataran Bandung ini tersusun atas pasir,
lempung, marl (campuran tanah liat dan kapur), breksi, dan batu kapur yang sebagian besar bercampur. Tingkat permeabilitas tanah pada umumnya rendah namun
sangat bervariasi pada batuan kapur (Dinas PSDA, 2009). Morfologi yang terbentuk di DAS Citarum adalah hasil kegiatan tektonik dan vulkanisme, dilanjutkan proses erosi
dan sedimentasi. Kondisi morfologi DAS Citarum adalah sebagai berikut: Morfologi Gunung Api, Daerah hulu anakanak sungai pada DAS Citarum terbentuk dari morfologi
gunung api yang memiliki karaktersitik relief landai bergunung, elevasi ketinggian m diatas muka laut (mdpl), kemiringan lereng di kaki 5 15%, di tengah 15 30%, dan di
puncak %. Pola aliran sungai sejajar dan radier, umumnya

46 26 merupakan daerah resapan utama air tanah dangkal dan dalam serta tempat keluarnya mata air mata air pada lokasi tekuk lereng. Batuan penyusun berupa
endapan gunung api muda dan tua, terdiri dari tufa, breksi, lahar dan lava. Proses geodinamis adalah aktivitas gunung api dan pengangkatan karena magma, serta
agradasi karena longsoran tebing, erosi dan aktivitas manusia seperti penggalian, pemotongan lereng dan lain-lain. Karakteristik Penggunaan Lahan Penggunaan lahan di
daerah penelitian dianalisis dari citra satelit Alos Avnir Tahun Analisis terbimbing dilakukan dengan mengelompokkan tipe penggunaan lahan ke dalam 26 jenis
penggunaan. Sawah merupakan penggunaan lahan terbesar meliputi 27,48% dari total wilayah penelitian yang meliputi sawah irigasi, sawah tadah hujan (Tabel 3). Tabel 3.
Luas penggunaan lahan di wilayah DAS Citarum Hulu No Jenis Penggunaan Lahan Luas Area (ha) Persen 1. Air Danau/Situ 8.991,10 1,52 2. Air Rawa 424,84 0,07 3. Air
Tambak 642,32 0,11 4. Air Tawar Sungai 300,49 0,05 5. Bangunan 2.128,45 0,36 6. Budaya Lainnya 124,51 0,02 7. Hutan ,63 2,98 8. Hutan Rawa 3,61 0,00 9. Hutan Rimba ,76
7, Padang Rumput 9.011,78 1, Pasir di Laut atau di Sungai 0,03 0, Pengisi Air\Air Sungai 9.470,11 1, Perkebunan\Kebun ,04 20, Permukiman ,15 2, Permukiman dan Tempat
Kegiatan ,11 7, Rumah Komplek/Properti Real Estate ,03 2, Sawah ,29 13, Sawah Irigasi ,86 4, Sawah Tadah Hujan ,41 10, Semak Belukar ,54 3, Semak Belukar/Alang Alang
,83 6, Tanah Berbatu 273,14 0, Tanah Ladang ,42 5, Tanggul Pasir 51,82 0, Tegalan\Ladang ,63 8, Vegetasi Non Budidaya Lainnya 237,84 0,04 Jumlah , Sumber : Analisis Citra
Avnir Tahun 2010

47 27 Gambar 10. Peta penggunaan lahan di wilayah penelitian (Sumber: Analisis Citra Avnir Tahun 2010)

48 28 Data Banjir Existing Sungai Citarum Banjir dan kekeringan adalah salah satu konsekuensi dari rusaknya lingkungan hidrologi DAS. Bencana banjir Bandung Selatan
terjadi hampir setiap tahun, pada dasarnya adalah karena meluapnya sungai Citarum pada saat banjir ke daerah permukiman dan atau tertahannya air banjir lokal yang
tidak dapat masuk ke Sungai Citarum. Secara teknis hidrolis, meluapnya banjir Sungai Citarum adalah akibat kapasitas sungai yang tidak mampu menampung debit banjir
yang terjadi. Hal ini pada dasarnya berkaitan dengan kerusakan lingkungan hidrologi DAS hulu yang mengakibatkan tingginya debit puncak banjir, dan bersamaan dengan
itu tingginya erosi di hulu dan sedimentasi di hilir mengakibatkan kapasitas Sungai Citarum di daerah Bandung Selatan cepat menurun. Banjir di lokasi penelitian terjadi
jika hujan dengan intensitas tinggi jatuh dalam waktu yang singkat. Pada Gambar 11 diperlihatkan debit sungai Citarum kejadian banjir pada saat kejadian banjir pada
periode waktu enam menitan antara Januari April Pada kejadian banjir tanggal 10 Januari 2006 diperlihatkan bahwa hujan sebesar 3 mm jatuh selama enam menit
menimbulkan banjir di lokasi penelitian yang menggenangi sekitar 760 rumah di kecamatan Dayeuh Kolot dan Baleendah. Debit banjir enam menitan terjadi pada angka
100 m 3 /dt. Banjir Gambar 11. Gra k debit Citarum enam menitan di stasiun pengamatan Dayehkolot pada periode kejadian hujan Januari April Untuk kejadian banjir
2007 digunakan episode kejadian hujan bulan maret hingga April 2007 yang merupakan periode hujan bulanan tertinggi selama tahun Jika dibandingkan dengan tahun
2006 pada periode yang sama jumlah hujan periode enam menitan di tahun 2007 lebih rendah sehingga luas banjir di lokasi penelitian menjadi lebih kecil dimana
intensitas hujan tertinggi enam menitan sekitar 7,5ml/6menit. Lokasi banjir terluas justru terjadi di luar lokasi penelitian, tepatnya di kabupaten Karawang (Citarum Hilir)
yang menggenangi hampir rumah dan menggenangi ha lahan sawah.

49 29 Tabel 4. Data kejadian banjir Sungai Citarum tahun Tabel 4. Data kejadian banjir Sungai Citarum tahun

50 30 Tabel 4. Data kejadian banjir Sungai Citarum tahun (Lanjutan)

51 Tabel 4. Data kejadian banjir Sungai Citarum tahun (Lanjutan) 31

52 Debit Citarum Enam Menitan di Stasiun Pengamatan Dayehkolot Pada Periode Kejadian Hujan Maret - April Tahun Debit (m3/s) Hujan (mm) Hujan (mm) 0 3/12/07 0:00
3/14/07 0:00 3/16/07 0:00 3/18/07 0:00 3/20/07 0:00 3/22/07 0:00 3/24/07 0:00 3/26/07 0:00 3/28/07 0:00 3/30/07 0:00 Tanggal 4/1/07 0:00 4/3/07 0:00 4/5/07 0:00 4/7/07
0:00 4/9/07 0:00 25 Gambar 12. Gra k debit Citarum enam menitan di stasiun pengamatan Dayehkolot pada periode kejadian hujan Maret April Debit Citarum Enam
Menitan di Stasiun Pengamatan Dayehkolot Pada Periode Kejadian Hujan November - Desember Tahun Debit (m3/s) Hujan (mm) Hujan (mm) 0 11/13/09 0:00 11/15/09
0:00 11/17/09 0:00 11/19/09 0:00 11/21/09 0:00 11/23/09 0:00 11/25/09 0:00 11/27/09 0:00 11/29/09 0:00 Tanggal 12/1/09 0:00 12/3/09 0:00 12/5/09 0:00 12/7/09 0:00
12/9/09 0:00 12/11/09 0:00 25 Gambar 13. Gra k debit Citarum enam menitan di stasiun pengamatan Dayehkolot pada periode kejadian hujan November Desember 2009.

53 33 Analisis Karakteristik Debit dan Hujan Untuk mempermudah penangan data iklim dan hidrologi sungai yang dengan data time series harian yang cukup panjang
hingga mencapai 40 tahun maka dalam penelitian ini telah dibangun suatu perangkat lunak sistem informasi manajemen iklim dan hidrologi. Input utama perangkat lunak
tersebut adalah data iklim yang meliputi curah hujan, suhu, kelembaban udara, radiasi matahari, arah dan kecepatan angin serta debit-sebit sungai. Untuk menangani
data sesuai dengan analisis yang dibutuhkan maka dibuat berbagai macam bahasa query untuk mempermudah proses penarikan, update dan edit data. Pembahasaan
query tingkat lanjut digunakan untuk mempercepat proses analisis data yang meliputi penarikan debit maksimum dan minimum, data debit banjir periode ulang, maupun
model simulasi. Model perangkat lunak berbasis manajemen database ditunjukkan pada Gambar 14. Gambar 14. Model perangkat lunak pengelolaan data iklim dan
hidrologi Citarum Hulu berbasis manajemen database.

54 34 Hidrograf harian Aliran Sungai Citarum Hulu Untuk mempelajari karakteristik aliran sungai Citarum Hulu dapat dilihat dengan membandingkan antara hidrograf
aliran bagian hulu, tengah dan hilir. Dari ketiga stasiun tersebut dapat dilihat besar penambahan aliran air yang masuk ke sungai selama air mengalir dari hulu ke hilir.
Pada Gambar 15 diperlihatkan beberapa debit aliran ekstrim di tiga titik pengamatan. Diperkirakan debit-debit maksimum tersebut adalah debit pada saat kejadian banjir.
Beberapa kejadian debit ekstrim antara lain pada stasiun Majalaya terjadi pada tanggal 2 Februari dan 16 Januari 2004, dan 24 April 2008, dengan debit sebesar 67 m3/s.
sedangkan aliran rataannya pada tanggal tersebut biasanya 17,09 m3/s. Untuk stasiun aliran ekstrim terjadi pada tanggal 19 januari 2002 dan tanggal 4 januari 2002

http://docplayer.info/50867868-Analisis-wilayah-rawan-banjir-dan-genangan-das-citarum-hulu-berdasarkan-aplikasi-model-hidrodinamik-dan-sist… 8/27
2/3/2018 ANALISIS WILAYAH RAWAN BANJIR DAN GENANGAN DAS CITARUM HULU BERDASARKAN APLIKASI MODEL HIDRODINAMIK DAN …
dengan besarnya debit berkisar antara 333,6 399,8 m3/s padahal pada tanggal tersebut biasanya hanya sekitar 44,30 m3/s sedangkan untuk stasiun Nanjung besar aliran
ekstrim sekitar 456,9 478,6 m3/s yang terjadi pada tanggal februari 2005, padahal aliran normalnya hanya sekitar 115,3 m3/s. Gambar 15. Hidrograf harian Sungai Citarum
di tiga titik pengamatan.

55 35 Analisis Debit Maksimum-Minimum Karakteristik debit banjir periode ulang diperlukan untuk analisis data debit banjir. Data debit yang digunakan adalah data
debit kurun waktu minimal 10 tahun. Penentuan periode ekstrim debit maksimum dilakukan berdasarkan sejarah kejadian banjir di DAS Citarum tahun Analisis debit
banjir periode ulang dilakukan terhadap lima pos pengamatan banjir yang mewakili anak sungai Citarum Hulu, sedangkan pada sungai utama dilakukan terhadap tiga pos
pengamatan sungai yang mewakili daerah hulu, tengah dan hilir wilayah penelitian, yaitu Majalaya di bagian hulu, Dayeuh Kolot di bagian tengah dan Nanjung di bagian
hilir. Data debit sungai Citarum yang digunakan pada analisis debit banjir ini berasal dari publikasi yang diterbitkan oleh Balai Besar Wilayah Sungai Citarum. Salah satu
keluaran perangkat lunak yang dibangun adalah gra k perbandingan antara debit maksimum dan debit minimum Sungai Citarum Hulu pada setiap tahun. Timpangnya
antara debit maksimum dan debit minimum sungai Citarum Hulu di tiga wilayah pengamatan dapat menunjukkan bahwa kondisi DAS Citarum telah mengalami kerusakan
yang cukup parah. Dibagian hulu (Majalaya) ketimpangan rata-rata adalah 41,3 m 3 /dt untuk debit maksimum dan 0,6 m 3 /dt untuk debit minimum. Ketimpangan
menjadi sangat besar di bagian hilir (Nanjung) (Gambar 16). Debit maksimum rata-rata adalah 349,6 m 3 /dt sedangkan debit minimumnya hanya 5,6 m 3 /dt. Jika terjadi
hujan dapat dipastikan DAS Citarum bagian hulu tidak mampu menahan air dan mengalirkannya ke dalam tanah, air hujan jatuh melimpas menjadi aliran permukaan dan
dialirkan ke sungai. Jumlah hujan yang tinggi dalam waktu yang sangat singkat menyebabkan banjir di wilayah penelitian terjadi setiap tahun. Gambar 16. Gra k debit
maksimum dan debit minimum Sungai Citarum pada pos pengamat Nanjung.

56 36 Tabel 5. Debit maksimum dan debit minimum Sungai Citarum selama periode Tahun Debit (m 3 /dt) Majalaya Dayehkolot Nanjung Mak Min Mak Min Mak Min ,6
0,9 156,8 2,6 309,9 3, ,2 1,6 120,4 19,8 266,0 2, ,6 0,9 298,5 21,0 355,3 6, ,7 0,5 399,8 3,7 383,2 5, ,3 0,6 85,8 5,4 322,1 5, ,8 0,0 168,1 5,1 209,7 5, ,5 0,0 333,6 5,0 478,6 8, ,2 0,5
128,8 2,2 348,0 4, ,6 0,3 247,3 0,4 380,9 4, ,3 0,6 188,7 0,1 441,9 7,1 Rataan 41,3 0,6 212,8 6,5 349,6 5,2 Sumber : Balai Besar Wilayah Sungai Citarum (diolah) Debit Banjir
Periode Ulang Sungai Citarum Penetuan debit banjir periode ulang Sungai Citarum merupakan hal penting selanjutnya setelah menganalisis ketimpangan antara debit
maksimum-minimum. Analisis ini digunakan sebagai metode untuk memperkirakan nilai-nilai ekstrim seperti sebaran peluang nilai debit maksimum yang diamati selama
periode tertentu. Nilai debit maksimum periode ulang tersebut digunakan untuk menganalisis sejauh mana sebaran, luasan serta kedalaman banjir yang terjadi pada saat
nilai debit sungai-sungai Citarum mendekati nilai debit banjir periode ulang. Data debit harian yang digunakan untuk analisis banjir adalah debit harian maksimum yang
pernah terjadi dalam setahun selama periode minimal 10 tahun yang kemudian dianalisis menggunakan analisis frekuensi dengan metode Gumbel. Untuk keperluan
analisis banjir di DAS Citarum Hulu, maka penentuan data debit banjir periode ulang meliputi lima anak sungai utama yang masuk ke Sungai Citarum serta data debit
banjir pada tiga pos pengamatan banjir sungai Citarum Hulu. Dalam HEC-RAS, data debit banjir periode ulang tersebut merupakan data utama yang perlu diinput ke
dalam sistem untuk dapat melakukan analisis simulasi aliran permanen (Steady Flow Analysis). Bersama parameter geometri sungai yang meliputi slope, bentuk
penampang sungai serta bentuk kekasapan permukaan lahan maka simulasi banjir sebaran yang meliputi sebaran, luasan, kedalaman banjir serta kecepatan aliran dapat
ditentukan pada setiap periode ulang. Salah satu tujuan pembuatan perangkat lunak berbasis database adalah untuk membantu mempermudah menganalisis debit
banjir periode ulang terhadap 10 stasiun pengamatan banjir. Kedalam sistem telah dibangun metode Gumbel untuk dapat menentukan debit banjir periode ulang.
Sebagai contoh pada Gambar 17 diperlihatkan sebaran banjir periode ulang adalah gra k sebaran sebaran

57 peluang kejadian banjir periode ulang 2, 5, 10, 25, 50, 100 tahunan debit Sungai Citarum pada pos pengamatan Nanjung. Data debit banjir periode ulang tersebut
dihasilkan dari data debit maksimum selama kurun waktu (31 tahun). Data debit banjir periode ulang untuk 10 stasiun banjir yang diamati ditunjukkan pada Tabel Gambar
17. Contoh sebaran banjir periode ulang 2, 5, 10, 25, 50, 100 tahunan debit Sungai Citarum pada pos pengamatan Nanjung Tabel 6. Debit banjir periode ulang sungai dan
anak sungai Citarum pada setiap pos pengamatan banjir dengan metode Gumbel No Sungai Debit Banjir Pada Setiap Periode Ulang (m3/s) 2 Th 5 Th 10 Th 25 Th 50 Th 100
Th 1 S. Citarik Pos Bd. Cangkuang S. Cikeruh Pos Cikuda S. Ciwidey Pos Cukanggenteng S. Citarum Pos Dayeuh Kolot S. Cikapundung Pos Gandok S. Cisangkuy Pos
Kamasan S. Citarum Pos Majalaya S. Cikapundung Pos Maribaya S. Citarum Pos Nanjung S. Cidurian Pos Sukapada Sumber: Balai Besar Wilayah Sungai Citarum (diolah)
Model Simulasi Debit Harian Sungai Citarum Hasil simulasi debit harian Sungai Citarum Hulu disusun berdasarkan aplikasi Model GR4J. Parameter model debit harian
Sungai Citarum Hulu diperoleh berdasarkan kalibrasi model menggunakan data tahun Data yang dibutuhkan meliputi luas DAS, data hujan, data evapotranspirasi
potensial (ETP)

58 38 dan data debit harian. Data ETP diambil dari Stasiun Margahayu, sedangkan 2008 yang diperoleh dari 9 stasiun pewakil di das Citarum Hulu, yaitu stasiun
Margahayu, Cibeureum, Kayu Ambon, Cicalengka, Cipaku Paseuh, Cipanas Margamukti, Montaya, Cisomang, dan Cisampih. Parameter yang diperoleh dari hasil kalibrasi
model adalah sebagai berikut : X 1 : Kapasitas Maximum Simpanan Produksi = 1.054,01 mm X 2 : Parameter Tukar Air = 1,83 mm X 3 : Kapasitas Maksimum Simpanan
Alihan = 45,57 mm X 4 : Waktu dasar hidrograf satuan = 1,30 hari Gambar 18 menunjukkan secara umum bahwa gra k simulasi mampu memprediksi secara baik kurva
resesi debit. Ketidakmiripan hanya terjadi pada periode awal (April 2007) dimana debit puncak simulasi jauh di bawah debit pengamatan, sedangkan untuk debit puncak
lainnya mempunyai kemiripian dengan debit pengamatan. Gambar 18. Kalibrasi model debit harian Sungai Citarum Hulu tahun 2008 Analisis yang dilakukan untuk
mengkuanti kasi tingkat kemiripan antara debit pengukuran dengan debit simulasi menunjukkan nilai 80,0%, melebihi kriteria memuaskan yaitu sebesar 75% (Nash dan
Sutcli e, 1970). Tingkat kemiripan ini memungkinkan kelayakan penggunaan model untuk mensimulasi debit periode yang akan datang. Untuk menggambarkan
perbedaan aliran sungai bulanan antara pengukuran dan simulasi, dilakukan perhitungan akumulasi jeluk aliran sungai harian pengukuran dan simulasi untuk setiap
bulan. Hasil perhitungan disajikan pada Tabel 7. Pada tabel ditunjukkan bahwa selisih debit pengukuran dan simulasi tahunan Sungai Citarum Hulu periode 2008 adalah
sebesar 3,09 %. Selisih terbesar terjadi pada bulan Juli sebesar 90,61% sedangkan selisih terendah terjadi pada bulan September sebesar 3,92%.

59 39 Tabel 7. Perbandingan volume aliran sungai pengukuran dan simulasi bulanan tahun 2008, Sungai Citarum Hulu Bulan Curah Hujan (mm) ETP (mm) Debit
Pengukuran (m 3 /dt) Debit Simulasi (m 3 /dt) Januari , ,24 Februari , ,46 Maret , ,68 April , ,99 Mei , ,01 Juni ,72 903,08 Juli ,36 536,30 Agustus ,92 375,90 September ,50
392,28 Oktober ,75 767,82 Nopember , ,47 Desember , ,61 Tahunan , ,86 Pemodelan Banjir dan Genangan Data Penampang Sungai Citarum di Wilayah Pengamatan Data
penampang melintang sungai merupakan data utama dalam pemodelan banjir dengan model HEC-RAS. Dari data penampang sungai inilah letak, arah dan luas genangan
dapat ditentukan. Pada model HEC-RAS data penampang melintang sungai terbentuk secara otomatis berdasarkan topogra bentukan lahan pada wilayah-wilayah yang
telah ditetapkan. Selain sebagai input, data penampang sungai hasil pengamatan digunakan sebagai acuan untuk mengkoreksi data penampang sungai yang dibentuk
oleh HEC-RAS. Data pengamatan penampang sungai diambil dari tiga lokasi yang mewakili daerah hulu, tengah dan hilir. Data melintang dimulai dari badan sungai
sebelah kanan dari titik tertinggi (puncak tanggul) kemudian riverbank, badan basah sungai dan kedalamanya, hingga puncak tertinggi sebelah kiri. Titik tinggi diambil
dengan menggunakan total station LEICA S100 sedangkan untuk kedalam sungai diambil dengan menggunakan echo sounder SONTEX A5 yang mampu mengukur
kedalam sungai dan kecepatan aliran air secara akurat. Sebagai pewakil wilayah hulu, data penampang sungai di ambil di wilayah pengamatan Majalaya yang terletak pada
koordinat 6 o 59'46,73" LS dan 107 o 42'56,07" BT. Lebar badan basah sungai utama pada saat pengukuruan (6 Februari 2012) masih kecil sekitar 17 meter dengan
kedalam rata-rata 0,64 m. Tinggi tanggul utama sekitar 3 meter baik di sebelah kiri maupun sebelah kanan. Kondisi tanggul pada saat pengambilan data mengalami
perubahan yang cukup signi kan, karena tanah tanggul diambil sebagai bahan baku pembuat bata merah di sepanjang sungai. Kondisi ini tentunya berdampak pada
lingkungan di sekitar sungai, sisi baiknya adalah meluasnya ruang aliran (riverbank) disepanjang sungai

60 40 sehingga mampu menampung lebih banyak volume air, sedangkan sisi negatifnya adalah menipisnya tanggul sungai, karena tanah yang digunakan bukanlah
tanah sedimen melainkan tanggul penahan air. Hal ini tentunya dapat mengakibatkan jebolnya tanggul karena tidak mampu menahan bobot (volume) air sehingga
menyebabkan banjir, terutama pada wilayah yang lebih rendah dari tanggul sungai. 665 Penampang melintang sungai S. Citarum di Wilayah Pengamatan Majalaya Altitude
(mdpl) Jarak Pengamatan (m) Gambar 19. Penampang melintang Sungai Citarum pada wilayah pengamatan Majalaya Pada wilayah tengah data penampang sungai diambil
di wilayah pengamatan Baleendah yang terletak pada koordinat 7 o 0'25,20" LS dan 107 o 38'33,14" BT. Pada wilayah ini lebar badan basah sungai utama sudah cukup
melebar dengan lebar sekitar 25 meter dengan kedalam rata-rata 0,89 m. Sama seperti halnya di wilayah pengamatan Baleendah, tinggi tanggul utama sekitar 3 meter
baik di sebelah kiri maupun sebelah kanan dengan lebar tanggul hingga batas areal non sungai sekitar m. Kondisi tanggul di wilayah penelitian cukup memprihatinkan,
karena wilayah sempadan sungai yang seharusnya berjarak 100 m kiri dan kanan sungai hampir tidak ada. Dari batas tanggul teratas kini bermunculan perumahan-
perumahan baru yang sudah mulai dihuni. Sebagai pewakil wilayah hilir data penampang sungai diambil di wilayah pengamatan Soreang yang terletak pada koordinat 6 o
58'26,52" LS dan 107 o 32'50,76" BT. Sempadan sungai pada wilayah ini hampir dipastikan telah berubah menjadi bangunan permanen. Lebar badan basah sungai utama
sudah melebar dengan lebar sekitar 60 meter dengan kedalam rata-rata 1,39 m dengan tinggi tanggul sebelah kanan sekitar 2,5 meter, sedangkan untuk sebelah kiri
sekitar 4 meter dengan lebar tanggul hingga batas areal non sungai sekitar 50 m.

http://docplayer.info/50867868-Analisis-wilayah-rawan-banjir-dan-genangan-das-citarum-hulu-berdasarkan-aplikasi-model-hidrodinamik-dan-sist… 9/27
2/3/2018 ANALISIS WILAYAH RAWAN BANJIR DAN GENANGAN DAS CITARUM HULU BERDASARKAN APLIKASI MODEL HIDRODINAMIK DAN …
61 Cross Section S. Citarum di Wilayah Pengamatan Baleendah Altitude (mdpl) Jarak Pengamatan (m) Gambar 20. Penampang melintang Sungai Citarum pada wilayah
pengamatan Baleendah 660 Cross Section S. Citarum di Wilayah Pengamatan Soreang Altitude (mdpl) Jarak Pengamatan (m) Gambar 21. Penampang melintang Sungai
Citarum pada wilayah pengamatan Soreang Menurut pengamatan, secara umum kondisi pengembangan pembangunan didominasi oleh proses perubahan lahan
bervegetasi menjadi wilayah industri dan permukiman. Jika dilihat kepada rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten Bandung yang ditetapkan pada Peraturan Daerah
Nomor 3 Tahun 2008, ketiga wilayah penelitian yang didalamnya mencakup Kawasan Kecamatan Baleendah, Kecamatan Bojongsoang dan Kecamatan Dayeuh Kolot
memang merupakan kawasan yang kegiatan pembangunannya diarahkan untuk jasa, pertanian, industri non polutif, permukiman dan perdagangan yang secara
keseluruhan dimaksudkan untuk kawasan penyangga sebagai antisipasi pesatnya perkembangan

62 42 pembangunan di pusat kota. Namun jika mengacu kepada arahan pemanfaatan ruang kawasan sempadan sungai yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah No 3
Tahun 2008 jelas-jelas pembangunan kawasan industri dan permukiman yang terjadi saat ini telah melanggar aturan. Pada Perda tersebut dinyatakan bahwa sempadan
sungai berfungsi sebagai kawasan lindung setempat, dimana pada kawasan tersebut ditetapkan aturan-aturan bahwa sempadan sungai: 1. Tidak diperkenankan bagi
kegiatan permukiman seperti perumahan, industri, dan fasilitas sosial dan fasilitas umum. 2. Tidak diperkenankan bagi pengembangan persawahan, sedangkan bagi
kegiatan ladang/tegalan, perkebunan dan peternakan penggunaan lahan diijinkan secara terbatas. Pembatasan dapat dilakukan berupa pembatasan kegiatan dan
pembangunan minimum. 3. Diperkenankan bagi kegiatan pariwisata, dengan izin penggunaan bersyarat. Izin berupa izin penggunaan lahan yang memiliki potensi dampak
penting terhadap kawasan disekitarnya. Pemodelan banjir dengan metode HEC-RAS Proses pembuatan banjir Sungai Citarum membutuhkan data dan peta dengan skala
yang cukup detail. Data utama dalam pemodelan banjir dengan pemodelan HEC-RAS adalah data ketinggian tempat (elevasi) dan peta penggunaan lahan. Data ketinggian
digunakan untuk menentukan posisi dan kedalam genangan, sedangkan data penggunaan lahan digunakan untuk menentukan bentuk kekasapan permukaan lahan yang
berpengaruh terhadap daya gesek dan kecepatan aliran air. Pada Tabel 8 diperlihatkan Nilai Kekasapan Permukaan dan luas areal penggunaan lahan di lokasi penelitian.
Tabel 8. Nilai kekasapan permukaan dan luas areal tutupan lahan di lokasi penelitian. No Tutupan Lahan Kekasapan Luas 1 Badan Air 0,07 194,25 2 Hutan 0,15 185,98 3
Industri/Perkantoran 0, ,97 4 Kebun 0, ,97 5 Permukiman 0, ,24 6 Rumput/Pekarangan 0, ,29 7 Sawah Irigasi 0, ,10 8 Sawah Tadah Hujan 0,04 109,35 9 Semak Belukar 0,07
183,70 10 Tanah Berbatu 0,035 5,86 11 Tegalan/Ladang 0, ,61 Jumlah ,32 Bentuk konstruksi sungai merupakan faktor yang paling penting dalam pemetaan banjir, oleh
karena itu penentuan batas aliran sungai (badan basah),

63 riverbank dan jalur aliran banjir harus dide nisikan secara hati-hati. Dalam penelitian ini penentuan batas aliran, riverbank dan owpath sungai dibuat dengan
menggunakan citra satelit ALOS AVNIR Penarikan garis melintang sungai ditujukan untuk merekonstruksikan bentuk penampang melintang sungai pada setiap jarak
tertentu. Semakin rapat jarak penarikan garis melintang akan memberikan hasil yang semakin baik, karena dapat mengilustrasikan rona sungai mendekati bentuk
sesungguhnya. Hasil akhir dari proses penarikan garis melintang adalah bentuk 3 dimensi pro l sungai yang digeneralisasi dengan cara menumpangtindihkan antara garis
melintang sungai dengan bentuk permukaan bumi dari peta TIN (Triangulated Ireggular Network) wilayah sungai Citarum. Pada Gambar 22 hingga Gambar 28
diperlihatkan proses pembuatan peta banjir dimulai dari rekonstruksi sungai, analisis geometri sungai hingga proses pemodelan luasan banjir dan kedalaman genangan.
Sebagai dasar untuk kedalaman penampang melintang sungai digunakan peta topogra 1: Rekonstruksi sungai dilakukan dengan menetapkan garis tengah sungai pada
setiap segmen sungai. Sebuah segmen sungai menunjukkan garis tengah aliran sungai (centerline) yang dimulai dari arah hulu hingga batas pertemuan antar sungai dan
diberi nama yang spesi k. Segmen berikutnya dimulai antara pertemuan sungai tersebut hingga bertemu kembali dengan pertemuan sungai berikutnya. Demikian
selanjutnya penamaan garis tengah sungai hingga hilir sungai utama pada batas yang telah ditentukan. 43 Gambar 22. Proses penentuan batas aliran sungai (badan
basah), riverbank, jalur aliran banjir dan penarikan bentuk penampang melintang sungai Citarum bagian Hulu. Riverbank sungai dibuat lengkap mengikuti garis tengah
sungai sedangkan batas luapan sungai biasanya dibuat mengikuti batas-batas kejadian banjir yang sering terjadi. Garis penampang melintang sungai dibuat dengan cara
menarik garis lurus terhadap garis tengah sungai. Sama seperti halnya batas luapan sungai,

64 44 garis penampang melintang sungai juga dibuat mengikuti batas-batas banjir yang sering terjadi. Pada penelitian ini data penampang melintang sungai seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 19 hingga Gambar 21 dimasukkan sebagai input pada saat penyusunan peta TIN. Hasil penarikan garis penampang melintang sungai pada
sungai Citarum Hulu dapat dikelompokkan sebagai berikut: Tabel 9. Kelompok kemiripan penampang melintang sungai Citarum Hulu Kelompok Selang lebar sungai (m)
Selang kedalaman sungai (m) Jumlah penampang melintang sungai (buah) A ,0 1,5 69 B ,0 2,0 36 C ,0 1,5 43 Jumlah 148 Kecepatan dan kedalaman aliran merupakan dua
parameter utama aliran yang dikaji dalam penelitian ini. Pada model HEC-RAS, input kecepatan dan kedalaman aliran diperoleh melalui pengukuran di titik-titik ukur atau
stasiun pengukuran yang kemudian dientrikan ke dalam model. Terdapat dua jenis model aliran yang dapat dikaji di dalam pemodelan HEC-RAS, yaitu model aliran satu
dimensi untuk aliran permanen (Steady) dan model aliran yang tidak permanen (Unsteady). Modul aliran permanen sangat cocok digunakan untuk permasalahan
pengelolaan bantaran sungai dan dataran banjir. Sedangkan modul simulasi aliran tidak permanen (Unsteady Flow Simulation) digunakan untuk mensimulasikan aliran tak
permanen satu dimensi pada sungai yang memiliki alur yang lebih kompleks. Oleh karena itu pada penelitian ini penyusunan peta banjir dilakukan dengan menggunakan
Model aliran permanen. Gambar 23. Analisis geometri sungai dan anak-anak Sungai Citarum Hulu dalam pemodelan HEC-RAS

65 Debit sungai Citarum yang digunakan dalam analisis aliran permanen ini adalah debit-debit banjir periode ulang 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun, 25 tahun, 50 dan 100
tahun yang dihitung berdasarkan metode Gumbel yang nilainya diperlihatkan pada Gambar Gambar 24. Data entri simulasi aliran permanen (Steady Flow Analysis) pada
Model HEC-RAS Hasil simulasi HEC-RAS untuk lokasi penelitian menunjukkan bahwa titik permukaan air pada setiap debit banjir periode ulang berada diatas batas
riverbank, bahkan melebihi tanggul sungai. Sebagai contoh pada pos pengamatan Nanjung (Gambar 25) permukaan air pada setiap debit banjir periode ulang berada
pada ketinggian 666,5 668,2 mdpl lebih tinggi kurang lebih 1,7mdpl dari batas riverbank. Sehingga dapat disimpulkan pada lokasi ini akan mengalami kebanjiran pada saat
terjadi debit banjir dua tahun. Gambar 25. Tinggi muka air hasil simulasi aliran permanen pada setiap debit periode banjir di sekitar wilayah pos pengamatan Nanjung.

66 46 Tahap selanjutnya data hasil simulasi aliran permanen (Steady Flow Analysis) pada Model HEC-RAS digunakan kembali sebagai input simulasi pada aplikasi HEC-
GEO RAS untuk memetakan sebaran dan kedalaman banjir. Hasil simulasi HEC-GEO RAS menunjukkan bahwa luasan banjir pada debit banjir periode ulang 2 tahunan
adalah sebesar 2.155,85 ha sedangkan untuk debit banjir periode ulang 25 tahunan adalah sebesar 2.535,06 ha (Error! Not a valid bookmark self-reference.) dengan porsi
luas banjir terbesar terjadi pada lahan sawah. Hasil deliniasi luas banjir untuk setiap debit banjir periode ulang disajikan pada Gambar 26 hingga Gambar 28. Tabel 10.
Luas banjir pada berbagai tipe penggunaan lahan di DAS Citarum Hulu pada debit banjir periode ulang 2, 25 dan 100 tahun. No. Jenis Penggunaan Lahan Total luas
terkena banjir (ha) Debit Banjir 2 Tahun Debit Banjir 25 Tahun Debit Banjir 100 Tahun 1 Badan Air 5,61 6,39 7,91 2 Industri/Perkantoran 21,93 24,25 27,31 3 Kebun 43,24
49,35 59,31 4 Permukiman 271,14 350,06 475,85 5 Rumput/Pekarangan 44,90 56,15 80,05 6 Sawah Irigasi 1.602, , ,78 7 Sawah Tadah Hujan 25,84 26,01 26,50 8 Semak
Belukar 8,31 8,65 11,58 9 Tegalan/Ladang 132,49 162,74 193,99 Jumlah 2.155, , ,70 Pada Tahap selanjutnya data hasil simulasi aliran permanen (Steady Flow Analysis) pada
Model HEC-RAS digunakan kembali sebagai input simulasi pada aplikasi HEC-GEO RAS untuk memetakan sebaran dan kedalaman banjir. Hasil simulasi HEC-GEO RAS
menunjukkan bahwa luasan banjir pada debit banjir periode ulang 2 tahunan adalah sebesar 2.155,85 ha sedangkan untuk debit banjir periode ulang 25 tahunan adalah
sebesar 2.535,06 ha (Error! Not a valid bookmark self-reference.) dengan porsi luas banjir terbesar terjadi pada lahan sawah. Hasil deliniasi luas banjir untuk setiap debit
banjir periode ulang disajikan pada Gambar 26 hingga Gambar 28. Tabel 10 diperlihatkan bahwa jenis penggunaan lahan terluas yang terkena banjir adalah sawah, yang
meliputi lebih dari 70 persen, dan luasan kedua yang terbesar adalah permukiman. Keduanya ini merupakan kawasan yang memiliki resiko sangat tinggi dari sisi kerugian
yang diderita. Kerugian tanaman padi tentunya berefek pada terganggunya ketersediaan dan stabilitas pangan, sedangkan terhadap permukiman tentunya beresiko
terhadap kerugian material yang cukup tinggi dan juga acaman terhadap kehilangan jiwa. Dengan adanya daerah dataran banjir ( ood plain area) maka resiko kerawanan
banjir akan meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan pengembangan infrastruktur.

67 47

68 48 Gambar 26. Peta Sebaran dan kedalaman banjir DAS Citarum Hulu pada debit banjir periode ulang 2 tahun. Gambar 26. Peta Sebaran dan kedalaman banjir DAS
Citarum Hulu pada debit banjir periode ulang 2 tahun.

69 49 Gambar 27. Peta Sebaran dan kedalaman banjir DAS Citarum Hulu pada debit banjir periode ulang 25 tahun. Gambar 27. Peta Sebaran dan kedalaman banjir DAS
Citarum Hulu pada debit banjir periode ulang 25 tahun.

70 50 Gambar 28. Peta Sebaran dan kedalaman banjir DAS Citarum Hulu pada debit banjir periode ulang 100 tahun. Gambar 28. Peta Sebaran dan kedalaman banjir DAS
Citarum Hulu pada debit banjir periode ulang 100 tahun.

http://docplayer.info/50867868-Analisis-wilayah-rawan-banjir-dan-genangan-das-citarum-hulu-berdasarkan-aplikasi-model-hidrodinamik-dan-sis… 10/27
2/3/2018 ANALISIS WILAYAH RAWAN BANJIR DAN GENANGAN DAS CITARUM HULU BERDASARKAN APLIKASI MODEL HIDRODINAMIK DAN …
71 Tabel 11. Luas banjir per kecamatan pada berbagai tipe penggunaan lahan di DAS Citarum Hulu pada debit banjir periode ulang 25 tahun. KECAMATAN / DESA Luas
Banjir Total (Ha) Badan Air Luas Banjir Berdasarkan Jenis Penggunaan Lahan (Ha) Industri/Perkantoran 9. BALEENDAH Baleendah 88,73 0,38 0,18 25,32 0,10 57,48 0,11 5,17
Bojongsari 0,54 0,05 0,49 0,00 Bojongsoang 0,43 0,17 0,26 Cangkuang Wetan 0,31 0,04 0,03 0,21 0,03 Dayeuh Kolot 1,48 0,01 1,47 0,00 0,00 Jalekong 106,70 1,09 0,09 1,12
4,94 96,98 2,48 Manggahang 2,06 2,06 Rancamanyar 378,59 0,15 23,93 68,64 3,29 244,74 0,48 37,37 Sumbersari 1,84 1, BOJONGSOANG Baleendah 4,65 0,72 3,93
Bojongemas 1,84 1,84 Bojongsari 295,46 0,49 0,06 0,49 38,73 0,32 211,21 24,12 1,12 18,93 Bojongsoang 349,56 1,87 0,13 42,44 7,54 284,30 1,48 11,81 Buahbatu 184,83 0,04
0,13 13,86 5,12 161,55 4,12 Cipagalo 1,23 0,00 1,22 0,00 Jalekong 3,20 0,02 0,07 0,00 3,10 0,01 Lengkong 240,95 0,77 0,79 8,53 11,56 216,10 2,85 0,36 Manggahang 0,98 0,98
Sumbersari 6,33 6,32 0,00 Tegalluar 282,22 1,74 4,33 25,87 0,10 199,75 1,61 1,17 47, CIPARAY Jalekong 1,35 0,47 0,88 Sumbersari 184,22 5,78 178,16 0, DAYEUH KOLOT
Baleendah 2,47 2,24 0,23 0,00 Bojongsoang 2,62 1,82 0,24 0,56 Cangkuang Kulon 17,45 2,18 0,31 0,36 9,15 0,19 5,26 Cangkuang Wetan 29,97 0,72 2,34 3,71 1,03 21,36 0,82
Citeureup 88,52 11,13 20,15 12,19 43,91 1,14 Dayeuh Kolot 29,12 1,03 0,06 23,37 1,78 1,52 0,00 1,37 Pasawahan 77,37 9,27 0,47 31,31 9,16 13,55 13,60 Rancamanyar 10,59
0,23 1,30 1,70 0,88 4,28 2,20 Sukapura 4,61 4,27 0, KETAPANG Rancamanyar 0,92 0,04 0,88 Sangkanhurip 12,51 0,41 5,69 5,49 0,92 Sukamukti 34,94 0,81 3,26 30,87 0,
MAJALAYA Bojongemas 4,28 4,28 Kebun Permukiman Rumput/Pekarangan Sawah Irigasi Sawah Tadah Hujan Semak Belukar 51 Tegalan/Ladang

72 52 Tabel 11. Luas banjir per kecamatan pada berbagai tipe penggunaan lahan di DAS Citarum Hulu pada debit banjir periode ulang 25 tahun. (Lanjutan). KECAMATAN
/ DESA Luas Luas Banjir Berdasarkan Jenis Penggunaan Lahan (Ha) Banjir Total (Ha) Badan Air Industri/Perkantoran 15. MARGAHAYU Cangkuang Kulon 1,37 0,18 0,03 0,49
0,19 0,48 Rancamanyar 6,14 0,52 2,89 0,00 2,28 0,06 0,39 Sangkanhurip 0,67 0,08 0,48 0,10 Sukamenak 23,98 0,03 0,75 2,07 0,92 17,50 0,34 2,37 Sukamukti 1,58 0,05 0,94
0,59 Sulaeman 43,19 0,36 0,11 10,00 13,05 1,81 12,28 0,11 5, RANCASARI Darwati 4,71 4,71 Tegalluar 0,57 0,57 TOTAL 2535,06 6,39 24,25 49,35 350,06 56, ,45 26,01 8,65
162,74 Kebun Permukiman Rumput/Pekarangan Sawah Irigasi Sawah Tadah Hujan Semak Belukar Tegalan/Ladang Perbandingan Peta Rawan Banjir Perbandingan peta
rawan banjir yang telah dibuat sebelumnya dilakukan dengan cara membandingkannya dengan Peta Rawan Banjir yang dibuat dari hasil pencatatan luas banjir di tingkat
kecamatan yang dilakukan oleh Perum Jasa Tirta II. Hasil rekap peta rawan banjir pada tingkat kecamatan diperlihatkan pada Tabel 12 menunjukkan bahwa daerah rawan
banjir melingkupi wilayah di 8 kecamatan dengan total luas banjir sekitar 3.962,64 ha. Pada Gambar 29 diperlihatkan perbandingan antara peta rawan banjir dari
pemodelan HEC-RAS dengan peta hasil pencatatan luas banjir di tingkat kecamatan yang dilakukan oleh Perum Jasa Tirta II. Pada gambar tersebut terlihat kemiripan pola
sebaran luas wilayah rawan banjir yang hampir sama, dimana sebaran wilayah rawan banjir terkumpul pada koordinat 107,35-107,42 o BT dan 6,58-7,1 o LS. Perbedaan
kecil terjadi hanya di zona 1 dan zona 3, sedangkan sebagian besar kemiripan berada pada zona 1 yang sebagian besar merupakan lahan sawah. Penyebab perbedaan di
zona 1 dan 3 ditaksir karena tidak tersedianya peta kontur wilayah penelitian yang lebih rapat dan lebih detail terutama pada skala di atas 1:5.000 mengingat wilayah
penelitian merupakan daerah cekungan yang mempunyai dasar cukup landai, sehingga tingkat kerapatan garis kontur menjadi sangat tidak rapat. Faktor lainnya diduga
karena minimnya data pengukuran penampang melintang sungai hasil pengukuran di lapangan yang menyebabkan jumlah penampang melintang sungai hanya
dikelompokkan ke dalam tiga kelompok saja (Tabel 9). Namun demikian terlihat jelas bahwa pemodelan HEC- RAS sangat cocok untuk menyusun wilayah rawan banjir
pada lahan sawah, sehingga diharapkan besar kerugian banjir pada tanaman padi dapat dilakukan melalui pemodelan ini.

73 Tabel 12. Wilayah rawan banjir Sungai Citarum Hulu berdasarkan hasil pencatatan wilayah rawan banjir oleh Perum Jasa Tirta II. Kecamatan Desa Luas Rawan Banjir
(ha) BALEENDAH Baleendah 299,47 Bojongmalaka 14,66 Bojongsari 2,97 Bojongsoang 2,43 Cangkuang Wetan 0,46 Ciheulang 0,01 Dayeuh Kolot 3,28 Jalekong 65,72
Manggahang 11,05 Rancamanyar 260,96 Rancamulya 0,29 Sumbersari 1,84 BOJONGSOANG Baleendah 6,38 Bojongemas 6,80 Bojongsari 417,01 Bojongsoang 356,20
Buahbatu 249,82 Cibiru Hilir 1,41 Cipagalo 47,08 Jalekong 5,67 Lengkong 373,58 Manggahang 3,95 Sukamanah 2,46 Sumbersari 8,96 Tegalluar 798,38 Tegalsumedang 5,22
CILEUNYI Cibiru Hilir 18,25 Tegalsumedang 2,60 CIPARAY Bojongemas 1,34 Ciheulang 0,32 Jalekong 2,99 Sumbersari 130,99 DAYEUH KOLOT Baleendah 3,61 Bojongsoang
5,15 Cangkuang Kulon 3,52 Cangkuang Wetan 54,83 Cipagalo 1,28 Citeureup 112,16 Dayeuh Kolot 84,73 Lengkong 4,44 Pasawahan 119,07 Rancamanyar 6,99 Sukapura
24,20 MAJALAYA Bojongemas 161,21 Sukamanah 4,42 PAMEUNGPEUK Baleendah 0,94 Rancamulya 0,06 RANCAEKEK Bojongemas 5,15 Rancaekek Kulon 0,70 Sukamanah
141,46 Tegalsumedang 123,40 Darwati 1,06 Tegalluar 1,75 TOTAL 3.962,64 53

74 54 Gambar 29. Perbandingan wilayah banjir hasil pemodelan HEC-RAS dengan peta rawan banjir hasil survey tingkat desa oleh Perum Jasa Tirta II. Perhitungan
Dampak Banjir Untuk Tanaman Padi Model Simulasi Tanaman Padi Rawan Banjir Pada penelitian ini masa tanam padi I ditetapkan awal bulan Januari (masa tanam
eksisting) sedangkan kejadian debit ekstrim di lokasi penelitian biasanya terjadi pada pertengahan bulan Januari hingga pertengahan Februari). Pada saat kejadian banjir
tersebut dapat dipastikan bahwa usia padi berada pada hari setelah tanam (HST) atau berada pada fase vegetatif. Pada hakekatnya model pendugaan hasil padi akibat
banjir RENDAMAN.CSM merupakan model simulasi pertanaman padi yang membutuhkan input data iklim dan tanah yang spesi k lokasi. Data radiasi matahari (MJ/m 2 ),
suhu maksimum dan minimum ( o C) diambil dari data iklim harian rata-rata stasiun Margahayu selama periode Data sika tanah dan data kesuburan tanah termasuk
kebutuhan pupuk NPK digunakan data hasil penelitian dan Ikhwani (2011). Dengan menggunakan data iklim, curah hujan dan data sika tanah di wilayah Citarum Hulu
maka hasil running pemodelan penurunan padi dengan menggunakan RENDAMAN.CSM dapat dijelaskan pada Gambar 30. Pada

75 varietas padi tidak toleran banjir, rendaman banjir mengakibatkan tanaman menjadi rusak, sedangkan untuk varietas yang toleran banjir masih mampu memberikan
hasil yang mendekati produksi normal. Hasil simulasi pada Gambar 30 memperlihatkan bahwa produksi padi varietas lokal (Ciherang) menurun drastis jika tergenang
antara 1 sampai 9 hari pada pase vegetatif. Nilai produksi padi menurun dari produksi normal sekitar 6,8 ton per hektar menjadi 3,7 ton per hektar pada hari ke-6 dan 1,5
ton per hektar pada hari ke-9, kemudian melandai mendekati kematian yang ditandai dengan produksi yang mendekati nol. Sehingga dapat dipastikan bahwa semua
tanaman padi yang tergenang banjir selama 15 hari pada usia tanam HST akan mati sehingga produksinya menjadi nol. 55 Gambar 30. Dugaan penurunan hasil padi
varietas eksisting dan varietas tahan rendaman berdasarkan lamanya hari terendam banjir di Wilayah penelitian menggunakan model simulasi RENDAMAN.CSM. Hasil
simulasi ini sangat mirip dengan penelitian yang dilakukan Ikhwani dan Makarim (2012) yang memberikan perlakuan perendaman tanam padi dengan menggunakan air
selama 1 hingga 15 hari. Mereka menyebutkan bahwa tanaman padi yang terendam air pada vase primordia menunjukkan bahwa Varietas yang tidak toleran banjir rusak
dan mati 100% sedangkan untuk Varietas toleran banjir akan sembuh (recovery) 100% dan tumbuh normal hingga panen. Namun demikian hasilnya sangat variatif
tergantung varietasnya seperti terlihat pada Tabel 13. Lebih jauh Ikhwani dan Makarim (2012) menyebutkan pada kondisi banjir yang lama dengan tingkat kekeruhan air
yang cukup tinggi menyebabkan terbatasnya difusi gas dalam air, dan terhambatnya sinar matahari sehingga mengurangi fotosintesis dan e siensi penggunaan
karbohidrat. Dengan demikian, daya hidup tanaman dalam rendaman bergantung pada besarnya persediaan karbohidrat sebelum tanaman terendam dan kapasitas
untuk mempertahankan produksi energi melalui fermentasi alkohol yang cepat dalam kondisi kurang oksigen.

76 56 Tabel 13. Komponen hasil varietas padi tahan rendaman setelah mengalami perendaman lebih lebih 14 hari pada fase primodia. Komponen hasil (g/malai) IR64
sub-1 Swarna sub-1 Inpara 3 Inpari 10 R TR R TR R TR R TR Jumlah gabah isi (butir) 774,8 1344,7 1162,0 1087,5 789,2 816,8 774,7 1061,8 Jumlah gabah hampa (butir) 284,8
113,5 557,3 603,5 867,2 874,7 351,5 208,8 Bobot gabah isi (gram) 15,3 25,0 20,9 22,2 18,3 18,5 18,3 27,1 Bobot gabah hampa (gram) 1,3 0,5 2,2 3,2 3,3 4,0 2,0 1,2 Bobot
gabah total (gram) 16,5 25,4 23,1 25,5 21,5 22,6 20,4 28,3 Persentase gabah isi (%) 73,1 92,2 67,6 64,3 47,6 48,3 68,8 83,6 Bobot jerami (gram) 140,3 95,1 116,6 109,4 109,3
105,9 108,7 108,9 Bobot 1000 butir (gram) 19,9 19,2 18,0 20,4 23,3 22,7 23,7 25,5 Jumlah malai per rumpun (bh) 13,8 13,8 14,0 13,0 10,7 14,0 10,8 15,3 Panjang malai (cm)
22,3 26,1 23,4 23,6 24,8 26,3 23,8 27,1 Ket ; R = rendam, TR = tidak direndam Sumber : Ikhwani dan Makarim (2012) Kerugian Tanaman Padi Kerugian tanaman padi akibat
banjir merupakan jumlah rupiah yang hilang dari hasil tanaman padi yang terkena banjir yang merupakan perkalian antara penurunan produksi padi dengan harga padi di
pasaran. Jumlah kerugian tanaman padi akibat banjir hanya difokuskan pada batas-batas wilayah banjir dari hasil pemodelan HEC-RAS untuk debit banjir periode ulang 2,
25 dan 100 tahun seperti terlihat pada Gambar 31 sampai Gambar 33. Sebaran kedalaman banjir sangat bepengaruh terhadap besarnya kerusakan tanaman padi akibat
banjir. Tinggi genangan banjir yang dianggap mampu menurunkan dan merusak tanaman padi adalah genangan di atas 1 meter. Karena pada kondisi genangan penuh
dengan tingkat kekeruhan tertentu menyebabkan terbatasnya difusi gas dalam air, dan terhambatnya sinar matahari sehingga mengurangi fotosintesis dan e siensi
penggunaan karbohidrat. Dengan demikian, daya hidup tanaman dalam rendaman bergantung pada besarnya persediaan karbohidrat sebelum tanaman terendam dan
kapasitas untuk mempertahankan produksi energi melalui fermentasi alkohol yang cepat dalam kondisi kurang oksigen. Potensi rata-rata hasil padi varietas Ciherang
pada keadaan normal adalah 6,87 ton per hektar GKP, dengan harga jual di tingkat petani adalah Rp 2.800,-/kg GKP. Masa tanam padi I ditetapkan awal bulan Januari
(masa tanam eksisting) sedangkan kejadian debit ekstrim di lokasi penelitian biasanya terjadi pada pertengahan bulan Januari hingga pertengahan Februari (Gambar 15).
Pada saat kejadian banjir tersebut dapat dipastikan bahwa usia padi berada pada fase vegetatif. Dari ketiga fase pertumbuhan diperlihatkan bahwa pada varietas padi
tidak toleran banjir, rendaman banjir mengakibatkan tanaman menjadi rusak, sedangkan untuk varietas yang toleran banjir masih mampu memberikan hasil yang
mendekati produksi normal digunakan sebagai acuan untuk menghitung hasil padi setelah terendam pada berbagai waktu terendam.

77 57 Gambar 31. Peta sebaran lahan sawah yang terkena banjir di DAS Citarum Hulu pada debit banjir periode ulang 2 tahunan. Gambar 31. Peta sebaran lahan sawah
yang terkena banjir di DAS Citarum Hulu pada debit banjir periode ulang 2 tahunan.

78 58 Gambar 32. Peta sebaran lahan sawah yang terkena banjir di DAS Citarum Hulu pada debit banjir periode ulang 2 tahunan. Gambar 32. Peta sebaran lahan sawah
yang terkena banjir di DAS Citarum Hulu pada debit banjir periode ulang 25 tahunan.

http://docplayer.info/50867868-Analisis-wilayah-rawan-banjir-dan-genangan-das-citarum-hulu-berdasarkan-aplikasi-model-hidrodinamik-dan-sis… 11/27
2/3/2018 ANALISIS WILAYAH RAWAN BANJIR DAN GENANGAN DAS CITARUM HULU BERDASARKAN APLIKASI MODEL HIDRODINAMIK DAN …
79 59 Gambar 33. Peta sebaran lahan sawah yang terkena banjir di DAS Citarum Hulu pada debit banjir periode ulang 100 tahunan. Gambar 33. Peta sebaran lahan
sawah yang terkena banjir di DAS Citarum Hulu pada debit banjir periode ulang 100 tahunan.

80 60 Lamanya waktu padi terendam sangat dipengaruhi oleh tinggi genangan. Pengaruh tinggi genangan terhadap lamanya genangan ditunjukkan pada Tabel 17. Tabel
tersebut disarikan dari kejadian banjir sungai Citarum di bagian hulu selama periode Dengan mengacu pada luasan banjir hasil simulasi HEC-RAS serta hasil simulasi
RENDAMAN.CSM dan matrik pengaruh tinggi genangan terhadap lama genangan maka simulasi kerugian tanaman padi dapat dihitung. Pada Tabel 14 ditunjukkan hasil
simulasi kerugian padi akibat banjir pada debit banjir periode ulang 2 tahunan. Berdasarkan analisis simulasi, kejadian banjir periode ulang 2 tahunan tidak disebabkan
karena gagal panen, karena lama genangan pada saat kejadian banjir tidak melebihi 14 hari. Kerugian padi lebih banyak disebabkan karena hasil padi lebih rendah 27
persen dibandingkan produksi normalnya. Tabel 14. Simulasi pengaruh banjir Sungai Citarum Hulu terhadap kerugian tanaman padi pada kejadian banjir periode ulang 2
tahun. kecamatan kedalaman Banjir (cm) Luas sawah terkena banjir (ha) Total Produksi Padi Normal (kg) Total Produksi Padi hasil Simulasi RENDAMAN.CSM (kg) Nilai
Kerugian (Rp) BALEENDAH 23,65-47,30 203, , ,02 0,- 47,30-70,95 108,00 741,96 401, ,- 70,95-94,60 18,68 128,31 69, ,- BOJONGSOANG 23,65-47,30 209, , ,75 0,- 47,30-70,95
729, , , ,- 70,95-94,60 57,91 397,87 215, ,- CIPARAY 23,65-47,30 154, , ,18 0,- 47,30-70,95 14,67 100,81 23, ,- DAYEUH KOLOT 23,65-47,30 54,71 375,84 375,84 0,- 47,30-70,95
16,69 114,67 62, ,- KETAPANG 23,65-47,30 19,60 134,64 134,64 0,- 47,30-70,95 12,22 83,96 45, ,- MAJALAYA 23,65-47,30 4,28 29,44 29,44 0,- MARGAHAYU 23,65-47,30 23,53
161,67 161,67 0,- 47,30-70,95 1,01 6,96 3, ,- 70,95-94,60 0,31 2,10 1, ,- TOTAL 1.628, , , ,- Total kerugian padi akibat banjir Sungai Citarum Hulu pada kejadian debit banjir
dua tahunan kurang lebih 8,54 milyar Rupiah meliputi tujuh kecamatan dengan total lahan sawah yang terkena banjir mencapai 1.628,22 ha. Nilai kerugian padi meningkat
tiga kali lipat menjadi 25,85 milyar Rupiah manakala banjir yang melanda terjadi pada debit banjir periode ulang 25 tahunan. Peningkatan banjir terjadi lebih banyak
disebabkan karena padi terendam lebih lama kurang lebih tujuh hingga delapan hari dimana produksi padi menurun sebesar 71 persen dari produksi normal yang terjadi
pada delapan kecamatan dengan total luas sawah yang terkena banjir kurang lebih sekitar 1.886,11 ha. Sedangkan pada debit banjir periode ulang 100 tahun tingkat
kerugian menjadi 54,91 milyar rupiah atau 6,4 kali lipat dibandingkan debit banjir periode ulang 2 tahun. Rasio lonjakan kerugian padi dari periode 25 tahun ke 100 tahun
lebih tinggi dibanding dari periode dua tahun ke 25 tahun. Hal ini di taksir karena

81 wilayah rawan banjir pada debit periode ulang 100 tahun selain berada pada wilayah rawan banjir 25 tahun juga meliputi lahan sawah dengan ketinggian air antara
55 sampai 110 cm. Pada wilayah ini kerugian padi cukup besar dibandingkan pada wilayah rawan banjir 25 tahun. Tabel 15. Simulasi pengaruh banjir Sungai Citarum Hulu
terhadap kerugian tanaman padi pada kejadian banjir periode ulang 25 tahun. kecamatan kedalaman Banjir (cm) Luas sawah terkena banjir (ha) Total Produksi Padi
Normal (kg) Total Produksi Padi hasil Simulasi RENDAMAN.CSM (kg) 61 Nilai Kerugian (Rp) BALEENDAH 0,00 44,65 9,40 64,60 64,60 0,- 44,65 89,30 64,22 441,17 238, ,- 89,30
133,95 203, ,23 320, ,- 133,95 178,60 108,12 742,76 169, ,- > 178,60 18,68 128,31 10, ,- BOJONGSOANG 0,00 44,65 35,42 243,35 243,35 0,- 44,65 89,30 83,91 576,46 312, ,-
89,30 133,95 211, ,18 332, ,- 133,95 178,60 733, , , ,- > 178,60 58,29 400,48 33, ,- CIPARAY 0,00 44,65 8,70 59,80 59,80 0,- 44,65 89,30 1,61 11,08 6, ,- 89,30 133,95 154, ,18 242,
,- 133,95 178,60 14,67 100,81 23, ,- DAYEUH KOLOT 44,65 89,30 27,23 187,07 187,07 0,- 89,30 133,95 54,89 377,12 86, ,- 133,95 178,60 16,92 116,25 26, ,- KETAPANG 44,65
89,30 5,42 37,22 37,22 0,- 89,30 133,95 19,60 134,64 30, ,- 133,95 178,60 12,22 83,96 19, ,- MAJALAYA 89,30 133,95 4,28 29,44 6, ,- 44,65 89,30 8,38 57,57 57,57 0,-
MARGAHAYU 89,30 133,95 24,23 166,45 38, ,- 133,95 178,60 1,01 6,96 1, ,- > 178,60 0,31 2,10 0, ,- RANCASARI 0,00 44,65 2,01 13,80 13,80 0,- 44,65 89,30 3,27 22,44 12, ,-
TOTAL 1.886, ,54 3,547, ,- Tabel 16. Simulasi pengaruh banjir Sungai Citarum Hulu terhadap kerugian tanaman padi pada kejadian banjir periode ulang 100 tahun.
kecamatan kedalaman Banjir (cm) Luas sawah terkena banjir (ha) Total Produksi Padi Normal (kg) Total Produksi Padi hasil Simulasi RENDAMAN.CSM (kg) Nilai Kerugian
(Rp) BALEENDAH , , , ,-

82 62 Tabel 16. Simulasi pengaruh banjir Sungai Citarum Hulu terhadap kerugian tanaman padi pada kejadian banjir periode ulang 100 tahun (Lanjutan). kecamatan
kedalaman Banjir (cm) Luas sawah terkena banjir (ha) Total Produksi Padi Normal (kg) Total Produksi Padi hasil Simulasi RENDAMAN.CSM (kg) Nilai Kerugian (Rp)
BOJONGSOANG , ,45 792, , , , , , , ,20 613, , , , , , ,19 406,66 33, ,- CIPARAY ,38 511,01 276, , , , , , , ,23 359, , ,67 100,81 23, ,- DAYEUH KOLOT ,23 351,96 190, , ,84 280,56 151, , ,
,68 366, , ,54 271,63 62, ,- KETAPANG ,87 74,70 40, , ,77 142,68 32, , ,73 114,96 26, , ,79 129,11 69, , ,63 244,81 132, , ,28 29,44 6, ,- MARGAHAYU ,10 179,29 97, , ,19 255,51 58,
, ,71 52,95 12, , ,92 40,70 3, ,- PAMEUNGPEUK ,24 63,49 34, ,- RANCAEKEK , ,48 593, ,- RANCASARI ,01 13,80 7, , ,27 22,44 12, ,- TOTAL 4.570, , ,- Analisis lebih lanjut pengaruh
tinggi genangan banjir Sungai Citarum Hulu terhadap kerugian tanaman padi per hektar dapat dipelihatkan pada Tabel 17. Data pengaruh tinggi genangan banjir terhadap
lama genangan diperoleh dari data actual banjir Sungai Citarum Hulu periode , sedangkan penurunan produksi padi diperoleh dari hasil simulasi RENDAMAN.CSM.
Kerugian banjir terhadap padi baru akan terlihat terjadi jika tinggi genangan banjir berada pada selang cm. Lama genangan yang terjadi adalah 5 hari dengan tingkat
penurunan padi sekitar 45,85 persen atau setara dengan 8,8 juta rupiah. Rekomendasi pengelolaan lingkungan sebagai salah bentuk pencegahan banjir lingkungan
dilakukan terhadap dua aspek, yaitu terhadap fungsi DAS sebagai daerah tangkapan air dan terhadap fungsi badan sungai Citarum sebagai outlet pembuangan air
limpasan. Terhadap Fungsi DAS sebagai daerah tangkapan air rekomendasi disusun dalam upaya menahan limpasan aliran air hujan yang turun melalui teknik pemodelan
panen hujan dan aliran permukaan. Keluaran dari model ini adalah rekomendasi jumlah dan letak bangunan pemanen air hujan dan

83 limpasan permukaan yang mampu menurunkan debit puncak dan aliran permukaan di kawasan DAS Citarum Hulu. Tabel 17. Pengaruh tinggi genangan terhadap
lamanya genangan dan kerugian tanaman padi per hektar pada kejadian banjir sungai Citarum Hulu. No. Tinggi Genangan Banjir (cm) Lama Genangan (hari) Penurunan
Produksi Padi (%) Nilai Kerugian Padi per Hektar padi (Rp) ,00 0, , ,00 sd , , ,00 sd , , ,00 sd ,00 Keterangan : Harga Padi = Rp 2.800,-/kg, Produksi normal = kg/ha ~ Rp ,- 63
Rekomendasi Pengelolaan Lingkungan Sebagai Upaya Pencegahan Banjir di DAS Citarum Hulu Sedangkan terhadap badan sungai Citarum rekomendasi disusun
berdasarkan analisis luas dan sebaran banjir dan genangan pada peta banjir yang telah dibuat melalui permodelan HEC-RAS. Rekomendasi kebijakan pengelolaan
lingkungan disusun dengan melihat hasil overlay antara sebaran banjir terhadap kondisi penggunaan lahan eksisting dengan kebijakan Tata Ruang wilayah yang berlaku di
kawasan penelitian. Upaya Menurunkan debit puncak dan aliran permukaan Strategi pengendalian banjir di wilayah paling hulu sungai Citarum yang merupakan wilayah
tangkapan hujan utama pengelolaan lingkungan dapat dilakukan menahan laju aliran permukaan yang melimpas dari hulu DAS ke badan sungai. Upaya in dapat dilakukan
dengan cara membuat bangunan-bangunan pemanen aliran permukaan dalam rangka menurunkan waktu respon dan debit puncak aliran sungai Citarum Hulu. Beberapa
manfaat yang dapat diberikan dari panen hujan dan aliran permukaan antara lain, mengendalikan aliran permukaan turah (excess) yang merusak sebagai usaha
mengendalikan banjir, membantu memperlancar in ltrasi air ke dalam tanah, mengusahakan pemanfaatan aliran permukaan untuk maksud-maksud yang berguna
seperti irigasi dan mengusahakan semua sumberdaya tanah dan air untuk memaksimumkan produksi. Untuk mengetahui banyaknya embung atau dam parit yang
dibutuhkan maka harus dihitung terlebih dahulu volume aliran permukaan yang akan jatuh ke badan sungai Citarum Hulu. Volume aliran permukaan dapat dihitung
dengan cara mengetahui kelebihan jumlah hujan yang menyebabkan debit Sungai Citarum Hulu melampaui batas ambang debit periode ulang dua tahun (batas kritis).
Jumlah hujan tersebut dapat diketahui berdasarkan modi kasi terhadap model simulasi debit harian GR4J. Sebagai skenario telah dicoba untuk menurunkan debit banjir
pada tanggal 4 Desember tahun 2008 dari 439 m 3 /dt menjadi debit batas ambang banjir. Nilai debit batas ambang banjir ditetapkan pada debit banjir periode ulang 2
tahun yaitu

84 64 sebesar 292 m 3 /dt (Gambar 34). Empat hari sebelum tanggal tersebut terjadi hujan dengan intensitas yang cukup tinggi rata-rata 29,6 mm dan puncaknya terjadi
pada tanggal 4 Desember 2008 sebesar 42,5 mm. Hasil analisi simulasi GR4J menunjukkan bahwa jumlah hujan yang harus ditampung agar tidak banjir adalah 28 mm
artinya dengan luasan DAS sebesar km 2 maka volume aliran permukaan yang harus ditahan dan dipanen adalah 46,89 juta m 3. Pada kapasitas volume skenario dam
parit atau embung sebesar m 3 parit dan embung yang dibutuhkan adalah buah. Gambar 34. Jumlah debit Citarum Hulu yang harus diturunkan untuk mencegah terjadi
banjir berdasarkan simulasi model GR4J Sedangkan untuk mengetahui sebaran dam parit maupun embung dapat dapat dilakukan dengan pemodelan IFAS. Model IFAS
memerlukan data dasar berupa data bentukan permukaan bumi termasuk didalamnya jaringan hidrologi di wilayah penelitian, data debit harian Citarum Hulu Tahun 2008
di stasiun pengamatan debit Nanjung dan data curah hujan harian tahun 2008 yang diperoleh dari 9 stasiun pewakil di das Citarum Hulu, yaitu stasiun Margahayu,
Cibeureum, Kayu Ambon, Cicalengka, Cipaku Paseuh, Cipanas Margamukti, Montaya, Cisomang, dan Cisampih. IFAS membagi das Citarum Hulu kedalam bentuk grid
dengan resolusi 1 km 2 /grid. Setiap grid memiliki ciri-ciri tersendiri yang meliputi penggunaan lahan, bentuk permukaan, jaringan hidrologi, jenis tanah dan batuan, beda
tinggi dan curah hujan yang kesemuanya berpengaruh terhadap arah dan besarnya aliran permukaan. Untuk melihat pengaruh dam parit terhadap perubahan hidrologis
DAS Citarum Hulu dilakukan dengan membandingkan dua skenario pemodelan IFAS, yaitu simulasi debit sebelum penerapan dam parit dan simulasi debit setelah
penerapan dam parit. Peletakan dam parit mengacu pada kesesuaian dam parit yang disusun oleh Sawiyo (2012) dengan skenario daya tampung dam parit sebesar m 3.
Pada Gambar 35 ditunjukkan 10 posisi dam parit untuk melihat besarnya penurunan debit Citarum Hulu.

85 65 Gambar 35. Skenario letak dam parit dalam rangka menurunkan volume aliran permukaan di DAS Citarum Hulu berdasarkan aplikasi pemodelan IFAS. Dalam
pemodelan IFAS ini stasiun pengamat debit Nanjung diskenariokan sebagai titik outlet aliran permukaan yang berasal 10 stasiun pengamat hujan. Hasil simulasi debit
pada skenario awal (tanpa dam parit) dan simulasi debit setelah dam parit ditunjukkan pada Gambar 36, Dalam gra k tersebut debit simulasi sebelum ada dam parit
ditunjukkan oleh garis berwarna biru tua, sedangkan debit simulasi setelah ada dam parit ditunjukkan oleh garis berwarna biru muda, sementara debit pengamatan
ditunjukkan oleh garis merah. Hasil analisis simulasi menunjukkan bahwa penerapan 10 dam parit di wilayah hulu Das Citarum mampu menurunkan debit banjir rata-rata
Citarum Hulu sekitar 15 m 3 /detik.

http://docplayer.info/50867868-Analisis-wilayah-rawan-banjir-dan-genangan-das-citarum-hulu-berdasarkan-aplikasi-model-hidrodinamik-dan-sis… 12/27
2/3/2018 ANALISIS WILAYAH RAWAN BANJIR DAN GENANGAN DAS CITARUM HULU BERDASARKAN APLIKASI MODEL HIDRODINAMIK DAN …
86 66 Gambar 36. Gra k perbandingan simulasi debit Citarum Hulu dengan skenario penerapan 10 dam parit inisial. Pembatasan dan Pengendalian Ruang Sempadan
Sungai dan Dataran Banjir Dengan Pengembangan Kawasan Secara Vertikal. Kawasan terbangun di lokasi wilayah penelitian yang terdapat pada Titik A dan Titik B adalah
berupa kawasan permukiman seluas ha dan Industri seluas ha. Pengendalian ruang sempadan sungai dan dataran banjir pada kawasan yang telah terbangun dilakukan
dengan upaya untuk mengembalikan fungsi kawasan terbangun di area sempadan sungai secara bertahap kembali ke fungsi semula, yaitu untuk mempertahankan
kelestarian fungsi sungai, sesuai kriteria dan standar teknisnya, dengan cara peningkatan fungsi hidrologis daerah sempadan sungai dan tidak diperkenankan adanya
pendirian bangunan baru pada kawasan tersebut, agar tidak berkembang lebih lanjut kecuali bangunan lama yang dikembangkan secara vertikal dan bangunan yang
menunjang fungsi kawasan dan merupakan bangunan bagi kepentingan umum dan pariwisata. Dengan dilakukannya pengembangan kawasan terbangun secara vertikal
maka diharapkan tersedia lahan sebagai lahan terbuka hijau (RTH). Untuk kawasan pengembangan baru pengendalian ruang dilakukan dengan cara melindungi kawasan
sempadan sungai dan dataran banjir dari alih fungsi lahan dan pembatasan kegiatan tegal/ladang, peternakan dan perkebunan. Dari hasil simulasi pada Titik D dan Titik E
terdiri dari sawah tadah hujan seluas ha, belukar 2.6 ha dan tegalan serta ladang seluas ha. Pengembangan pembangunan bagi kegiatan tegal/ladang, peternakan dan
perkebunan dapat diijinkan, akan tetapi dilakukan pembatasan berupa pembatasan kegiatan dan pembangunan minimum. Dari hasil simulasi tersebut juga lahan dapat
dikembangkan sebagai kawasan pengembangan baru. Lahan ini merupakan kawasan yang potensial untuk dikembangkan menjadi ruang terbuka hijau (RTH) dimana pada
musim penghujan berfungsi sebagai areal parkir banjir.

87 67 Gambar 37. Peta wilayah banjir pada penggunaan lahan di wilyah penelitian Gambar 37. Peta wilayah banjir pada penggunaan lahan di wilyah penelitian

 Menunjukkan lagi

dokumen-dokumen yang mirip



TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Banjir Sistem Informasi Geogra s (/63347189-Tinjauan-pustaka-pengertian-
banjir-sistem-informasi-geogra s.html)
5 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Banjir Banjir merupakan fenomena alam yang sangat biasa kita ketahui. Hampir setiap kejadian hujan ekstrim,
fenomena banjir sering terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta,

Lebih terperinci (/63347189-Tinjauan-pustaka-pengertian-banjir-sistem-informasi-geogra s.html)

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrha c Information System (GIS) 2. Sejarah GIS (/43852275-Bab-ii-
pembahasan-1-pengertian-geogrha c-information-system-gis-2-sejarah-gis.html)
BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrha c Information System (GIS) Sistem Informasi Geogra s atau disingkat SIG dalam bahasa Inggris Geographic
Information System (disingkat GIS) merupakan sistem informasi

Lebih terperinci (/43852275-Bab-ii-pembahasan-1-pengertian-geogrha c-information-system-gis-2-sejarah-gis.html)

PENDAHULUAN Latar Belakang (/38235769-Pendahuluan-latar-belakang.html)


PENDAHULUAN Latar Belakang Hampir pada setiap musim penghujan di berbagai provinsi di Indonesia terjadi banjir yang mengakibatkan kerugian bagi
masyarakat. Salah satu wilayah yang selalu mengalami banjir

Lebih terperinci (/38235769-Pendahuluan-latar-belakang.html)

PENERAPAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM UNTUK MEREDUKSI KERUGIAN AKIBAT BANJIR (/35933176-
Penerapan-sistem-informasi-geogra s-dalam-untuk-mereduksi-kerugian-akibat-banjir.html)
PENERAPAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM UNTUK MEREDUKSI KERUGIAN AKIBAT BANJIR Trihono Kadri Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas
Trisakti Jakarta 1. PENDAHULUAN Mengamati fenomena banjir yang terjadi

Lebih terperinci (/35933176-Penerapan-sistem-informasi-geogra s-dalam-untuk-mereduksi-kerugian-akibat-banjir.html)

http://docplayer.info/50867868-Analisis-wilayah-rawan-banjir-dan-genangan-das-citarum-hulu-berdasarkan-aplikasi-model-hidrodinamik-dan-sis… 13/27
2/3/2018 ANALISIS WILAYAH RAWAN BANJIR DAN GENANGAN DAS CITARUM HULU BERDASARKAN APLIKASI MODEL HIDRODINAMIK DAN …

STUDI PUSTAKA. Model Banjir (/35932720-Studi-pustaka-model-banjir.html)


STUDI PUSTAKA Model Banjir Banjir adalah setiap aliran yang relatif tinggi yang melampaui tanggul sungai sehingga aliran air menyebar ke dataran sungai
dan menimbulkan masalah pada manusia (Chow, 1970).

Lebih terperinci (/35932720-Studi-pustaka-model-banjir.html)

SISTEM IFORMASI GEOGRAFI (/38847877-Sistem-iformasi-geogra .html)


SISTEM IFORMASI GEOGRAFI A. DEFINISI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG) Informasi permukaan bumi telah berabad-abad disajikan dalam bentuk peta.
Peta yang mulai dibuat dari kulit hewan, sampai peta yang dibuat

Lebih terperinci (/38847877-Sistem-iformasi-geogra .html)

Gambar 3.1 Daerah Rendaman Kel. Andir Kec. Baleendah (/41528475-Gambar-3-1-daerah-rendaman-kel-andir-


kec-baleendah.html)
15 BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di sepanjang daerah rendaman Sungai Cisangkuy di Kelurahan Andir
Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung. (Sumber : Foto

Lebih terperinci (/41528475-Gambar-3-1-daerah-rendaman-kel-andir-kec-baleendah.html)

BAB I PENDAHULUAN. Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut (/58117471-
Bab-i-pendahuluan-danau-toba-merupakan-hulu-dari-sungai-asahan-dimana-sungai-tersebut.html)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut berasal dari perairan Danau Toba.
DAS Asahan berada sebagian besar di wilayah Kabupaten Asahan

Lebih terperinci (/58117471-Bab-i-pendahuluan-danau-toba-merupakan-hulu-dari-sungai-asahan-dimana-sungai-tersebut.html)

PENDAHULUAN Latar Belakang (/47089337-Pendahuluan-latar-belakang.html)


PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana
biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)

Lebih terperinci (/47089337-Pendahuluan-latar-belakang.html)

BAB I PENDAHULUAN. capture, mengecek, mengintegrasikan, memanipulasi, kondisi bumi. Teknologi Geographic
Information Sistem mengintegrasikan (/54426318-Bab-i-pendahuluan-capture-mengecek-mengintegrasikan-
memanipulasi-kondisi-bumi-teknologi-geographic-information-sistem-mengintegrasikan.html)
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sistem Informasi Geogra s atau Geographic Information Sistem (GIS) merupakan suatu sistem informasi yang
berbasis komputer, dirancang untuk bekerja dengan menggunakan

Lebih terperinci (/54426318-Bab-i-pendahuluan-capture-mengecek-mengintegrasikan-memanipulasi-kondisi-bumi-teknologi-geographic-information-


sistem-mengintegrasikan.html)

http://docplayer.info/50867868-Analisis-wilayah-rawan-banjir-dan-genangan-das-citarum-hulu-berdasarkan-aplikasi-model-hidrodinamik-dan-sis… 14/27
2/3/2018 ANALISIS WILAYAH RAWAN BANJIR DAN GENANGAN DAS CITARUM HULU BERDASARKAN APLIKASI MODEL HIDRODINAMIK DAN …

III. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di saluran Ramanuju Hilir, Kecamatan Kotabumi, Kabupaten
Lampung Utara, Provinsi Lampung. (/44017797-Iii-metode-penelitian-lokasi-penelitian-ini-adalah-di-saluran-
ramanuju-hilir-kecamatan-kotabumi-kabupaten-lampung-utara-provinsi-lampung.html)
39 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini adalah di saluran Ramanuju Hilir, Kecamatan Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara,
Provinsi Lampung. PETA LOKASI PENELITIAN Gambar 7. Lokasi

Lebih terperinci (/44017797-Iii-metode-penelitian-lokasi-penelitian-ini-adalah-di-saluran-ramanuju-hilir-kecamatan-kotabumi-kabupaten-lampung-


utara-provinsi-lampung.html)

III. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di saluran drainase Antasari, Kecamatan. Sukarame, kota
Bandar Lampung, Provinsi Lampung. (/49050963-Iii-metode-penelitian-lokasi-penelitian-ini-adalah-di-saluran-
drainase-antasari-kecamatan-sukarame-kota-bandar-lampung-provinsi-lampung.html)
37 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini adalah di saluran drainase Antasari, Kecamatan Sukarame, kota Bandar Lampung,
Provinsi Lampung. Gambar 8. Lokasi Penelitian 38 B. Bahan

Lebih terperinci (/49050963-Iii-metode-penelitian-lokasi-penelitian-ini-adalah-di-saluran-drainase-antasari-kecamatan-sukarame-kota-bandar-


lampung-provinsi-lampung.html)

MENUJU KETERSEDIAAN AIR YANG BERKELANJUTAN DI DAS CIKAPUNDUNG HULU : SUATU PENDEKATAN
SYSTEM DYNAMICS (/62958829-Menuju-ketersediaan-air-yang-berkelanjutan-di-das-cikapundung-hulu-suatu-
pendekatan-system-dynamics.html)
MENUJU KETERSEDIAAN AIR YANG BERKELANJUTAN DI DAS CIKAPUNDUNG HULU : SUATU PENDEKATAN SYSTEM DYNAMICS TESIS Karya tulis sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi

Lebih terperinci (/62958829-Menuju-ketersediaan-air-yang-berkelanjutan-di-das-cikapundung-hulu-suatu-pendekatan-system-dynamics.html)

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA (/71846400-Sistem-
informasi-geogra s-pertanian-padi-di-kabupaten-bantul-d-i-yogyakarta.html)
SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA Agus Rudiyanto 1 1 Alumni Jurusan Teknik Informatika Univ.
Islam Indonesia, Yogyakarta Email: a_rudiyanto@yahoo.com (korespondensi)

Lebih terperinci (/71846400-Sistem-informasi-geogra s-pertanian-padi-di-kabupaten-bantul-d-i-yogyakarta.html)

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN (/46260038-4-perubahan-penutup-lahan.html)


4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu
komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci (/46260038-4-perubahan-penutup-lahan.html)

METODOLOGI PENELITIAN (/54832423-Metodologi-penelitian.html)


METODOLOGI PENELITIAN Untuk mencapai tujuan penelitian ini, metoda analisis yang digunakan dibagi dalam lima bagian yaitu (a) analisis kondisi DAS
Bekasi Hulu; (b) analisis hidrologi DAS Bekasi Hulu; (c)

Lebih terperinci (/54832423-Metodologi-penelitian.html)

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air
(SIMKUA) Pendahuluan (/67785166-Pemodelan-penyebaran-polutan-di-dps-waduk-sutami-dan-penyusunan-
sistem-informasi-monitoring-kualitas-air-simkua-pendahuluan.html)
Pendahuluan 1.1 Umum Sungai Brantas adalah sungai utama yang airnya mengalir melewati sebagian kota-kota besar di Jawa Timur seperti Malang,
Blitar, Tulungagung, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya. Sungai

Lebih terperinci (/67785166-Pemodelan-penyebaran-polutan-di-dps-waduk-sutami-dan-penyusunan-sistem-informasi-monitoring-kualitas-air-


simkua-pendahuluan.html)

http://docplayer.info/50867868-Analisis-wilayah-rawan-banjir-dan-genangan-das-citarum-hulu-berdasarkan-aplikasi-model-hidrodinamik-dan-sis… 15/27
2/3/2018 ANALISIS WILAYAH RAWAN BANJIR DAN GENANGAN DAS CITARUM HULU BERDASARKAN APLIKASI MODEL HIDRODINAMIK DAN …

BAB I PENDAHULUAN. karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan lahan yang
salah. (/35484024-Bab-i-pendahuluan-karena-curah-hujan-yang-tinggi-intensitas-atau-kerusakan-akibat-
penggunaan-lahan-yang-salah.html)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banjir merupakan salah satu peristiwa alam yang seringkali terjadi. Banjir dapat terjadi karena curah hujan yang
tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan

Lebih terperinci (/35484024-Bab-i-pendahuluan-karena-curah-hujan-yang-tinggi-intensitas-atau-kerusakan-akibat-penggunaan-lahan-yang-


salah.html)

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN
PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN (/50223266-Analisis-kebutuhan-luas-lahan-pertanian-
pangan-dalam-pemenuhan-kebutuhan-pangan-penduduk-kabupaten-lampung-barat-sumarlin.html)
ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT
SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci (/50223266-Analisis-kebutuhan-luas-lahan-pertanian-pangan-dalam-pemenuhan-kebutuhan-pangan-penduduk-kabupaten-lampung-


barat-sumarlin.html)

I. PENDAHULUAN. angin bertiup dari arah Utara Barat Laut dan membawa banyak uap air dan (/64580346-I-
pendahuluan-angin-bertiup-dari-arah-utara-barat-laut-dan-membawa-banyak-uap-air-dan.html)
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai sebuah negara kepulauan yang secara astronomis terletak di sekitar garis katulistiwa dan secara geogra s
terletak di antara dua benua dan dua samudra, Indonesia

Lebih terperinci (/64580346-I-pendahuluan-angin-bertiup-dari-arah-utara-barat-laut-dan-membawa-banyak-uap-air-dan.html)

BAB III METODE PENELITIAN (/58434313-Bab-iii-metode-penelitian.html)


BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di muara Sungai Cikapundung yang merupakan salah satu anak sungai yang berada
di hulu Sungai Citarum. Wilayah ini terletak di Desa Dayeuhkolot,

Lebih terperinci (/58434313-Bab-iii-metode-penelitian.html)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang (/33970660-Bab-i-pendahuluan-1-1-latar-belakang.html)


BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di bumi terdapat kira-kira 1,3 1,4 milyar km³ air : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di
daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah,

Lebih terperinci (/33970660-Bab-i-pendahuluan-1-1-latar-belakang.html)

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA? (/55936153-Karena-
tidak-pernah-ada-proyek-yang-dimulai-tanpa-terlebih-dahulu-menanyakan-dimana.html)
PENGUKURAN KEKOTAAN Geographic Information System (1) Lecture Note: by Sri Rezki Artini, ST., M.Eng Geomatic Engineering Study Program Dept. Of
Geodetic Engineering Permohonan GIS!!! Karena tidak pernah

Lebih terperinci (/55936153-Karena-tidak-pernah-ada-proyek-yang-dimulai-tanpa-terlebih-dahulu-menanyakan-dimana.html)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA (/48110698-Bab-ii-tinjauan-pustaka.html)


BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DAS (Daerah Aliran Sungai) Daerah aliran sungai adalah merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topogra s,
yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang

Lebih terperinci (/48110698-Bab-ii-tinjauan-pustaka.html)

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi (/34201279-Gambar-2-1-diagram-alir-studi.html)

http://docplayer.info/50867868-Analisis-wilayah-rawan-banjir-dan-genangan-das-citarum-hulu-berdasarkan-aplikasi-model-hidrodinamik-dan-sis… 16/27
2/3/2018 ANALISIS WILAYAH RAWAN BANJIR DAN GENANGAN DAS CITARUM HULU BERDASARKAN APLIKASI MODEL HIDRODINAMIK DAN …
2.1. Alur Studi Alur studi kegiatan Kajian Tingkat Kerentanan Penyediaan Air Bersih Tirta Albantani Kabupaten Serang, Provinsi Banten terlihat dalam Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Diagram Alir Studi II - 1 2.2.

Lebih terperinci (/34201279-Gambar-2-1-diagram-alir-studi.html)

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang (/60571933-1-pendahuluan-1-1-latar-belakang.html)


1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa
memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali

Lebih terperinci (/60571933-1-pendahuluan-1-1-latar-belakang.html)

Sistem Informasi Geogra s (SIG) Geographic Information System (SIG) (/55711457-Sistem-informasi-geogra s-sig-
geographic-information-system-sig.html)
Sistem Informasi Geogra s (SIG) Geographic Information System (SIG) 24/09/2012 10:58 Sistem (komputer) yang mampu mengelola informasi spasial
(keruangan), memiliki kemampuan memasukan (entry), menyimpan

Lebih terperinci (/55711457-Sistem-informasi-geogra s-sig-geographic-information-system-sig.html)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA (/51367149-Bab-ii-tinjauan-pustaka.html)


BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Hidrologi sebagai cabang ilmu yang basisnya adalah pengukuran Fenomena Alam, dihadapkan pada
tantangan bagaimana memodelkan atau memprediksi proses hidrologi pada

Lebih terperinci (/51367149-Bab-ii-tinjauan-pustaka.html)

I. PENDAHULUAN. Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses (/56045250-I-
pendahuluan-hujan-merupakan-komponen-masukan-yang-paling-penting-dalam-proses.html)
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses hidrologi, karena jumlah kedalaman hujan
(raifall depth) akan dialihragamkan menjadi aliran, baik melalui

Lebih terperinci (/56045250-I-pendahuluan-hujan-merupakan-komponen-masukan-yang-paling-penting-dalam-proses.html)

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK
PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG (/46579882-Aplikasi-konsep-ekowisata-dalam-perencanaan-zona-
pemanfaatan-taman-nasional-untuk-pariwisata-dengan-pendekatan-ruang.html)
APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG (Studi
Kasus Wilayah Seksi Bungan Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun di Provinsi

Lebih terperinci (/46579882-Aplikasi-konsep-ekowisata-dalam-perencanaan-zona-pemanfaatan-taman-nasional-untuk-pariwisata-dengan-


pendekatan-ruang.html)

PERENCANAAN NORMALISASI KALI TUNTANG DI KABUPATEN DEMAK DAN KABUPATEN GROBOGAN (/49631181-
Perencanaan-normalisasi-kali-tuntang-di-kabupaten-demak-dan-kabupaten-grobogan.html)
LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN NORMALISASI KALI TUNTANG DI KABUPATEN DEMAK DAN KABUPATEN GROBOGAN Diajukan Untuk
Memenuhi Persyaratan Program Strata 1 Pada Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci (/49631181-Perencanaan-normalisasi-kali-tuntang-di-kabupaten-demak-dan-kabupaten-grobogan.html)

PEMODELAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ANALISIS KERUSAKAN DAN AGIHAN BANJIR LUAPAN
SUNGAI WAWAR BAGIAN HILIR SUB DAS WAWAR DI KABUPATEN PURWOREJO (/61091130-Pemodelan-sistem-
informasi-geogra s-untuk-analisis-kerusakan-dan-agihan-banjir-luapan-sungai-wawar-bagian-hilir-sub-das-
i PEMODELAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ANALISIS KERUSAKAN DAN AGIHAN BANJIR LUAPAN SUNGAI WAWAR BAGIAN HILIR SUB DAS WAWAR DI
KABUPATEN PURWOREJO Penelitian Untuk Skripsi S-1 Progam Studi Geogra

http://docplayer.info/50867868-Analisis-wilayah-rawan-banjir-dan-genangan-das-citarum-hulu-berdasarkan-aplikasi-model-hidrodinamik-dan-sis… 17/27
2/3/2018 ANALISIS WILAYAH RAWAN BANJIR DAN GENANGAN DAS CITARUM HULU BERDASARKAN APLIKASI MODEL HIDRODINAMIK DAN …

Lebih terperinci (/61091130-Pemodelan-sistem-informasi-geogra s-untuk-analisis-kerusakan-dan-agihan-banjir-luapan-sungai-wawar-bagian-hilir-


sub-das-wawar-di-kabupaten-purworejo.html)

Keywords: Sistem Informasi Geora s, Pemetaan, Pabrik Sawit (/47593444-Keywords-sistem-informasi-geora s-


pemetaan-pabrik-sawit.html)
SISTEM INFORMASI GIOGRAFIS PEMETAAN PABRIK SAWIT DI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR R. Zulkarnain, Abdullah Program Studi Sistem Informasi,
Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitasi Islam Indragiri (UNISI)

Lebih terperinci (/47593444-Keywords-sistem-informasi-geora s-pemetaan-pabrik-sawit.html)

APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO
(/51893990-Aplikasi-hec-hms-untuk-perkiraan-hidrograf-aliran-di-das-ciliwung-bagian-hulu-risyanto.html)
APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci (/51893990-Aplikasi-hec-hms-untuk-perkiraan-hidrograf-aliran-di-das-ciliwung-bagian-hulu-risyanto.html)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memahami SIG. Dengan melihat unsur-unsur pokoknya, maka jelas SIG (/71166822-
Bab-ii-tinjauan-pustaka-memahami-sig-dengan-melihat-unsur-unsur-pokoknya-maka-jelas-sig.html)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Informasi Geogra s 2.1.1. Pengertian SIG Pada dasarnya, istilah sistem informasi geogra merupakan gabungan
dari tiga unsur pokok: sistem, informasi, dan geogra .

Lebih terperinci (/71166822-Bab-ii-tinjauan-pustaka-memahami-sig-dengan-melihat-unsur-unsur-pokoknya-maka-jelas-sig.html)

Bab V Analisa dan Diskusi (/60935117-Bab-v-analisa-dan-diskusi.html)


Bab V Analisa dan Diskusi V.1 Pemilihan data Pemilihan lokasi studi di Sungai Citarum, Jawa Barat, didasarkan pada kelengkapan data debit pengkuran
sungai dan data hujan harian. Kalibrasi pemodelan debit

Lebih terperinci (/60935117-Bab-v-analisa-dan-diskusi.html)

Gambar 3.1 Peta lokasi penelitian Sub DAS Cikapundung (/37135133-Gambar-3-1-peta-lokasi-penelitian-sub-das-


cikapundung.html)
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Sub DAS Cikapundung yang merupakan salah satu Sub DAS yang berada di DAS
Citarum Hulu. Wilayah Sub DAS ini meliputi sebagian Kabupaten

Lebih terperinci (/37135133-Gambar-3-1-peta-lokasi-penelitian-sub-das-cikapundung.html)

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian (/36898163-Bab-i-pendahuluan-i-1-latar-belakang-


penelitian.html)
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung yang meliputi area tangkapan (catchment area) seluas 142,11
Km2 atau 14.211 Ha (Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air

Lebih terperinci (/36898163-Bab-i-pendahuluan-i-1-latar-belakang-penelitian.html)

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah
(/68399220-Bab-1-pendahuluan-pembangunan-yang-berkelanjutan-seperti-yang-dikehendaki-oleh-
pemerintah.html)
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah maupun masyarakat mengandung
pengertian yang mendalam, bukan hanya berarti penambahan pembangunan

http://docplayer.info/50867868-Analisis-wilayah-rawan-banjir-dan-genangan-das-citarum-hulu-berdasarkan-aplikasi-model-hidrodinamik-dan-sis… 18/27
2/3/2018 ANALISIS WILAYAH RAWAN BANJIR DAN GENANGAN DAS CITARUM HULU BERDASARKAN APLIKASI MODEL HIDRODINAMIK DAN …

Lebih terperinci (/68399220-Bab-1-pendahuluan-pembangunan-yang-berkelanjutan-seperti-yang-dikehendaki-oleh-pemerintah.html)

PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN
SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (/40474419-Pemetaan-dan-analisis-daerah-rawan-tanah-longsor-serta-upaya-
mitigasinya-menggunakan-sistem-informasi-geogra s.html)
PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus
Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang, Provinsi

Lebih terperinci (/40474419-Pemetaan-dan-analisis-daerah-rawan-tanah-longsor-serta-upaya-mitigasinya-menggunakan-sistem-informasi-


geogra s.html)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang (/62443393-Bab-i-pendahuluan-1-1-latar-belakang.html)


BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu kesatuan aspek sik, sosial dan ekosistem yang di dalamnya
mengandung berbagai permasalahan yang komplek, seperti degradasi

Lebih terperinci (/62443393-Bab-i-pendahuluan-1-1-latar-belakang.html)

BAB III METODOLOGI Rumusan Masalah (/34809343-Bab-iii-metodologi-rumusan-masalah.html)


BAB III METODOLOGI 3.1. Rumusan Masalah Rumusan Masalah merupakan peninjauan pada pokok permasalahan untuk menemukan sejauh mana
pembahasan permasalahan tersebut dilakukan. Berdasarkan hasil analisa terhadap

Lebih terperinci (/34809343-Bab-iii-metodologi-rumusan-masalah.html)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang (/51084562-Bab-i-pendahuluan-latar-belakang.html)


BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang DAS Konaweeha adalah DAS terbesar di Provinsi Sulawesi Tenggara dengan Sungai Konaweeha sebagai sungai
utama. Hulu DAS Konaweeha berada di Kabupaten Kolaka dan melintasi

Lebih terperinci (/51084562-Bab-i-pendahuluan-latar-belakang.html)

3 BAB III METODOLOGI (/49634558-3-bab-iii-metodologi.html)


3-1 3 BAB III METODOLOGI 3.1 PENGUMPULAN DATA Untuk pengumpulan data yang dipergunakan dalam Tugas Akhir ini didapatkan dari data sekunder.
Data sekunder merupakan data yang diperoleh langsung dari catatancatatan

Lebih terperinci (/49634558-3-bab-iii-metodologi.html)

BAB III LANDASAN TEORI (/54703818-Bab-iii-landasan-teori.html)


BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pro l Provinsi Kalimantan Barat Posisi Provinsi Kalimantan Barat terletak 20 08 LU dan 30 05 LS dan antara 1080 30 BT dan
1140 10 BT. Berdasarkan letak geogra s yang spesi k,

Lebih terperinci (/54703818-Bab-iii-landasan-teori.html)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang (/54453385-Bab-i-pendahuluan-1-1-latar-belakang.html)


BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir tahun 2013 hingga awal tahun 2014 Indonesia dilanda berbagai bencana alam meliputi banjir, tanah
longsor, amblesan tanah, erupsi gunung api, dan gempa bumi

Lebih terperinci (/54453385-Bab-i-pendahuluan-1-1-latar-belakang.html)

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAN LAJU EROSI SEBAGAI FUNGSI PERUBAHAN
TATA GUNA LAHAN (/35161347-Executive-summary-penelitian-karakteristik-hidrologi-dan-laju-erosi-sebagai-
fungsi-perubahan-tata-guna-lahan.html)
EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAN LAJU EROSI SEBAGAI FUNGSI PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN DESEMBER, 2014 KATA PENGANTAR
Sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 21/PRT/M/2010

http://docplayer.info/50867868-Analisis-wilayah-rawan-banjir-dan-genangan-das-citarum-hulu-berdasarkan-aplikasi-model-hidrodinamik-dan-sis… 19/27
2/3/2018 ANALISIS WILAYAH RAWAN BANJIR DAN GENANGAN DAS CITARUM HULU BERDASARKAN APLIKASI MODEL HIDRODINAMIK DAN …

Lebih terperinci (/35161347-Executive-summary-penelitian-karakteristik-hidrologi-dan-laju-erosi-sebagai-fungsi-perubahan-tata-guna-lahan.html)

SKRIPSI PEMODELAN SPASIAL UNTUK IDENTIFIKASI BANJIR GENANGAN DI WILAYAH KOTA SURAKARTA DENGAN
PENDEKATAN METODE RASIONAL (RATIONAL RUNOFF METHOD) (/32435467-Skripsi-pemodelan-spasial-untuk-
identi kasi-banjir-genangan-di-wilayah-kota-surakarta-dengan-pendekatan-metode-rasional-rational-runo -
SKRIPSI PEMODELAN SPASIAL UNTUK IDENTIFIKASI BANJIR GENANGAN DI WILAYAH KOTA SURAKARTA DENGAN PENDEKATAN METODE RASIONAL
(RATIONAL RUNOFF METHOD) Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geogra Diajukan

Lebih terperinci (/32435467-Skripsi-pemodelan-spasial-untuk-identi kasi-banjir-genangan-di-wilayah-kota-surakarta-dengan-pendekatan-metode-


rasional-rational-runo -method.html)

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Informasi geora s atau Georaphic Information Sistem (GIS) capture, mengecek,
mengintegrasikan, memanipulasi, (/65026879-Bab-i-pendahuluan-sistem-informasi-geora s-atau-georaphic-
information-sistem-gis-capture-mengecek-mengintegrasikan-memanipulasi.html)
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sistem Informasi geora s atau Georaphic Information Sistem (GIS) merupakan suatu sistem informasi yang
berbasis komputer, dirancang untuk bekerja dengan menggunakan

Lebih terperinci (/65026879-Bab-i-pendahuluan-sistem-informasi-geora s-atau-georaphic-information-sistem-gis-capture-mengecek-


mengintegrasikan-memanipulasi.html)

Bab III Studi Kasus. Daerah Aliran Sungai Citarum (/67464475-Bab-iii-studi-kasus-daerah-aliran-sungai-


citarum.html)
Bab III Studi Kasus III.1 Daerah Aliran Sungai Citarum Sungai Citarum dengan panjang sungai 78,21 km, merupakan sungai terpanjang di Propinsi Jawa
Barat, dan merupakan salah satu yang terpanjang di Pulau

Lebih terperinci (/67464475-Bab-iii-studi-kasus-daerah-aliran-sungai-citarum.html)

METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian (/52234573-Metode-penelitian-waktu-dan-lokasi-


penelitian.html)
12 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2012 hingga Akhir April 2012 pada wilayah DAS Citarum
Hulu, yaitu sebelah barat bendungan Saguling. Penelitian

Lebih terperinci (/52234573-Metode-penelitian-waktu-dan-lokasi-penelitian.html)

NORMALISASI SUNGAI RANTAUAN SEBAGAI ALTERNATIF PENANGGULANGAN BANJIR DI KECAMATAN JELIMPO


KABUPATEN LANDAK (/63405122-Normalisasi-sungai-rantauan-sebagai-alternatif-penanggulangan-banjir-di-
kecamatan-jelimpo-kabupaten-landak.html)
NORMALISASI SUNGAI RANTAUAN SEBAGAI ALTERNATIF PENANGGULANGAN BANJIR DI KECAMATAN JELIMPO KABUPATEN LANDAK Martin 1) Fransiskus
Higang 2)., Stefanus Barlian Soeryamassoeka 2) Abstrak Banjir yang terjadi

Lebih terperinci (/63405122-Normalisasi-sungai-rantauan-sebagai-alternatif-penanggulangan-banjir-di-kecamatan-jelimpo-kabupaten-landak.html)

BAB II SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL UNTUK IDENTIFIKASI DAERAH
RAWAN BANJIR (/34727378-Bab-ii-sistem-informasi-geogra s-dan-infrastruktur-data-spasial-untuk-identi kasi-
daerah-rawan-banjir.html)
BAB II SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL UNTUK IDENTIFIKASI DAERAH RAWAN BANJIR 2.1 Faktor Penyebab Banjir
Banjir adalah aliran/genangan air yang menimbulkan kerugian ekonomi atau

Lebih terperinci (/34727378-Bab-ii-sistem-informasi-geogra s-dan-infrastruktur-data-spasial-untuk-identi kasi-daerah-rawan-banjir.html)

http://docplayer.info/50867868-Analisis-wilayah-rawan-banjir-dan-genangan-das-citarum-hulu-berdasarkan-aplikasi-model-hidrodinamik-dan-sis… 20/27
2/3/2018 ANALISIS WILAYAH RAWAN BANJIR DAN GENANGAN DAS CITARUM HULU BERDASARKAN APLIKASI MODEL HIDRODINAMIK DAN …

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH
DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA (/50990033-Perencanaan-beberapa-
jalur-interpretasi-alam-di-taman-nasional-gunung-merbabu-jawa-tengah-dengan-menggunakan-sistem-
PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM
INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci (/50990033-Perencanaan-beberapa-jalur-interpretasi-alam-di-taman-nasional-gunung-merbabu-jawa-tengah-dengan-menggunakan-


sistem-informasi-geogra s-tri-satyatama.html)

PENGEMBANGAN MODEL SIG UNTUK MENENTUKAN RUTE EVAKUASI BENCANA BANJIR (Studi Kasus: Kec.
Semarang Barat, Kota Semarang) TUGAS AKHIR (/44511269-Pengembangan-model-sig-untuk-menentukan-rute-
evakuasi-bencana-banjir-studi-kasus-kec-semarang-barat-kota-semarang-tugas-akhir.html)
PENGEMBANGAN MODEL SIG UNTUK MENENTUKAN RUTE EVAKUASI BENCANA BANJIR (Studi Kasus: Kec. Semarang Barat, Kota Semarang) TUGAS AKHIR
Oleh: ARGO MULYANTO L2D 004 299 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci (/44511269-Pengembangan-model-sig-untuk-menentukan-rute-evakuasi-bencana-banjir-studi-kasus-kec-semarang-barat-kota-


semarang-tugas-akhir.html)

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010). (/34215843-
Bab-i-pendahuluan-akan-mempengaruhi-produksi-pertanian-direktorat-pengelolaan-air-2010.html)
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga
merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan

Lebih terperinci (/34215843-Bab-i-pendahuluan-akan-mempengaruhi-produksi-pertanian-direktorat-pengelolaan-air-2010.html)

III - 1 BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI (/66362306-Iii-1-bab-iii-metodologi-bab-iii-metodologi.html)


III - 1 BAB III 3.1 Tinjauan Umum Dalam penulisan laporan Tugas Akhir memerlukan metode atau tahapan/tata cara penulisan untuk mendapatkan hasil
yang baik dan optimal mengenai pengendalian banjir sungai

Lebih terperinci (/66362306-Iii-1-bab-iii-metodologi-bab-iii-metodologi.html)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang (/52075087-Bab-1-pendahuluan-1-1-latar-belakang.html)


BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intensitas kegiatan manusia saat ini terus meningkat dalam pemanfaatan sumberdaya alam untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Namun pemanfaatan sumberdaya alam ini khususnya

Lebih terperinci (/52075087-Bab-1-pendahuluan-1-1-latar-belakang.html)

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam meliputi sumber daya lahan, hutan, air, dan mineral. (/60920527-Bab-i-
pendahuluan-sumber-daya-alam-meliputi-sumber-daya-lahan-hutan-air-dan-mineral.html)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya alam meliputi sumber daya lahan, hutan, air, dan mineral. Sumber daya alam ini
mempunyai peranan penting dalam kelangsungan hidup manusia sehingga

Lebih terperinci (/60920527-Bab-i-pendahuluan-sumber-daya-alam-meliputi-sumber-daya-lahan-hutan-air-dan-mineral.html)

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang
ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam (/53779455-Faktor-penyebab-banjir-oleh-sutopo-1999-dalam-
ramdan-2004-dibedakan-menjadi-persoalan-banjir-yang-ditimbulkan-oleh-kondisi-dan-peristiwa-alam.html)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam tampak semakin meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh proses alam maupun
manusia itu sendiri. Kerugian langsung berupa korban jiwa, harta

Lebih terperinci (/53779455-Faktor-penyebab-banjir-oleh-sutopo-1999-dalam-ramdan-2004-dibedakan-menjadi-persoalan-banjir-yang-ditimbulkan-


oleh-kondisi-dan-peristiwa-alam.html)

http://docplayer.info/50867868-Analisis-wilayah-rawan-banjir-dan-genangan-das-citarum-hulu-berdasarkan-aplikasi-model-hidrodinamik-dan-sis… 21/27
2/3/2018 ANALISIS WILAYAH RAWAN BANJIR DAN GENANGAN DAS CITARUM HULU BERDASARKAN APLIKASI MODEL HIDRODINAMIK DAN …

KAJIAN DAERAH RAWAN BENCANA TSUNAMI BERDASARKAN CITRA SATELIT ALOS DI CILACAP, JAWA TENGAH
(/47458023-Kajian-daerah-rawan-bencana-tsunami-berdasarkan-citra-satelit-alos-di-cilacap-jawa-tengah.html)
KAJIAN DAERAH RAWAN BENCANA TSUNAMI BERDASARKAN CITRA SATELIT ALOS DI CILACAP, JAWA TENGAH Oleh : Agus Supiyan C64104017 Skripsi
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci (/47458023-Kajian-daerah-rawan-bencana-tsunami-berdasarkan-citra-satelit-alos-di-cilacap-jawa-tengah.html)

3. METODOLOGI PENELITIAN (/60495426-3-metodologi-penelitian.html)


23 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini memanfaatkan data sekunder yang tersedia pada Perum Jasa Tirta II Jatiluhur dan
BPDAS Citarum-Ciliwung untuk data seri dari tahun 2002 s/d

Lebih terperinci (/60495426-3-metodologi-penelitian.html)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG (/39828874-Bab-i-pendahuluan-1-1-latar-belakang.html)


BAB I PENDAHULUAN Bab I menjelaskan mengenai latar belakang masalah yang diangkat, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, manfaat dari
penulisan serta penelitian Tugas Akhir ini. 1.1 LATAR BELAKANG

Lebih terperinci (/39828874-Bab-i-pendahuluan-1-1-latar-belakang.html)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH
ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA (/48396724-Peraturan-pemerintah-republik-
indonesia-nomor-37-tahun-2012-tentang-pengelolaan-daerah-aliran-sungai-dengan-rahmat-tuhan-yang-maha-
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN
YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan

Lebih terperinci (/48396724-Peraturan-pemerintah-republik-indonesia-nomor-37-tahun-2012-tentang-pengelolaan-daerah-aliran-sungai-dengan-


rahmat-tuhan-yang-maha-esa.html)

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI (/37572024-Bab-iv-gambaran-umum-daerah-studi.html)


BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI IV. 1 Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Daerah Aliran sungai (DAS) Citarum merupakan DAS terbesar di Jawa
Barat dengan luas 6.614 Km 2 dan panjang 300 km (Jasa Tirta

Lebih terperinci (/37572024-Bab-iv-gambaran-umum-daerah-studi.html)

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN
AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL (/42689611-Analisis-kemauan-membayar-masyarakat-
perkotaan-untuk-jasa-perbaikan-lingkungan-lahan-dan-air-studi-kasus-das-citarum-hulu-anhar-drakel.html)
ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu)
ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci (/42689611-Analisis-kemauan-membayar-masyarakat-perkotaan-untuk-jasa-perbaikan-lingkungan-lahan-dan-air-studi-kasus-das-


citarum-hulu-anhar-drakel.html)

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang (/31881644-Bab-i-
pendahuluan-undang-undang-republik-indonesia-nomor-7-tahun-2004-tentang.html)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air (SDA) bertujuan mewujudkan
kemanfaatan sumberdaya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar

Lebih terperinci (/31881644-Bab-i-pendahuluan-undang-undang-republik-indonesia-nomor-7-tahun-2004-tentang.html)

Aplikasi Software FLO-2D untuk Pembuatan Peta Genangan DAS Guring, Banjarmasin (/57601599-Aplikasi-
software- o-2d-untuk-pembuatan-peta-genangan-das-guring-banjarmasin.html)

http://docplayer.info/50867868-Analisis-wilayah-rawan-banjir-dan-genangan-das-citarum-hulu-berdasarkan-aplikasi-model-hidrodinamik-dan-sis… 22/27
2/3/2018 ANALISIS WILAYAH RAWAN BANJIR DAN GENANGAN DAS CITARUM HULU BERDASARKAN APLIKASI MODEL HIDRODINAMIK DAN …
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-27 Aplikasi Software FLO-2D untuk Pembuatan Peta Genangan DAS Guring, Banjarmasin
Devy Amalia dan Umboro Lasminto Jurusan Teknik

Lebih terperinci (/57601599-Aplikasi-software- o-2d-untuk-pembuatan-peta-genangan-das-guring-banjarmasin.html)

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang (/40632471-Bab-1-pendahuluan-1-1-latar-belakang.html)


BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bendung, embung ataupun bendungan merupakan bangunan air yang banyak dibangun sebagai salah satu
solusi dalam berbagai masalah yang berhubungan dengan sumber daya

Lebih terperinci (/40632471-Bab-1-pendahuluan-1-1-latar-belakang.html)

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun (/62462781-
Pendahuluan-berdasarkan-data-bappenas-2007-kota-jakarta-dilanda-banjir-sejak-tahun.html)
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun 1621, 1654 dan 1918, kemudian pada tahun
1976, 1997, 2002 dan 2007. Banjir di Jakarta yang terjadi

Lebih terperinci (/62462781-Pendahuluan-berdasarkan-data-bappenas-2007-kota-jakarta-dilanda-banjir-sejak-tahun.html)

BAB I PENDAHULUAN. DKI Jakarta terletak di daerah dataran rendah di tepi pantai utara Pulau (/33858751-Bab-i-
pendahuluan-dki-jakarta-terletak-di-daerah-dataran-rendah-di-tepi-pantai-utara-pulau.html)
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang DKI Jakarta terletak di daerah dataran rendah di tepi pantai utara Pulau Jawa, dilintasi oleh 13 sungai, sekitar
40% wilayah DKI berada di dataran banjir dan sebagian

Lebih terperinci (/33858751-Bab-i-pendahuluan-dki-jakarta-terletak-di-daerah-dataran-rendah-di-tepi-pantai-utara-pulau.html)

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG (/61368257-
2016-analisis-neraca-air-water-balance-pada-daerah-aliran-sungai-das-cikapundung.html)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu
membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci (/61368257-2016-analisis-neraca-air-water-balance-pada-daerah-aliran-sungai-das-cikapundung.html)

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah
(/38432307-Bab-i-pendahuluan-terus-menerus-dari-hulu-sumber-menuju-hilir-muara-sungai-merupakan-
salah.html)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Sungai adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara terus-menerus dari hulu (sumber)
menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah satu bagian dari

Lebih terperinci (/38432307-Bab-i-pendahuluan-terus-menerus-dari-hulu-sumber-menuju-hilir-muara-sungai-merupakan-salah.html)

ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN HUTAN TERHADAP IKLIM DI PULAU KALIMANTAN
MENGGUNAKAN MODEL IKLIM REGIONAL (REMO) SOFYAN AGUS SALIM G (/60124337-Analisis-dampak-
perubahan-tutupan-lahan-hutan-terhadap-iklim-di-pulau-kalimantan-menggunakan-model-iklim-regional-remo-
ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN HUTAN TERHADAP IKLIM DI PULAU KALIMANTAN MENGGUNAKAN MODEL IKLIM REGIONAL (REMO)
SOFYAN AGUS SALIM G02400013 DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci (/60124337-Analisis-dampak-perubahan-tutupan-lahan-hutan-terhadap-iklim-di-pulau-kalimantan-menggunakan-model-iklim-


regional-remo-sofyan-agus-salim-g.html)

ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI BATANG LUBUH KABUPATEN ROKAN HULU PROPINSI RIAU (/48806885-Analisa-
debit-banjir-sungai-batang-lubuh-kabupaten-rokan-hulu-propinsi-riau.html)

http://docplayer.info/50867868-Analisis-wilayah-rawan-banjir-dan-genangan-das-citarum-hulu-berdasarkan-aplikasi-model-hidrodinamik-dan-sis… 23/27
2/3/2018 ANALISIS WILAYAH RAWAN BANJIR DAN GENANGAN DAS CITARUM HULU BERDASARKAN APLIKASI MODEL HIDRODINAMIK DAN …
ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI BATANG LUBUH KABUPATEN ROKAN HULU PROPINSI RIAU Rismalinda Prodi Teknik Sipil Universitas Pasir Pengaraian Email :
rismalindarisdick@gmailcom Abstrak Kabupaten Rokan Hulu terletak

Lebih terperinci (/48806885-Analisa-debit-banjir-sungai-batang-lubuh-kabupaten-rokan-hulu-propinsi-riau.html)

Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geogra . Diajukan Oleh : Mousa Juniasandi Rukmana E (/57215224-
Penelitian-untuk-skripsi-s-1-program-studi-geogra -diajukan-oleh-mousa -juniasandi-rukmana-e.html)
PEMODELAN ARAHAN FUNGSI KAWASAN LAHAN UNTUK EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DI SUB
DAERAH ALIRAN SUNGAI OPAK HULU Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geogra

Lebih terperinci (/57215224-Penelitian-untuk-skripsi-s-1-program-studi-geogra -diajukan-oleh-mousa -juniasandi-rukmana-e.html)

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam (/49148764-
Bab-i-pendahuluan-air-merupakan-salah-satu-unsur-penting-yang-mendukung-kehidupan-di-alam.html)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam semesta ini. Bagi umat manusia,
keberadaan air sudah menjadi sesuatu yang urgen sejak zaman

Lebih terperinci (/49148764-Bab-i-pendahuluan-air-merupakan-salah-satu-unsur-penting-yang-mendukung-kehidupan-di-alam.html)

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem (/38462728-1267-no-undang-undang-nomor-4-tahun-2011-
tentang-informasi-geospasial-lembaran-negara-republik-indonesia-tahun-2011-nomor-49-tambahan-lem.html)
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1267, 2014 KEMENHUT. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Evaluasi. Monitoring. PERATURAN MENTERI
KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 61 /Menhut-II/2014 TENTANG MONITORING

Lebih terperinci (/38462728-1267-no-undang-undang-nomor-4-tahun-2011-tentang-informasi-geospasial-lembaran-negara-republik-indonesia-tahun-


2011-nomor-49-tambahan-lem.html)

DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DI KOTA
TANGERANG OLEH : DADAN SUHENDAR (/44661081-Dampak-perubahan-penggunaan-lahan-terhadap-
ketersediaan-sumber-daya-air-di-kota-tangerang-oleh-dadan-suhendar.html)
DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DI KOTA TANGERANG OLEH : DADAN SUHENDAR SEKOLAH
PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 ABSTRAK DADAN SUHENDAR. Dampak Perubahan

Lebih terperinci (/44661081-Dampak-perubahan-penggunaan-lahan-terhadap-ketersediaan-sumber-daya-air-di-kota-tangerang-oleh-dadan-


suhendar.html)

Daftar Isi. Daftar Isi Daftar Gambar Bab 1. Pendahuluan... 5 (/44290386-Daftar-isi-daftar-isi-daftar-gambar-bab-1-


pendahuluan-5.html)
Daftar Isi Daftar Isi... 2 Daftar Gambar... 4 Bab 1. Pendahuluan... 5 Bab 2. Metode Prediksi Iklim, Pola Tanam dan... 6 2.1 Pemodelan Prediksi Iklim... 6 2.2
Pengembangan Peta Prediksi Curah Hujan... 8

Lebih terperinci (/44290386-Daftar-isi-daftar-isi-daftar-gambar-bab-1-pendahuluan-5.html)

1 PENDAHULUAN Latar Belakang (/29869383-1-pendahuluan-latar-belakang.html)


1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan iklim menyebabkan musim hujan yang makin pendek dengan intensitas hujan tinggi, sementara musim
kemarau makin memanjang. Kondisi ini diperparah oleh perubahan penggunaan

Lebih terperinci (/29869383-1-pendahuluan-latar-belakang.html)

Drought Management Untuk Meminimalisasi Risiko Kekeringan (/29951282-Drought-management-untuk-


meminimalisasi-risiko-kekeringan.html)

http://docplayer.info/50867868-Analisis-wilayah-rawan-banjir-dan-genangan-das-citarum-hulu-berdasarkan-aplikasi-model-hidrodinamik-dan-sis… 24/27
2/3/2018 ANALISIS WILAYAH RAWAN BANJIR DAN GENANGAN DAS CITARUM HULU BERDASARKAN APLIKASI MODEL HIDRODINAMIK DAN …
Drought Management Untuk Meminimalisasi Risiko Kekeringan Oleh : Gatot Irianto Fakta menunjukkan bahhwa kemarau yang terjadi terus meningkat besarannya
(magnitude), baik intensitas, periode ulang dan lamanya.

Lebih terperinci (/29951282-Drought-management-untuk-meminimalisasi-risiko-kekeringan.html)

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI (/35339010-Tambahan-lembaran-negara-ri.html)


TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5292 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG
PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI I. UMUM Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat

Lebih terperinci (/35339010-Tambahan-lembaran-negara-ri.html)

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN
SINTANG KALIMANTAN BARAT (/38432233-Pengaruh-perubahan-tata-guna-lahan-terhadap-debit-limpasan-pada-
sub-das-sepauk-kabupaten-sintang-kalimantan-barat.html)
PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT LIMPASAN PADA SUB DAS SEPAUK KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT Ria
Rosdiana Hutagaol 1 dan Sigit Hardwinarto 2 1 Faperta Jurusan Kehutanan Universitas

Lebih terperinci (/38432233-Pengaruh-perubahan-tata-guna-lahan-terhadap-debit-limpasan-pada-sub-das-sepauk-kabupaten-sintang-kalimantan-


barat.html)

Bab IV Metodologi dan Konsep Pemodelan (/46203303-Bab-iv-metodologi-dan-konsep-pemodelan.html)


Bab IV Metodologi dan Konsep Pemodelan IV.1 Bagan Alir Metodologi Penelitian Bagan alir metodologi penelitian seperti yang terlihat pada Gambar IV.1.
Bagan Alir Metodologi Penelitian menjelaskan tentang

Lebih terperinci (/46203303-Bab-iv-metodologi-dan-konsep-pemodelan.html)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang (/55448017-Bab-i-pendahuluan-1-1-latar-belakang.html)


BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi satelit penginderaan jauh merupakan salah satu metode pendekatan penggambaran model
permukaan bumi secara terintegrasi yang dapat digunakan sebagai data dasar

Lebih terperinci (/55448017-Bab-i-pendahuluan-1-1-latar-belakang.html)

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN (/49108298-Bab-i-pendahuluan-bab-i-pendahuluan.html)


BAB I 1.1. Latar Belakang Pembukaan lahan untuk perumahan dan pemukiman pada daerah aliran sungai (DAS) akhir-akhir ini sangat banyak terjadi
khususnya pada kota-kota besar, dengan jumlah dan pertumbuhan

Lebih terperinci (/49108298-Bab-i-pendahuluan-bab-i-pendahuluan.html)

PENGARUH PASANG SURUT TERHADAP ENDAPAN PADA ALIRAN SUNGAI KAHAYAN DI PALANGKA RAYA
(/34150235-Pengaruh-pasang-surut-terhadap-endapan-pada-aliran-sungai-kahayan-di-palangka-raya.html)
PENGARUH PASANG SURUT TERHADAP ENDAPAN PADA ALIRAN SUNGAI KAHAYAN DI PALANGKA RAYA Rendro Rismae Riady, Hendra Cahyadi, Akhmad
Bestari* DPK (dipekerjakan) di Fak. Teknik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya

Lebih terperinci (/34150235-Pengaruh-pasang-surut-terhadap-endapan-pada-aliran-sungai-kahayan-di-palangka-raya.html)

I. PENDAHULUAN. Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin (/37645659-I-
pendahuluan-intervensi-manusia-dalam-pemanfaatan-sumberdaya-alam-yang-makin.html)
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin lama semakin meningkat telah menimbulkan
berbagai permasalahan lingkungan. Salah satu permasalahan lingkungan

Lebih terperinci (/37645659-I-pendahuluan-intervensi-manusia-dalam-pemanfaatan-sumberdaya-alam-yang-makin.html)

http://docplayer.info/50867868-Analisis-wilayah-rawan-banjir-dan-genangan-das-citarum-hulu-berdasarkan-aplikasi-model-hidrodinamik-dan-sis… 25/27
2/3/2018 ANALISIS WILAYAH RAWAN BANJIR DAN GENANGAN DAS CITARUM HULU BERDASARKAN APLIKASI MODEL HIDRODINAMIK DAN …

UPAYA DEPARTEMEN PERTANIAN DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR DAN. Direktur
Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air (/46439489-Upaya-departemen-pertanian-dalam-adaptasi-perubahan-iklim-
di-wilayah-pesisir-dan-direktur-jenderal-pengelolaan-lahan-dan-air.html)
UPAYA DEPARTEMEN PERTANIAN DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL Direktur Jenderal Pengelolaan
Lahan dan Air SUBSTANSI I. PENDAHULUAN II. DAMPAK KENAIKAN PARAS MUKA AIR

Lebih terperinci (/46439489-Upaya-departemen-pertanian-dalam-adaptasi-perubahan-iklim-di-wilayah-pesisir-dan-direktur-jenderal-pengelolaan-


lahan-dan-air.html)

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE
(/46993427-Kajian-kawasan-rawan-banjir-dengan-menggunakan-sistem-informasi-geogra -di-das-tamalate.html)
KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE 1 Cindy Tsasil Lasulika, Nawir Sune, Nurfaika
Jurusan Pendidikan Fisika F.MIPA Universitas Negeri Gorontalo e-mail:

Lebih terperinci (/46993427-Kajian-kawasan-rawan-banjir-dengan-menggunakan-sistem-informasi-geogra -di-das-tamalate.html)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang (/65228068-Bab-i-pendahuluan-1-1-latar-belakang.html)


1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan bencana alam yang paling sering terjadi di dunia. Hal ini juga terjadi di Indonesia, dimana
banjir sudah menjadi bencana rutin yang terjadi setiap

Lebih terperinci (/65228068-Bab-i-pendahuluan-1-1-latar-belakang.html)

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada
(/57762436-Bab-1-pendahuluan-proses-pengangkutan-dan-pengendapan-sedimen-tidak-hanya-tergantung-
pada.html)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada sifat-sifat arus tetapi juga pada
sifat-sifat sedimen itu sendiri. Sifat-sifat di dalam proses

Lebih terperinci (/57762436-Bab-1-pendahuluan-proses-pengangkutan-dan-pengendapan-sedimen-tidak-hanya-tergantung-pada.html)

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA (/50765695-
Tugas-uts-sistem-informasi-geogra s-pemetaan-daerah-rawan-banjir-di-samarinda.html)
TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA Oleh 1207055018 Nur Aini 1207055040 Nur Kholifah ILMU
KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MULAWARMAN

Lebih terperinci (/50765695-Tugas-uts-sistem-informasi-geogra s-pemetaan-daerah-rawan-banjir-di-samarinda.html)

EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI (/62498968-Executive-
summary-pemetaan-zonasi-potensi-dan-alih-fungsi-lahan-irigasi.html)
EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI DESEMBER, 2014 Pusat Litbang Sumber Daya Air i KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunianya

Lebih terperinci (/62498968-Executive-summary-pemetaan-zonasi-potensi-dan-alih-fungsi-lahan-irigasi.html)

SKRIPSI PEMANFAATAN AIR PADA BENDUNG KECIL DI SUB DAS CIOMAS - DAS CIDANAU, BANTEN. Oleh: RINI
AGUSTINA F (/59065092-Skripsi-pemanfaatan-air-pada-bendung-kecil-di-sub-das-ciomas-das-cidanau-banten-
oleh-rini-agustina-f.html)
SKRIPSI PEMANFAATAN AIR PADA BENDUNG KECIL DI SUB DAS CIOMAS - DAS CIDANAU, BANTEN Oleh: RINI AGUSTINA F14103007 2007 DEPARTEMEN
TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PEMANFAATAN

Lebih terperinci (/59065092-Skripsi-pemanfaatan-air-pada-bendung-kecil-di-sub-das-ciomas-das-cidanau-banten-oleh-rini-agustina-f.html)

http://docplayer.info/50867868-Analisis-wilayah-rawan-banjir-dan-genangan-das-citarum-hulu-berdasarkan-aplikasi-model-hidrodinamik-dan-sis… 26/27
2/3/2018 ANALISIS WILAYAH RAWAN BANJIR DAN GENANGAN DAS CITARUM HULU BERDASARKAN APLIKASI MODEL HIDRODINAMIK DAN …

BAB I PENDAHULUAN. dan mencari nafkah di Jakarta. Namun, hampir di setiap awal tahun, ada saja (/46098252-
Bab-i-pendahuluan-dan-mencari-nafkah-di-jakarta-namun-hampir-di-setiap-awal-tahun-ada-saja.html)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai pusat bisnis dan ekonomi Indonesia, banyak orang tergiur untuk tinggal dan mencari nafkah di Jakarta.
Namun, hampir di setiap awal tahun, ada saja cerita banjir

Lebih terperinci (/46098252-Bab-i-pendahuluan-dan-mencari-nafkah-di-jakarta-namun-hampir-di-setiap-awal-tahun-ada-saja.html)

PENDAHULUAN Latar Belakang (/50154396-Pendahuluan-latar-belakang.html)


PENDAHULUAN Latar Belakang Kawasan Danau Singkarak terletak di dua kabupaten yaitu KabupatenSolok dan Tanah Datar. Kedua kabupaten ini adalah
daerah penghasil berasdan menjadi lumbung beras bagi Provinsi

Lebih terperinci (/50154396-Pendahuluan-latar-belakang.html)

KUANTIFIKASI JASA LINGKUNGAN PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA DAS CISADANE HULU. Aji Winara
dan Edy Junaidi ABSTRAK (/30823817-Kuanti kasi-jasa-lingkungan-penerapan-sistem-agroforestry-pada-das-
cisadane-hulu-aji-winara-dan-edy-junaidi-abstrak.html)
KUANTIFIKASI JASA LINGKUNGAN PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA DAS CISADANE HULU Aji Winara dan Edy Junaidi ABSTRAK Sistem
agroforestry merupakan integrasi antara beberapa aspek ekologis dan ekonomis.

Lebih terperinci (/30823817-Kuanti kasi-jasa-lingkungan-penerapan-sistem-agroforestry-pada-das-cisadane-hulu-aji-winara-dan-edy-junaidi-


abstrak.html)

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur (/59626100-Bab-i-
pendahuluan-provinsi-dki-jakarta-terletak-pada-posisi-lintang-selatan-dan-bujur.html)
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi 6 0 12 Lintang Selatan dan 106 0 48 Bujur Timur. Sebelah Utara
Propinsi DKI Jakarta terbentang pantai dari Barat

Lebih terperinci (/59626100-Bab-i-pendahuluan-provinsi-dki-jakarta-terletak-pada-posisi-lintang-selatan-dan-bujur.html)

2018 © DocPlayer.info Pengaturan dan alat privasi (/support/privacy-policy/) | Ketentuan (/support/terms-of-service/) | Tanggapan (/support/feedback/)

http://docplayer.info/50867868-Analisis-wilayah-rawan-banjir-dan-genangan-das-citarum-hulu-berdasarkan-aplikasi-model-hidrodinamik-dan-sis… 27/27

You might also like