Professional Documents
Culture Documents
Pendahuluan
Distres respirasi atau gangguan napas merupakan masalah yang sering dijumpai
pada hari-hari pertama kehidupan BBL, ditandai dengan takipnea, napas cuping
hidung, retraksi interkostal, sianosis dan apnu. Gangguan napas yang paling
sering ialah TTN (Transient Tachypnes of the Newton), RDS (Respiratory
Distress Syndrome) atau PMH (Penyakit Membran Hialin) dan Displasia
bronkopulmonar.1
Respiratory distress syndrome (RDS) atau Sindrom Gangguan Napas
(SGN) dikenal juga sebagai Penyakit Membran Hialin, hampir terjadi sebagian
besar pada BKB. Insidens dan derajat penyakit ini berhubungan erat dengan umur
kehamilan. Keluaran SGN ini beberapa tahun terakhir membaik dengan
penggunaan steroid antenatal untuk meningkatkan kematangan paru, terapi pasca
natal dengan pemberian surfaktan secara dini untuk kasus defisiensi surfaktan dan
teknik penggunaan ventilator mekanik yang baik yang dapat mengurangi
kerusakan paru yang masih imatur. Terapi ini juga meningkatkan tingkat survival
BKB. Meskipun sudah menurun, insidens dan derajar beratnya komplikasi masih
menunjukkan morbiditas yang signifikan.2
Gangguan napas dapat mengakibatkan gagal napas akut yang
mengakibatkan ketidak mampuan untuk memelihara pertukaran gas agar dapat
memenuhi kebutuhan tubuh dan akan mengakibatkan hipoksemia dan/atau
hiperkarbia. Mekanisme terjadinya kedua hal ini mungkin berbeda. Hipoksemia
sering terjadi akibat gangguan ventilasi perfusi, pirau intrapulmonal, gangguan
difusi atau hipoventilasi. Gangguan napas hiperkapnik karena penyebab
multifaktor, tapi sering disebabkan depresi pernapasan sentral atau pemompaan
otot pernapasan yang tidak adekuat. Hiperkapnea dapat terjadi akibar obstruksi
saluran napas atas atau bawah, kelemahan otot pemapasan atau biasanya akibat
produksi CO2 yang berlebihan, luka bakar dan pemberian gula yang berlebihan.3
Pengertian
Definisi Gangguan Napas adalah: suatu keadaan meningkatnya kerja pemapasan
yang dirandai dengan:
1. Takipnea: frekuensi napas > 60-80 kali/menit
2. Retraksi: cekungan atau tarikan kulit antara iga (interkostal) dan atau di
bawah sternum (sub stemal) selama inspirasi
3. Napas cuping hidung kembang kempis lubang hidung selama inspirasi
4. Merintih atau grunting: terdengar merintih atau menangis saat inspirasi
5. Sianosis: sianosis sentral yaitu warna kebiruan pada bibir (berbeda dengan
biru lebam atau warna membran mukosa. Sianosis sentral tidak pernah
normal, selalu memerlukan perhatian dan tindakan segera. Mungkin
mencerminkan abnormalitas jantung, hematologik atau pemapasan yang
harus dilakukan tindakan segera
6. Apnu atau henti napas (harus selalu di nilai dan dilakukan tindakan segera)
7. Dalam jam jam pertama sesudah lahir, empat gejala distres respirasi
(takipnea, retraksi, napas cuping dan grunting) kadang juga dijumpai pada
BBL normal tetapi tidak berlangsung lama. Gejala ini disebabkan karena
perubahan fisiologik akibat reabsorbsi cairan dalam paru bayi dan masa
transisi dari sirkulasi fetal ke sirkulasi neonatal.
8. Bila takipnea, retraksi, cuping hidung dan grunting menetap pada beberapa
jam setelah lahir, ini merupakan indikasi adanya gangguan napas atau
distress respirasi yang harus dilakukan tindakan segera.4
Masalah
1. Bayi dengan Gangguan napas mempunyai risiko atau komplikasi
terjadinya:
a. Hipoksia, bila berlangsung lama dapat mengakibatkan gangguan pada
organ vital seperti otak, paru, jantung dan ginjal
b. Asidosis metabolik (hipoglikemia, hipotermia)
c. Problem hematologik misalnya: anemia, polisitemia.2,4
2. Keadaan yang sering memberi gambaran klinis yang mirip atau sama:
a. Pneumonia sering terjadi sekunder akibar infeksi Streptokoki Grup B beta
hemolitikus (GBBS)
b. TTN - Transient Tachynta of the newborn, biasanya terjadi pada BCB atau
mendekati cukup bulan
c. Sindroma Aspirasi mekonium yang dapat terjadi akibat aspirasi air
ketuban atau meconium
d. Kebocoran udara pada paru (pneumotoraks, emfisema interstitial,
pneumomediastinum, pneumoperikardium). Pada BKB hal ini dapat
terjadi akibat pemberian ventilasi tekanan positip yang berlebihan atau
dapat terjadi spontan
e. Kelainan paru kongenital (misalnya hernia diafragmatika, silototoraks,
pembentukan kista adenomatoid paru kongenital, emfisema lobaris, kista
bronco-genik, sekuestras paru)
f. Kelainan jantung kongenitaL
g. Gejala sisa atau sekuel SGN, termasuk perdarahan intrakranial dan/atau
lekomalasia periventrikular sering dihubingkan dengan Keterlambatan
Perkembangan Neuro logis, septicemia, Displasia bronkhopulmoner, Paten
Ductus Arteriosus (PDA) dan perdarahan paru.2
Patofisiologi
Perkembangan paru normal
Paru berasal dari pengembangan “embryonic foregut” dimulai dengan
perkembangan bronkhi utama pada usia 3 minggu kehamilan. Pertumbuhan paru
kearah kaudal ke mesenkhim sekitar dan pembuluh darah, otot halus, tulang
rawan dan komponen fibroblast berasal dari jaringan ini. Secara endodermal
epitelium mulai membentuk alveoli dan saluran pemapasan. Di luar periode
embrionik ini, ada 4 stadium perkembangan paru yang telah dikenal. Pada seluruh
stadium ini, perkembangan saluran pernapasan, pembuluh darah dan proses
diferensiasi berlangsung secara bersamaan.5
1. Pseudoglandular (5-17 minggu)
Terjadi perkembangan percabangan bronkhuis dan tubulus asiner
2. Kanalikuler (16-26 minggu)
• Terjadi proliferasi kapiler dan penipisan mesenkhim
• Diferensiasi pneumosit alveolar tipe Il sekitar 20 minggu
3. Sakuler (24-38 minggu)
• Terjadi perkembangan dan ekspansi rongga udara
• Awal pembentukan septum alveolar
4. Alveolar (36 minggu - lebih 2 tahun setelah lahir)
• Penipisan septum alveolar dan pembentukan kapiler baru
Surfaktan paru
Surfaktan dibentuk pada pneumosit alveolar tipe II dan disekresi kedalam rongga
udara kecil sekitar usia kehamilan 22 minggu. Komponen utama surfaktan ini
adalah fosfolipid, sebagian besar terdiri dari dipalmitylphosphatidylcholine
(DPPC). Surfaktan disekresi oleh eksositosis dari lamellar bodies pneumosit
alveolar tipe II dan mielin tubuler. Pembentukan mielin tubuler tergantung pada
ion kalsium dan protein surfaktan SP-A dan SP-B. Surfaktan lapisan tunggal
berasal dari mielin tubuler dan sebagian besar terdiri dari DPPC. Fungsinya
adalah untuk mengurangi tegangan permukaan dan menstabilkan saluran napas
kecil selama ekspirasi yang memungkinkan stabilisasi dan pemeliharaan sisa
volume paru. Terjadi proses "re-uptake and recycling” secara akrip dari fosfolipid
surfaktan (baik endogenus maupun dari pemberian surfaktan) oleh pneumosit tipe
II.5.6
Buku Pedomen Manajemen masalah BBL untuk, Dokter, Perawat dan Bidan di
Rumah Sakit, membagi Klasifikasi gangguan napas, menjadi:
• Gangguan napas ringan
• Gangguan napas sedang
• Gangguan napas berat
Secara rinci dapat dilihat pada table Tabel 8.1. Klasifikasi lain dapat
menggunakan skor Downes seperti pada Tabel 8.2 di bawah ini:
(TABEL 8.1)
(TABEL 8.2)
Diagnosis
Diagnosis gangguan napas dapat dicegakkan secara klinis maupun dengan analisa
gas darah (blood gass analysis). Perhitungan indeks oksigenasi akan
menggambarkan beratnya hipoksemia. Bila mengevaluasi bayi dengan gangguan
napas harus hati-hati atau waspada karena dapat terjadi bayi dengan gejala
pernapasan yang menonjol, tetapi tidak menderita gangguan napas (misalnya
asidosis metabolik, DKA = diabetik ketoasidosis) dan sebaliknya gangguan napas
berat dapat juga terjadi pada bayi tanpa gejala distres respirasi (hipoventilasi
sentral akibat intoksikasi obat atau infeksi). Penilaian yang hari hati berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik yang lengkap dan pemeriksaan penunjang dapat
menjelaskan tentang diagnosis. Penilaian secara serial tentang kesadaran, gejala
respirasi, Analisis Gas Darah dan respons terhadap terapi dapat merupakan kunci
yang berarti untuk menentukan perlunya intervensi selanjutnya.3,11
Prioritas dalam evaluasi atau pemeriksaan awal pada bayi dengan gangguan
napas
1. Langkah awal untuk mencari penyebab:
a. Anamesis yang teliti
b. Pemeriksaan fisik yang tepat
c. Menilai tingkat maturitas bayi dengan Ballard atau Dubowitz (bila
keadaan bayi masih labil pemeriksaan ini ditunda dulu)
Pemeriksaan penunjang:
a. Pemeriksaan radiologik dada
b. Analisa gas darah
c. Septic work up dan mencari kemungkinan penyebab karena
pneumonia: Minimal darah kultur dan jumlah sel
d. Status metabolik dilakukan pemeriksaan Analisa Gas Darah, skrining
kadar glukosa darah
Anamesis
Anamesis tentang riwayat keluarga, maternal, prenatal dan intrapartum sangat
diperlukan, antara lain tentang hal hal di bawah ini:
Prematuritas, sindrom gangguan napas, sindrom aspirasi mekonium,
infeksi: pneumonia, displasia pulmoner, trauma persalinan sungsang,
kongesti nasal, depresi susunan saraf pusar, perdarahan susunan saraf
pusat, paralisis nervus frenikus, takikardia atau bradikardia pada janin,
depresi neonatal, tali pusat menumbung, Bayi lebih bulan, demam atau
suhu yang tidak stabil (pada pneumonia)
Gangpuan SSP: tangis melengking, hipertoni, flasiditas, stonia, trauma,
miastenia
Kelainan kongenital: arteri umbilikalis tunggal, anomali kongenital lain:
anomaly kardiopulmonal, abdomen cekung pada hernia diafragmatika,
paralisis erb (paralisis nervus frenikus, atresia khoanae, kongesti nasal
obstruktip, meningkatnya diameter anterior posterior paru, hippoplasi
paru, trakheoesofageal fistula)
Diabetes pada ibu, perdarahan antepartum pada persalinan kurang bulan,
parrus lama, kulit ketuban pecah dini, oligohidramnion, penggunaan obat
yang berlebihan.4
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai gejala klinik gangguan napas, berupa
beberapa tanda di bawah ini:
Merintih atau grunting tetapi wama kulit masih kemerahan, merupakan
gejala yang menonjol
Sianosis
Retraksi
Tanda obstruksi saluran napas mulai dari hidung atresis koanae, ditandai
dengan kesulitan memasukkan pipa nasogastrik melalui hidung
Air keruban bercampur mekonium atau pewarnaan hijau-kekuningan pada
tali pusat
Abdomen mengempis (scaphoid abdomen)
Diagnosis banding
Sebagai pemikiran diagnosis banding yang lain dapat dipikirkan hal-hal sebagai
berikut:
1. Kelainan sistem respirasi
a. Obstruksi saluran napas atas: atresia koanae, web laringeal, higroma,
gondok, laringo/trakheomalasia, Sindroma Piere Robin
b. Respiratory distress syndrome = Penyakit membarana hialin
c. Transient tachynea of the newborn
d. Pneumonia
e. Sindroma aspirasi meconium
f. PPHN = Persistent pulmonary hypertension in newborn
g. Pneumotoraks, atelektasis, perdarahan paru, efusi pleura, pasi nervus
frenikus
h. Malformasi kongenital (misalnya: fistula trakheoesofageal, hernia
diafragmatika, emfisema lobaris, malformasi kistik adenomatoid)
i. Proses lambat: displasia bronkhopulmoner
2. Sepsis
3. Sistema kardiovaskular: penyakit jantung bawaan, gagal jantung
kongestip, PDA (Patent ductus arteriosus), syok
4. Metabolik: keadaan yang dapat menyebabkan asidos, hipo/hipertermia,
gangguan keseimbangan elektrolit, hipoglikemia
5. Sistema hemopoetik: Anemia (termasuk anemia akibat kehilangan darah
secara akut, yang dapat mengakibatkan syok hipovolemik atau kehilangan
darah kronik yang dapat menyebabkan gagal jantung kongestip dan
polisitemia)
6. SSP = Sistem Susunan Syaraf Pusat: perdarahan, depresi farmakologik,
“drug
withdrawal” malformasi, asfiksia saat lahir/depresi pernapasan
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium:
a. Analisis gas darah (AGD):
Dilakukan untuk menentukan adanya Gagal napas akut yang ditandai
dengan PaCO2> 50 mm Hg, PO2< 60 mm Hg, atau Saturasi oksigen
arterial<90%
Dilakukan pada BBL yang memerlukan suplementasi oksigen lebih
dari 20 menit. Darah arterial lebih dipilih dianjurkan.7
Diambil berdasarkan indikasi klinis dengan mengambil sampel darah
dari arteri umbilikalis atau pungsi arteri.
Menggambarkan gambaran asidosis metabolik atau asidosis
respiratorik dan keadaan hipoksia
Asidosis respiratorik terjadi karena atelektasis alveolar dan/atau
overdistensi saluran napas bawah
Asidosis metabolik, biasanya diakibatkan asidosis laktat primer, yang
merupakan hasil dari perfusi jaringan yang buruk dan metabolisme
anaerobic
Hipoksia terjadi akibat pirau dari kanan ke kiri melalui pembuluh
darah pulmonal, PDA dan/atau persisten Foramen ovale
Pulse oxymeter digunakan sebagai cara non invasip untuk memantau
saturasi oksigen yang diperhankan pada 90-95%.
b. Elektrolit:
Kenaikan kadar serum bikarbonat mungkin karena kompensasi
metabolic untuk hiperkapnea kronik
Kadar glukosa darah untuk menentukan adanya keadaan hipoglikemia
Kelainan elektrolit ini dapat juga diakibatkan oleh karena kondisi
kelemahan tubuh: hipokalemia, hipokalsemia dan hipofosfatemia dapat
mengakibatkan gangguan kontraksi otot
c. Pemeriksaan jumlah sel darah: polisitemia mungkin karena hipoksemia
kronik
Manajemen
Buku Pedomen Manajemen masalah BBL untuk, Dokter, Perawat dan Bidan di
Rumah Sakit memberi panduan manajemen gangguan napas sebagai berikut.8
Manajemen spesifik
Gangguan napas berat
Semakin kecil bayi, kemungkinan terjadi gangguan napas semakin sering dan
semakin berat. Pada bayi kecil (berat lahir 2500 gram atau umur kehamilan
kurang 37 minggu) gangguan napas sering memburuk dalam waktu 36 hingga 48
jam pertama, dan tidak banyak terjadi perubahan dalam satu dua hari berikutnya
dan kemudian akan membaik pada hari ke 4-7.
Teruskan pemberian dengan O2 dengan kecepatan aliran sedang (antara
rendah dan tinggi, lihat Terapi oksigen).
Tangani sebagai Kemungkinan besar sepsis.
Bila bayi menunjukkan tanda perburukan atau terdapat sianosis sentral,
naikkan pemberian O2 pada kecepatan aliran tinggi. Jika gangguan napas bayi
semakin berat dan sianosis sentral menetap walaupun diberikan O2 100%,
bila memungkinkan segera rujuk bayi ke rumah sakit rujukan atau yang ada
fasilitas dan mampu memakai ventilator mekanik
Jika gangguan napas masih menetap setelah 2 jam, pasang pipa lambung
untuk mengosongkan cairan lambung dan udara
Nilai kondisi bayi 4 kali setiap hari apakah ada tanda perbaikan.
Jila bayi mulai menunjukkan tanda perbaikan (frekuensi napas menurun,
tarikan dinding dada berkurang. warna kulit membaik):
o Kurangi pemberian O2 secara bertahap
Jangan meneruskan pemberian O2 bila tidak perlu. Hentikan pemberian O2 bila
bayi diletakkan pada udara ruangan tanpa pemberian O2 tidak mengalami
gangguan napas dan tampak kemerahan.
o Mulailah pemberian ASI peras melalui pipa lambung
o Bila pemberian O2 tak diperlukan lagi, bayi mulai dilatih menyusu.
Jika bayi tak bisa menyusu, berikan ASI peras dengan
menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.
o Pantau dan catat setiap 3 jam mengenai:
Frekuensi napas; Adanya tarikan dinding dada atau suara
merintihar ekspirasi;
Episode apnu.
o Periksa kadar glukosa darah sekali sehari sampai setengah
kebutuhan minum dapat dipenuhi secara oral
o Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotika
dihentikan. Jika bayi tampak kemerahan tanpa terapi O2 selama 3
hari, minum baik dan tidak ada masalah lain yang memerlukan
perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan.8
Apnu
Pada beberapa bayi dapat mengalami periode ape yang cukup lama yang bisa
menyebabkan sianosis sentral atau frekuensi jantung < 80 kali/menit. Apnu
merupakan masalah umum pada bayi sangat kecil (berat lahir <1500 gram atau
umur kehamilan 32 minggu) tetapi dapat juga merupakan salah satu gejala sepsis.
Amati bayi secara ketat terhadap periode apnu berikutnya dan bila perlu
rangsang pernapasan bayi dengan mengusap dada atau punggung. Bila
gagal. lakukan resusitasi dengan balon dan sungkup.
Bila bayi mengalami episode apnu lebih dari sekali, sampai membutuhkan
resusitasi tiap jam:
o Jangan memberi minum. Pasang jalur IV dan berikan cairan IV
kebutuhan rumatan per hari
o Bila bayi tidak mengalami episode apnu dan tidak memerlukan
resusitasi selama 6 jam, bayi diperbolehkan menyusu. Bila tidak
dapat menyusu berikan ASI peras dengan salah satu cara alternatif
pemberian minum
Lakukan perawatan lekat atau kontak kulit bayi dan ibu bila
memungkinkan. Dengan cara ini serangan apnu bayi berkurang dan ibu
dapat mengamati bayinya secara ketat.
Ambil sampel darah untuk pemeriksaan kultur dan sensitivitas dan berikan
antibiotika untuk penanganan Kemungkinan besar sepsis
Nilai kondisi bayi 4 kali setiap hari.
Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Jika
tak ada serangan apnu selama 7 hari, bayi minum dengan baik dan tak ada
masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat
dipulangkan
Untuk bayi sangat kecil (berat lahir < 1500 gram atau umur kehamilan 32
minggu) serangan apnu bisa menetap meskipun cara-cara tersebut diatas
telah dilakukan dan infeksi berat telah teratasi, berikan Teofilin dosis awal
5 mg/kg per oral dilanjutkan 2 mg/kg tiap 8 jam selama 7 hari.
Jika teofilin tak tersedia atau pemberian per oral belum memungkinkan,
berikan Aminofilin dosis awal 6 mg/kg IV diteruskan 2 mg/kg IV tiap 8
jam selama 7 hari.8
Teknik HFV:
o High-frequency oscillatory ventilation (10-15 Hz): Berhubung
ekspirasi terjadi secara aktip, harus dipantau pada bayi: hipokarbia
dalam rangka mencegah perdarahan periventrikular, leukomalasia.
Studi kontrol penggunaan HFOV (high-frequency Oscillatory
ventilation) mengurangi kejadian BPD pada bayi dengan RDS
masih kontroversial. Mungkin hasil yang kurang menyenangkan ini
karena: (1) Insidens BPD yang mendapat steroid antenatal sangat
sedikit, sehingga sampel dirasakan masih kurang untuk dapat
melihat perbedaan, (2) tidak menggunakan strategi volume paru
pada pasien yang diterapi dengan HFOV, (3) Defini dan perbedaan
definisi dan korioamnionitis atau (4) perbedaan teknik resusitasi
saat lahir2,7
Terapi tambahan untuk hipoksemia berat
o Posisi tengkurap: akan mengurangi komplains paru dari tabung
o Terapi inhalasi (NO): NO adalah suatu radikal bebas endogen yang
dapat merangsang otot halus seluruh tubuh untuk relaksasi.
o Bila diberikan secara inhalasi, manfaat yang sangat potensial NO
dapat memperbaiki ventilasi, memenuhi perfusi dengan
meningkatkan aliran darah paru ke daerah paru yang mendapat
ventilasi baik.
o Terapi ini cukup aman sebab hemoglobin dapat menonaktipkan ini
secara cepat dan tidak menyebabkan vasodilatasi sistemik yang
dapat mengakibatkan hipotensi
o Kadar methemoglobin dan nitrogen dioxide (NO2) harus selalu
dipantau
o NO inhalasi baru saja dipelajari untuk gagal napas tipe I pada
tahun 1999, dan US Food and Drug Administration (FDA)
menyetujui penggunaannya untuk BBL dengan gagal napas
hipoksik dan adanya hipertensi pulmonal.7
2. Sirkulasi
Auskultasi suara jantung ukur tekanan darah, palpasi denyut nadi dan
periksa hematocrit
Pertahankan sirkulasi dan volume darah agar tetap adekuat. Pemberian
transfuse darah atau pemberian cairan volume pengganti darah bila ada
tanda hipovolemik atau anemia
Penting sekali untuk selalu mencatat darah yang diambil untuk berbagai
pemeriksaan, bila jumlah mendekati 10 % volume keseluruhan, maka
perlu penggantian (Total volume darah BBL, BCB = 80 cc/kg dan BKB =
100 cc/kg pada BKB)4
7. Bila tidak tersedia fsilitas NICU segera rujuk ke rumah sakit yang tersedia
NICU
Terapi suportip
Jaga kehangatan suhu bayi agar tidak terjadi hipotermia dengan cara
melakukan tindakan yang baik dan benar selama resusitasi dan saat
merujuk, menggunakan pemancar panas dan inkubator dengan dinding
ganda
Pemberian cairan dan elektrolit dan nutrisi yang baik. Diberikan infus D
5% atau 10%, dosis 60-80 ml/kg/hari. Pemantauan ketat Kadar glukosa
darah, elektrolit, kalsium, fosfat, fungsi ginjal dan hidrasi (ditentukan
dengan berat badan dan diuresis untuk mencegah ketidak seimbangan).
Berikan tambahan kalsium pada saat lahir pada cairan intravena. Mulai
pemberian elektrolit segera atau atas indikasi. Secara bertahap naikkan
asupan cairan sebanyak 120-140 ml./kg/hari. Bayi Berat lahir Sangat
Rendah atau sangat kurang Bulan mungkin memerlukan asupan cairan
yang lebih besar: 200-300 ml/kghari atau lebih sebab karena kehilangan
cairan yang tidak terlihat (insensible water loss) terjadi lebih besar
dibanding luas permukaan tubuhnya.
Bila keadaan bayi sudah stabil, pemberian nutrisi intravena dengan
asam amino dapat ditambahkan. Setelah kondisi respirasinya stabil,
dapat dimulai pemberian sejumlah kecil minum peroral (diutamakan
Air Susu Ibu) melalui pipa lambung untuk merangsang pertumbuhan
usus, kemudian secara bertahap terapi nutrisi parenteral dapat
dikurangi.
Pemberian antibiotika: Mulai pemberian antibiotika pada bayi dengan
gejala gangguan napas, sesudah pengambilan sampel darah untuk
kultur. Hentikan pemberian antibiotika.
Setelah pemberian selama 3-5 hari dan hasil kultur darah negatip.
Pengecualian pemberian antibiotika ini (antibiotika tidak diberikan)
kepada: Bayi dari ibu dengan hasil kultur servikal negatip untuk GBBS,
bayi dari ibu dengan kulit ketuban masih utuh, tidak ada gejala klinis
maupun laboratoris yang mengarah ke korioamnionitis dan ibu yang
melakukan pemeriksaan ante natal secara teratur
Dukungan emosional pada orangtua dan keluarga
o Berikan dukungan kepada orangtua atau keluarga karena
sering mereka mengalami stres emosional dan finansial
karena bayi mereka kritis, prematur dengan RDS, dirawat
di NICU dan khawatir terhadap komplikasi yang akan
terjadi. Orangtua mungkin merasa bersalah, tidak dapat
berhubungan dengan bayi mereka karena dirawat secara
intensip dan cemas terhadap prognosis bayinya. Oleh
karena itu berikan dukungan emosional yang kuat kepada
orangtua dan keluarga bayi untuk mencegah atau
mengurangi masalah tersebut.2,7,8
o Terutama dokter dan perawat harus selalu memberi
informasi kepada orangtua secara teratur dengan mengajak
bicara, terutama pada saat kritis atau fase akut RDS.
Besarkan hati orangtua dan bantu mereka saat mengunjungi
bayinya. Jelaskan tentang peralatan dan prosedur tindakan
yang dilakukan terhadap bayinya. Dukung mereka bila
keadaan memungkinkan untuk memegang atau mengelus,
memberikan minum dan merawat bayi secepat mungkin
bila keadaan sudah membaik,
o Sebelum pulang dari rumah sakit diberikan imunisasi,
disusun rencana perawatan tindak lanjut (Follow up care)
bersama Tim multisiplin di bawah kooordinasi dokter
spesialis anak yang berpengalaman
Prognosis
Prognosis tergantung pada latar belakang etiologi gangguan napas
Prognosis baik bila gangguan napas akut dan tidak berhubungan dengan
keadaan hipoksemia yang lama
Pencegahan
Perhatian langsung harus diberikan untuk mengantisipasi dan mengurangi
komplikasi dan juga harus diupayakan strategi pencegahan persalinan
kurang bulan semaksimal mungkin
Pemberian Terapi streroid antenatal harus diberikan kepada ibu yang
terancam persalinan kurang bulan
Melakukan resusitasi dengan baik dan benar
Diagnosis dini dan pengelolaan yang tepat, terutama pemberian surfaktan
bila memungkinkan
(DAFTAR PUSTAKA)