You are on page 1of 21

LEUKIMIA

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Leukemia (kanker darah) merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan
pertambahan jumlah sel darah putih (leukosit). Pertambahan ini sangat cepat dan tidak
terkendali serta bentuk sel-sel darah putihnya tidak normal. Pada pemeriksaan mikroskopis
apus darah tepi terlihat sel darah putih muda, besar-besar dan selnya masih berinti (disebut
megakariosit) putih (neoplasma hematology).
Beberapa ahli menyebut leukemia sebagai keganasan sel darah putih (neoplasma
hematology). Leukemia ini sering berakibat fatal meskipun leukemia limpositik yang
menahun (chronic lympocytic leucaemia), dahulu disebut sebagai jenis leukemia yang bisa
bisa bertahan lama dengan pengobatan yang intensif.
Kemungkinan anak-anak terkena kanker cukup tinggi. Mengingat tingginya risiko
anak-anak terkena kanker dan tumor, diingatkan bahwa para orangtua perlu perhatian dan
kesigapan. Terutama terhadap anak-anak yang memiliki gejala-gejala mirip dengan gejala
kanker. Lebih ditekankan para orangtua, terutama masyarakat awam, mengetahui dan
mendapatkan informasi cukup tentang kanker dan tumor yang menyerang anak-anak.
Masyarakat diharapkan tahu banyak, sadar, percaya, dan akhirnya berbuat sesuatu untuk
menghadapi kanker ini. Sekarang seluruh warga Indonesia harus memberikan perhatian
khusus pada kanker anak yang antara lain adalah kanker darah atau leukemia, kanker
tulang, saraf, ginjal, dan getah bening. Pengobatan penyakit-penyakit ini pada anak-anak
berbeda dari orang dewasa, karena mereka masih di usia pertumbuhan. Kanker darah atau
leukemia merupakan bertambahnya sel darah abnormal --sel sarah putih-- secara berlebihan
dan tidak terkendali, dan penyebarannya ke seluruh tubuh sangat cepat. bertahan lama
dengan pengobatan yang intensif.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Dapat menerapkan asuhan keperawatan pada anak dengan masalahkesehatan
terutama leukemia

2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada klien dan keluarga
dengan masalah leukemia.
b. Mahasiswa mampu menganalisa data dengan masalah leukemia.
c. Mahasiswa mampu menyusun rencana dan interfensi
keperawatanterhadap klien dengan leukemia.
d. Mahasiswa mampu melakukan implementasi sesuai denganinterfens
i keperawatan yang telah disusun.
e. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi terhadap
implementasikeperawatan yang telah dilaksanakan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. DEFINISI
Leukimia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam
jaringan pembentuk darah. (Suriadi, & Rita yuliani, 2001 : 175).
Leukimia adalah proliferasi tak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam
sum-sum tulang menggantikan elemen sum-sum tulang normal (Smeltzer, S C and
Bare, B.G, 2002 : 248 ).
Leukimia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa
proliferasio patologis sel hemopoetik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan
sum-sum tulang dalam membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke
jaringan tubuh yang lain. (Arief Mansjoer, dkk, 2002 : 495).
Leukimia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa
poliferasi sel hemopoetik muda yang di tandai oleh adanya kegagalan sumsum
tulang dalam pembentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh
lain. ( Kapita Selekta kedokteran, 2000 )

2. KLASIFIKASI
a. Leukemia Mielogenus Akut (LMA)
LMA mengenai sel sistem hematopoetik yang kelak berdiferensiasi ke semua sel
mieloid; monosit, granulosit (basofil, netrofil, eosinofil), eritrosit, dan trombosit.
Semua kelompok usia dapat terkena. Insidensi meningkat sesuai dengan
bertambahnya usia. Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering
terjadi.
b. Leukemia Mielogenus Krinis (LMK)
LMK juga dimasukkan dalam sistem keganasan sel stem mieloid. Namu lebih
banyak sel normal dibanding bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan.
LMK jarang menyerang individu dibawah 20 tahun. Manifestasi mirip dengan
gambaran LMA tetapi dengan tanda dan gejala yang lebih ringan. Pasien
menunjukkan tanpa gejala selama bertahun-tahun, peningkatan leukosit
kadang sampai jumlah yang luar biasa, limpa membesar.
c. Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
LLK merupakan kelainan ringan mengenai individu usia 50 – 70 tahun.
Manifestasi klinis pasien tidak menunjukkan gejala. Penyakit baru terdiagnosa
saat pemeriksaan fisik atau penanganan penyakit.
d. Leukemia Limfositik Akut (LLA)
LLA dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada anak-
anak, laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Puncak insiden usia 4
tahun, setelah usia 15 tahun. LLA jarang terjadi. Limfosit immatur
berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga
mengganggu perkembangan sel normal.

3. ETIOLOGI
Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini.
Menurut hasil penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan
risiko timbulnya penyakit leukemia.
a. Host
1) Umur, jenis kelamin, ras
Insiden leukemia secara keseluruhan bervariasi menurut umur. LLA
merupakan leukemia paling sering ditemukan pada anak-anak, dengan
puncak insiden antara usia 2-4 tahun, LMA terdapat pada umur 15-39
tahun, sedangkan LMK banyak ditemukan antara umur 30-50 tahun. LLK
merupakan kelainan pada orang tua (umur rata-rata 60 tahun). Insiden
leukemia lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita. Tingkat insiden
yang lebih tinggi terlihat di antara Kaukasia (kulit putih) dibandingkan
dengan kelompok kulit hitam.
Leukemia menyumbang sekitar 2% dari semua jenis kanker. Menyerang 9
dari setiap 100.000 orang di Amerika Serikat setiap tahun. Orang dewasa 10
kali kemungkinan terserang leukemia daripada anak-anak. Leukemia
terjadi paling sering pada orang tua. Ketika leukemia terjadi pada anak-
anak, hal itu terjadi paling sering sebelum usia 4 tahun.

2) Faktor Genetik
Insiden leukemia pada anak-anak penderita sindrom down adalah 20 kali
lebih banyak daripada normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat
menyebabkan leukemia akut. Insiden leukemia akut juga meningkat pada
penderita dengan kelainan kongenital misalnya agranulositosis kongenital,
sindrom Ellis Van Creveld, penyakit seliak, sindrom Bloom, anemia
Fanconi, sindrom Wiskott Aldrich, sindrom Kleinefelter dan sindrom
trisomi D.
Pada sebagian penderita dengan leukemia, insiden leukemia meningkat
dalam keluarga. Kemungkinan untuk mendapat leukemia pada saudara
kandung penderita naik 2-4 kali.19 Selain itu, leukemia juga dapat terjadi
pada kembar identik.
Berdasarkan penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control
menunjukkan bahwa orang yang memiliki riwayat keluarga positif
leukemia berisiko untuk menderita LLA (OR=3,75; CI=1,32-10,99) artinya
orang yang menderita leukemia kemungkinan 3,75 kali memiliki riwayat
keluarga positif leukemia dibandingkan dengan orang yang tidak menderita
leukemia.
b. Agent
1) Virus
Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan menyebabkan leukemia pada
binatang. Ada beberapa hasil penelitian yang mendukung teori virus
sebagai salah satu penyebab leukemia yaitu enzyme reserve transcriptase
ditemukan dalam darah penderita leukemia. Seperti diketahui enzim ini
ditemukan di dalam virus onkogenik seperti retrovirus tipe C yaitu jenis
RNA yang menyebabkan leukemia pada binatang.
Pada manusia, terdapat bukti kuat bahwa virus merupakan etiologi
terjadinya leukemia. HTLV (virus leukemia T manusia) dan retrovirus jenis
cRNA, telah ditunjukkan oleh mikroskop elektron dan kultur pada sel
pasien dengan jenis khusus leukemia/limfoma sel T yang umum pada
propinsi tertentu di Jepang dan sporadis di tempat lain, khususnya di
antara Negro Karibia dan Amerika Serikat.

2) Sinar Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat
menyebabkan leukemia. Angka kejadian LMA dan LGK jelas sekali
meningkat setelah sinar radioaktif digunakan. Sebelum proteksi terhadap
sinar radioaktif rutin dilakukan, ahli radiologi mempunyai risiko menderita
leukemia 10 kali lebih besar dibandingkan yang tidak bekerja di bagian
tersebut. Penduduk Hirosima dan Nagasaki yang hidup setelah ledakan
bom atom tahun 1945 mempunyai insidensi LMA dan LGK sampai 20 kali
lebih banyak. Leukemia timbul terbanyak 5 sampai 7 tahun setelah ledakan
tersebut terjadi. Begitu juga dengan penderita ankylosing spondylitis yang
diobati dengan sinar lebih dari 2000 rads mempunyai insidens 14 kali lebih
banyak.
3) Zat Kimia
Zat-zat kimia (misal benzene, arsen, pestisida, kloramfenikol, fenilbutazon)
diduga dapat meningkatkan risiko terkena leukemia.18 Sebagian besar
obat-obatan dapat menjadi penyebab leukemia (misalnya Benzene), pada
orang dewasa menjadi leukemia nonlimfoblastik akut.
Penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control
menunjukkan bahwa orang yang terpapar benzene dapat meningkatkan
risiko terkena leukemia terutama LMA (OR=2,26 dan CI=1,17-4,37) artinya
orang yang menderita leukemia kemungkinan 2,26 kali terpapar benzene
dibandingkan dengan yang tidak menderita leukemia.
4) Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor risiko untuk berkembangnya
leukemia. Rokok mengandung leukemogen yang potensial untuk menderita
leukemia terutama LMA.
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa merokok meningkatkan risiko
LMA. Penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control
memperlihatkan bahwa merokok lebih dari 10 tahun meningkatkan risiko
kejadian LMA (OR=3,81; CI=1,37-10,48) artinya orang yang menderita
LMA kemungkinan 3,81 kali merokok lebih dari 10 tahun dibanding
dengan orang yang tidak menderita LMA. Penelitian di Los Angles (2002),
menunjukkan adanya hubungan antara LMA dengan kebiasaan merokok.
Penelitian lain di Canada oleh Kasim menyebutkan bahwa perokok berat
dapat meningkatkan risiko LMA. Faktor risiko terjadinya leukemia pada
orang yang merokok tergantung pada frekuensi, banyaknya, dan lamanya
merokok.
c. Lingkungan (Pekerjaan)
Banyak penelitian menyatakan adanya hubungan antara pajanan pekerjaan
dengan kejadian leukemia. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Jepang,
sebagian besar kasus berasal dari rumah tangga dan kelompok petani. Hadi, et
al (2008) di Iran dengan desain case control meneliti hubungan ini, pasien
termasuk mahasiswa, pegawai, ibu rumah tangga, petani dan pekerja di bidang
lain. Di antara pasien tersebut, 26% adalah mahasiswa, 19% adalah ibu rumah
tangga, dan 17% adalah petani. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa orang yang bekerja di pertanian atau peternakan mempunyai risiko
tinggi leukemia (OR = 2,35, CI = 1,0-5,19), artinya orang yang menderita
leukemia kemungkinan 2,35 kali bekerja di pertanian atau peternakan
dibanding orang yang tidak menderita leukemia.
4. PATOFISIOLOGI
Pada   keadaan   normal,   sel   darah   putih   berfungsi   sebagai   pertahanan   tubuh
terhadap   infeksi.   Sel   ini   secara   normal   berkembang   sesuai   perintah,   dapat
dikontrol sesuai dengan kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan produksi sel
darah putih pada sumsum tulang yang lebih dari normal. Mereka terlihat berbeda
dengan   sel   darah   normal   dan   tidak   berfungsi   seperti   biasanya.   Sel   leukemi
memblok   produksi   sel   darah   normal,   merusak   kemampuan   tubuh   terhadap
infeksi. Sel leukemi juga merusak produksi sel darah lain pada sumsum tulang
termasuk sel darah merah dimana sel tersebut berfungsi untuk menyuplai oksigen
pada jaringan.
Analisis   sitogenik   menghasilkan   banyak   pengetahuan   mengenai   aberasi
kromosomal yang terdapat pada pasien dengan leukemia. Perubahan kromosom
dapat   meliputi   perubahan   angka,   yang   menambahkan   atau   menghilangkan
seluruh   kromosom,  atau   perubahan   struktur  termasuk   translokasi  (penyusunan
kembali), delesi, inversi dan insersi. Pada kondisi ini, dua kromosom atau lebih
mengubah   bahan   genetik,   dengan   perkembangan   gen   yang   berubah   dianggap
menyebabkan mulainya proliferasi sel abnormal.

Leukemia   terjadi  jika  proses   pematangan  dari   sistem   sel  menjadi  sel  darah
putih   mengalami   gangguan   dan   menghasilkan   perubahan   ke   arah   keganasan.
Perubahan   tersebut   seringkali   melibatkan   penyusunan   kembali   bagian   dari
kromosom (bahan genetik sel yang kompleks). Translokasi kromosom mengganggu
pengendalian normal dari pembelahan sel, sehingga sel membelah tidak terkendali
dan   menjadi   ganas.   Pada   akhirnya   sel­sel   ini   menguasai   sumsum   tulang   dan
menggantikan tempat dari sel­sel yang menghasilkan sel­sel darah yang normal.
Kanker   ini   juga   bisa   menyusup   ke   dalam   organ   lainnya   termasuk   hati,   limpa,
kelenjar getah bening, ginjal, dan otak.
5. PATHWAYS

6. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada penyakit leukemia adalah
sebagai berikut :
a. Anemia
Disebabkan karena produksi sel darah merah kurang akibat dari kegagalan
sumsum tulang memproduksi sel darah merah. Ditandai dengan
berkurangnya konsentrasi hemoglobin, turunnya hematokrit, jumlah sel
darah merah kurang. Anak yang menderita leukemia mengalami pucat,
mudah lelah, kadang-kadang sesak nafas.
b. Suhu tubuh tinggi dan mudah infeksi
Disebabkan karena adanya penurunan leukosit, secara otomatis akan
menurunkan daya tahan tubuh karena leukosit yang berfungsi untuk
mempertahankan daya tahan tubuh tidak dapat bekerja secara optimal.
c. Perdarahan
Tanda-tanda perdarahan dapat dilihat dan dikaji dari adanya perdarahan
mukosa seperti gusi, hidung (epistaxis) atau perdarahan bawah kulit yang
sering disebut petekia. Perdarahan ini dapat terjadi secara spontan atau
karena trauma. Apabila kadar trombosit sangat rendah, perdarahan dapat
terjadi secara spontan.
d. Penurunan kesadaran
Disebabkan karena adanya infiltrasi sel-sel abnormal ke otak dapat
menyebabkan berbagai gangguan seperti kejang sampai koma.
e. Penurunan nafsu makan
f. Kelemahan dan kelelahan fisik

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Darah tepi
Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan sel muda limfoblas dan
biasanya ada leukositosis (60%), kadang-kadang leukopenia (25%).
Jumlah leukosit biasanya berbanding langsung dengan jumlah blas.
Jumlah leukosit neutrofil seringkali rendah, demikian pula dengan
kadar hemoglobin dan trombosit. Hasil pemeriksaan sum-sum tulang
biasanya menunjukkan sel blas yang dominan
Gejala yang terlihat dari darah tepi berdasarkan pada kelainan
sum-sum tulang berupa adanya pansitopenia, limositosis yang kadang-
kadang menyebabkan gambaran darah tepi monoton.
2) Sumsum tulang
Dari pemeriksaan sum-sum tulang akan ditemukan gambaran
yang monoton yaitu hanya terdiri dari sel limfopoitik patologis
sedangkan sistem lain terdesak
3) Biopsi limpa
Pemeriksaan ini memperlihatkan proliferasi sel leukimia dan sel
yang berasal dari jaringan limpa yang terdesak
b. Cairan cerebrospinal
Bila sel patologis dan protein meningkat, maka merupakn suatu leukimia
meningeal. Kedaan ini dapat terjadi setiap saat pada perjalanan penyakit.
Untuk pencegahannya adalah dengan pemberian metotreksat (MTX).
(Ngastiyah, 1997)

8. PENATALAKSANAAN
a. Program terapi
Pengobatan terutama ditunjukkan untuk 2 hal (Netty Tejawinata, 1996)
yaitu:
1) Memperbaiki keadaan umum dengan tindakan:
· Tranfusi sel darah merah padat (Pocket Red Cell-PRC) untuk
mengatasi anemi. Apabila terjadi perdarahan hebat dan jumlah
trombosit kurang dari 10.000/mm³, maka diperlukan transfusi
trombosit.
· Pemberian antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi.
2) Pengobatan spesifik
Terutama ditunjukkan untuk mengatasi sel-sel yang abnormal.
Pelaksanaannya tergantung pada kebijaksanaan masing-masing rumah
sakit, tetapi prinsip dasar pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
· Induksi untuk mencapai remisi: obat yang diberikan untuk
mengatasi kanker sering disebut sitostatika (kemoterapi). Obat
diberikan secara kombinasi dengan maksud untuk mengurangi sel-
sel blastosit sampai 5% baik secara sistemik maupun intratekal
sehingga dapat mengurangi gejala-gajala yang tampak.
· Intensifikasi, yaitu pengobatan secara intensif agar sel-sel yang
tersisa tidak memperbanyak diri lagi.
· Mencegah penyebaran sel-sel abnormal ke sistem saraf pusat
· Terapi rumatan (pemeliharaan) dimaksudkan untuk
mempertahankan masa remis
3) Fase Pelaksanaan Kemoterapi:
· Fase Induksi
Dimulai 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini
diberikan terapi kortikosteroid (prednison), vineristin, dan L-
asparaginase. Fase induksi dinyatakan berhasil jika tanda-tanda
penyakit berkurang atau tidak ada dan di dalam sumsum tulang
ditemukan jumlah sel muda kuurang dari 5%.
· Fase profilaksis sistem saraf pusat
Pada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabine, dan
hydrocortison melalui intratekal untuk mencegah invasi sel leukemia
ke otak. Terapi irradiasi kranial dilakukan hanya pada pasien
leukemia yang mengalami gangguan sistem saraf pusat.
· Konsolidasi
Pada fase ini, kombinasi pengobatan dilakukan untuk
mempertahankan remisis dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia
yang beredar dalam tubuh. Secara berkala, dilakukan pemeriksaan
darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang terhadap
pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka pengobatan
dihentikan sementara atau dosis obat dikurangi.
b. Pengobatan imunologik
Bertujuan untuk menghilangkan sel leukemia yang ada di dalam tubuh
agar pasien dapat sembuh sempurna. Pengobatan seluruhnya dihentikan
setelah 3 tahun remisi terus menerus.
c. Radioterapi
Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel
leukemia. Sinar berenergi tinggi ini ditujukan terhadap limpa atau bagian
lain dalam tubuh tempat menumpuknya sel leukemia. Energi ini bisa
menjadi gelombang atau partikel seperti proton, elektron, x-ray dan sinar
gamma. Pengobatan dengan cara ini dapat diberikan jika terdapat keluhan
pendesakan karena pembengkakan kelenjar getah bening setempat.
d. Transplantasi Sumsum Tulang
Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk mengganti sumsum tulang
yang rusak dengan sumsum tulang yang sehat. Sumsum tulang yang rusak
dapat disebabkan oleh dosis tinggi kemoterapi atau terapi radiasi. Selain
itu, transplantasi sumsum tulang juga berguna untuk mengganti sel-sel
darah yang rusak karena kanker. Pada penderita LMK, hasil terbaik (70-
80% angka keberhasilan) dicapai jika menjalani transplantasi dalam waktu
1 tahun setelah terdiagnosis dengan donor Human Lymphocytic Antigen
(HLA) yang sesuai. Pada penderita LMA transplantasi bisa dilakukan pada
penderita yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan dan pada
penderita usia muda yang pada awalnya memberikan respon terhadap
pengobatan.
e. Terapi Suportif
Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yag ditimbulkan
penyakit leukemia dan mengatasi efek samping obat. Misalnya transfusi
darah untuk penderita leukemia dengan keluhan anemia, transfusi
trombosit untuk mengatasi perdarahan dan antibiotik untuk mengatasi
infeksi.

9. KOMPLIKASI
Berikut ini dapat dicermati komplikasi yang timbul pada leukimia:
a. Anemia (kurang darah) : hal ini dikarenakan produksi sel darah merah
kurang atau akibat perdarahan
b. Terinfeksi berbagai penyakit : hal ini dikarenakan sel darah putih yang
ada kurang berfungsi dengan baik meskipun jumlahnya berlebihan tetapi
sudah berubah menjadi ganas sehingga tidak mampu melawan infeksi dan
benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Di samping itu, pada leukimia,
obat-obatan anti leukimia menurunkan kekebalan.
c. Perdarahan : hal ini terjadi sebagai akibat penekanan sel leukimia pada
sum-sum tulang sehingga sel pembeku darah produksinya berkurang.
d. Gangguan metabolisme
· Berat badan turun
· Demam tanpa infeksi yang jelas
· Kalium dan kalsium darah meningkat, malahan ada yang rendah
· Gejala asidosis sebagai akibat asam laktat meningkat
e. Penyusupan sel leukimia pada organ-organ:
· Terlihat organ limpa membesar
· Gejala gangguan saraf otak
· Gangguan kesuburan
· Tanda-tanda bendungan pembuluh pembuluh darah paru

Penyebab Kematian
Telah diketahui bahwa leukimia (kanker darah) merupakan satu penyebab
kematian. Hal ini dikarenakan seseorang yang didiagnosa menderita leukimia,
sepanjang hidupnya harus berhadapan dengan:
a. Penyakit infeksi
b. Perdarahan
c. Gabungan infeksi dan perdarahan
d. Gangguan fungsi organ fital seperti otak, jantung dan paru akibat
penyusupan sel leukimia
(Faisal Yatim, 2003)

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


1. Pengkajian
1. Keluhan Utama
Nyeri tulang sering terjadi, lemah nafsu makan menurun, demam (jika
disertai infeksi) juga disertai dengan sakit kepala.
2. Riwayat Perawatan Sebelumnya
3. Riwayat kelahiran anak :
a. Prenatal
b. Natal
c. Post natal
4. Riwayat Tumbuh Kembang
Bagaimana pemberian ASI, adakah ketidaknormalan pada masa
pertumbuhan dan kelainan lain ataupun sering sakit-sakitan.
5. Riwayat keluarga
Insiden LLA lebih tinggi berasal dari saudara kandung anak-anak yang
terserang terlebih pada kembar monozigot (identik).
2. Pemeriksaan Fisik :
a. Keadaan Umum tampak lemah
Kesadaran composmentis selama belum terjadi komplikasi.
b. Pemeriksaan Kepala Leher
Rongga mulut : apakah terdapat peradangan (infeksi oleh jamur atau bakteri),
perdarahan gusi
Konjungtiva : anemis atau tidak. Terjadi gangguan penglihatan akibat infiltrasi
ke SSP.
c. Pemeriksaan Integumen
Adakah ulserasi ptechie, ekimosis, tekanan turgor menurun jika terjadi
dehidrasi
d. Pemeriksaan Dada dan Thorax
- Inspeksi bentuk thorax, adanya retraksi intercostae.
- Auskultasi suara nafas, adakah ronchi (terjadi penumpukan secret akibat
infeksi di paru), bunyi jantung I, II, dan III jika ada
- Palpasi denyut apex (Ictus Cordis)
- Perkusi untuk menentukan batas jantung dan batas paru.
e. Pemeriksaan Abdomen
- Inspeksi bentuk abdomen apakah terjadi pembesaran, terdapat bayangan
vena
- auskultasi peristaltic usus,
- palpasi nyeri tekan bila ada pembesaran hepar dan limpa.

3. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
c. Resiko terhadap cedera : perdarahan yang berhubungan dengan penurunan
jumlah trombosit
d. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan
muntah
e. Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan
efek samping agen kemoterapi
f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau
stomatitis
g. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukaemia
h. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens
kemoterapi, radioterapi, imobilitas.
i. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat
pada penampilan.
j. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang
menderita leukemia.
k. Antisipasi berduka berhubungan dengan perasaan potensial kehilangan anak.

4. Intervensi Keperawatan
a. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
Tujuan : Anak tidak mengalami gejala-gejala infeksi
Intervensi :
1) Pantau suhu dengan teliti
Rasional : untuk mendeteksi kemungkinan infeksi
2) Tempatkan anak dalam ruangan khusus
Rasional : untuk meminimalkan terpaparnya anak dari sumber infeksi
3) Anjurkan semua pengunjung dan staff rumah sakit untuk menggunakan
teknik mencuci tangan dengan baik
Rasional : untuk meminimalkan pajanan pada organisme infektif
4) Evaluasi keadaan anak terhadap tempat-tempat munculnya infeksi
seperti tempat penusukan jarum, ulserasi mukosa, dan masalah gigi
Rasional : untuk intervensi dini penanganan infeksi
5) Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan baik
Rasional : rongga mulut adalah medium yang baik untuk pertumbuhan
organisme
6) Berikan periode istirahat tanpa gangguan
Rasional : menambah energi untuk penyembuhan dan regenerasi seluler
7) Berikan diet lengkap nutrisi sesuai usia
Rasional : untuk mendukung pertahanan alami tubuh
8) Berikan antibiotik sesuai ketentuan
Rasional : diberikan sebagai profilaktik atau mengobati infeksi khusus
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
Tujuan : terjadi peningkatan toleransi aktifitas
Intervensi :
1) Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk
berpartisipasi dala aktifitas sehari-hari
Rasional : menentukan derajat dan efek ketidakmampuan
2) Berikan lingkungan tenang dan perlu istirahat tanpa gangguan
Rasional : menghemat energi untuk aktifitas dan regenerasi seluler atau
penyambungan jaringan
3) Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan
atau dibutuhkan
Rasional : mengidentifikasi kebutuhan individual dan membantu pemilihan
intervensi
4) Berikan bantuan dalam aktifitas sehari-hari dan ambulasi
Rasional : memaksimalkan sediaan energi untuk tugas perawatan diri
c. Resiko terhadap cedera/perdarahan yang berhubungan dengan penurunan
jumlah trombosit
Tujuan : klien tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan
Intervensi :
1) Gunakan semua tindakan untuk mencegah perdarahan khususnya pada
daerah ekimosis
Rasional : karena perdarahan memperberat kondisi anak dengan adanya
anemia
2) Cegah ulserasi oral dan rectal
Rasional : karena kulit yang luka cenderung untuk berdarah
3) Gunakan jarum yang kecil pada saat melakukan injeksi
Rasional : untuk mencegah perdarahan
4) Menggunakan sikat gigi yang lunak dan lembut
Rasional : untuk mencegah perdarahan
5) Laporkan setiap tanda-tanda perdarahan (tekanan darah menurun,
denyut nadi cepat, dan pucat)
Rasional : untuk memberikan intervensi dini dalam mengatasi perdarahan
6) Hindari obat-obat yang mengandung aspirin
Rasional : karena aspirin mempengaruhi fungsi trombosit
7) Ajarkan orang tua dan anak yang lebih besar ntuk mengontrol
perdarahan hidung
Rasional : untuk mencegah perdarahan
d. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan
muntah
Tujuan :
- Tidak terjadi kekurangan volume cairan
- Pasien tidak mengalami mual dan muntah
Intervensi :
1) Berikan antiemetik awal sebelum dimulainya kemoterapi
Rasional : untuk mencegah mual dan muntah
2) Berikan antiemetik secara teratur pada waktu dan program kemoterapi
Rasional : untuk mencegah episode berulang
3) Kaji respon anak terhadap anti emetic
Rasional : karena tidak ada obat antiemetik yang secara umum berhasil
4) Hindari memberikan makanan yang beraroma menyengat
Rasional : bau yang menyengat dapat menimbulkan mual dan muntah
5) Anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : karena jumlah kecil biasanya ditoleransi dengan baik
6) Berikan cairan intravena sesuai ketentuan
Rasional : untuk mempertahankan hidrasi
e. Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan
efek samping agen kemoterapi
Tujuan : pasien tidak mengalami mukositis oral
Intervensi :
1) Inspeksi mulut setiap hari untuk adanya ulkus oral
Rasional : untuk mendapatkan tindakan yang segera
2) Hindari mengukur suhu oral
Rasional : untuk mencegah trauma
3) Gunakan sikat gigi berbulu lembut, aplikator berujung kapas, atau jari
yang dibalut kasa
Rasional : untuk menghindari trauma
4) Berikan pencucian mulut yang sering dengan cairan salin normal atau
tanpa larutan bikarbonat
Rasional : untuk menuingkatkan penyembuhan
5) Gunakan pelembab bibir
Rasional : untuk menjaga agar bibir tetap lembab dan mencegah pecah-
pecah (fisura)
6) Hindari penggunaan larutan lidokain pada anak kecil
Rasional : karena bila digunakan pada faring, dapat menekan refleks
muntah yang mengakibatkan resiko aspirasi dan dapat menyebabkan
kejang
7) Berikan diet cair, lembut dan lunak
Rasional : agar makanan yang masuk dapat ditoleransi anak
8) Inspeksi mulut setiap hari
Rasional : untuk mendeteksi kemungkinan infeksi
9) Dorong masukan cairan dengan menggunakan sedotan
Rasional : untuk membantu melewati area nyeri
10) Hindari penggunaa swab gliserin, hidrogen peroksida dan susu magnesia
Rasional : dapat mengiritasi jaringan yang luka dan dapat membusukkan
gigi, memperlambat penyembuhan dengan memecah protein dan dapat
mengeringkan mukosa
11) Berikan obat-obat anti infeksi sesuai ketentuan
Rasional : untuk mencegah atau mengatasi mukositis
12) Berikan analgetik
Rasional : untuk mengendalikan nyeri
f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau
stomatitis
Tujuan : pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Intervensi :
1) Dorong orang tua untuk tetap rileks pada saat anak makan
Rasional : jelaskan bahwa hilangnya nafsu makan adalah akibat langsung
dari mual dan muntah serta kemoterapi
2) Izinkan anak memakan semua makanan yang dapat ditoleransi,
rencanakan unmtuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan
anak meningkat
Rasional : untuk mempertahankan nutrisi yang optimal
3) Berikan makanan yang disertai suplemen nutrisi gizi, seperti susu bubuk
atau suplemen yang dijual bebas
Rasional : untuk memaksimalkan kualitas intake nutrisi
4) Izinkan anak untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan
Rasional : untuk mendorong agar anak mau makan
5) Dorong masukan nutrisi dengan jumlah sedikit tapi sering
Rasional : karena jumlah yang kecil biasanya ditoleransi dengan baik
6) Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori kaya nutrient
Rasional : kebutuhan jaringan metabolik ditingkatkan begitu juga cairan
untuk menghilangkan produk sisa suplemen dapat memainkan peranan
penting dalam mempertahankan masukan kalori dan protein yang adekuat
7) Timbang BB, ukur TB dan ketebalan lipatan kulit trisep
Rasional : membantu dalam mengidentifikasi malnutrisi protein kalori,
khususnya bila BB dan pengukuran antropometri kurang dari normal
g. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukaemia
Tujuan : pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat
yang dapat diterima anak
Intervensi :
1) Mengkaji tingkat nyeri dengan skala 0 sampai 5
Rasional : informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi
kebutuhan atau keefektifan intervensi
2) Jika mungkin, gunakan prosedur-prosedur (misal pemantauan suhu non
invasif, alat akses vena
Rasional : untuk meminimalkan rasa tidak aman
3) Evaluasi efektifitas penghilang nyeri dengan derajat kesadaran dan sedasi
Rasional : untuk menentukan kebutuhan perubahan dosis. Waktu
pemberian atau obat
4) Lakukan teknik pengurangan nyeri non farmakologis yang tepat
Rasional : sebagai analgetik tambahan
5) Berikan obat-obat anti nyeri secara teratur
Rasional : untuk mencegah kambuhnya nyeri
h. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens
kemoterapi, radioterapi, imobilitas
Tujuan : pasien mempertahankan integritas kulit
Intervensi :
1) Berikan perawatan kulit yang cemat, terutama di dalam mulut dan
daerah perianal
Rasional : karena area ini cenderung mengalami ulserasi
2) Ubah posisi dengan sering
Rasional : untuk merangsang sirkulasi dan mencegah tekanan pada kulit
3) Mandikan dengan air hangat dan sabun ringan
Rasional : mempertahankan kebersihan tanpa mengiritasi kulit
4) Kaji kulit yang kering terhadap efek samping terapi kanker
Rasional : efek kemerahan atau kulit kering dan pruritus, ulserasi dapat
terjadi dalam area radiasi pada beberapa agen kemoterapi
5) Anjurkan pasien untuk tidak menggaruk dan menepuk kulit yang kering
Rasional : membantu mencegah friksi atau trauma kulit
6) Dorong masukan kalori protein yang adekuat
Rasional : untuk mencegah keseimbangan nitrogen yang negatif
7) Pilih pakaian yang longgar dan lembut diatas area yang teradiasi
Rasional : untuk meminimalkan iritasi tambahan
i. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat
pada penampilan
Tujuan : pasien atau keluarga menunjukkan perilaku koping positif
Intervensi :
1) Dorong anak untuk memilih wig (anak perempuan) yang serupa gaya dan
warna rambut anak sebelum rambut mulai rontok
Rasional : untuk membantu mengembangkan penyesuaian rambut
terhadap kerontokan rambut
2) Berikan penutup kepala yang adekuat selama pemajanan pada
sinar matahari, angin atau dingin
Rasional : karena hilangnya perlindungan rambut
3) Anjurkan untuk menjaga agar rambut yang tipis itu tetap bersih, pendek
dan halus
Rasional : untuk menyamarkan kebotakan parsial
4) Jelaskan bahwa rambut mulai tumbuh dalam 3 hingga 6 bulan dan
mungkin warna atau teksturnya agak berbeda
Rasional : untuk menyiapkan anak dan keluarga terhadap perubahan
penampilan rambut baru
5) Dorong hygiene, berdan, dan alat alat yang sesuai dengan jenis kelamin ,
misalnya wig, skarf, topi, tata rias, dan pakaian yang menarik
Rasional : untuk meningkatkan penampilan
j. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang
menderita leukaemia
Tujuan : pasien atau keluarga menunjukkan pengetahuan tentang prosedur
diagnostik atau terapi
Intervensi :
1) Jelaskan alasan setiap prosedur yang akan dilakukan pda anak
Rasional : untuk meminimalkan kekhawatiran yang tidak perlu
2) Jadwalkan waktu agar keluarga dapat berkumpul tanpa gangguan dari
staff
Rasional : untuk mendorong komunikasi dan ekspresi perasaan
3) Bantu keluarga merencanakan masa depan, khususnya dalam membantu
anak menjalani kehidupan yang normal
Rasional : untuk meningkatkan perkembangan anak yang optimal
4) Dorong keluarga untuk mengespresikan perasaannya mengenai
kehidupan anak sebelum diagnosa dan prospek anak untuk bertahan hidup
Rasional : memberikan kesempatan pada keluarga untuk menghadapi rasa
takut secara realistis
5) Diskusikan bersama keluarga bagaimana mereka memberitahu anak
tentang hasil tindakan dan kebutuhan terhadap pengobatan dan
kemungkinan terapi tambahan
Rasional : untuk mempertahankan komunikasi yang terbuka dan jujur
6) Hindari untuk menjelaskan hal-hal yang tidak sesuai dengan kenyataan
yang ada
Rasional : untuk mencegah bertambahnya rasa khawatiran keluarga
k. Antisipasi berduka berhubungan dengan perasaan potensial kehilangan anak
Tujuan : pasien atau keluarga menerima dan mengatasi kemungkinan
kematian anak
Intervensi :
1) Kaji tahapan berduka terhadap anak dan keluarga
Rasional : pengetahuan tentang proses berduka memperkuat normalitas
perasaan atau reaksi terhadap apa yang dialami dan dapat membantu
pasien dan keluarga lebih efektif menghadapi kondisinya
2) Berikan kontak yang konsisten pada keluarga
Rasional : untuk menetapkan hubungan saling percaya yang mendorong
komunikasi
3) Bantu keluarga merencanakan perawatan anak, terutama pada tahap
terminal
Rasional : untuk meyakinkan bahwa harapan mereka diimplementasikan
4) Fasilitasi anak untuk mengespresikan perasaannya melalui bermain
Rasional : memperkuat normalitas perasaan atau reaksi terhadap apa yang
dialami
5. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang telah
dibuat untuk mencapai hasil yang efektif. Dalam pelaksanaan implementasi keperawatan,
penguasaan keterampilan dan pengetahuan harus dimiliki oleh setiap perawat sehingga
pelayanan yang diberikan baik mutunya. Dengan demikian tujuan dari rencana yang telah
ditentukan dapat tercapai (Wong. D.L.2004:hal.331).
6. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu penilaian terhadap keberhasilan rencana keperawatan untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan klien. Menurut Wong. D.L, (2004 hal 596-610) hasil yang
diharapkan pada klien dengan leukemia adalah :
a. Anak tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
b. Berpartisipasi dalam aktifitas sehari-sehari sesuai tingkat kemampuan, adanya
laporan peningkatan toleransi aktifitas.
c. Anak tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan.
d. Anak menyerap makanan dan cairan, anak tidak mengalami mual dan muntah
e. Membran mukosa tetap utuh, ulkus menunjukkan tidak adanya rasa tidak
nyaman
f. Masukan nutrisi adekuat
g. Anak beristirahat dengan tenang, tidak melaporkan dan atau menunjukkan
bukti-bukti ketidaknyamanan, tidak mengeluhkan perasaan tidak nyaman.
h. Kulit tetap bersih dan utuh
i. Anak mengungkapkan masalah yang berkaitan dengan kerontokan rambut,
anak membantu menentukan metode untuk mengurangi efek kerontokan rambut
dan menerapkan metode ini dan anak tampak bersih, rapi, dan berpakaian
menarik.
j. Anak dan keluarga menunjukkan pemahaman tentang prosedur, keluarga
menunjukkan pengetahuan tentang penyakit anak dan tindakannya. Keluarga
mengekspresikan perasaan serta kekhawatirannya dan meluangkan waktu
bersama anak.
k. Keluarga tetap terbuka untuk konseling dan kontak keperawatan, keluarga dan
anak mendiskusikan rasa takut, kekhawatiran, kebutuhan dan keinginan mereka
pada tahap terminal, pasien dan keluarga mendapat dukungan yang adekuat.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Leukemia adalah suatu jenis kanker darah. Gangguan ini disebabkan olehsel darah
putih yang diproduksi melebihi jumlah yang seharusnya ada. Leukemiaakut pada anak
adalah suatu kelainan atau mutasi pembentukan sel darah
putiholeh sumsum tulang anak maupun gangguan pematangan sel-sel tersebutselanjutny
a. Gangguan ini sekitar 25-30% jumlahnya dari seluruh keadaankeganasan yang didapat
pada anak.
Leukemia ada 4 jenis berdasarkan asal dan kecepatan perkembangan selkanker yaitu
Leukemia Mieloblastik Akut (LMA), Leukemia Mielositik Kronik (LMK), Leukemia
Limfoblastik Akut (LLA), dan Leukemia Limfositik Kronik (LLK) (Medicastore, 2009).
Gejala – gejala yang dirasakan antara lain anemia,wajah pucat, sesak nafas,
pendarahan gusi, mimisan, mudah memar, penurunanberat badan, nyeri tulang dan nyeri
sendi.
Penyebab utama penyakit kelainan darah ini sampai sekarang belumdiketahui secara
pasti, dan masih terus diteliti. Namun, faktor genetik berperancukup penting pada beberapa
penelitian yang dilakukan. Dengan kata lain, adahubungannya dengan faktor keturunan,
selain tentunya banyak faktor penyebablain yang bervariasi sesuai kasus per kasus dan jenis
subtipe yang didapat.
Terapi yang diberikan pada penderita leukemia akut bertujuan untuk
menghancurkan sel-sel leukemia dan mengembalikan sel-sel darah yang normal.Terapi yang
dipakai biasanya adalah kemoterapi (pemberian obat melalui infus),obat-
obatan, ataupun terapi radiasi. Untuk kasus-kasus tertentu, dapat jugadilakukan
transplantasi sumsum tulang belakang.Mengenai kemungkinan keberhasilan terapi, sangat
tergantung waktupenemuan pertama penyakit si penderita. Apakah dalam stadium awal atau
sudahlanjut, subtipe penyakit, teratur tidaknya jadwal terapi yang dilakukan, timbul Relapse
(kambuh) atau tidak selama terapi maupun kemungkinan penyebab yangbisa diperkirakan.

B. SARAN
Bagi keluarga sebaiknya memahami bagaimana tatalaksana terapeutik untuk pasien
leukemia agar penyakitnya tidak memasuki stadium lanjut.
DAFTAR PUSTAKA

2000.Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta: Media aeskulapiusFKUI.


Ngastiyah. 2005.Perawatan Anak Sakit Edisi 2.Jakarta:EGC
Suriadi & Rita. 2006. Asuhan Keperawatan anak Edisi 2.Jakarta:Sagung Seto
http://bantarmerak64.blogspot.com/2013/04/asuhan-keperawatan-leukemia-pada-
anak.html
http://delfielizablog.wordpress.com/2012/12/09/15/
http://jilioetamey.blogspot.com/2012/05/asuhan-keperawatan-dengan-leukemia-
pada.html
http://mocos-87.blogspot.com/p/askep-leukimia.html

You might also like