You are on page 1of 1

Atorvastatin sebuah inhibitor koenzim A 3-hydroxy-3-methylglutaryl, merupakan salah satu

obat yang secara luas diresepkan di United States. Meskipun kebanyakan orang menganggap
bahwa obat ini aman, sebanyak 3-8% pasien mengalami efek samping terkait otot. Efek
samping atorvastatin terkait otot dapat dipengauhi oleh aktivitas enzim sitokrom P450 (CYP)
3A. Atorvastatin ada dalam bentuk asam dan bentuk lakton. Bentuk asam secara farmakologis
aktif dan konsentrasi dalam plasma mirip atau lebih tinggi dibandingkan bentuk lakton. Bentuk
lakton dihubungkan dengan efek samping terkait otot pada atorvastatin. Atorvastatin lakton
memiliki afinitas lebih tinggi pada CYP3A dibandingkan atorvastatin asam. Aktivitas pada
CYP3A memainkan peran penting pada efek samping atorvastatin terkait otot.
Efek samping atorvastatin terkait otot yang paling serius adalah rhabdomyolisis dan resikonya
meningkat dengan koadministrasi inhibitor CYP3A. Antibiotik golongan makrolida, yaitu
klaritomisin merupakan inhibitor CYP3A kuat. Koadministrasi atorvastatin dengan inhibitor
seperti klaritomisin meningkatkan resiko efek samping atorvastastin yang berhubungan dengan
otot melalui penghambatn CYP3A.
Sitokrom P450 3A merupakan enzim pemetabolisme obat. Pada orang dewasa terdiri atas
CYP3A4 dan CYP3A5. Aktivitas CYP3A antar individu berbeda-beda karena peran dari
CYP3A5. Gen CYP3A mengandung 2 nukleotida tunggal yang umum diketahui yaitu
CYP3A5*3 and CYP3A5*6. Digambarkan dengan alel CYP3A5*1. CYP3A4 dan CYP3A5
memiliki banyak substrat dan ihibitor. Gen CYP3A5 mempengaruhi farmakokinetika substrat
CYP3A.
Studi interaksi obat antara atorvastatin dengan klaritomisin dilakukan pada 23 subyek berumur
lebih dari 18 tahun dengan dua fase, yaitu subyek hanya menggunakan atorvastatin saja atau
atorvastatin dengan klaritomisin. Subyek melakukan kedua fase tersebut dan dikelompokkan
berdasarkan ras, etnis dan jenis kelamin. Kedua fase dilakukan terpisah dalam 14 hari. Subyek
dilarang untuk menebus resep atau membeli obat-obatan herbal dan berbagai produk grapefruit
7 hari sebelum penelitian dan selama penelitian. Fase pertama diberikan atorvastatin dengan
dosis sebesar 20 mg dengan 150 ml air. Fase kedua diberikan klaritomisin 500 mg dua kali
sehari selama 5 hari berturut-turut. Dua jam setelah pemberian klaritomisin, subyek diberi
atorvastatin 20 mg.
Sebanyak 23 subyek dengan 10 subyek membaa alel CYP3A5*1 (expressors) dan 13 subyek
tidak (nonexpressors). Hasilnya menunjukkan konsentrasi plasma atorvastatin asam dan lakton
secara signifikan lebih tinggi pada semua subyek fase atorvastatin dan klaritomisin
dibandingkan fase atorvastatin saja. Secara umum metabolisme atorvastatin asam menurun
secara signifikan (60%) pada pemberian atorvastatin yang didahului oleh klaritomisin. Hal
tersebut karena klaritomisin memiliki efek ekspresi sedikit lebih besar pada CYP3A5. Hasil
tersebut konsisten dengan sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa klaritomisin
menghambat aktivitas CYP3A usus ke tingkat yang lebih besar pada ekspresor CYP3A5. Hasil
nilai AUC0–∞ atorvastatin lakton tidak jauh berbeda dengan genotip CYP3A5 setelah
pemberian klaritomisin. Sehingga genotip CYP3A5 tidak mungkin dapat mempengaruhi risiko
efek samping berkaitan dengan otot yang diinduksi atorvastatin ketika inhibitor CYP3A yang
kuat seperti klaritomisin diberikan secara bersamaan.

You might also like