Professional Documents
Culture Documents
ETIKA
KELOMPOK 3
Daftar hadir :
Teknik ini sangat berguna bagi mahasiswa, terutama untuk memecahkan masalah atau
soal-soal yang rumit berupa essai. Berupa bagaimana kita merangkum atau membuat ringkasan
dengan semudah mungkin untuk memudahkan belajar. Ada yang dengan menghafal, melihat
urutannya, mengaitkan satu sama lain.
Cara pengerjaan laporan inipun kami bagi rata ke seluruh anggota kelompok agar
memudahkan pengerjaan. Topik yang digunakan adalah korupsi. Yang saat ini mulai
membudaya di Indonesia. Korupsi kami uraikan satu persatu menggunakan Brainstorming
Technique.
FREEWRITING
Dalam menjalani kehidupan di Negri ini tidak dapat dipungkiri bahwa setiap manusia tak luput
dari perilaku menyimpang seperti halnya korupsi.
Dampak dari tindakan korupsi tidak hanya sekedar merugikan keuangan Negara namun lebih
dari itu, menciptakan kemiskinan, menciptakan pengangguran dan memicu tindakan kriminalitas,
bahkan mengubur masa depan bangsa serta dapat menghancurkan nilai-nilai etika serta norma
sosial dan nilai agama, sehingga dapat menjadi prilaku yang mengkorupsi budaya.
Mental korupsi ternyata tanpa kita sadari sudah mulai ditanamkan pada masyarakat. Korupsi
tidak boleh di lindungi. Sebab, semakin dilindungi, semakin menjadi budaya permanen yang
abadi kekuatanya.
Antikorupsi yang seharusnya ditanamkan dalam kepribadian masyarakat indonesia, masih jauh
dari harapan. Karena pada praktiknya perilaku korupsi kecil-kecil masih dilakukan oleh
masyarakat Indonesia. Sebenarnya kita menyadari, tapi terkadang masyarakat memupuk sikap
menganggap biasa atau memandang hal itu bukanlah sesuatu yang besar dan Selama budaya
etika dan integritas tidak kuat dalam berbangsa dan bernegara maka semua upaya pemberantasan
korupsi akan sia-sia
Menghapus budaya korupsi haruslah dengan membangun mindset dan Dibutuhkan tekad yang
kuat, kesungguhan serta keinginan bersama dari semua kalangan masyarakat untuk mengatasi
hadirnya budaya korupsi sebagai karakter bangsa.
CLUSTERING
Mengembalikan
kepercayaan
Kepercayaan serta
harapan masyarakat
Sentralisme Kekuasaan (expectation) terhadap
pemerintah bisa
dikatakan semakin
menurun, bahkan
senderung apatis
terhadap pemerintah
beserta aparatur-
aparatur hukumnya
(polisi, jaksa, hakim,
dan lain sebagainya).
T-DIAGRAM
CUBE
3 4
5 6
Keterangan :
TREE DIAGRAM
-adanya kesempatan,
-warisan dari senior terdahulu misalnya sikap sikap yang buruk yang sudah sering dilakukan dan
menjadi kebiasaan di sebuah universitas,
-pada saat memberikan uang pelicin, uang damai kepada aparat atau sogokan kepada pejabat,
-membeli buah dipasar yang menggunakan timbangan yang terkadang juga disengaja tidak tepat
timbangannya
-merugikan keuangan, memicu tindakan kriminalitas, bahkan mengubur masa depan baangsa.
-dapat menghancurkan nilai-nilai etika serta norma sosial dan nilai agama,
-Negara dituding telah dengan sengaja menciptakan ketimpangan sosial dalam kehidupan
masyarakat. Kemiskinan yang semakin meluas, antrian panjang barisan pengangguran, tidak
memadainya gaji dan upah buruh, anggaran sosial yang semakin kecil akibat pencabutan subsidi
(Pendidikan, kesehatan, listril, BBM, telepon dll), adalah deretan panjang persoalan yang
menghimpit masyarakat sehingga membuat beban hidup masyarakat semakin sulit
4. Siapa saja yang memungkinkan dapat melakukan korupsi?
-Siapa saja disekeliling kita yang memiliki kesempatan dan bermental korupsi dari lapisan
masyarakat kecil, pelajar, mahasiswa, pejabat, petinggi negara dll berpotensi di jadikan hamba
korupsi oleh sistem kehidupan dalam budaya korupsi.
Setiap warga Negara wajib berkontribusi untuk menghentikan budaya korupsi pemerintah
bersama semua lembaga tinggi dan tertinggi Negara untuk membangun sistem, tata kelola dan
kebijakan yang membuat korupsi tidak berdaya
pada hakekatnya telah ada sejak dulu ketika daerah-daerah di Nusantara masih mengenal system
pemerintah feodal (Oligarkhi Absolut), atau sederhanya dapat dikatakan, pemerintahan disaat
daerah-daerah yang ada di Nusantara masih terdiri dari kerajaan-kerajaan yang dipimpin oleh
kaum bangsawan (Raja, Sultan dll).
Secara garis besar, budaya korupsi di Indonesia tumbuh dan berkembang melalu 3 (tiga) fase
sejarah, yakni ; zaman kerajaan, zaman penjajahan hingga zaman modern seperti sekarang ini.
Mari kita coba bedah satu-persatu pada setiap fase tersebut.
Pertama, Fase Zaman Kerajaan. Budaya korupsi di Indonesia pada prinsipnya, dilatar belakangi
oleh adanya kepentingan atau motif kekuasaan dan kekayaan. Literatur sejarah masyarakat
Indonesia, terutama pada zaman kerajaan-kerajaan kuno (Mataram, Majapahit, Singosari,
Demak, Banten dll), mengajarkan kepada kita bahwa konflik kekuasan yang disertai dengan
motif untuk memperkaya diri (sebagian kecil karena wanita), telah menjadi faktor utama
kehancuran kerajaan-kerajaan tersebut[3]. Coba saja kita lihat bagaimana Kerajaan Singosari
yang memelihara perang antar saudara bahkan hingga tujuh turunan saling membalas dendam
berebut kekuasaan. Mulai dari Prabu Anusopati, Prabu Ranggawuni, hingga Prabu Mahesa
Wongateleng dan seterusnya.
Hal yang sama juga terjadi di Kerajaan Majapahit yang menyebabkan terjadinya beberapa kali
konflik yang berujung kepada pemberontakan Kuti, Nambi, Suro dan lain-lain. Bahkan kita
ketahui, kerajaan Majapahit hancur akibat perang saudara yang kita kenal dengan “Perang
Paregreg” yang terjadi sepeninggal Maha Patih Gajah Mada. Lalu, kerajaan Demak yang
memperlihatkan persaingan antara Joko Tingkir dengan Haryo Penangsang. Dan ada juga
Kerajaan Banten yang memicu Sultan Haji merebut tahta dan kekuasaan dengan ayahnya sendiri,
yaitu Sultan Ageng Tirtoyoso.
Pelajaran menarik pada fase zaman kerajaan ini adalah, mulai terbangunnya watak opurtunisme
bangsa Indonesia. Salah satu contohnya adalah posisi orang suruhan dalam kerajaan, atau yang
lebih dikenal dengan “abdi dalem”. Abdi dalem dalam sisi kekuasaan zaman ini, cenderung
selalu bersikap manis untuk menarik simpati raja atau sultan. Hal tersebut pula yang menjadi
cikal bakal (embrio) lahirnya kalangan opurtunis yang pada akhirnya juga memiliki potensi jiwa
korup yang begitu besar dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara kita dikmudian hari.
Kedua, Fase Zaman Penjajahan. Pada zaman penjajahan, praktek korupsi telah mulai masuk dan
meluas ke dalam sistem budaya sosial-politik bangsa kita. Budaya korupsi telah dibangun oleh
para penjajah kolonial (terutama oleh Belanda) selama 350 tahun. Budaya korupsi ini
berkembang dikalangan tokoh-tokoh lokal yang sengaja dijadikan badut politik oleh penjajah,
untuk menjalankan daerah adiministratif tertentu, semisal demang (lurah), tumenggung
(setingkat kabupaten atau provinsi), dan pejabat-pejabat lainnya yang notabene merupakan
orang-orang suruhan penjajah Belanda untuk menjaga dan mengawasi daerah territorial tertentu.
Mereka yang diangkat dan dipekerjakan oleh Belanda untuk memanen upeti atau pajak dari
rakyat, digunakan oleh penjajah Belanda untuk memperkaya diri dengan menghisap hak dan
kehidupan rakyat Indonesia. Sepintas, cerita-cerita film semisal Si Pitung, Jaka Sembung,
Samson & Delila, dll, sangat cocok untuk menggambarkan situasi masyarakat Indonesia ketika
itu. Para cukong-cukong suruhan penjajah Belanda (atau lebih akrab degan sebutan “Kompeni”)
tersebut, dengan tanpa mengenal saudara serumpun sendiri, telah menghisap dan menindas
bangsa sendiri hanya untuk memuaskan kepentingan si penjajah.
Ibarat anjing peliharaan, suruhan panjajah Belanda ini telah rela diperbudak oleh bangsa asing
hanya untuk mencari perhatian dengan harapan mendapatkan posisi dan kedudukan yang layak
dalam pemerintahan yang dibangun oleh para penjajah. Secara eksplisit, sesungguhnya budaya
penjajah yang mempraktekkan hegemoni dan dominasi ini, menjadikankan orang Indonesia juga
tak segan menindas bangsanya sendiri lewat perilaku dan praktek korupsi-nya. Tak ubahnya
seperti drakula penghisap darah yang terkadang memangsa kaumnya sendiri demi bertahan hidup
(Survive).
Ketiga, Fase Zaman Modern. Fase perkembangan praktek korupsi di zaman modern seperti
sekarang ini sebenarnya dimulai saat lepasnya bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan. Akan
tetapi budaya yang ditinggalkan oleh penjajah kolonial, tidak serta merta lenyap begitu saja.
salah satu warisan yang tertinggal adalah budaya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Hal
tersebut tercermin dari prilaku pejabat-pejabat pemerintahan yang bahkan telah dimulai di era
Orde lama Soekarno, yang akhirnya semakin berkembang dan tumbuh subur di pemerintahan
Orde Baru Soeharto hingga saat ini. Sekali lagi, pola kepemimpinan yang cenderung otoriter dan
anti-kritik, membuat jalan bagi terjadi praktek korupsi dimana-mana semakin terbuka. Walhasil,
Indonesia sendiri berhasil menjadi salah satu Negara terkorup di dunia, bahkan hingga saat ini.
Kapan saja disaat seseorang memiliki kesempatan, uang dan beretika/ bermental buruk
-Dibutuhkan tekad yang kuat, kesungguhan dan keinginan bersama dari semua kalangan
masyarakat untuk mengatasi hadirnya budaya korupsi sebagai karakter bangsa.
-menegakan budaya etika dan integritas. Lalu, menjadikan hukum sebagai panglima. Korupsi
tidak boleh di lindungi. Sebab, semakin dilindungi, semakin menjadi budaya permanen yang
abadi kekuatanya. Selama budaya etika dan integritas tidak kuat dalam berbangsa dan bernegara
maka semua upaya pemberantasan korupsi akan sia-sia
Dimana saja pada saat kita melakukan sesuatu tindakan penyalahgunaan wewenang untuk
menguntungkan dirinya sendiri bisa di rumah, sekolah, kampus/ universitas, di tempat kita
bekerja dan lembaga lembaga Negara.
Pertama,korupsi di Indonesia memang muncul dari “kecerdasan akal” pejabat dan birokrat di
Indonesia. Saking cerdasnya, tanpa lulus SMA pun (atau ijazah SMA-nya tidak jelas, yang
penting bisa menduduki kursi empuk) bisa berkomplot merekayasa suatu kejadian untuk
berkorupsi. Namun jika dikaitkan dengan budi, tentu korupsi tidak berbudi. Budi berkaitan
dengan perbuatan baik, sementara korupsi dilakukan untuk tujuan jahat.
Kedua, korupsi di Indonesia pertama kali dikatakan membudaya oleh pendiri bangsa ini sekitar
tahun 50-an. Hal itu wajar sekali terjadi pada negara baru. Belum ada alat kontrol yang
jelas.Infrastruktur politik belum menganut asas trias politica yang jelas dan system check and
balances belum diterapkan secara benar. Para pejabat masih bebas memanfaatkan celah hukum,
karena hukum saat itu masih banyak yang belum jelas. Kalau kita hitung sampai sekarang hanya
berjarak 60 tahun kurang. Jika masyarakat Indonesia rata-rata menikah pada umur 25 tahun, usia
segitu hanya mampu menghasilkan dua keturunan saja. Benarkah korupsi sudah dilakukan secara
turun temurun? Ternyata belum cukup umur, korupsi di Indonesia sehingga tidak tepat dikatakan
telah membudaya.
Memang ada pandangan secara historis bahwa korupsi sudah ada sejak zaman kompeni
(baca: compagnie atau VOC) lebih dari 350 tahun lalu. Kompeni adalah perusahaan dagang, jadi
yang menjajah Nusantara (Indonesia belum ada) waktu itu adalah perusahaan dagang, bukan pe-
merintah Belanda! Di zaman penjajahan kompeni inilah praktik korupsi konon telah “dipelajari”
oleh orang-orang pribumi. Kompeni menjelang akhir abad 18 akhirnya bangkrut karena praktik
korupsi. Ketika pemerintah kolonial Belanda mengambil alih penjajahan di Nusantara, praktik
korupsi yang selama ini diklakukan oleh kompeni ternyata tidak hilang bahkan semakin
parah. Dan ketika Indonesia merdeka, praktik korupsi inipun tidak serta merta hilang bahkan
semakin lama semakin merajalela. Jadi berdasarkan fakta historis korupsi bukanlah budaya
bangsa Indonesia tapi lebih merupakan “limbah budaya” dari penjajah.
Ketiga, benarkah ciri khas masyarakat Indonesia adalah korupsi? Betapa kecewanya para pendiri
bangsa Indonesia terdahulu bila hasil karya mereka yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia
telah diambil alih oleh satu kosa kata: korupsi. Indonesia masih lebih identik dengan bangsa
yang arif, ramah, cerdas dan pekerja keras. Terbukti dengan segala bentuk karya yang tercipta
sejak dulu kala. Ibarat pepatah, akibat nila setitik rusak susu sebelanga. Korupsi sesungguhnya
hanya dilakukan segelintir pejabat/birokrat yang melakukan korupsi demi kepentingan pribadi
yang mencoba berlindung di balik dalih bahwa korupsi itu sudah biasa dan telah membudaya.
VENN DIAGRAM
Persamaan :
Dalam Lingkungan Pejabat
: Sudah menjadi Dalam Lingkungan
Memberikan uang damai budaya dan
Mahasiswa :
atau uang pelicin. kebiasaan sehari –
Untuk mendapat proyek
hari. Mencontek saat ujian.
Mengambil
disediakan uang sogok. Menitip absen.
kesempatan saat
Praktek jual beli suara pada Memalsukan Kwitansi.
waktu luang.
pemilu kada. Memanfaatkan Memalsukan proposal
Memberikan uang kepada keadaan. yang tidak sesuai dengan
masyarakat menggunakan Terpengaruh oleh kegiatan kampus.
anggaran Negara. lingkup sekitarnya. Mengambil karya orang
Menikmati uang rakyat ( Merugikan semua lain atau teman.
tidak memberikan hak orang.
rakyat ).
SPOKE DIAGRAM
Kepercayaan,
Penjara, hukuman Kemiskinan,
kejujuran, keberanian
mati, dikucilkan kesengsaraan, krisis
LISTING
Kebiasaan
Adat istiadat
Warisan
Jabatan
Keserakahan
Kemiskinan
Krisis moneter
Kesewenang-wenangan
Penjara
Hukuman mati
Suap
Pencucian uang
Krisis ekonomi
Penjajahan
Perang
Ketidakpercayaan
Ketidakjujuran
Main-main
Malas
Tidak bertanggung jawab
Bohong
Mengambil yang bukan haknya
Analisis Hukum
Pemberantasan korupsi di Indonesia dapat dibagi dalam 3 periode, yaitu pada masa Orde Lama,
Orde Baru, dan Orde Reformasi.
Orde Lama
Antara 1951 - 1956 isu korupsi mulai diangkat oleh koran lokal seperti Indonesia Raya yang
dipandu Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar. Pemberitaan dugaan korupsi Ruslan Abdulgani
menyebabkan koran tersebut kemudian di bredel. Kasus 14 Agustus 1956 ini adalah peristiwa
kegagalan pemberantasan korupsi yang pertama di Indonesia, dimana atas intervensi PM Ali
Sastroamidjoyo, Ruslan Abdulgani, sang menteri luar negeri, gagal ditangkap oleh Polisi Militer.
Sebelumnya Lie Hok Thay mengaku memberikan satu setengah juta rupiah kepada Ruslan
Abdulgani, yang diperoleh dari ongkos cetak kartu suara pemilu. Dalam kasus tersebut mantan
Menteri Penerangan kabinet Burhanuddin Harahap (kabinet sebelumnya), Syamsudin Sutan
Makmur, dan Direktur Percetakan Negara, Pieter de Queljoe berhasil ditangkap.
Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar justru kemudian dipenjara tahun 1961 karena dianggap
sebagai lawan politik Sukarno.
Jenderal Nasution sempat memimpin tim pemberantasan korupsi pada masa ini, namun kurang
berhasil.
Pertamina adalah suatu organisasi yang merupakan lahan korupsi paling subur.
Kolonel Soeharto, panglima Diponegoro saat itu, yang diduga terlibat dalam kasus korupsi gula,
diperiksa oleh Mayjen Suprapto, S Parman, MT Haryono, dan Sutoyo dari Markas Besar
Angkatan Darat. Sebagai hasilnya, jabatan panglima Diponegoro diganti oleh Letkol Pranoto,
Kepala Staffnya. Proses hukum Suharto saat itu dihentikan oleh Mayjen Gatot Subroto, yang
kemudian mengirim Suharto ke Seskoad di Bandung. Kasus ini membuat DI Panjaitan menolak
pencalonan Suharto menjadi ketua Senat Seskoad.
Orde Baru
Korupsi orde baru dimulai dari penguasaan tentara atas bisnis-bisnis strategis.
Reformasi
3. Kepolisian
4. Kejaksaan
5. BPKP
Siapakah orang yang melakukan korupsi, Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU
Nomor 20 tahun 2001 menjelaskan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara. Ini merupakan delik pidana korupsi yang dijelaskan
UU.
Selanjutnya pada Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 juga
menjelaskan tentang perilaku koruptif melalui penyalahgunaan wewenang. Dalam
mempermudah penindakan terhadap pelaku korupsi, Pemerintah RI berdasarkan UU Nomor 30
Tahun 2002 telah dibentuk komisi khusus menangani korupsi, yaitu Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi atau disingkat KPK. Komisi tersebut menurut Pasal 3 UU Nomor 30
Tahun 2002 adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat
independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.
1. Needy corruption ini terjadi secara luas di masyarakat, sehingga tak jarang yang terkena
adalah masyarakat banyak yang tidak memiliki kekuasaan atau uang banyak. Di lain pihak, kita
mengenal korupsi yang dilakukan karena kerakusan pejabat publik,bukan karena kebutuhan
mempertahankan hidup (greedy corruption).Needy corruption lebih baik diatasi dengan
memperbaiki sistem administrasi pemerintahan.
2. Greedy corruption tidak cukup diselesaikan dengan perbaikan sistem, tetapi harus disertai
upaya penindakan yang tegas dan konsisten. Pada halaman pertama Laporan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) Korupsi 2007 dengan tegas dinyatakan bahwa korupsi terjadi
tidak hanya karena pejabat bermental bobrok, tetapi juga karena sistem yang jelek. Pernyataan
tersebut merupakan suatu pengakuan bahwa sekarang ini sistem administrasi pemerintahan
berlangsung kurang baik atau buruk.Ada kesalahan di dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Pencegahan Korupsi di Indonesia
Khusus untuk Indonesia, menurut Laporan Gap Analysis yang dibuat oleh tim ahli yang berasal
dari dalam dan luar negeri yang dibentuk KPK (hal 11–27), terdapat empat masalah penting
untuk dilakukan pencegahan korupsi, yaitu memperjelas tanggung jawab pencegahan korupsi,
reformasi birokrasi terutama di sektor penegakan hukum dan peradilan,perbaikan sistem
pengadaan barang dan jasa dan pencegahan tindak pidana pencucian uang.
Untuk pencegahan pencucian uang,tim ahli ini juga menaruh perhatian pada Pusat Pelaporan dan
Analisis (PPATK) yang belum memiliki pegawai tetap dan banyak menggunakan pegawai dari
instansi lain. Sehubungan dengan masalah kepegawaian ini,sudah pernah diusulkan agar kepala
PPATK diberikan kewenangan sebagai pembina pegawai negeri sipil dengan merevisi satu pasal
pada Peraturan Pemerintah No 9/2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan
Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.
Walaupun upaya ini sudah dilakukan bertahun- tahun dengan mengomunikasikannya kepada
Presiden, Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat dan menterimenteri dan pejabat terkait, tetapi
sampai sekarang belum berhasil. Dengan memperbanyak pencegahan, high cost eco-nomydapat
ditekan dan korban yang meluas di masyarakat dapat dikurangi.
Walaupun adanya KPK, ternyata hingga kini juga tidak memberikan efek jera kepada pelaku
korupsi. Tentunya hal tersebut juga sangat memprihatinkan, mengingat KPK sendiri juga
merupakan salah satu lembaga yang menjadi harapan masyarakat untuk memberantas korupsi.
Dan kini Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan juga ikut turun tangan untuk memberantas
korupsi. Tidak hanya dengan menindak para koruptor tetapi dengan cara pencegahan korupsi
sejak dini. Yaitu melalui pendidikan.
Cara yang dipilih oleh Kementrian Pendidikan dan kebudayaan tersebut yaitu dengan cara
memasukan pendidikan anti korupsi ke dalam mata pelajaran di sekolah. Hal tersebut dilakukan
dengan harapan menjadi salah satu senjata yang paling efektif untuk mencegah terjadinya
korupsi mulai dini. Selain itu dengan adanya pendidikan anti korupsi ini diharapkan juga para
siswa memiliki pendirian serta jiwa anti korupsi. Dengan memiliki jiwa anti korupsi itulah,
makan bisa menjadikan benteng bagi mereka agar tidak melakukan kegiatan korupsi di masa
yang akan mendatang. Oleh sebab itulah, usulan yang diberikan oleh Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan tersebut harus bisa bekerja sama dengan KPK agar bisa cepat direalisasikan. Karena
pada dasarnya rencana mengenai pendidikan anti korupsi di sekolah – sekolah juga sama dengan
tujuan pendidikan nasional.
Yaitu menciptakannya para peserta didik agar kelak menjadi seorang manusia yang memiliki
iman serta bertakwa kepada Tuhan YME, memiliki akhlak mulia, berilmu, sehat, cakap serta
kreatif dan mandiri. Serta juga diharapkan bisa menjadi warga Negara yang bertanggung jawab
dan nasionalis. Sedangkan inti dari ditetapkannya pendidikan anti korupsi sendiri yaitu agar para
peserta didik memiliki karakter selalu bersikap jujur di dalam hidupnya. Namun upaya dari
pendidikan anti korupsi ini juga akan sulit dicapai jika tidak adanya dukungan dari warga
sekolah, terutama para guru dan juga kepala sekolah. Karena keteladanan merupakan kunci
utama dari sebuah keberhasilan dalam penerapan pendidikan korupsi. Oleh sebab itu para
pendidik juga harus aktif untuk memberikan keteladanan bagi murid – muridnya agar tidak
melakukan tindakan korupsi. Tentunya upaya pencegahan korupsi tersebut bisa berjalan dengan
baik jika semua elemen di bangsa Indonesia ini bersatu untuk melawan korupsi.
Salah satu isu yang paling krusial untuk dipecahkan oleh bangsa dan pemerintah Indonesia
adalah masalah korupsi. Hal ini disebabkan semakin lama tindak pidana korupsi di Indonesia
semakin sulit untuk diatasi. Maraknya korupsi di Indonesia disinyalir terjadi di semua bidang dan
sector pembangunan. Apalagi setelah ditetapkannya pelaksanaan otonomi daerah, berdasarkan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diperbaharui dengan
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, disinyalir korupsi terjadi bukan hanya pada tingkat pusat
tetapi juga pada tingkat daerah dan bahkan menembus ke tingkat pemerintahan yang paling kecil
di daerah. Pemerintah Indonesia sebenarnya tidak tinggal diam dalam mengatasi praktek-praktek
korupsi. Upaya pemerintah dilaksanakan melalui berbagai kebijakan berupa peraturan
perundang-undangan dari yang tertinggi yaitu Undang-Undang Dasar 1945 sampai dengan
Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, pemerintah
juga membentuk komisi-komisi yang berhubungan langsung dengan pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana korupsi seperti Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara
(KPKPN) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Arti maupun pendefinisian tindakan korupsi juga memiliki berbagai sudut pandang yang
cukup berbeda. Namun demikian, suatu tindakan dapat dikategorikan korupsi—siapa pun
pelakunya—apabila memenuhi unsur-unsur:
C=M+D–A
D. Kesimpulan
Untuk kategori manipulasi uang negara, sektor yang paling korup ialah
pengadaan barang dan jasa mencakup konstruksi, pekerjaan umum,
perlengkapan militer, dan barang jasa pemerintah. Untuk kasus suap dan
pemerasan, korupsi terbesar terjadi di kepolisian, sektor peradilan, pajak dan
bea cukai, serta sektor perijinan. Korupsi juga terjadi di kalangan politisi
(anggota DPR dan partai politik), serta pada praktek kolusi dalam bisnis. Untuk
kasus kolusi bisnis, korupsi terbesar terjadi di tubuh militer, kepolisian, dan
pegawai pemerintah lewat koperasi dan yayasan.
Berkenaan dengan political will serta komitmen yang harus dibangun, maka
perlu menegaskan kembali political will pemerintah, diantaranya melalui: (1)
Penyempurnaan UU Anti Korupsi yang lebih komprehensif; (2) Kontrak politik
yang dibuat pejabat publik; (3) Pembuatan aturan dan kode etik PNS; (4)
Pembuatan pakta integritas; dan (5) Penyederhanaan birokrasi.
E. Rekomendasi
Adapun upaya penindakan (ex post facto) harus memberikan efek jera, baik
secara hukum, maupu sosial. Selama ini pelaku korupsi, walaupun dapat
dijerat dengan hukum dan dipidana penjara ataupun denda, namun tidak
pernah mendapatkan sanksi sosial. Efek jera seperti: (1) Hukuman yang berat
ditambah dengan denda yang jumlahnya signifikan; (2) Pengembalian hasil
korupsi kepada negara; dan (3) Tidak menutup kemungkinan, penyidikan
dilakukan kepada keluarga atau kerabat pelaku korupsi.
Amerika Serikat tidak memiliki peraturan perundang-undangan khusus yang mengatur tindak
pidana korupsi. Secara umum UU Hukum Pidana yang disusun oleh Pemerintah Federal AS
maupun pemerintah negara bagian mengatur bahwa tindak pidana yang tergolong sebagai
korupsi termasuk dalam delik penyuapan, penyalahgunaan wewenang dan penggelapan. Undang-
undang yang sering dijadikan acuan dalam pengadilan tindak pidana korupsi adalah
FCPA yang ditetapkan pada tahun 1977 mengatur tindakan menyuap pejabat pemerintah asing
sebagai tindakan ilegal. FCPA berlaku baik untuk warga negara AS dan emiten sekuritas asing.
Penegakan FCPA telah dilaksanakan dalam beberapa tahun terakhir sebanyak 91 perusahaan
dihukum antara Januari 2004 dan Agustus 2012.
Travel Act yang ditetapkan pada tahun 1961 sering digunakan untuk mengadili tindak korupsi,
termasuk penyuapan komersial.
Travel Act mencakup kegiatan kriminal yang terjadi melintasi perbatasan antarnegara bagian
maupun nasional. Oleh karena itu
Travel Act juga mencakup penyuapan pejabat asing yang diatur FCPA, penyuapan pejabat
publik AS sesuai diatur dalam hukum pidana dan maupun penyuapan komersial global. Tiga per
lima negara bagian Amerika Serikat memiliki undang-undang yang melarang penyuapan
komersial, termasuk California dan New York. Selain kedua undang-undang tersebut, Amerika
Serikat juga mempunyai undang-undang yang mengatur hak-hak
whistle blower.
. Sarbanes-Oxley Act telah memperkenalkan hukuman pidana bagi mereka yang membalas
dendam terhadap whistle blower hingga 10 tahun penjara. Dodd-Frank Act dari tahun 2010
adalah tambahan utama terbaru atas hak-hak whistle-blower.Undang-undang tersebut
memperkenalkan sistem penghargaan bagi whistle blower yang telah memberikan informasi
untuk mengarahkan
(SEC) ke tindakan penegakan hukum yang berhasil. Penghargaan berkisar antara 10 sampai
30% dari sanksi moneter yang melebihi 1 juta USD. Amerika Serikat mengambil pendekatan
multi-lembaga untuk memerangi korupsi
. Department of Justice
(Departemen Kehakiman) adalah lembaga antikorupsi utama, bersama dengan sub-agennya, FBI
(PIS). DOJ dan SEC bertanggung jawab atas penegakan FCPA. Badan-badan di atas menangani
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan kasus-kasus anti-korupsi. Sementara itu, fungsi-fungsi
anti-korupsi lainnya seperti menegakkan transparansi dan memastikan kode etik di sektor publik
ditaati akan ditangani oleh
Dalam pemberantasan korupsi, media memegang peranan yang sangat penting. Media AS
dikenal sangat agresif dalam melaporkan kasus-kasus korupsi yang terjadi, baik di sektor swasta
maupun pemerintah. Selain itu, media merupakan salah satu jembatan penghubung antara
masyarakat dengan pemerintah. Pemerintah dapat mengumumkan kebijakan-kebijakannya
melalui media dan masyarakat dapat menyalurkan aspirasinya melalui media. Kebebasan pers
dan kebebasan berbicara dilindungi oleh Amandemen Pertama Konstitusi Amerika Serikat .
Freedom House 2012 menilai Amerika Serikat sebagai salah satu negara yang memiliki sistem
terkuat dalam perlindungan hukum bagi kebebasan pers. Meskipun kadang-kadang penegakan
hak-hak pers berada di bawah tekanan , sistem pengadilan yang independen dapat diandalkan
untuk melindungi wartawan . Pengadilan juga telah memberikan perlindungan luas kepada pers
dari fitnah dan pencemaran nama baik. Pemerintahan Obama berusaha membuat pemerintah
federal lebih transparan dengan memberikan akses semua catatan federal untuk umum, kecuali
hal tersebut akan melanggar hukum lain atau menyebabkan kerusakan mendatang untuk
kepentingan yang dilindungi , termasuk privasi pribadi dan keamanan nasional.
Needy corruption ini terjadi secara luas di masyarakat, sehingga tak jarang yang terkena
adalah masyarakat banyak yang tidak memiliki kekuasaan atau uang banyak. Di lain
pihak, kita mengenal korupsi yang dilakukan karena kerakusan pejabat publik,bukan
karena kebutuhan mempertahankan hidup (greedy corruption).Needy corruption lebih
baik diatasi dengan memperbaiki sistem administrasi pemerintahan.
Greedy corruption tidak cukup diselesaikan dengan perbaikan sistem, tetapi harus disertai
upaya penindakan yang tegas dan konsisten. Pada halaman pertama Laporan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) Korupsi 2007 dengan tegas dinyatakan bahwa korupsi
terjadi tidak hanya karena pejabat bermental bobrok, tetapi juga karena sistem yang jelek.
Pernyataan tersebut merupakan suatu pengakuan bahwa sekarang ini sistem administrasi
pemerintahan berlangsung kurang baik atau buruk.Ada kesalahan di dalam
penyelenggaraan pemerintahan.
Untuk pencegahan pencucian uang,tim ahli ini juga menaruh perhatian pada Pusat Pelaporan dan
Analisis (PPATK) yang belum memiliki pegawai tetap dan banyak menggunakan pegawai dari
instansi lain. Sehubungan dengan masalah kepegawaian ini,sudah pernah diusulkan agar kepala
PPATK diberikan kewenangan sebagai pembina pegawai negeri sipil dengan merevisi satu pasal
pada Peraturan Pemerintah No 9/2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan
Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.Walaupun upaya ini sudah dilakukan bertahun- tahun
dengan mengomunikasikannya kepada Presiden, Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat dan
menterimenteri dan pejabat terkait, tetapi sampai sekarang belum berhasil. Dengan
memperbanyak pencegahan, high cost eco-nomydapat ditekan dan korban yang meluas di
masyarakat dapat dikurangi.
Tidak hanya dengan menindak para koruptor tetapi dengan cara pencegahan korupsi sejak dini.
Yaitu melalui pendidikan. Cara yang dipilih oleh Kementrian Pendidikan dan kebudayaan
tersebut yaitu dengan cara memasukan pendidikan anti korupsi ke dalam mata pelajaran di
sekolah. Hal tersebut dilakukan dengan harapan menjadi salah satu senjata yang paling efektif
untuk mencegah terjadinya korupsi mulai dini. Selain itu dengan adanya pendidikan anti korupsi
ini diharapkan juga para siswa memiliki pendirian serta jiwa anti korupsi. Dengan memiliki jiwa
anti korupsi itulah, makan bisa menjadikan benteng bagi mereka agar tidak melakukan kegiatan
korupsi di masa yang akan mendatang..
Dan menciptakannya para peserta didik agar kelak menjadi seorang manusia yang memiliki
iman serta bertakwa kepada Tuhan YME, memiliki akhlak mulia, berilmu, sehat, cakap serta
kreatif dan mandiri. Serta juga diharapkan bisa menjadi warga Negara yang bertanggung jawab
dan nasionalis. Sedangkan inti dari ditetapkannya pendidikan anti korupsi sendiri yaitu agar para
peserta didik memiliki karakter selalu bersikap jujur di dalam hidupnya. Namun upaya dari
pendidikan anti korupsi ini juga akan sulit dicapai jika tidak adanya dukungan dari warga
sekolah, terutama para guru dan juga kepala sekolah. Karena keteladanan merupakan kunci
utama dari sebuah keberhasilan dalam penerapan pendidikan korupsi. Oleh sebab itu para
pendidik juga harus aktif untuk memberikan keteladanan bagi murid – muridnya agar tidak
melakukan tindakan korupsi. Tentunya upaya pencegahan korupsi tersebut bisa berjalan dengan
baik jika semua elemen di bangsa Indonesia ini bersatu untuk melawan korupsi.
Menegakkan hukum secara adil dan konsisten sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dan norma-norma lainnya yang berlaku.
Menciptakan kondisi birokrasi yang ramping struktur dan kaya fungsi.
Penambahan/rekruitmen pegawai sesuai dengan kualifikasi tingkat kebutuhan, baik dari
segi kuantitas maupun kualitas
Optimalisasi fungsi pengawasan atau kontrol, sehingga komponen-komponen tersebut
betul-betul melaksanakan pengawasan secara programatis dan sistematis.
Mendayagunakan segenap suprastruktur politik maupun infrastruktur politik dan pada
saat yang sama membenahi birokrasi sehingga lubang-lubang yang dapat dimasuki
tindakan-tindakan korup dapat ditutup.
Adanya penjabaran rumusan perundang-undangan yang jelas, sehingga tidak
menyebabkan kekaburan atau perbedaan persepsi diantara para penegak hukum dalam
menangani kasus korupsi.
Semua elemen (aparatur negara, masyarakat, akademisi, wartawan) harus memiliki
idealisme, keberanian untuk mengungkap penyimpangan-penyimpangan secara objektif,
jujur, kritis terhadap tatanan yang ada disertai dengan keyakinan penuh terhadap prinsip-
prinsip keadilan.
Melakukan pembinaan mental dan moral manusia melalui khotbah-khotbah, ceramah
atau penyuluhan di bidang keagamaan, etika dan hukum. Karena bagaimanapun juga
baiknya suatu sistem, jika memang individu-individu di dalamnya tidak dijiwai oleh
nilai-nilai kejujuran dan harkat kemanusiaan, niscaya sistem tersebut akan dapat
disalahgunakan, diselewengkan atau dikorup.
Salah satu isu yang paling krusial untuk dipecahkan oleh bangsa dan pemerintah Indonesia
adalah masalah korupsi. Hal ini disebabkan semakin lama tindak pidana korupsi di Indonesia
semakin sulit untuk diatasi. Maraknya korupsi di Indonesia disinyalir terjadi di semua bidang dan
sector pembangunan. Apalagi setelah ditetapkannya pelaksanaan otonomi daerah, berdasarkan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diperbaharui dengan
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, disinyalir korupsi terjadi bukan hanya pada tingkat pusat
tetapi juga pada tingkat daerah dan bahkan menembus ke tingkat pemerintahan yang paling kecil
di daerah. Pemerintah Indonesia sebenarnya tidak tinggal diam dalam mengatasi praktek-praktek
korupsi. Upaya pemerintah dilaksanakan melalui berbagai kebijakan berupa peraturan
perundang-undangan dari yang tertinggi yaitu Undang-Undang Dasar 1945 sampai dengan
Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, pemerintah
juga membentuk komisi-komisi yang berhubungan langsung dengan pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana korupsi seperti Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara
(KPKPN) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Arti maupun pendefinisian tindakan korupsi juga memiliki berbagai sudut pandang yang
cukup berbeda. Namun demikian, suatu tindakan dapat dikategorikan korupsi—siapa pun
pelakunya—apabila memenuhi unsur-unsur:
C=M+D–A