You are on page 1of 8

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jarak pagar (Jatropha Curcas L.) adalah tanaman yang berasal dari daerah

tropis di Meksiko dan Amerika Tengah. Jarak pagar merupakan tumbuhan semak

berkayu yang banyak ditemukan di daerah tropis. Tumbuhan ini dikenal sangat

tahan kekeringan dan mudah diperbanyak dengan stek. Sejak Mei 2005, terjadi

”demam Jarak” di Indonesia dan mulai muncul dikenal dengan sebutan “Jarak

Pagar” karena lazim ditanam di Indonesia sebagai pagar pembatas tanah lading,

pagar batas desa, pagar kuburan, bahkan pengganti nisan (namun juga tumbuh liar

ditepi-tepi jalan). Digunakan sebagai pagar, karena daunnya tidak disukai hewan

ternak (sapi, kambing) sehingga dapat melindungi tanaman di”dalam pagar”.

Ditengah krisis BBM di Indonesia 2005, ternyata minyak nabati Jatropa curcas

dapat diolah menjadi bahan bakar pengganti minyak bumi, pengganti energi fosil

(solar, minyak tanah, dan minyak bakar) serta dinilai mampu menjadi sumber

energy alternatif, BBM alternatif, menjadi energi terbaru (renewable energy),

atau lebih tepat Energi Hijau (Bio Fuel) (Anonim, 2011).

Sama halnya dengan tanaman lainnya, tanaman jarak pagar juga

mengalami beberapa hambatan dalam hal pembudidayaan. Salah satu aspek yang

biasanya kurang mendapatkan perhatian serius adalah serangan Organisme

Pengganggu Tumbuhan (OPT) berupa hama. Ada anggapan sebelumnya bahwa

pada tanaman ini tidak ada serangan hama penyakit karena dapat berfungsi

1
2

sebagai bahan antimikroba dan moluskisida sedangkan minyak dan ekstrak biji

diketahui mengandung bahan kimia yang berpengaruh terhadap serangan yaitu

curcin, phorbol ester dan Trigliserida (Soetopo, 2007).

Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) saat ini merupakan komoditas

yang disukai oleh berbagai jasad pengganggu, baik sebagai hama atau penyakit

utama di antaranya adalah Selenothrips rubrocinctus (Giard), kutu bertepung

putih Ferrisia virgata Coekerell, Planococcus minor Haskell., Paracoccus

marginatus William & Granara de Willing, Megapulvinaria maxima Green,

Tungau polyphagotarsonemus latus Banks, tungau eriophydae (prostigma),

tungau merah (prostigma Teranychidae) dan Acrocercops sp (Heller, 1996).

Asbani et al.,(2007) mengungkapkan dari hasil survey dan inventarisasi serangga

hama yang meyerang tanaman jarak ditemukan beberapa jenis hama seperti

diungkapkan oleh Heller (1996).

Hama S rubrocinctus umumnya menyerang daun dan buah dengan cara

mengisap cairan. Daun yang terserang menunjukkan gejala jika diraba daun yang

terserang terasa lebih tebal, mudah retak atau pecah, keriting, berkerut, dan tidak

berkembang normal. Pada gejala lanjut, daunnya gugur dan mengganggu

pembungaan. Tanda yang mudah dikenali yaitu pada permukaan bawah daun

terdapat lapisan keperakan sebagai akibat aktivitas makan dan adanya bercak-

bercak cokelat kehitaman yang merupakan cairan ekskresi hama. Warna daun

menjadi tidak normal dan mengalami nekrosis (Asbani, 2008).

Pengendalian S rubrocinctus ini masih belum intensif dilakukan baik

kimiawi maupun non kimiawi. Pengendalian secara kimiawi tidak dianjurkan


3

karena disamping harga yang mahal, juga dapat merusak lingkungan, terjadinya

resistensi dan resurgensi serta terbunuhnya hama bukan sasaran, sedangkan

nonkimiawi yang ramah lingkungan karena mudah terurai, tidak menimbulkan

residu pada tanaman, hewan dan manusia, bekerja secara sistemik sehingga

kompatibel digunakan sebagai pengendalian hama terpadu (Kasumbogo, 1996).

Penggunaan pestisida kimia sintetis mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya

mudah diaplikasikan dan cepat terlihat hasilnya. Selain itu, penggunaan pestisida

kimia sintetis juga bukan tanpa masalah. Pestisida kimia sintetis merupakan salah

satu penyebab pencemaran lingkungan yang lebih besar dibandingkan sulfur

oksida dalam hal proses dekomposisi dan konservasi nutrien (Jumpowati dalam

Pragnaningrum, 2008).

Untuk menjaga kualitas hasil produksi dan menekan kehilangan hasil

produksi karena adanya organisme pengganggu tumbuhan maka perlu dilakukan

upaya untuk menggiatkan sistem pengendalian hama terpadu (PHT) dan teknologi

ramah lingkungan. Salah satu upaya yang perlu diterapkan adalah penggunaan

pestisida nabati sebagai alternatif pengganti pestisida kimia sintetis. Pestisida

nabati diperoleh dari tumbuh-tumbuhan yang mengandung senyawa aktif yang

toksik terhadap hama, akan tetapi aman bagi lingkungan, hewan menguntungkan

dan manusia. Kegunaan pestisida nabati sangat banyak, salah satunya dapat

digunakan sebagai bahan insektisida. Akan tetapi selama ini insektisida nabati

dinilai kurang efektif dalam memberantas hama, karena masih harus

menggunakan bahan baku yang cukup banyak untuk membasmi hama pada lahan

tertentu (Pragnaningrum, 2008).


4

Tanaman jarak kepyar (Ricinus communis L.) telah lama dikenal di

Indonesia, Tanaman ini termasuk dalam famili Euphorbiaceae, merupakan

tanaman tahunan yang hidup di daerah tropik maupun sub tropik, dan dapat

tumbuh pada ketinggian 0-800 m di atas permukaan laut (Ketaren, 1986). Hasil

utama tanaman jarak kepyar (Ricinus comunnis L) adalah buah yang terdiri dari

20% bahan serabut (kulit buah) dan 80% biji yang menggandung minyak (castor

oil). Sekitar 47% dengan sifat yang tidak mudah mengering (non drying oil). Saat

ini biji jarak menjadi komoditas ekspor dan digunakan sebagai bahan baku

pembuat cat, minyak pelumas, pestisida, plastik, sabun dan bahan bakar roket

(Soenardi, 2000). (Bailey,A.E.1950 dalam tulisan Perdana et al., 2008)

menambahkan minyak yang dihasilkan dari biji tanaman jarak dikenal sebagai

minyak jarak. Minyak jarak berwarna bening dan dapat dimanfaatkan sebagai

kosmetik, bahan baku pembuatan biodiesel, dan sabun.

Minyak jarak mengandung komponen gliserida atau dikenal sebagai

senyawa ester. Gliserida tersebut tersusun dari asam lemak dan gliserol. Asam

lemak yang terdapat pada gliserida maupun asam lemak bebas bisa dibuat menjadi

sabun bila direaksikan dengan soda dan reaksi tersebut dikenal sebagai reaksi

saponifikasi. Komposisi asam lemak minyak jarak terdiri dari asam risinoleat

sebanyak 86 %; asam oleat 8,5 %; asam linoleat 3,5 %; asam stearat 0,5-2,0 %;

asam dihidroksi stearat 1-2 % ( Bailey, A.E. 1950 dalam perdana et al,. 2008).

Pemanfaatan minyak jarak kepyar (Ricinus comunis L) sebagai insektisida

nabati dalam bentuk sabun belum banyak digali dan diteliti. Menurut (Soenardi,

2000) minyak jarak kepyar dapat digunakan sebagai pestisida karena adanya asam
5

risinoleat yang dikenal dengan risin (bersifat toksik). Dalam penggunaannya

minyak tidak dapat langsung dimanfaatkan dan dicampur dengan air karena

bersifat multifyer, oleh karena itu perlu adanya campuran detergen (emulgator).

Agar lebih praktis dan mudah dalam pengaplikasian maka minyak tersebut

digunakan sebagai sabun dan tinggal mengencerkan.

Berdasarkan latar belakang diatas maka dipandang perlu untuk dilakukan

penelitian mengenai pemanfaatan sabun berbahan minyak biji jarak kepyar. Oleh

karena itulah dalam penelitian ini mengambil judul “Pengaruh Konsentrasi

Insektisida Nabati Sabun Minyak Biji Jarak Kepyar (Ricinus comunnis L.)

terhadap Mortalitas Selenothrips rubrocinctus (Giard) pada Tanaman Jarak

Pagar (Jatropha curcas L.)”.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Adakah perbedaan mortalitas Selenothrips rubrocinctus (Giard) pada

tingkat konsentrasi dari waktu ke waktu setelah diberi insektisida nabati

sabun minyak biji jarak kepyar?

1.2.2 Pada konsentrasi berapakah larutan sabun minyak biji jarak kepyar efektif

memberikan nilai mortalitas Selenothrips rubrocinctus (Giard)?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Untuk mengetahui perbedaan mortalitas Selenothrips rubrocinctus (Giard)

pada tingkat konsentrasi dari waktu ke waktu setelah diberi insektisida

nabati sabun minyak biji jarak kepyar.


6

1.3.2 Untuk mengetahui pada konsentrasi berapakah larutan sabun minyak biji

jarak kepyar efektif mempengaruhi mortalitas Selenothrips rubrocinctus

(Giard).

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat praktis dari penelitian ini yaitu menyumbangkan pengetahuan

tentang pemanfaatan sabun minyak biji jarak kepyar (Ricinus comunnis L)

sebagai insektisida nabati.

1.4.2 Manfaat teoritis dari penelitian ini yaitu memperoleh ilmu pengetahuan

dan teknologi mengenai pemanfaatan sabun minyak biji jarak kepyar

(Ricinus comunnis L) sebagai insektisida nabati.

1.5 Batasan penelitian

Untuk tidak memberikan gambaran luas dalam penelitian ini, maka

keterbatasan dalam penelitian ini antara lain:

1.5.1 Larutan sabun minyak biji jarak kepyar (Ricinus comunnis L.) yang

digunakan diperoleh dari Laboratorium Balai Penelitian Tanaman

Tembakau dan Serat (BALITTAS) Karangploso, Malang. Larutan

insektisida sabun minyak biji jarak kepyar terbuat dari bahan minyak biji

jarak kepyar, NaOH, etanol, dan aquades. Larutan yang digunakan sudah

dalam bentuk larutan induk 4% yang diperoleh dari 8 gr sabun di encerkan

dengan sampai 50 ml.


7

1.5.2 Insektisida alami yang digunakan sebagai pembanding (kontrol positif)

yaitu kalsium polisulfida yang terbuat dari campuran belerang dan kapur

yang diperoleh dari Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Tembakau

dan Serat (BALITTAS) Karangploso, Malang.

1.5.3 Mortalitas Selenothrips rubrocinctus diamati dari waktu ke waktu adalah

12 jam, 24 jam, 36 jam, 48 jam, 60 jam, 72 jam setelah aplikasi.

1.5.4 Serangga hama yang diuji adalah Selenothrips rubrocinctus (Giard) yang

berasal dari hama tanaman jarak pagar yang diperoleh di kebun percobaan

Balittas.

1.5.5 Konsentrasi yang digunakan adalah 2,5ml/L, 5ml/L, 10ml/L, 15ml/L,

20ml/L diperoleh dari uji pendahuluan dengan nilai LC50 7,89832 secara

lengkap pada lampiran 2 hal 128.

1.6 Definisi Istilah

1.6.1 Insektisida Nabati adalah adalah insektisida yang bahan bakunya berasal

dari tumbuhan. Insektisida tersebut murah, praktis dan relatif aman

terhadap kelestarian lingkungan. Masyarakat petani akan sangat terbantu

dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada disekitarnya (Irianto et al.,

2009).

1.6.2 Sabun Minyak biji jarak kepyar adalah sabun yang terbuat dari bahan

minyak biji jarak kepyar, NaOH, etanol, dan aquades melalui proses

penyabunan (http://courses.chem.itb.ac.id).
8

1.6.3 Mortalitas adalah jumlah kematian serangga uji yang dinyatakan mati

berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi, antara lain insektisida,

parasitoid dan predator (Tukimin, 2008).

1.6.4 Selenothrips rubrocinctus (Giard) adalah Hama utama tanaman jarak

pagar, berwarna coklat kehitaman, bersayap dua pasang yang ditumbuhi

dengan setae yang berwarna hitam. Tarsus dan tibia berwarna kuning.

Serangga ini mempunyai tubuh yang ramping dan pipih. Imago berwarna

hitam dan panjangnya 1-2 mm (Asbani, 2007).

1.6.5 Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan komoditas yang

disukai oleh berbagai jasad pengganggu, baik sebagai hama atau penyakit

utama (Heller, 1996).

You might also like