You are on page 1of 25

Perbedaan Secara Umum Asuransi Syariah Dan Asuransi Konvensional

“Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Terstruktur Mata kuliah Asuransi Syariah”

Dosen Pengampu :

Leliya, S.H., M.H.

Disusun oleh:

Kelompok 2

Sri Diana (1608203087)

Ari Sanjaya (1608203102)

Mamas Masruroh (1608203103)

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SYEKH NURJATI CIREBON

2019 M/1440 H
ii
i

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya sehingga kami berhasil menyelesaikan tugas terstruktur
tepat pada waktunya. Disamping itu, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada
Ibu Leliya, S.H., M.H,. yang telah memberi tugas kepada kami.

Penyusunan makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah
Asuransi Syariah. Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
bagi para pembaca umumnya dan kita semua pada khususnya.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tentunya masih jauh
dari kesempurnaan. Maka dari itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari para pembaca, sehingga kami dapat mengetahui segala kekurangan
dan tentunya kami berharap dalam penyusunan makalah kedepannya dapat lebih baik
lagi.

Cirebon, Maret 2019

Penyusun
ii

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
C. Tujuan Makalah ................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................. 3
A. Asal – Usul Asuransi Syariah dan Konvensional .............................................. 3
1. Asuransi Syariah ................................................................................................ 3
2. Asuransi Konvensional ..................................................................................... 6
B. Sumber Hukum .................................................................................................. 8
1. Sumber Hukum Asuransi Syariah .................................................................. 8
2. Sumber Hukum Asuransi Konvensional ........................................................ 9
C. Bersih Dari MAGHRIB (Maisir, Gharar, Riba)............................................... 10
1. Asuransi syariah ........................................................................................... 10
2. Asuransi Konvensional ................................................................................. 11
D. Dewan Pengawas Syariah ................................................................................ 12
1. Asuransi Syariah ........................................................................................... 12
2. Asuransi Konvensional ................................................................................. 13
E. Sharing of Risk ................................................................................................. 13
1. Asuransi Syariah ........................................................................................... 13
2. Asuransi Konvensional ................................................................................. 14
F. Pengelolaan Dana ............................................................................................. 14
G. Kepemilikan Dana ............................................................................................ 14
H. Unsur Premi ..................................................................................................... 15
1. Asuransi Syariah ........................................................................................... 15
2. Asuransi Konvensional ................................................................................. 15
iii

I. Sumber Pembayaran Klaim ............................................................................. 16


BAB III PENUTUP .................................................................................................... 17
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 17
B. Saran ................................................................................................................. 19
Daftar Pustaka ............................................................................................................. 20
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan kemajuan zaman yang semakin melesat dan arus
globalisasi yang sudah merasuk ke segala penjuru dunia bahkan sudah sampai
ke desa-desa. Hal itu ditandai dengan menjamurnya alat teknologi dan gaya
yang dibawa oleh pengaruhnya. Ada semacam peralihan sikap dan moral
dalam kehidupan masyarakat. Begitu juga dalam hal muamalah yang
disebabkan oleh kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan sumber daya
yang terbatas memunculkan masalah-masalah baru yang harus diketahui
hukumnya menurut ajaran islam. Salah satu masalah yang baru tersebut
adalah masalah asuransi.
Masalah asuransi ini banyak sekali menimbulkan perbedaan pendapat
dikalangan ulama. Sebagian para ulama berpendapat ada yang membolehkan,
membolehkan sebagian dan mengharamkan praktek yang lain, syubhat,
bahkan ada yang berpendapat bahwa asuransi itu haram dalam segala
bentuknya. Asuransi juga terbagi dalam dua kategori. Ada asuransi
Konvensional dan ada juga Asuransi Syariah. Keduanya mempunyai asal-usul
dan sistem yang berbeda. Mana diantara keduanya yang harus dipilih oleh
umat supaya mereka tidak terjebak dan terhindar dari kesalahpahaman
pendapat.
Asuransi konvesional dan asuransi syariah jelas berbeda, baik sumber
hukum, keberadaan Dewan Pengawas Syariah, sistem pengelolaan dananya,
kepemilikan harta, pengelolaan risiko, serta pembayaran klaim antara asuransi
syariah dan asuransi konvensional akan dibahas dalam makalah ini.
2

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana asal-usul Asuransi syariah dan konvensional?
2. Apa Sumber hukum yang ada di asuransi syariah dan konvensional?
3. Apakah asuransi Syariah dan Konvensional bersih dari MAGHRIB?
4. Bagaimana Dewan Pengawas Syariah dalam asuransi?
5. Bagamaimana sharing of risk dalam asuransi syariah dan konvensional?
6. Bagaimana pengelolaan dana dalam asuransi syariah dan konvensional?
7. Bagaimana kepemilikan dana dalam asuransi syariah dan konvensional?
8. Bagaimana unsur premi dalam asuransi syariah dan konvensional?
9. Bagaimana sumber pembayaran klaim dalam asuransi syariah dan
konvensional?

C. Tujuan Makalah
1. Dapat memahami asal-usul Asuransi Syariah dan Konvensional.
2. Dapat mengetahui sumber hukum Asuransi Syariah dan Konvensional.
3. Dapat mengetahui bersih dari MAGRIB dalam asuransi.
4. Dapat memahami Dewan Pengawas Syariah.
5. Dapat memahami bagaimana sharing of risk dalam asuransi syariah dan
konvensional .
6. Dapat memahami bagaimana pengelolaan dana dalam asuransi syariah dan
konvensional.
7. Dapat memahami bagaimana kepemilikan dana dalam asuransi syariah
dan konvensional.
8. Dapat memahami bagaimana unsur premi dalam asuransi syariah dan
konvensional.
9. Dapat memahami bagaimana sumber pembayaran klaim dalam asuransi
syariah dan konvensional.
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Asal – Usul Asuransi Syariah dan Konvensional

1. Asuransi Syariah
Praktik bernuansa asuransi tumbuh dari budaya suku Arab pada zaman
Nabi Muhammad saw yang disebut aqilah. Al-Aqilah mengandung pengertian
saling memikul dan bertanggung jawab bagi keluarga. Dalam kasus
terbunuhnya seorang anggota keluarga, ahli waris korban akan mendapatkan
uang darah (diyat) yang dibayarkan oleh angota keluarga terdekat dari si
pembunuh yang disebut aqilah. Aqilah mengumpulkan dana secara bergotong
royong untuk membantu keluarga yang terlibat dalam perkara pembunuhan
yang tidak sengaja itu. Dalam satu kasus tentang aqilah ini, Nabi Muhammad
saw pernah bersabda seperti yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, yang
artinya adalah sebagai berikut. Dari Abu Hurairah ra: “Berselisih dua orang
wanita dari suku Huzail, kemudian salah satu wanita tersebut melempar batu
kepada wanita yang lain sehingga mengakibatkan kematian wanita tersebut
beserta janin yang dikandungnya. Ahli waris dari wanita yang meninggal
tersebut mengadukan peristiwa tersebut kepada Rasulullah saw maka
Rasulullah memutuskan ganti rugi dari pembunuhan terhadap janin adalah
dengan membebaskan seorang budak laki-laki atau wanita. Dan kompensasi
atas kematian wanita tersebut dengan uang darah (diyat) yang dibayarkan oleh
aqilah-nya (kerabat dari orang tua laki-laki).’ (HR Bukhari).

Praktik aqilah ini pada zaman Rasulullah saw tetap diterima oleh
masyarakat Islam dan menjadi bagian dari hukum Islam. Terdapat
kemungkinan seseorang secara tidak sengaja mencelakai orang lain hingga
meninggal dunia. Kemudian, keluarga orang tersebut mengumpulkan dana
untuk digunakan sebagai kompensasi finansial kepada ahli waris korban
4

sehingga masalah kecelakaan ini dianggap selesai antar keluarga. Prinsip


aqilah memang didasarkan kepada kejadian tidak disengaja atau kekeliruan
yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang sehingga yang lain (aqilah)
menanggung beban kompensasi terhadap ahli waris korban. Beban
kompensasi tidak ditanggung oleh si pembuat kekeliruan. Menurut Buku
Dictionary of Islam yang ditulis oleh Thomas Patrick jika ada salah satu
anggota suku yang terbunuh oleh anggota suku lain, maka pewaris kurban
akan dibayar sejumlah uang darah atau yang dikenal sebagai diyat. Diyat ini
digunakan sebagai kompensasi dari keluarga terdekat si pembunuh. Al-aqila
adalah denda sedangkan makna al’aqil adalah orang yang membayar denda.
Beberapa ketentuan sistem aqilah yang merupakan bagian dari asuransi sosial
dituangkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam piagam Madinah yang
merupakan konstitusi pertama di dunia setelah hijrah ke Madinah. Pasal 3
Konstitusi Madinah menyebutkan bahwa orang Quraisy yang melakukan
perpindahan (ke Madinah) melakukan pertanggungan bersama dan akan
saling bekerja sama membayar uang darah di antara mereka. Jika seorang
anggota suku melakukan pembunuhan terhadap anggota suku yang lain, maka
ahli waris korban akan memperoleh bayaran sejumlah uang darah sebagai
kompensasi oleh penutupan keluarga pembunuh, yang disebut sebagai aqilah.

Praktik aqilah tersebut memiliki kemiripan konsep dengan praktik


asuransi Islam yang pertama kali dibentuk. Praktik asuransi Islami berawal
pada pendapat Dewan Yurisprudensi Islam Liga Dunia Muslim, Mekkah,
Arab Saudi, yang menyetujui adanya “asuransi koperatif”. Organisasi asuransi
atas dasar koperatif dimotivasi oleh sebab yang sama dan pada hakikatnya
mengikuti perkembangan yang sama baik di zaman modern, maupun di zaman
kuno. Suatu Negara Islam seharusnya menganjurkan pembentukan suatu
industri asuransi yang dimotivasi oleh jiwa koperatif karena gagasan koperatif
diakui dalam Islam.
5

Dalam sistem asuransi koperatif, para penyumbang dana asuransi


adalah paradermawan, dan sumbangan mereka adalah donasi, dengan tujuan
menanggung kerugian yang menimpa siapa saja dari para penyumbang itu
secara bersama-sama. Kompensasi yang diberikan bertalian dengan kerugian
yang diderita dan bukan suatu jumlah tertentu yang disetujui antara
pengasuransi dan yang diasuransikan pada waktu perjanjian dibuat.

Pada dekade 70-an di beberapa Negara Islam atau di Negara-negara


yang mayoritas penduduknya penduduknya muslim bermunculan asuransi
yang prinsip operasionalnya mengacu kepada nilai-nilai Islam dan terhindar
dari ketiga unsure yang diharamkan Islam. Pada tahun 1979 “Faisal Islamic
Bank of Sudan” mengambil prakarsa untuk mendirikan Perusahaan Asuransi
atas dasar koperatif yang bernama di Sudan. Perusahaan tersebut
mengasuransikan usaha, kecuali asuransi jiwa.

Islamic Insurance Co. Ltd tersebut menyelenggarakan dua akun yang


terpisah dan berbeda yaitu akun pertama adalah akun pemegang polis dan
akun kedua adalah akun pemegang saham. Akun para pemegang polis
dimasukkan dalam kredit beserta semua iuran mereka, dengan
mempertimbangkan perlindungan asuransi ditambah dengan keuntungan yang
diterima pada investasi sumbangannya, dan didebitkan dengan proporsi beban
jasa dan klaim. Kelebihan yang ada setelah menyiapkan cadangan yang
diperlukan, dibagikan di antara para pemegang polis, sebanding dengan iuran
yang mereka bayar. Para pemegang saham perusahaan tidak turut serta dalam
suatu bagian pun dari kelebihan akun pemegang polis itu. Pendapatan yang
diperolah dari investasi modal saja dikreditkan pada akun pemegang saham.
Bila ada kelebihan yang tersisa sesudah membayar bagian pengeluaran
pemegang saham untuk masa yang tertentu, maka kelebihan ini dapat dibagi
antar pemegang saham (Mannan, 1993). Perusahaan tersebut telah membuat
banyak kemajuan dalam jangka waktu lima tahun dan telah mampu
6

mendirikan beberapa cabang di Arab Saudi yang bernama Islamic Insurance


Co. Ltd dan di Arab Saudi.

Keberhasilan asuransi syariah ini kemudian diikuti oleh berdirinya


Dar al-Mal al-Islam di Geneva, Swiss dan Takaful Islami di Luxemburg,
Takaful Islam Bahamas di Bahamas dan al-Takaful al- Islami di Bahrain pada
tahun 1983. Syarikat Takaful Nerhad di Malaysia berdiri pada tahun 1984. Di
Asia, asuransi syariah pertama kali diperkenalkan di Malaysia pada tahun
1985 melalui sebuah perusahaan asuransi jiwa bernama Takaful Malaysia
selanjutnya diikuti oleh Negara-negara lain seperti Brunei, Singapura dan
Indonesia.1

2. Asuransi Konvensional
Kata “asuransi” berasal dari bahasa Belanda ‘assurantie’ yang dalam
hukum Belanda disebut verzekering bermakna ‘pertanggungan’. Dari
peristilahan assurantie, kemudian muncul istilah assuradeur bagi
‘penanggung’ dan greassureerde bagi’ tertanggung’. Dalam bahasa Inggris
asuransi diistilahkan dengan insurance, ‘penanggung’ diistilahkan dengan
insurer dan ‘tertanggung’ diistilahkan dengan insured. Istilah asuransi
mulanya dikenal di Eropa Barat pada abad pertengahan berupa asuransi
kebakaran. Kemudian, pada abad ke-13 dan ke-14 terjadi peningkatan lalu
lintas perhubungan laut antar pulau sehingga berkembang pula asuransi
pengangkutan laut yang berasal dari Romawi. Jenis asuransi ini merupakan
jenis asuransi kapitalis. Asuransi ini dibentuk untuk mendapatkan laba dan
didasarkan atas perhitungan niaga. Asuransi jiwa baru dikenal pada awal abad
ke-19.2

1
Perbedaannya Dengan and Asuransi Konvensional, “JEAM Vol X No. 1/2011 35” X, no. 1 (2011): 35–
47.
2
Dengan and Konvensional.
7

Secara umum pengertian asuransi adalah perjanjian antara penanggung


(perusahaan asuransi) dengan tertanggung (peserta asuransi) yang dengan
menerima premi dari tertanggung, penanggung berjanji akan membayar
sejumlah pertanggungan manakla tertanggung mengalami :
a. Mengalami kerugian, kerusakan atau kehilangan atas barang/kepentingan
yang diasuransikan karena peristiwa tidak pasti dan tanpa kesengajaan.
b. Didasarkan atas hidup dan matinya seseorang.3

Menurut pasal 246 KUH disebutkan bahwa asuransi adalah suatu perjanjian
dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang
tertanggung dengan suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya
karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak
tentu.

Jadi, pasal 246 ini melukiskan asuransi sebagai suatu perjanjian dimana
penanggung dengan menikmati suatu premi, mengikatkan dirinya kepada
tertanggung untuk membebaskan dirinya dari kerugian yang akan diderita
karena suatu peristiwa yang tak tentu.4

Didalam UU RI Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian


merupakan pertanggungan yang didalamnya ada perjanjian antara 2 pihak atau
lebih yaitu pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan
menerima premi angsuran, untuk memberikan penggantian kepada
tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin
akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti,

3
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta : Kencana Prenada Media Group,
2009, hlm.244
4
Kuat Ismanto, Asuransi Syariah, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009, hlm. 22
8

atau untuk memberikan sesuatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal


atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan kedalam tiga unsur pokok
penting :

a. Pihak penjamin, yaitu pihak yang berjanji akan membayar uang kepada
pihak terjamin. Pembayaran tersebut baik dilaksanakan secara sekaligus
atau bahkan secara berangsur-angsur. Pembayaran tersebut dilakukan
bila terlaksana unsur ketiga.
b. Pihak terjamin, yaitu pihak yang berjanji akan membayar premi kepada
pihak penjamin. Sama halnya dengan pembayaran klaim asuransi dapat
dilakukan secara sekaligus maupun secara berangsur-angsur.
c. Suatu peristiwa yang belum jelasakan terjadi, yang disebut dengan
risiko.5

B. Sumber Hukum

1. Sumber Hukum Asuransi Syariah


Sumber hukum asuransi syariah adalah Al-qur’an, sunnah, ijma’,
fatwa sahabat, mashlahah mursalah, qiyas, isitihsan, urf/tradisi, dan fatwa
DSN-MUI. Perasuransian syariah di Indonesia di atur dalam beberpa fatwa
DSN-MUI No. 21 /DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi
Syariah. Karena itu operasional asuransi syariah selalu sejalan dengan prinsip-
prinsip syariah. Terdapat dalam Qs. Al-Hasyr : 18 tentang perintah Allah
untuk mempersiapkan hari depan yang artinya “ Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah dan agarlah setiap diri memperhatikan apa
yang telah dibuat untuk hari esok (masa depan). Dan bertakwalah kepada
Allah sesungguhnya Allah Maha mengetahui yang kamu kerjakan”.

5
Kuat Ismanto, Asuransi Syariah, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009, hlm. 23
9

Hadits tentang anjuran menghilangkan seseorang, yang diriwayatkan oleh


Abu Hurairah ra, Nabi Muhammad bersabda : “Barangsiapa yang
menghilangkan masalah duniawinya seorang mukmin, Maka Allah SWT akan
menghilangkan kesulitannya pada hari kiamat. Barangsiapa yang bisa
memperbaikinya maka Allah akan mempermudah urusannya di dunia dan
akhirat.6 Dalam menetapkan prinsip-prinsip, praktik dan operasinal dari
asuransi syariah adalah bersumber dari Al-qur’an, hadits, fikih islam. Karena
itu, asuransi syariah mendasarkan diri pada prinsip kejelasan dan kepastian,
sehingga kejelasan yang meyakinkan kepada peserta asuransi dengan akad
secara syariah antara perusahaan dengan peserta asuransi, baik yang akadnya
jual beli ( tadabuli ) maupun akad tolong-menolong (takafuli).

2. Sumber Hukum Asuransi Konvensional


Asuransi konvensional mempunyai sumber hukum yang didasari oleh
pikiran manusia, falsafah, dan kebudayaan.7 Seperti peraturan perundan-
undangan tentang perasuransian di Indonesia diatur dalam beberapa tempat,
antara lain : Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), UU. No. 2
tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, PP No. 63 tahun 1999 tentang
perubahan atas PP No. 73 tahun 1992 tentang penyelenggaraan Usaha
Perasuransian serta aturan-aturan lain yang mengatur Asuransi Sosial.8 Karena
itu tidak memiliki sumber hukum yang jelas, seperti Al-qur’an dan Hadits.
Maka cenderung membuat transaksi yang tidak memiliki kepastian dan
kejelasan kedepan. Seperti halnya dalam akadnya ma’qud ‘alaih ( sesuatu
yang diakadkan ) terjadi cacat secara syariah karena tidak jelas (gharar)
berapa yang akan dibayar peserta asuransi yang meliputi berapa sesuatu akan

6
Wirdyaningsih, dkk. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta : Kencana, 2005, hlm. 178
7
Zainuddin Ali, Hukum Asuransi Syariah, Jakarta : Sinar Grafika, 2008, hlm.68
8
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta : Kencana Prenada Media Group,
2009, hlm. 251
10

diperoleh ( ada atau tidak, besar atau kecil ) tidak diketahui berapa lama
seseorang peserta asuransi harus membayar premi.9

C. Bersih Dari MAGHRIB (Maisir, Gharar, Riba)

1. Asuransi syariah
Apabila memperlihatkan sistem asuransi syariah yang bersumber dari
Al-qur’an dan Hadits, maka jelas terhindar dari hal-hal yang diharamkan oleh
syariat islam seperti hal-hal yang berunsurkan maysir, gharar, riba. Dalam
mengelola dana, para pengelola dana asuransi syariah memisahkan antara
rekening peserta dan rekening tabarru’ (dana kebajikan) agar tidak terjadi
percampuran dana.10 Tidak akan terjadi gharar dalam asuransi syariah karena
semua peserta asuransi menjadi penolong dan penjamin satu sama lainnya.
Dan juga tidak akan terjadi maysir karena dimana setiap peserta mempunyai
hak untuk mendapatkan cash value dan mendapatkan semua uang yang telah
dibayarkan, kecuali yang sudah dimasukkan kedalam rekening khusus
(tabarru’) peserta dalam bentuk sedekah. Masalah riba juga dapat dieleminasi
dengan cara memasukkan akad mudharabah atau mudharabah musyarakah,
dan akad wakalah bil-ujrah, tijarah, wadi’ah, syirkah, dalam pengelolaan
dana. Sedangkan dalam asuransi konvensional pihak perusahaan asuransi
dengan peserta asuransi melakukan akan Mu’awwadhah. Semua teknik
operasional baik penentuan jumlah tanggungan, investasi maupun penempatan
dana pihak ketiga semua menggunakan instrument akad syariah yang bebas
riba.11
Karena itu hal yang paling menonjol didalam asuransi takaful adalah
saling bertanggung jawab, saling membantu, saling melindungi diantara
sesama peserta sehingga para nasabah benar-benar menyumbangkan preminya

9
Zainuddin Ali, Hukum Asuransi Syariah, Jakarta : Sinar Grafika, 2008, hlm. 68
10
Zainuddin Ali, Hukum Asuransi Syariah, Jakarta : Sinar Grafika, 2008, hlm. 73
11
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta : Kencana Prenada Media Group,
2009, hlm. 255
11

(kontibusi) kepada pengelola sebagai amanah untuk mengelolanya demi


terciptanya pertolongan kepada peserta yang membutuhkannya atau yang
berhak untuk disantuni karena mengalami musibah. Perusahaan asuransi
menjalankan pelayanannya sesuai perjanjian yang telah disepakati atau
berdasarkan akad yang menggunakan prinsip syariah yang dapat menghindari
hal-hal yang diharamkan oleh para ulama.12

2. Asuransi Konvensional
Salah satu perbedaan yang paling penting dan tidak dapat dilepaskan,
yaitu dari segi kebersihan dari suatu usaha, apakah ada unsur judi, unsur
ketidakjelasan karena adanya praktik-praktik yang menipu dan merugikan
orang lain. Hasil sidang Dewan Hisbah Persis yang ke-12 tanggal 26 juni
1996 mengambil keputusan bahwa asuransi konvensional mengandung unsur
gharar, maisir, dan riba.

Majelis Tarjih Muhammadiyah membagi asuransi kedalam 2 kategori:

a. Asuransi yang berdimensi spekulatif yang memiliki bobot judi yang


sudah jelas hukumnya haram.
b. Asuransi yang memiliki bobot tolong-menolong hukumnya ibadah.
Karena itu asuransi dana pensiun pegawai negeri atau asuransi beasiswa
hukumnya ibadah.

Asuransi konvensional disemangati oleh harapan pesertanya


(tertanggung) harta jaminan atau tanggungan melebihi jumlah pembayaran
preminya. Oleh karena itu hukumnya haram, juga dikatakan asuransi tesebut
mengandung ketidakjelasan (gharar) terutama dalam penentuan hitungan uang
yang diperoleh tertanggung bila terjadi kerugian atau resiko yang menimpa

12
Zainuddin Ali, Hukum Asuransi Syariah, Jakarta : Sinar Grafika, 2008, hlm. 73
12

peserta asuransi.13 Sedangkan unsur maysir diartikan dengan adanya salah


satu pihak yang untung, namun dipihak lain justru mengalami kerugian. Hal
ini tampak jelas apabila pemegang polis dengan sebab-sebab tertentu
membatalkan kontraknya sebelum masa reversing period, biasanya tahun
ketiga, maka yang bersangkutan tidak akan menerima kembali uang yang
telah dibayarkan kecuali sebagian kecil saja.14

D. Dewan Pengawas Syariah

1. Asuransi Syariah
Asuransi syariah mempunyai Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan asuransi syariah. DPS
mengawasi jalannya operasional sehari-hari agar selalu berjalan sesuai dengan
prinsip syariah. Artinya , menghindari adanya penyimpangan secara hukum
Islam yang dapat merugikan orang lain. Atau DPS juga badan yang ada di
lembaga keuangan syariah dan bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan
DSN di lembaga keuangan syariah tersebut, dan DPS ini diangkat dan
diberhentikan di Lembaga keuangan Syariah melalu RUPS setelah mendapat
rekomendasi dari DSN. 15 Karena itu DPS berfungsi untuk :
a. Melakukan pengawasan secara periodik pada Lembaga Keuangan Syariah
yang berada dibawah pengawasannya.
b. Berkewajiban mengajukan unsur-unsur pengembangan Keuangan
Lembaga Syariah kepada pemimpin lembaga yang bersangkutan dan dari
Dewan Syariah Nasional.

13
Zainuddin Ali, Hukum Asuransi Syariah, Jakarta : Sinar Grafika, 2008, hlm. 74
14
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta : Kencana Prenada Media Group,
2009, hlm. 254
15
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah,Konsep dan Sistem Operasional, Jakarta : Gema Insani,
2004, hlm. 541
13

c. Melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan


syariah yang mengawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya dua kali
dalam setahun anggaran.
d. Permasalahan yang memerlukan pembahasan-pembahasan DSN.16

2. Asuransi Konvensional
Asuransi Konvensional tidak mempunyai Dewan Pengawas Syariah
dalam melaksanakan perencanaan, proses dan praktiknya. Asuransi
Konvensional tidak memiliki sebuah wadah kontrol yang independen yang
tugasnya mengawasi perjalanan asuransi tersebut sehingga mudah timbul
penyimpang an-penyimpangan, baik penyimpangan administrasi maupun
penyimpangan secara syar’i.17

E. Sharing of Risk

1. Asuransi Syariah
Proses hubungan peserta dan perusahaan dalam mekanisme
pertanggungan pada asuransi syariah adalah sharing of risk (saling
menanggung resiko). Hal itu menunjukan bahwa sistem asuransi syariah
selalu mendasarkan diri pada prinsip tolong menolong (ta’awun), yaitu dana
terkumpul dalam bentuk dana tabarru’ diinvestasikan dan dikembangkan dan
hasilnya dapat dipergunakan untuk kepentingan asuransi, bukan untuk badan
pengelola perusahaan asuransi.18 Hal ini bisa dimaknai dari fatwa DSN MUI
bahwa asuransi syariah adalah kegiatan melindungi dan tolong-menolong di
antara sejumlah orang/pihak yang berarti risiko yang terjadi juga akan dibagi
kepada semua peserta asuransi syariah.19

16
Zainuddin Ali, Hukum Asuransi Syariah, Jakarta : Sinar Grafika, 2008, hlm. 68
17
Zainuddin Ali, Hukum Asuransi Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008). 69.
18
Zainuddin Ali, Hukum Asuransi Syariah, Jakarta : Sinar Grafika, 2008, hlm. 70
19
Dengan and Konvensional.40.
14

2. Asuransi Konvensional
Pada asuransi konvensional yang dilakukan adalah transfer of risk,
dimana terjadi pengalihan resiko dari tertanggung (klien) kepada penanggung
(perusahaan).20 Selain itu, dana yang terkumpul pada sistem asuransi
konvensional dikelola oleh badan pengelola dan keuntungannya hanya untuk
kepentingan badan pengelola dan membayar polis asuransi. 21 Hal ini sesuai
dengan pendapat Sumanto dkk (2009) yang menyatakan bahwa asuransi
konvensional pada dasarnya merupakan konsep pengelolaan risiko dengan
cara mengalihkan risiko yang mungkin timbul dari peristiwa tertentu yang
tidak diharapkan kepada orang lain yang sanggup mengganti kerugian yang
diderita dengan imbalan premi.22

F. Pengelolaan Dana
Produk yang mengandung unsur saving (life) pada asuransi syariah
dipisahkan atas dana tabarru (derma) dan dana tabungan (peserta) sehingga
tidak mengenal adanya dana hangus. Term insurance (life) dan general
insurance bersifat tabbaru’. Pada asuransi konvensional tidak terjadi pemisahan
dana yang berakibat pada terjadinya dana hangus (produk saving life). 23

G. Kepemilikan Dana
Asuransi Syariah menganut kepemilikan bersama. Hal itu berarti dana
yang terkumpul dari setiap peserta asuransi dalam bentuk iuran atau kontribusi
merupakan milik peserta (shahibul maal), sedangkan perusahaan hanya sebagai
pemegang amanah (Mudharib) untuk mengelola dana.

Kepemilikan harta dalam asuransi konvensional adalah milik


perusahaan, bebas menggunakan dan menginvestasikan pengelolaannya, bersifat
20
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,
2009). 267.
21
Ali Zainuddin, Hukum Asuransi Syariah (Jakarta: Sinar Grafika, 2008). 71.
22
Dengan and Konvensional, “JEAM Vol X No. 1/2011 35.” 40.
23
Abdullah Amrin, Asuransi Syariah (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2006). 12.
15

tidak ada pemisah antara dana peserta dan dana tabarru’ sehingga semua dana
bercampur menjadi satu dan status hak kepemilikan dana dimaksud adalah dana
perusahaan, sehingga bebas mengelola dan menginvestasikan tanpa ada
pembatasan halal dan haram.24 Dengan demikian, perusahaan bebas
menggunakan dan menginvestasikan dana tersebut ke manapun. 25

H. Unsur Premi

1. Asuransi Syariah
Premi asuransi syariah yang dibayarkan tertanggung kepada
penanggung terdiri atas dua unsur atau bagian, yaitu unsur tabungan dan unsur
tabarru. Dana yang berasal dari unsur tabungan dan tabarru tidak bisa
digunakan sebagai biaya komisi agen atau uang jalan bagi agen sehingga dana
peserta tetap utuh atau bernilai tunai pada saat itu juga (tahun pertama).
Seandainya peserta mengundurkan diri, uang premi akan dikembalikan
sepenuhnya, kecuali dana kebajikan atau dana tabarru.

2. Asuransi Konvensional
Pada asuransi konvensional, premi yang diterima perusahaan bisa
digunakan sebagai biaya/loading dalam bentuk pembayaran komisi agen,
biaya administrasi, biaya reasuransi, biaya cetak polis, dan lain sebagainya
sehingga nasabah/peserta tidak mempunyai nilai tunai pada tahun pertama
ikut asuransi. Dengan kata lain, uang nasabah yang telah dibayarkan tidak bisa
dikembalikan kepada peserta jika mengundurkan diri pada tahun pertama
(dana hangus).26
Dalam Asuransi Konvensional unsur-unsur preminya terdiri atas :
1) Mortality Tabel yaitu daftar tabel kematian berguna untuk mengetahui
besarnya klaim yang kemungkinan timbul kerugian yang dikarenakan

24
Zainuddin Ali, Hukum Asuransi Syariah (Jakarta: Sinar Grafika, 2008). 71.
25
Amrin, Asuransi Syariah. 12.
26
Amrin. 9.
16

kematian, serta meramalkan berapa lama batas umur seseorang bisa


hidup.
2) Peneriman bunga (untuk menetapkan tarif, perhitungan bunga harus
dikalkulasi didalamnya)
3) Biaya-biaya asuransi terdiri dari biaya komisi, biaya luar dinas, biaya
reklame, sale promtion, dan biaya pembuatan polis (biaya administrasi).
Biaya pemeliharaan, dan biaya-biaya lainnya seperti inkaso.27

I. Sumber Pembayaran Klaim


Dalam Asuransi Syariah sumber pembayaran klaim diperoleh dari
rekening tabarru’. Yaitu rekening dana tolong-menolong bagi seluruh peserta,
yang sejak awal sudah diakadkan dengan ikhlas oleh setiap peserta untuk
keperluan saudara-saudaranya yang ditakdirkan oleh Allah SWT meninggal
dunia, atau mendapat musibah seperti ke bakaran, gempa, banjir dll. Selain itu,
sumber pembiayaan klaim dalam asuransi syariah adalah dari rekening
perusahaan murni bisnis dan tertentu diperuntukkan sebagai dana tolong
menolong.28 Sumber pembayaran klaim pada asuransi konvensional berasal dari
rekening perusahaan terhadap tertanggung murni bisnis dan tidak ada nuansa
spiritual. 29

27
Zainuddin Ali, Hukum Asuransi Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika, 200). 71.
28
Zainuddin Ali, Hukum Asuransi Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008). 71
29
Amrin. 14.
17

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Praktik bernuansa asuransisyariah tumbuh dari budaya suku Arab pada
zaman Nabi Muhammad saw yang disebut aqilah. Al-Aqilah mengandung
pengertian saling memikul dan bertanggung jawab bagi keluarga. Dalam
kasus terbunuhnya seorang anggota keluarga, ahli waris korban akan
mendapatkan uang darah (diyat) yang dibayarkan oleh angota keluarga
terdekat dari si pembunuh yang disebut aqilah. Aqilah mengumpulkan dana
secara bergotong royong untuk membantu keluarga yang terlibat dalam
perkara pembunuhan yang tidak sengaja itu. Sedangkan asuransi konvensional
Istilah asuransi mulanya dikenal di Eropa Barat pada abad pertengahan
berupa asuransi kebakaran. Kemudian, pada abad ke-13 dan ke-14 terjadi
peningkatan lalu lintas perhubungan laut antar pulau sehingga berkembang
pula asuransi pengangkutan laut yang berasal dari Romawi. Jenis asuransi ini
merupakan jenis asuransi kapitalis. Asuransi ini dibentuk untuk mendapatkan
laba dan didasarkan atas perhitungan niaga. Asuransi jiwa baru dikenal pada
awal abad ke-19.

Sumber hukum asuransi syariah adalah Al-qur’an, sunnah, ijma’,


fatwa sahabat, mashlahah mursalah, qiyas, isitihsan, urf/tradisi, dan fatwa
DSN-MUI. Perasuransian syariah di Indonesia di atur dalam beberpa fatwa
DSN-MUI No. 21 /DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi
Syariah. Sedangkan asuransi konvensional seperti peraturan perundan-
undangan tentang perasuransian di Indonesia diatur dalam beberapa tempat,
antara lain : Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), UU. No. 2
tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, PP No. 63 tahun 1999 tentang
perubahan atas PP No. 73 tahun 1992 tentang penyelenggaraan Usaha
Perasuransian serta aturan-aturan lain yang mengatur Asuransi Sosial.
18

Asuransi syariah bersih dari MAGRIB sedangkan asuransi


konvensional tidak bersih dari MAGRIB.

Asuransi syariah mempunyai Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang


merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan asuransi syariah. DPS
mengawasi jalannya operasional sehari-hari agar selalu berjalan sesuai dengan
prinsip syariah. Asuransi Konvensional tidak mempunyai Dewan Pengawas
Syariah dalam melaksanakan perencanaan, proses dan praktiknya.

Proses hubungan peserta dan perusahaan dalam mekanisme


pertanggungan pada asuransi syariah adalah sharing of risk (saling
menanggung resiko). Hal itu menunjukan bahwa sistem asuransi syariah
selalu mendasarkan diri pada prinsip tolong menolong (ta’awun). Pada
asuransi konvensional yang dilakukan adalah transfer of risk, dimana terjadi
pengalihan resiko dari tertanggung (klien) kepada penanggung (perusahaan).

Produk yang mengandung unsur saving (life) pada asuransi syariah


dipisahkan atas dana tabarru (derma) dan dana tabungan (peserta) sehingga
tidak mengenal adanya dana hangus. Term insurance (life) dan general
insurance bersifat tabbaru’. Pada asuransi konvensional tidak terjadi
pemisahan dana yang berakibat pada terjadinya dana hangus (produk saving
life).

Asuransi Syariah menganut kepemilikan bersama. Kepemilikan harta


dalam asuransi konvensional adalah milik perusahaan, bebas menggunakan
dan menginvestasikan pengelolaannya, bersifat tidak ada pemisah antara dana
peserta dan dana tabarru’ sehingga semua dana bercampur menjadi satu dan
status hak kepemilikan dana dimaksud adalah dana perusahaan, sehingga
bebas mengelola dan menginvestasikan tanpa ada pembatasan halal dan
haram.
19

Premi asuransi syariah yang dibayarkan tertanggung kepada penanggung


terdiri atas dua unsur atau bagian, yaitu unsur tabungan dan unsur tabarru.
Pada asuransi konvensional, premi yang diterima perusahaan bisa digunakan
sebagai biaya/loading dalam bentuk pembayaran komisi agen, biaya
administrasi, biaya reasuransi, biaya cetak polis, dan lain sebagainya sehingga
nasabah/peserta tidak mempunyai nilai tunai pada tahun pertama ikut
asuransi.

Dalam Asuransi Syariah sumber pembayaran klaim diperoleh dari


rekening tabarru’. Sumber pembayaran klaim pada asuransi konvensional
berasal dari rekening perusahaan terhadap tertanggung murni bisnis dan tidak
ada nuansa spiritual.

B. Saran
Kami selaku manusia biasa yang tak luput dari kesalahan, sehingga
dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan
kekurangan. Oleh karena itu saran dan masukan dari kawan-kawan akan
sangat membantu dalam penyempurnaan makalah ini.
20

Daftar Pustaka

Ali Zainuddin. Hukum Asuransi Syariah. Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

Amrin, Abdullah. Asuransi Syariah. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2006.

Dengan, Perbedaannya, and Asuransi Konvensional. “JEAM Vol X No. 1/2011 35”
X, no. 1 (2011): 35–47.

Soemitra, Andri. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta : Kencana
Prenada Media.

Syakir Sula, Muhammad. 2004. Asuransi Syariah,Konsep dan Sistem Operasional,


Jakarta : Gema Insani.

Ismanto, Kuat. 2009. Asuransi Syariah, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Wirdyaningsih, dkk. 2005. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta : Kencana.

You might also like