You are on page 1of 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kanker serviks masih merupakan masalah kesehatan perempuan karena


insiden dan angka kematiannya yang tinggi. Kanker serviks adalah penyebab
kematian kedua tersering pada wanita umur 15-34 tahun dan merupakan
penyebab utama kematian pada wanita umur 35-54 tahun. Angka kematian yang
tinggi berhubungan dengan keterbatasan sumber daya manusia, sarana dan
prasarana, pengetahuan/pendidikan masyarakat, dan kebudayaan kesehatan.
Akan tetapi faktor yang paling menonjol adalah keterlambatan diagnosis
kanker serviks dimana sebagian besar terdiagnosis pada stadium invasif, stadium
lanjut, bahkan stadium terminal. Karena itu, terapi operatif, sitostatika, radiasi
baik secara sendiri maupun secara kombinasi tidak memuaskan, sehingga
pilihan terapi adalah paliatif. Terapi paliatif ini terutama ditujukan kepada nyeri
akibat kanker serviks, perdarahan pervaginam, gagal ginjal, dan lain-lain akibat
metastasis. Keluhan nyeri adalah paling menonjol pada kanker serviks pada
stadium lanjut dan terminal. Rujukan kankers serviks karena masalah nyeri
adalah ± 49% pada stadium invasif dan ± 60% pada stadium terminal. Kelompok
ini memerlukan metode penyembuhan nyeri yang dapat membuat mereka rawat
jalan dengan morbiditas yang minimal. WHO menyebutkan bahwa dua-pertiga
dari penderita penyakit kanker akan meninggal karena penyakitnya dan bahwa
dalam perjalanan penyakitnya 45-100% dari mereka akan mengalami nyeri
yang ringan sampai berat. Laporan dari negara maju menunjukkan bahwa pada
saat ini 50-80% nyeri kanker tidak mendapat pengelolaan yang adekwat.
Sesungguhnya 80-90% nyeri kanker dapat ditanggulangi jika hal tersebut
dilakukan sesuai dengan prosedur pengelolaan penderita nyeri kanker yang
dianjurkan oleh WHO.

B. TUJUAN

1
1. Tujuan umum
Adapun tujuan umum penyusunan makalah ini yaitu untuk dapat mengetahui
serta memahami Asuhan Keperawatan pada klien dengan masalah kanker
seviks.

2. Tujuan khusus
Secara khusus, setelah mempelajari makalah ini mahasiswa/ diharapkan dapat :
a. Menjelaskan pengertian kanker serviks.
b. Menyebutkan etiologi kanker serviks.
c. Menjelaskan patofisiologi dari kanker serviks.
d. Menyebutkan manifestasi klinis kanker serviks.
e. Mengetahui pemeriksaan diagnostik.
f. Mengetahui penatalaksanaan umum medikal.
g. Mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan, yang terdiri dari
pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, implementasi
dan evaluasi pada klien dengan kanker serviks.

C. RUANG LINGKUP
Dalam penyusunan makalah ini kelompok hanya membahas penyakit
secara tinjauan teoritis dan pemberian asuhan keperawatan pada klien
dengan kanker serviks dengan pendekatan proses keperawatan mulai dari
pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan,
implementasi, dan evaluasi keperawatan.

D. METODE PENULISAN
Dalam penyusunan makalah ini kelompok menggunakan
metode kepustakaan dengan cara mencari dari buku-buku sebagai referensi,
membaca dan mempelajari buku-buku literatur yang terkait dengan kanker
serviks. Kelompok juga mengambil beberapa referensi dari internet.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

2
Sistematika penuyusunan makalah ini terdiri dari empat bab, yakni Bab I
tentang pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penyusunan, ruang
lingkup penyusunan, metode penyusunan, dan sistematika penyusunan; Bab II
tinjauan teoritis yang terdiri dari konsep dasar stroke; Bab III asuhan
keperawatan stroke secara teoritis, yang terdiri pengkajian, diagnosa keperawatan,
rencana keperawatan, implementasi dan evaluasi; Bab IV penutup, yang terdiri
dari kesimpulan dan saran.

BAB II
PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut
rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol
dan merusak jaringan normal di sekitarnya (FKUI, FKKP, 1997).
Kanker serviks atau atau kanker leher rahim adalah kanker pada serviks
uterus atau leher rahim yang terjadi memerlukan waktu yang cukup lama,
tetapi progresif. Awalnya bermula dari kelainan sel yang mengalami
mutasi, lalu berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan
epitel yang disebut displasia (Dalimartha, 2004).

2. ANATOMI FISIOLOGI

3
Serviks merupakan segemen uterus berada pada bagian bawah yang
dilapisi epitel torak pensekresi mukus dalam keseimbangan lanngsung dengan
epitel vagina, yang berfungsi sebagai jalan lahir.
Ekstoserviks merupakan epitel berlapis yang gepeng serupa dengan
vagina, dengan peralihan agak mendadak diantra keduanya, sambungan
skuamakolummar. Serviks mengalami perubahan/dramatis selama masa usia
reproduktif maupun dalam siklus menstruasi. Sambungan skuamokolumnar
normalnya terletak dalam kanalis endoservikalis, tetapi dapat berada jauh di
luar ada ektoserviks, baik pasca persalinan atau atas dasar kongenital.
Mukus serviks dihasilkan sebagai respon terhadap estrogrn dengan eversi
sel torak pemeriksaan mucus padaektoserviks, suatu sekret mukoid dan
kadang-kadang purulen bisa dialami. Walaupun ini bisa enyebabkan secret
yang berbau busuk, tetapi tidak ada makna patologi dan tampaknya mengubah
kapasitas reproduksi.
Saluran yang tedapat pada serviks disebut kanalis servikalis berbentuk
sebagai saluran lonjongan panjang 2,5 cm. Saluran ini dilapisi oleh kelenjar-
kelenjar berbentuk sel-sel toraks bersilia dan berfungsi sebagai reseptakulum
seminis. Pintu saluran serviks sebelah dalam disebut ostium uteri internum
(OUI) dan pint vagina (OUE). Ostiu Oteri Eksternum. Kedua pintu ini penting
dalam klinik misalnya pada penilaian jalannya persalinan, abortus dan
sebagainya.

4
3. ETIOLOGI
Penyebab penyakit menular seksual pertama kali diduga oleh Virus herpes
simpleks tipe 2, tetapi kemudian dipastikan bahwa penyebabnya adalah virus
human papiloma setelah mempelajari patogenesis kanker serviks uteri dan
condyloma acuminata (Schmits, 1997a, b
; Cotrans et al.,1997). Biasanya
khas wanita melaporkan riwayat infeksi serviks paling sering dikaitkan
dengan karsinoma serviks yang disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe
2; jenis Human Papilloma Virus 16, 18, ban 3i dan mungkin sitomegalovirus.
Virus ini mengubah asam deoksiribonukleat (DNA) inti sel-sel yang belum
matang. Penambahan air mani (sperma) dari banyak mitra menjadi pencetus
awal dari sebuah proses yang berakhir pada diplasia dan beberapa tahun
kemudian berkembang menjadi karsinoma (Bobak et al., 1993). Penelitian
akhir di luar negeri mengatakan bahwa virus yang disebut HPV menyebabkan
faktor risiko seorang wanita untuk terkena kanker serviks meningkat tajam.
Dikatakan, para wanita dengan HPV tinggi, paling sedikit 30 kali lebih
cenderung berisiko mengidap penyakit kanker serviks dibanding dengan wanita
dengan HPV negatif (Diananda, 2008).

4. PATOFISIOLOGI
Karsinoma serviks uteri 95% terdiri dari karsinoma sel skuamos dan
sisanya merupakan adenokarsinoma dan jenis kanker lain. Hampir seluruh
karsinoma serviks didahului derajat pertumbuhan prakarsinoma yaitu displasia
dan karsinoma in situ. Proses perubahan dimulai di daerah sambungan
skuamos-kolumnar (SSK) dari selaput lendir porsio. Perubahan mula-mula
ditandai dengan epitel atipik dengan mitosis aktif, susunan sel tidak teratur
meliputi sepertiga bagian basal epidermis, dan perubahan ini disebut displasia
ringan. Bila proses berlanjut, maka perubahan akan melibatkan separoh atau
dua pertiga atau seluruh lapisan epidermis dan masing-masing disebut displasia
sedang, berat, dan karsinoma in situ yang sangat potensia menjadi karsinoma
invasif (Tambunan, 1993).

5
Proses perubahan sel epitel menjalar ke arah endoserviks dan eksoserviks.
Pada daerah endoserviks terjadi hiperplasia sel cadangan yang terletak di
bagian basal epitel endoserviks dan potensial tumbuh menjadi karsinoma sel
kecil. Karsinoma yang tumbuh di daerah ektoserviks dikenal sebagai
karsinoma sel skuamos dengan keratin, dan di daerah peralihan sel skuamos
dan kolumnas akan tumbuh karsinoma sel skuamos tanpa keratin (Tambunan,
1993).
Terjadinya perubahan derajat sel epitel displasia dan karsinoma in situ
memerlukan waktu yang relatif lama. Demikian juga perubahan karsinoma in
situ menjadi karsinoma invasif terjadi setelah bertahun- tahun. Salah satu bukti
yang menyokong teori ini adalah perbedaan umur yang bermakna antara
penderita prakarsinoma dan karsinoma invasif. Umur penderita prakarsinoma
10-15 tahun lebih muda daripada penderita karsinoma invasif. Perilaku biologis
sel tumor dalam proses pertumbuhan memungkinkan neoplasma dapat
dideteksi pada tingkat pertumbuhan awal (Tambunan, 1993).
Dalam perjalanan pertumbuhan prakarsinoma sebagian besar displasia
regresi menjadi epitel dengan perubhan minimal sampai normal. Demikian juga
karsinoma in situ sebagian kecil mengalami regresi menjadi displasia sedang
ataupun ringan. Akan tetapi karsinoma invasif tidak pernah mundur menjadi
karsinoma in situ atau displasia. Dari proses pertumbuhan neoplasma ini
dapat dipelajari bahwa pada prakarsinoma stadium pertumbuhan lanjut
sebagian berubah menjadi prakarsinoma dan sebagian tumbuh menjadi
karsinoma invasif. Semakin lama status prakarsinoma semakin sedikit
kemungkinan terjadi reversibel (Tambunan, 1993).
Dalam perjalanan pertumbuhan prakarsinoma sebagian besar displasia
regresi menjadi epitel dengan perubhan minimal sampai normal. Demikian juga
karsinoma in situ sebagian kecil mengalami regresi menjadi displasia sedang
ataupun ringan. Akan tetapi karsinoma invasif tidak pernah mundur menjadi
karsinoma in situ atau displasia. Dari proses pertumbuhan neoplasma ini
dapat dipelajari bahwa pada prakarsinoma stadium pertumbuhan lanjut
sebagian berubah menjadi prakarsinoma dan sebagian tumbuh menjadi

6
karsinoma invasif. Semakin lama status prakarsinoma semakin sedikit
kemungkinan terjadi reversibel (Tambunan, 1993).

Stadium-stadiu kanker serviks :


1. Stadium 0
100 % penderita dalam stadium ini akan sembuh.
2. Stadium 1
Kanker serviks stadium I sering dibagi menjadi IA dan IB. Dari semua
wanita yang terdiagnosis pada stadium IA memiliki 5-years survival
rate sebesar 95%. Untuk stadium IB5-years survival rate sebesar 70
sampai 90%. Ini tidak termasuk wanita dengan kanker pada limfonodi
mereka.
3. Stadium 2
Kanker serviks stadium 2 dibagi menjadi 2, 2A dan 2B. Dari semua
wanita yang terdiagnosis pada stadium 2A memiliki 5-years survival
rate sebesar 70-90%. Untuk stadium 2B 5-years survival rate sebesar
60 sampai 65%.
4. Stadium 3
Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 30-50%.
5. Stadium 4
Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 20-30%.

7
6. Stadium 5
Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 5-10%.

5. FAKTOR RISIKO

Faktor risiko yang diketahui adalah hubungan seksual pada usia yang

sangat muda dan pasangan yang selalu berganti-ganti. Faktor risiko lainnya

adalah status sosial ekonomi yang rendah, pemakaian kontrasepsi oral,

merokok, paritas yang tinggi dan adanya riwayat penyakit menular seksual

(Schmits, 1997a, b; Cotrans et al., 1997). Sebuah penelitian terkait di

Jakarta menunjukkan wanita yang memiliki lebih dari 1 pasangan seks

memiliki risiko terkena kanker serviks yang lebih tinggi, sementara itu

wanita yang melakukan hubungan seks pertama kali dengan usia yang

lebih tua (≥20 tahun) memiliki risiko terkena kanker serviks yang lebih

rendah (de Boer et al., 2006).

Menurut Diananda (2008), faktor-faktor risiko kanker leher rahim

sebagian besar dari faktor luar (eksternal). Faktor risiko tersebut antara

lain:

1) Melakukan hubungan seksual pada usia yang pada usia kurang dari 20

tahun.

2) Multiple seksual atau lebih dari dua dalam melakukan hubungan

seksual.

Berdasarkan penelitian, risiko kanker serviks meningkat lebih dari 10

kali bila berhubungan dengan 6 atau lebih mitra seks (Dalimartha,

2004).

8
3) Riwayat penyakit kelamin dan infeksi virus seperti herpes dan kutil

genetalia.

4) Pemeriksaan Pap Smear yang tidak intens.

5) Wanita yang melakukan persalinan dengan jarak yang terlalu dekat

dan memiliki banyak anak.

6) Wanita dengan aktivitas seksual tinggi.

7) Kebersihan genetalia yang rendah.

8) Wanita yang merokok.


Wanita perokok mempunyai risiko kanker serviks 2 kali lipat

dibandingkan wanita bukan perokok. Dalam lendir serviks wanita

perokok terkandung nikotin dan zat lainnya yang terdapat di dalam

rokok. Zat-zat tersebut menurunkan daya tahan serviks dan

menyebabkan kerusakan DNA epitel serviks sehingga timbul kanker

serviks, di samping kekarsinogen infeksi virus (Dalimartha, 2004).

9) Defisiensi zat gizi ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa

defisiensi asam folat dapat meningkatkan risiko terjadinya displasia

ringan dan sedang, serta juga mungkin juga meningkatkan risiko

terjadinya kanker serviks pada wanita yang rendah beta karoten dan

retinol (vitamin A).

10) Trauma kronis pada serviks.

Trauma ini terjadi karena persalinan yang berulang kali (banyak

anak), adanya infeksi, dan iritasi menahun.

11) Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang dan keengganan untuk

melakukan deteksi dini (Bobak et al., 1993; Bustan, 2007).

9
12) Kontrasepsi

Kontrasepsi oral dapat meningkatkan risiko 1,5-2,5 kali bila diminum

dalam jangka panjang, yaitu lebih dari 4 tahun (Dalimartha, 2004).

Pemakaian pil anti hamil dapat menimbulkan regresi prakarsinoma

serviks uteri. Sementara pemakaian kontrasepsi dalam rahim (AKDR)

pernah diduga mempunyai hubungan dengan kejadian karsinoma

serviks uteri. Namun hasil penelitian para pakar di Indonesia ataupun

negara maju menunjukkan bahwa kasus diplasia lebih banyak pada

akseptor AKDR, namun tidak ada yang berkembang menjadi

karsinoma (Tambunan, 1993).

6. MANIFESTASI KLINIS

Kebanyakan sering asimptomatik. Saat terdapat rabas atau perdarahan


yang tak teratur yaitu :
1. Rabas meningkat jumlahnya dan menjadi cair. Rabas ini berwarna gelap
dan berbau busuk karena nekrosis dan infeksi dari masa tumor.
2. Perdarahan terjadi pada interval yang tak teratur antara periode atau
setelah menopouse; cukup besar dibandingkan hanya bercak yang
terdapat pada pakaian dalam, dan biasanya terlihat setelah trauma
ringan (hubungan seksal, dauching dan defekasi)
3. Dengan berjalannya penyakit perdarahan mungkiin persisten meningkat
4. Sejalan dengan berembangnya kanker, jaringan disebelah luar serviks
terserang, termasuk kelenjar limfe anterior ke sakrum. Saraf yang
terkene mengakibatkan nyeri yang sangat pada punggung san tungkai.
5. Tahap akhir; kurus ekstrem dan anemia, sering dengan deman akibat
infeksi sekunder dan abses pada masa yang mengalami ulserasi dan
pembentukan fistula.

10
6. KOMPLIKASI
Kompilikasi yang terjadi akibat kanker serviks yaitu :
1. Nyeri
Jika sel kanker sudah menyebar pada ujung saraf, tulang atau otot biasanya
menimbulkan nyeri yang berat. Dapat diatasi dengan pengurang rasa sakit,
tergantng dari erat ringan nyeri yang dirasakan. Obat yang digunakan bisa dari
parasetamoldan NSAID (obat anti inflamasi non steroid) seperti ibuprofen, hingga
pada nyeri yang lebih besar seperti golongan opiat contohnya kodein dan orfin.

2. Gagal ginjal
Pada bebraapa kasus kanker serviks stadium lanjut, sel kanker dapat
menekan aliran urine dari ginjal. Urine yang terganggu penyalurannya akan
menumpuk pada ginjal atau disebut dengan hidronefrosis. Hal ini bisa
menyebabkan ginjal membengkak dan membesar.
Penanganan gagal ginjal yang disebabkan oleh kanker serviks bisa
dilakukan dengan pembuatan saluran untuk mengeluarkan urin yang menumpuk
dari ginjal dengan selang yang dimasukka ke kulit (nefrostoi perkutan). Selain itu
bisa juga dengan melebarkan saluran ureter dengan memasukkan cincin logam
(stent) di dalamnya.

3. Penggumpalan darah
Sebagaimana halnya dengan kanker-kanker lainnya, kanker serviks dapat
menyebabkan darah menjadi lebih kental sehingga mudah terjadi penggumpalan.
Tirah baring (bed rest) setelah operasi dan kemoterapi juga dapat meningkatkan
risiko pembentukan gumpalan. Tumor yang besar dapat menekan pembuluh darah
vena di panggul sehingga menyebabkan lambatnya aliran darah. Hal ini
menyebabkan penggumpalan darah di daerah kaki.
Gejala adanya penggumpalan darah antara lain:

- Nyeri dan bengkak di salah satu kaki (biasanya di betis)

- Nyeri hebat di daerah yang terdapat gumpalan darah

11
- Kulit teraba hangat di area gumpalan darah

- Kulit kemerahan di bagian belakang kaki, di bawah lutut

Hal yang sangat diwaspadai dari terjadinya gumpalan darah ini adalah
gumpalan ini dapat mengalir terbawa aliran darah ke paru-paru dan menyumbat
aliran darah di sana. Kasus ini dikenal dengan embolisme paru. Efeknya fatal, bisa
menyebabkan kematian.

4. Perdarahan
Jika kanker menyebar ke vagina, usus besar, atau kandung kemih, dapat
menyebabkan kerusakan parah dan menghasilkan perdarahan. Perdarahan bisa
terjadi di vagina, rektum (usus besar sebelum anus), atau bisa juga keluar bersama
urin.

5. Fistula
Fistula adalah salurang yang tidak normal yang menghubungkan dua
bagian pada tubuh. Pada kebanyakan kasus kanker serviks, fistula terbentuk di
antara kandung kemih dan vagina. Kelainan ini menyebabkan adanya cairan urin
yang keluar terus menerus dari vagina (berasal dari kandung kemih). Selain itu
fistula juga dapat terbentuk antara vagina dan rektum.
Fistula merupakan komplikasi yang tidak umum terjadi pada kanker
serviks. Kejadiannya 1 berbanding 50 kasus kanker stadium lanjut.
Penanganannya adalah dengan operasi. Meskipun kadang ini sulit dilakukan untuk
penderita kanker serviks karena kondisinya yang rapuh sehingga tidak sanggup
menghadapi efek operasi. Selain operasi, gejala fistula bisa diatasi dengan
penggunaan obat untuk mengurangi cairan yang keluar serta penggunaan krim
atau lotion untuk mengatasi kerusakan jaringan di sekitarnya dan mencegah iritasi.

6. Cairan Berbau Dari Vagina


Komplikasi lainnya yang tidak umum terjadi tapi mengganggu adalah
keluarnya cairan berbau tidak sedap dari vagina. Keluarnya cairan ini bisa

12
disebabkan oleh berbagai hal seperti kerusakan jaringan, kebocoran dari kandung
kemih atau rektum melalui vagina, atau infeksi bakteri pada vagina.
Penanganannya adalah dengan memberikan gel antibakteri yang
mengandung metronidazol dan menggunakan pakaian yang mengandung karbon
(arang). Karbon atau arang efektif dalam menyerap bau yang tidak sedap.

7. PENATALAKSANAAN

1. Pengangkatan non-pembedahan konservatif terhadap lesi perkurase


terapi beku (pembekuan dengan oksida nitrat) atau terapi juga efekktif.
2. Konisasi karsinoma in situ
3. Ahaisterktomi sederhana jika terjadi kanker serviks preinvansif setelah
melahirkan anak.
4. Radiasi atau histereltomi radikal atau keduanya untuk kanker invasif

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Sitologi Pap Smear

Salah satu pemeriksaan sitologi yang bisa dilakukan adalah pap smear.
Pap smear merupakan salah satu cara deteksi dini kanker leher rahim. Test ini
mendeteksi adanya perubahan-perubahan sel leher rahim yang abnormal, yaitu
suatu pemeriksaan dengan mengambil cairan pada laher rahim dengan spatula
kemudian dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop.
13
Saat ini telah ada teknik thin prep (liquid base cytology) adalah metoda
pap smear yang dimodifikasi yaitu sel usapan serviks dikumpulkan dalam
cairan dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran, darah, lendir serta
memperbanyak sel serviks yang dikumpulkan sehingga akan meningkatkan
sensitivitas. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengunakan semacam
sikat (brush) kemudian sikat dimasukkan ke dalam cairan dan disentrifuge, sel
yang terkumpul diperiksa dengan mikroskop.
Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker
serviks. Jika ditemukan hasil pap smear yang abnormal, maka dilakukan
pemeriksaan standar berupa kolposkopi. Penanganan kanker serviks dilakukan
sesuai stadium penyakit dan gambaran histopatologimnya. Sensitifitas pap
smear yang dilakukan setiap tahun mencapai 90%.

b. Kolposkopi

Pemeriksaan dengan pembesaran (seperti mikroskop) yang digunakan


untuk mengamati secara langsung permukaan serviks dan bagian serviks
yang abnormal. Dengan kolposkopi akan tampak jelas lesi-lesi pada
permukaaan serviks, kemudian dilakukan biopsi pada lesi-lesi tersebut.

c. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)

14
IVA merupakan tes alternatif skrining untuk kanker serviks. Tes
sangat mudah dan praktis dilaksanakan, sehingga tenaga kesehatan non
dokter ginekologi, bidan praktek dan lain-lain. Prosedur pemeriksaannya
sangat sederhana, permukaan serviks/leher rahim diolesi dengan asam
asetat, akan tampak bercak-bercak putih pada permukaan serviks yang
tidak normal.

d. Serviksografi
Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan
lensa ekstensi 50 mm. Fotografi diambil oleh tenaga kesehatan
dan slide (servikogram) dibaca oleh yang mahir dengan kolposkop. Disebut
negatif atau curiga jika tampak kelainan abnormal, tidak memuaskan jika
SSK tidak tampak seluruhnya dan disebut defek secara teknik jika
servikogram tidak dapat dibaca (faktor kamera atau flash).
Kerusakan (defect) secara teknik pada servikogram kurang dari
3%. Servikografi dapat dikembangkan sebagai skrining kolposkopi.
Kombinasi servikografi dan kolposkopi dengan sitologi mempunyai
sensitivitas masing-masing 83% dan 98% sedang spesifisitas masing-
masing 73% dan 99%. Perbedaan ini tidak bermakna. Dengan demikian
servikografi dapat di-gunakan sebagai metoda yang baik untuk skrining
massal, lebih-lebih di daerah di mana tidak ada seorang spesialis sitologi,

15
maka kombinasi servikogram dan kolposkopi sangat membantu dalam
deteksi kanker serviks.

e. Gineskopi
Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan
pembesaran 2,5 x dapat digunakan untuk meningkatkan skrining dengan
sitologi. Biopsi atau pemeriksaan kolposkopi dapat segera disarankan bila
tampak daerah berwarna putih dengan pulasan asam asetat. Sensitivitas
dan spesifisitas masing-masing 84% dan 87% dan negatif palsu sebanyak
12,6% dan positif palsu 16%. Samsuddin dkk pada tahun 1994
membandingkan pemeriksaan gineskopi dengan pemeriksaan sitologi pada
sejumlah 920 pasien dengan hasil sebagai berikut: Sensitivitas 95,8%;
spesifisitas 99,7%; predictive positive value 88,5%; negative value 99,9%;
positif palsu 11,5%; negatif palsu 4,7% dan akurasi 96,5%. Hasil tersebut
memberi peluang digunakannya gineskopi oleh tenaga paramedis / bidan
untuk mendeteksi lesi prakanker bila fasilitas pemeriksaan sitologi tidak
ada.

f. Pemeriksaan Penanda Tumor (PT)


Penanda tumor adalah suatu suatu substansi yang dapat diukur
secara kuantitatif dalam kondisi prakanker maupun kanker. Salah satu PT
yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya perkembangan kanker
serviks adalah CEA (Carcino Embryonic Antigen) dan HCG (Human
Chorionic Gonadotropin). Kadar CEA abnormal adalah > 5 µL/ml,
sedangkan kadar HCG abnormal adalah > 5ηg/ml. HCG dalam keadaan
normal disekresikan oleh jaringan plasenta dan mencapai kadar tertinggi
pada usia kehamilan 60 hari. Kedua PT ini dapat dideteksi melalui
pemeriksaan darah dan urine.

g. Pemeriksaan darah lengkap


Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tingkat komplikasi
pendarahan yang terjadi pada penderita kanker serviks dengan mengukur
16
kadar hemoglobin, hematokrit, trombosit dan kecepatan pembekuan darah
yang berlangsung dalam sel-sel tubuh.

17
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

I. Pengkajian
a. Data dasar :
Pengumpulan data pada pasien dan keluarga yang dilakukan dengan
cara anamnesa, pemeriksaan fisik dan melalui pemeriksaan penunjang.
b. Data pasien :
Identitas pasien, usia, status perkawinan, pekerjaan jumlah anak,
agama, alamat jenis kelamin dan pendidikan terakhir.
c. Keluhan utama :
Pasien biasanya datang dengan keluhan intra servikal dan disertai
keputihan menyerupai air.
d. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klien pada stadium awal tidak merasakan keluhan yang
mengganggu, baru pada stadium akhir yaitu stadium 3 dan 4 timbul
keluhan seperti : perdarahan, keputihan, dan rasa nyeri intra servikal.
e. Riwayat penyakit sebelumnya :
Data yang dikaji adalah :
Riwayat abortus, infeksi pasca abortus, infeksi masa nifas, riwayat
operasi operasi kandungan, serta adanya tumor. Riwayat keluarga yang
mendekati kanker.
f. Keadaan psiko-sosial-ekonomi dan budaya :
Ca.Serviks sering dijumpai pada kelompok sosial ekonomi yang rendah,
berkaitan dengan kualitas dan kuantitas makanan atau gizi yang dapat
mempengaruhi imunitas tubuh, serta tingkat personal hygine terutama
kebersihan dari saluran urogenital.
g. Data khusus

18
1. Riwayat kebidanan : paritas, kelainan menstruasi, lama, jumlah dan
warna darah adalah hubungan perdarahan dengan aktifitas, apakah darah
keluar setelah kolitus, pekerjaan yang dilakukan sekarang.
2. Pemeriksaan penunjang
Sitologi dengan cara pemeriksaan Pap Smear, kolposkopi, servikografi,
pemeriksaan visual langsung, gineskopi.

II. Diagnosa Keperawatan


a. Gangguan perfusi jaringan (anemia) b.d perdarahan intraservikal
b. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d penurunan nafsu
makan
c. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d proses desakan pada jaringan intra
servikal
d. Cemas b.d terdiagnose ca.serviks sekunder akibat kurangnya
pengetahuan tentang ca.serviks dan pengobatannya
e. Risiko tinggi terhadap gangguan konsep diri b.d perubahan dalam
penampilan terhadap pemberian sitositika

III. Perencanaan dan Implementasi


a. Gangguan perfusi jaringan (anemia) b.d perdarahan intraservikal
- Tujuan :
Setelah diberikan perawatan selama 1x24 jam diharapkan perfusi
jaringan mebaik.
- Kriteria hasil :
a. Perdarahan intraservikal sudah berkurang
b. Konjungtiva tidak pucat
c. Mukosa bibir basah dan kemerahan
d. Ekstremitas hangat
e. Hb 11-15 gr%

- Intervensi :

19
- Observasi TTV
- Observasi perdarahan (jumlah, warna, laama)
- Cek golongan darah
- Beri O2 jika diperlukan
- Pemasangan vagina tampon
- Terapi IV

b. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d


penurunan nafsu makan
- Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan kebutuhan nutrisi klien akan terpenuhi
- Kriteria hasil
a. Tidak terjadi penurunan BB
b. Porsi makan yang disediakan habis
c. Keluhan mual dan muntah kurang

- Intervensi
- Jelaskan tentang pentingnya nutrisi untuk penyembuhan
- Berikan makan TKTP
- Anjurkan makan sedikittapi sering
- Jaga lingkungan pada saat makan
- Beri nutrisi parenteral jika perlu
- Pasang NGT jika perlu
c Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d proses desakan pada jaringan
intra servikal
- Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan 1x24 jam diharapkan klien tahu cara-cara
mengatasi nyeri yang timbul akibat kanker yang dialami
- Kriteria hasil
a. Klien dapat menyebutkan cara-cara mengurangi nyeri yang
dirasakan

20
b. Tanyakan derajat nyeri yang dirasakan klien dan nilai dengan skala
nyeri
c. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi
d. Anjurkan keluarga untuk mendampingi klien
e. Kolaborasi keluarga tim paliatif nyeri

d. Cemas b.d terdiagnose ca.serviks sekunder akibat kurangnya


pengetahuan tentang ca.serviks dan pengobatannya
- Tujuan :
Setelah diberikan tindakan selama 1x30 menit klien mendapat informasi
tentang penyekit kanker yang diderita penanganan dan prognosesnya.
- Kriteria hasil
a. Klien mengetahui diagnostik kanker yang diderita
b. Klien mengetahui tindakan-tindakan yang harus dilalui klien
c. Kien tahu tindakan yang harus dilakukan di rumah untuk mencegah
komplikasi
d. Sumber-sumber koping teridentifikasi
e. Klien menguraikan cara mengatasi ansietas
- Tindakan
a. Berikan kesempatan pada klien dan klien mengungkapkan
perasaannya
b. Dorong diskusi terbuka tentang kanker, pengalaman orang lain, serta
tata cara mengontrol dirinya
c. Identifikasi mereka yang beresiko terhadap ketidakberhasilan
penyesuaian (Ego yang buruk kemampuan pemecahan masalah tidak
efektif, kurang motivasi, kurangnya sistem pendukung yang poositif)
d. Tunjukkan adanya harapan
e. Tingkatkan aktivitas dan latihan fisik

e. Risiko tinggi terhadap gangguan konsep diri b.d perubahan dalam


penampilan terhadap pemberian sitositika

21
- Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan, konsep diri dan persepsi klien menjadi
stabil
- Kriteria hasil :
a. Klien mampu untuk mengekspresikan tentang kondisinya
b. Klien mampu membagi perasaan dengan perawat, keluarga dan
orang dekat
c. Klien mengkomunikasikan perasaan tentang perubahan dirinya
secara konstruktif
d. Klien mampu beradaptasi dalam perawatan diri
e. Klien mampu berpartisipasi dalam perawatan diri
- Intervensi
i. Kontak dengan klien sering dan perlakukan dengan hangat dan sifat
posistif
ii. Berikan dorongan pada klien untuk mengekspresikan perasaan dan
pikiran tentang kondisi, kamajuan, progrese, sistem pendukung dan
pengobatan
iii. Berikan informasi yang dapat dipercaya dan klarifikasi setiap
misprespsi tentang penyakitnya
iv. Bantu klien mengidentifikasi potensialkesempatan untuk hidup mandiri
dan melewati hidup dengan kanker, meliputi hubungan interpersonal,
peningkatan pengobatan,kekuatan pribadi dan pengertian serta
perkembangan spiritual dan moral

IV. Evaluasi
1. Pasien bebas dari perdarahan dan hipoksis jaringan
2. Kebutuhan kalori dan nutrisi pasien tercukupi kebutuhan tubuh.
3. Pasien dapat mengontrol neri dan nueri pasien dapat berkurang
4. Ansietas, kekuatiran dan kelemahan menurun sampai dengan tingkat
yang dapat diatasi

22
5. Pasien dapat mengungkapkan dampak dari diagnosa kanker terhadap
perannnya dan mendemostrasikan kemampuan menghadapi perubahan
peran.

23
BAB IV

PENUTUP

1. KESIMPULAN

Kanker serviks masih merupakan masalah kesehatan

perempuan karena insiden dan angka kematiannya yang tinggi.

Penyebab kanker servika yaitu akibat virus HPV dengan didukung

oleh fator risiko yaitu perilaku seks yang masih sangat dini, kebiasaan

merokok, wanita yang denag aktivitas seks tinggi dan lain-lain.

Ada beberapa cara pemerksaan untuk menditeksi kanker

servika yaitu pemeriksaan pap smear, kolposkopi, IVA,

serviknografi, gineskopi, pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksa

petanda tumor.

Kemudian komplikasi yang dapat terjadi akibat kanker serviks

yang semakin lanjut yaitu dapat gerjadi pendarahan, gagal ginjal,

nyeri krronis, fistula serta keluarnya cairan yang berbau dari rahim.

2. SARAN

Kanker serviks dapat dicegah demga pemeriksaan sedini

mungin dan dapat dikurangi resikonya dengan menghindari hal-hal

yang dapat menyebabkan terjadinya kankerserviks.

24
DAFTAR PUSTAKA

Kesehatanhlistik.com/komplikasi-kanker-serviks/

Bagian Obsetri & GinekologiFK.Unpad.1993.Ginkelogi.Elstar. Bandung

Heather Hedman.2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi Nanda


2015-2017. Jakarta : EGC

Asih Yamin. 2000. Keperawatan Medikal Bedah Buku Saku dari Brunner &
Suddarth. Jakarta : EGC

Galle, Danielle, Charette, Jane. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi.


Jakarta : EGC

Purwoto, Gatot. Buku Penatalaksanaan Kanker Serviks. Kementrian Kesehatan


Republik Indonesia

Dhani Alief Pradana, Muhammas Rusta. 2011. Jurnal pasien kanker serviks di
RSUP Dokter Adam Malik Medan Tahun 2011

Carpenito, Lynda Jaull. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8.Jakarta :
EGC

Wulandari Sri Atik. Pengertian dan Pemahaman Risiko Ca Serviks pada wanita
subur di Indonesia Fakultas Krdoktersan Universitas Kusuma Surabaya. Surabaya

Pradana Arief Dhani. 2011. Pasien Kanker Serviks di RSUP Adam Malik Medan.
Medan.

25

You might also like