You are on page 1of 23

“MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT”

“ASUHAN KEPERAWATAN
KOMA KETOASIDOSIS”

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK IV
1. NOFIAN ARFIANDINATA
2. ROBY SATRIADI
3. BQ.YUNIK LIS INDAH
4. FAIZUL BAYANI
5. TINI HARTINI
6. RILDA RAHMAN
7. IMTIHAN

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN (STIKES)


MATARAM 2010
KATA PENGANTAR

Seraya mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan taufiq-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyusun materi
makalah keperawatan keluarga dengan judul : ASUHAN KEPERAWATAN KOMA
KETOASIDOSIS tepat pada waktunya. Kami sebagai penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada bapak Bapak dosen yang banyak membantu mengarahkan kami dan
teman-teman uyang support demi kelancaran pembuatan tugas ini.
Tujuan penyusunan materi tersebut adalah sebagai salah satu tugas dalam mata
kuliah Keperawatan Gawat Darurat (KGD), dalam pproses penyusunan makalah ini
banyak sekali kekurangan, maka dari itu kami sebagai penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan selanjutnya.

Mataram, 1 November 2010


Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Defenisi
B. Etiologi
C. Patofisiologi
D. Manifestasi Klinis
E. Komplikasi
F. Penatalaksanaan
G. Pemeriksaan Penunjang
H. Asuhan Keperawatan
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ketoasidosis Diabetikum merupakan komplikasi akut yang paling serius yang
terjadi pada anak-anak pada DM tipe 1, dan merupaka kondisi gawat darurat yang
menimbulkan morbiditas dan mortalitas, walaupun telah banyak kemajuan yang diketahui
baik dari patogenesisnya maupun dalam hal diagbosis dan tata laksananya.
Diagnosis KAD didapatkan sekitar 16-80 % pada penderita anak baru dengan DM tipe 1,
tergantung lokasi geografi. Di Eropa dan Amerika Utara angkanya berkisar 15-67 %,
sedangkan di Indonesia dilaporkan antara 33-66 %
Prevalensi KAD di Amerika Serikat diperkirakan sebesar 4,6 – 8 per 1000
pebderita diabetes, dengan mortalitas kurang dari 5 % atau sekitar 2-5 %. KAD juga
merupakan penyebab kematian tersering pada anak dan remaka dengan DM tipe 1, yang
diperkirakan setengah dari penyebab kematian penderita DM di bawah usia 24 tahun.
Sementara itu di Indonesia belum didapatkan angka yang pasri mengenai hal ini.
Diagnosis dan tata laksana yang tepat sangat diperlukan dalam pengelolaan kasus-kasus
KAD untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas.
B. Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum
Terciptanya pengetahuan mahasiswa mengenai segala hal yang berkaitan dengan
konsep gawat darurat penyakit KETOASIDOSIS DIABETIKUM.
2. Tujuan Instruksional Khusus
a. Mahasiswa mampu mengenali dan menyebutkan berbagai tanda dan macam-
macam klasifikasi dalam KETOASIDOSIS DIABETIKUM.
b. Mahasiswa dapat membuat tindakan perawatan dalam mengatasi atau
memecahkan masalah KETOASIDOSIS DIABETIKUM.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Keto Asidosis Diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan
metabolic yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis terutama
disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relative. KAD dan hipoglikemia
merupakan komplikasi akut diabetes mellitus (DM) yang serius dan membutuhkan
pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresia osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi
berat dan dapat sampai menyebabkan syok.

B. Etiologi
Terdapat pada orang yang diketahui diabetes oleh adanya stressor yang
meningkatkan kebutuhan akan insulin, ini dapat terjadi jika diabetes tidak terkontrol
karena ketidak mampuan untuk menjalani terapi yang telah ditentukan. Pencetus yang
sering infeksi, stressor-stersor utama lain yang dapat mencetuskan diabetic ketoasidosis
adalah pembedahan, trauma, terapi dengan steroid dan emosional

C. Patofisiologi
Adanya defisiensi insulin baik secara relatif maupun absolut yang disertai
peningkatan hormon-hormon kontra regulator yakni : glukagon, katekolamin, kortisol,
dan growth hormone, menyebabkan hiperglikemia disertai peningkatan lipolisis dan
produksi keton, yakni : asetoasetat, β-hidroksibutirat dan aseton yang merupakan asam
kuat dan dapat menyebabkan asidosis metabolik. Hiperglikemia menyebabkan diuresis
osmotik yang mengakibatkan dehidrasi dan kehilangan mineral dan elektrolit

D. Manifestasi Klinis
1. Poliuria
2. Polidipsi
3. Pengelihatan kabur
4. Lemah
5. Sakit kepala
6. Hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik 20 mmHg atau > pada saat
berdiri)
7. Anoreksia
8. Mual
9. Muntah
10. Nyeri abdomen
11. Nafas aseton
12. Hiperventilasi
13. Perubahan status mental (sadar, letargik, koma)
14. Kadar gula darah tinggi (> 240 mg/dl)
15. Terdapat keton di urin
16. Nafas berbau aseton
17. Badan lemas
18. Bisa terjadi ileus sekunder akibat hilangnya K+ karena diuresis osmotik
19. Kulit kering
20. Keringat <<<
21. Kussmaul ( cepat, dalam ) karena asidosis metabolic

E. Komplikasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi angka kematian akibat KAD adalah:
1. Terlambat didiagnosis karena biasanya penyandang DM dibawa setelah koma.
2. Pasien belum tahu bahwa ia menyandang DM.
3. Sering ditemukan bersama-sama dengan komplikasi lain yang berat, seperti: renjatan
(syok), stroke, dll.
4. Kurangnya fasilitas laboratorium yang menunjang suksesnya penatalaksanaan KAD
Komplikasi yang dapat terjadi akibat KAD yaitu:
1. Oedema paru
2. Hipertrigliserida
3. Infark miokard akut
4. Hipoglikemia
5. Hipokalsemia
6. Hiperkloremia
7. Oedema otak
8. Hipokalemia
F. Penatalaksanaan
Prinsip terapi KAD adalah dengan mengatasi dehidrasi, hiperglikemia, dan
ketidakseimbangan elektrolit, serta mengatasi penyakit penyerta yang ada.
Pengawasan ketat, KU jelek masuk HCU/ICU
Tujuan penatalaksanaan :
1) Memperbaiki sirkulasi dan perfusi jaringan (resusitasi dan rehidrasi),
2) Menghentikan ketogenesis (insulin),
3) Koreksi gangguan elektrolit,
4) Mencegah komplikasi,
5) Mengenali dan menghilangkan faktor pencetus.

Berikut adalah beberapa tahapan tatalaksana KAD :


 Penilaian Klinik Awal
1. Pemeriksaan fisik (termasuk berat badan), tekanan darah, tanda asidosis
(hiperventilasi), derajat kesadaran (GCS), dan derajat dehidrasi.
2. Konfirmasi biokimia: darah lengkap (sering dijumpai gambaran
lekositosis), kadar glukosa darah, glukosuria, ketonuria, dan analisa gas darah.
Resusitasi
a. Pertahankan jalan napas.
b. Pada syok berat berikan oksigen 100% dengan masker.
c. Jika syok berikan larutan isotonik (normal salin 0,9%) 20 cc/KgBB
bolus.
d. Bila terdapat penurunan kesadaran perlu pemasangan naso-gatrik
tube untuk menghindari aspirasi lambung.
e. Observasi Klinik
 Pemeriksaan dan pencatatan harus dilakukan atas :
a. Frekwensi nadi, frekwensi napas, dan tekanan darah setiap
jam.
b. Suhu badan dilakukan setiap 2-4 jam.
c. Pengukuran balans cairan setiap jam.
d. Kadar glukosa darah kapiler setiap jam.
e. Tanda klinis dan neurologis atas edema serebri :
f. EKG : untuk menilai gelombang T, menentukan tanda
hipo/hiperkalemia.
g. Keton urine sampai negatif, atau keton darah (bila terdapat
fasilitas).
 Rehidrasi
Penurunan osmolalitas cairan intravaskular yang terlalu cepat dapat meningkatkan
resiko terjadinya edema serebri.
Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:
a. Tentukan derajat dehidrasi penderita.
b. Gunakan cairan normal salin 0,9%.
c. Total rehidrasi dilakukan 48 jam, bila terdapat hipernatremia (corrected
Na) rehidrasi dilakukan lebih perlahan bisa sampai 72 jam.
d. 50-60% cairan dapat diberikan dalam 12 jam pertama.
e. Sisa kebutuhan cairan diberikan dalam 36 jam berikutnya.
 Penggantian Natrium
a. Koreksi Natrium dilakukan tergantung pengukuran serum elektrolit.
b. Monitoring serum elektrolit dapat dilakukan setiap 4-6 jam.
c. Kadar Na yang terukur adalah lebih rendah, akibat efek dilusi
hiperglikemia yang terjadi.
d. Artinya : sesungguhnya terdapat peningkatan kadar Na sebesar 1,6
mmol/L setiap peningkatan kadar glukosa sebesar 100 mg/dL di atas 100
mg/dL.
e. Bila corrected Na > 150 mmol/L, rehidrasi dilakukan dalam > 48 jam.
f. Bila corrected Na < 125 mmol/L atau cenderung menurun lakukan koreksi
dengan NaCl dan evaluasi kecepatan hidrasi.
g. Kondisi hiponatremia mengindikasikan overhidrasi dan meningkatkan
risiko edema serebri.
 Penggantian Kalium
Pada saat asidosis terjadi kehilangan Kalium dari dalam tubuh walaupun
konsentrasi di dalam serum masih normal atau meningkat akibat berpindahnya
Kalium intraseluler ke ekstraseluler. Konsentrasi Kalium serum akan segera turun
dengan pemberian insulin dan asidosis teratasi.
a. Pemberian Kalium dapat dimulai bila telah dilakukan pemberian cairan
resusitasi, dan pemberian insulin. Dosis yang diberikan adalah 5 mmol/kg
BB/hari atau 40 mmol/L cairan.
b. Pada keadaan gagal ginjal atau anuria, pemberian Kalium harus ditunda.
 Penggantian Bikarbonat
a. Bikarbonat sebaiknya tidak diberikan pada awal resusitasi.
b. Terapi bikarbonat berpotensi menimbulkan:
o Terjadinya asidosis cerebral.
o Hipokalemia.
o Excessive osmolar load.
o Hipoksia jaringan.
o Terapi bikarbonat diindikasikan hanya pada asidossis berat (pH < 7
dengan bikarbonat serum < 5 mmol/L) sesudah dilakukan rehidrasi awal,
dan pada syok yang persistent.
o Jika diperlukan dapat diberikan 1-2 mmol/kg BB dengan pengenceran
dalam waktu 1 jam, atau dengan rumus: 1/3 x (defisit basa x KgBB).
Cukup diberikan ¼ dari kebutuhan.
 Pemberian Insulin
a. Insulin hanya dapat diberikan setelah syok teratasi dengan cairan
resusitasi.
b. Insulin yang digunakan adalah jenis Short acting/Rapid Insulin
(RI).
c. Dalam 60-90 menit awal hidrasi, dapat terjadi penurunan kadar
gula darah walaupun insulin belum diberikan.
d. Dosis yang digunakan adalah 0,1 unit/kg BB/jam atau 0,05
unit/kg BB/jam pada anak < 2 tahun.
e. Pemberian insulin sebaiknya dalam syringe pump dengan
pengenceran 0,1 unit/ml atau bila tidak ada syringe pump dapat dilakukan
dengan microburet (50 unit dalam 500 mL NS), terpisah dari cairan
rumatan/hidrasi.
f. Penurunan kadar glukosa darah (KGD) yang diharapkan adalah
70-100 mg/dL/jam.
g. Bila KGD mencapai 200-300 mg/dL, ganti cairan rumatan
dengan D5 ½ Salin.
h. Kadar glukosa darah yang diharapkan adalah 150-250 mg/dL
(target).
i. Bila KGD < 150 mg/dL atau penurunannya terlalu cepat, ganti
cairan dengan D10 ½ Salin.
j. Bila KGD tetap dibawah target turunkan kecepatan insulin.
k. Jangan menghentikan insulin atau mengurangi sampai < 0,05
unit/kg BB/jam.
l. Pemberian insulin kontinyu dan pemberian glukosa tetap
diperlukan untuk menghentikan ketosis dan merangsang anabolisme.
m. Pada saat tidak terjadi perbaikan klinis/laboratoris, lakukan
penilaian ulang kondisi penderita, pemberian insulin, pertimbangkan
penyebab kegagalan respon pemberian insulin.
n. Pada kasus tidak didapatkan jalur IV, berikan insulin secara
intramuskuler atau subkutan. Perfusi jaringan yang jelek akan menghambat
absorpsi insulin.
 Tatalaksana edema serebri
Terapi harus segera diberikan sesegera mungkin saat diagnosis edema serebri
dibuat, meliputi:
a. Kurangi kecepatan infus.
b. Mannitol 0,25-1 g/kgBB diberikan intravena dalam 20 menit
(keterlambatan pemberian akan kurang efektif).
c. Ulangi 2 jam kemudian dengan dosis yang sama bila tidak ada respon.
d. Bila perlu dilakukan intubasi dan pemasangan ventilator.
e. Pemeriksaan MRI atau CT-scan segera dilakukan bila kondisi stabil.
 Fase Pemulihan
Setelah KAD teratasi, dalam fase pemulihan penderita dipersiapkan untuk: 1)
Memulai diet per-oral. 2) Peralihan insulin drip menjadi subkutan.
b. Memulai diet per-oral.
1. Diet per-oral dapat diberikan bila anak stabil secara metabolik
(KGD < 250 mg/dL, pH > 7,3, bikarbonat > 15 mmol/L), sadar dan tidak
mual/muntah.
2. Saat memulai snack, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x
sampai 30 menit sesudah snack berakhir.
3. Bila anak dapat menghabiskan snacknya, bisa dimulai makanan
utama.
4. Saat memulai makanan, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi
2x sampai 60 menit sesudah makan utama berakhir.
c. Menghentikan insulin intravena dan memulai subkutan.
1. Insulin iv bisa dihentikan bila keadaan umum anak baik, metabolisme
stabil, dan anak dapat menghabiskan makanan utama.
2. Insulin subkutan harus diberikan 30 menit sebelum makan utama dan
insulin iv diteruskan sampai total 90 menit sesudah insulin subkutan
diberikan.
3. Diberikan short acting insulin setiap 6 jam, dengan dosis individual
tergantung kadar gula darah. Total dosis yang dibutuhkan kurang lebih 1
unit/kg BB/hari atau disesuaikan dosis basal sebelumnya.
d. Dapat diawali dengan regimen 2/7 sebelum makan pagi, 2/7 sebelum
makan siang, 2/7 sebelum makan malam, dan 1/7 sebelum snack menjelang
tidur
G. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
 Glukosa.
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian pasien
mungkin memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah dan sebagian
lainnya mungkin memiliki kadar sampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih yang
biasanya bergantung pada derajat dehidrasi.
Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan
dengan kadar glukosa darah. Sebagian pasien dapat mengalami asidosis berat
disertai kadar glukosa yang berkisar dari 100 – 200 mg/dl, sementara sebagian
lainnya mungkin tidak memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar
glukosa darahnya mencapai 400-500 mg/dl.
 Natrium.
Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang intravaskuler. Untuk
setiap 100 mg / dL glukosa lebih dari 100 mg / dL, tingkat natrium serum
diturunkan oleh sekitar 1,6 mEq / L. Bila kadar glukosa turun, tingkat natrium
serum meningkat dengan jumlah yang sesuai.
 Kalium.
Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat dengan perawatan.
EKG dapat digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem di tingkat potasium.
 Bikarbonat.
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH yang rendah
(6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg) mencerminkan kompensasi
respiratorik (pernapasan kussmaul) terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi
badan keton (yang mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran
keton dalam darah dan urin. Gunakan tingkat ini dalam hubungannya dengan
kesenjangan anion untuk menilai derajat asidosis.
 Sel darah lengkap (CBC).
Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 / L) atau ditandai
pergeseran kiri mungkin menyarankan mendasari infeksi.
 Gas darah arteri (ABG).
pH sering <7.3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang pH measurements.
Brandenburg dan Dire menemukan bahwa pH pada tingkat gas darah vena pada
pasien dengan KAD adalah lebih rendah dari pH 0,03 pada ABG. Karena
perbedaan ini relatif dapat diandalkan dan bukan dari signifikansi klinis, hampir
tidak ada alasan untuk melakukan lebih menyakitkan ABG. Akhir CO2 pasang
surut telah dilaporkan sebagai cara untuk menilai asidosis juga.
 Keton.
Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu, ketonuria
dapat berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang mendasarinya.
 β-hidroksibutirat.
Serum atau hidroksibutirat β kapiler dapat digunakan untuk mengikuti respons
terhadap pengobatan. Tingkat yang lebih besar dari 0,5 mmol / L dianggap
normal, dan tingkat dari 3 mmol / L berkorelasi dengan kebutuhan untuk
ketoasidosis diabetik (KAD).
 Urinalisis (UA)
Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk mendeteksi infeksi
saluran kencing yang mendasari.
 Osmolalitas
Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 + BUN (mg / dL) /
2.8. Pasien dengan diabetes ketoasidosis yang berada dalam keadaan koma
biasanya memiliki osmolalitis > 330 mOsm / kg H2O. Jika osmolalitas kurang
dari > 330 mOsm / kg H2O ini, maka pasien jatuh pada kondisi koma.
 Fosfor
Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk, alkoholisme
kronis), maka tingkat fosfor serum harus ditentukan.
 Tingkat BUN meningkat.
Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.
 Kadar kreatinin
Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga dapat terjadi
pada dehirasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan kadar kreatinin dan
BUN serum yang terus berlanjut akan dijumpai pada pasien yang mengalami
insufisiensi renal.
Gambar 2: Pengobatan efektif kasus ketoasidosis diabetik yang hebat
(http://library.usu.ac.id, 2003)
Tabel 1. Sifat-sifat penting dari tiga bentuk dekompensasi (peruraian) metabolik pada
diabetes.

Diabetic Hyperosmolar
Asidosis
ketoacidosis non ketoticcoma
laktat
(KAD) (HONK)
Glukosa plasma Tinggi Sangat tinggi Bervariasi
Ketone Ada Tidak ada Bervariasi
Asidosis Sedang/hebat Tidak ada Hebat
Dehidrasi Dominan Dominan Bervariasi
Hiperventilasi Ada Tidak ada Ada
b. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik untuk ketoasidosis diabetik dapat dilakukan dengan cara:
 Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari
200mg/dl). Biasanya tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar
glukosa meningkat dibawah kondisi stress.
 Gula darah puasa normal atau diatas normal.
 Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
 Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
 Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat
menandakan ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas
pada terjadinya aterosklerosis.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Anamnesis :
• Riwayat DM
• Poliuria, Polidipsi
• Berhenti menyuntuk insulin
• Demam dan infeksi
• Nyeri perut, mual, mutah
• Penglihatan kabur
• Lemah dan sakit kepala
• Pemeriksan Fisik :
• Ortostatik hipotensi (sistole turun 20 mmHg atau lebih saat berdiri)
• Hipotensi, Syok
• Nafas bau aseton (bau manis seperti buah)
• Hiperventilasi : Kusmual (RR cepat, dalam)
• Kesadaran bisa CM, letargi atau koma
• Dehidrasi
1. Pengkajian gawat darurat :
a. Airways : kaji kepatenan jalan nafas pasien, ada tidaknya sputum
atau benda asing yang menghalangi jalan nafas
b. Breathing : kaji frekuensi nafas, bunyi nafas, ada tidaknya
penggunaan otot bantu pernafasan
c. Circulation : kaji nadi, capillary refill
2. Pengkajian head to toe
a. Data subyektif :
• Riwayat penyakit dahulu
• Riwayat penyakit sekarang
• Status metabolik : intake makanan yang melebihi kebutuhan kalori,
infeksi atau penyakit-penyakit akut lain, stress yang berhubungan
dengan faktor-faktor psikologis dan social, obat-obatan atau terapi lain
yang mempengaruhi glikosa darah, penghentian insulin atau obat anti
hiperglikemik oral.
b. Data Obyektif :
1. Aktivitas / Istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot
menurun, gangguan istrahat/tidur
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau aktifitas
Letargi/disorientasi, koma
2. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut, klaudikasi, kebas dan
kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang
lama, takikardia.
Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang
menurun/tidak ada, disritmia, krekels, distensi vena jugularis, kulit
panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung.
3. Integritas/ Ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi
Tanda : Ansietas, peka rangsang
4. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa
nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/berulang, nyeri
tekan abdomen, diare.
Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang
menjadi oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat), urin berkabut,
bau busuk (infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah
dan menurun, hiperaktif (diare)
5. Nutrisi/Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mematuhi diet,
peningkatan masukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan
lebih dari beberapa hari/minggu, haus, penggunaan diuretik (Thiazid)
Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek, kekakuan/distensi
abdomen, muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan
metabolik dengan peningkatan gula darah), bau halisitosis/manis, bau
buah (napas aseton)
6. Neurosensori
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan
pada otot, parestesi, gangguan penglihatan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut),
gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, refleks tendon
dalam menurun (koma), aktifitas kejang (tahap lanjut dari DKA).
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati
8. Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum
purulen (tergantung adanya infeksi/tidak)
Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen, frekuensi
pernapasan meningkat
9. Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda : Demam, diaphoresis, kulit rusak, lesi/ulserasi, menurunnya
kekuatan umum/rentang gerak, parestesia/paralisis otot termasuk otot-
otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam)
10. Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi)
Masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita
11. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke, hipertensi.
Penyembuhan yang lambat, penggunaan obat sepertii steroid, diuretik
(thiazid), dilantin dan fenobarbital (dapat meningkatkan kadar
glukosa darah). Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik sesuai
pesanan. Rencana pemulangan : Mungkin memerlukan bantuan dalam
pengaturan diet, pengobatan, perawatan diri, pemantauan terhadap
glukosa darah.

B. Diagnosa Prioritas
1) Kerusakan ventilasi spontan berhubungan dengan faktor metabolic
2) Pola napas tidak efektif berhubungan hiperventilasi
3) Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan volum aktif

C. Intervensi
1) Kerusakan ventilasi spontan berhubungan dengan factor metabolic
• Tujuan :
- Efektifnya jalan nafas
- Pengeluaran secret yang efektif
- Bebas dari dispnea
• Intervensi
- Kaji respon pergantian status pernafasan klien (ekspirasi-inspirasi)
- Monitor dispnea dan penurunan RR
- Kaji riwayat klien penyakit kronik pernafasan
- Suction apabila diperlukan
- Kolaborasi dengan klien dan keluarga untuk pemasangan intubasi dan
ventilator
- Kolaborasi pemberian analgesic dan sedative jika diperlukan
- Lakukan analisa gas darah, dan tidal volume
- Gunakan komunikasi efektif pada klien
- Jelaskan pada keluarga tentang keadaan klien yang mengalami dispnea,
atau gangguan paru
2) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan
• Tujuan :
- Pola nafas pasien kembali teratur.
- Respirasi rate pasien kembali normal.
- Pasien mudah untuk bernafas.
• Intervensi:
- Kaji status pernafasan dengan mendeteksi pulmonal.
- Berikan terapi fisik dada termasuk drainase postural.
- Penghisapan untuk pembuangan lendir.
- Identifikasi kemampuan dan berikan keyakinan dalam bernafas.
- Kolaborasi dalam pemberian farmakologi.
3) Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan volum aktif
• Tujuan :
- TTV dalam batas normal
- Pulse perifer dapat teraba
- Turgor kulit dan capillary refill baik
- Keseimbangan urin output
- Kadar elektrolit normal
• Intervensi
- Kaji riwayat durasi/intensitas mual, muntah dan berkemih berlebihan
- Monitor vital sign dan perubahan tekanan darah orthostatic
- Monitor perubahan respirasi: kussmaul, bau aceton
- Observasi kualitas nafas, penggunaan otot asesori dan cyanosis
- Observasi ouput dan kualitas urin.
- Timbang BB
- Pertahankan cairan 2500 ml/hari jika diindikasikan
- Ciptakan lingkungan yang nyaman, perhatikan perubahan emosional
- Catat hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen, muntah dan
distensi lambung
- Obsevasi adanya perasaan kelelahan yang meningkat, edema,
peningkatan BB, nadi tidak teratur dan adanya distensi pada vaskuler
• Kolaborasi:
a) Pemberian NS dengan atau tanpa dextrosa
b) Albumin, plasma, dextran
c) Pertahankan kateter terpasang
d) Pantau pemeriksaan lab :
o Hematokrit
o BUN/Kreatinin
o Osmolalitas darah
o Natrium
o Kalium
e) Berikan Kalium sesuai indikasi
f) Berikan bikarbonat jika pH <7,0
g) Pasang NGT dan lakukan penghisapan sesuai dengan indikasi
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan dan Saran


Diabetic ketoacidosis adalah kondisi medis darurat yang dapat mengancam jiwa
bila tidak ditangani secara tepat. lnsiden kondisi ini bisa terus meningkat, dan tingkat
mortalitas 1-2 persen telah dibuktikan sejak tahun 1970-an. Diabetic ketoacidosis paling
sering terjadi pada pasien penderita diabetes tipe 1 (yang pada mulanya disebut insulin-
dependent diabetes mellitus), akan tetapi keterjadiannya pada pasien penderita diabetes
tipe 2 (yang pada mulanya disebut non-insulin dependent diabetes mellitus), terutama
pasien kulit hitam yang gemuk adalah tidak sejarang yang diduga. Penanganan pasien
penderita Diabetic ketoacidosis adalah dengan memperoleh riwayat menyeluruh dan tepat
serta melaksanakan pemeriksaan fisik sebagai upaya untuk mengidentifikasi
kemungkinan faktor faktor pemicu. Pengobatan utama terhadap kondisi ini adalah
rehidrasi awal (dengan menggunakan isotonic saline) dengan pergantian potassium serta
terapi insulin dosis rendah. Penggunaan bikarbonate tidak direkomendasikan pada
kebanyakan pasien. Cerebral edema, sebagai salah satu dari komplikasi Diabetic
ketoacidosis yang paling langsung, lebih umum terjadi pada anak anak dan anak remaja
dibandingkan pada orang dewasa. Follow-up paisen secara kontinu dengan menggunakan
algoritma pengobatan dan flow sheets dapat membantu meminimumkan akibat
sebaliknya. Tindakan tindakan preventif adalah pendidikan pasien serta instruksi kepada
pasien untuk segera menghubungi dokter sejak dini selama terjadinya penyakit

Daftar Pustaka

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 4, jilid III. (2006). Jakarta: FKUI
Carpenito, Lynda Juall (2000), Buku saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta
Corwin, Elizaeth J. (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta:EGC
Hall, Jasse B., Schmitt, Gregors A.( 2007). Critical Care: Just The Facts. USA: Mc Graw-
Hill Companies inc
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medical Bedah; Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan. USA: Mosby
Morton, patricia Gonce dkk. (2005). Critical Care Nursing A Holistik Approach.8th ed.
USA: Lippincot

You might also like