You are on page 1of 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penemuan mycobacterium tuberculosis pada tahun 1882 oleh Robert

koch merupakan suatu momen yang sangat penting dalam penemuan dan

pengendalian penyakit tuberkulosis, walaupun penyakit ini sudah dikenal

sejak 8000 tahun sebelum tahun Masehi. Penemuan ini jelas merupakan pilar

yang amat penting yang mengubah perjalanan kehidupan dan dunia kesehatan

selanjutnya. Tuberkulosis Paru (TB Paru) telah dikenal hampir di seluruh

dunia, sebagai penyakit kronis yang dapat menurunkan daya tahan fisik

penderitanya secara serius.

Hal ini disebabkan oleh terjadinya kerusakan jaringan paru yang bersifat

permanen. Di samping proses destruksi terjadi pula secara simultan proses

restorasi atau penyembuhan jaringan paru sehingga terjadi perubahan

structural yang bersifat menetap serta bervariasi yang menyebabkan berbagai

macam kelainan faal paru (supardi 2006). Di indonesia penyakit ini sudah

lama ada, dapat diketahui dari salah satu relief dicandi borobudur yang

tampaknya menggambarkan suatu kasus tuberkulosis. Berarti pada masa itu

(tahun 750 sesudah masehi) orang sudah mengenal penyakit ini ada diantara

mereka (Situmeah,2004).

Indonesia berada pada tingkat ke-3 terbesar didunia dalam jumlah

penderita Tuberkulosis(TB), setelah India dan Cina. Di dunia diperkirakan

penyakit ini dapat menyebabkan kematian kurang lebih 8.000 orang per hari

terdaftar hampir 400 kematian yang berhubungan dengan TB setiap harinya,

1
atau 140.000 per tahun, dan kurang lebih ¼ juta penduduk diduga terinfeksi

TB setiap tahun (Jakarta Pos, 2016).

Penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang

penyebarannya sangat mudah sekali, yaitu melalui batuk, bersin dan

berbicara. Untuk mengurangi bertambahnya TB paru dan masalah yang

ditimbulkan oleh penyakit TB paru, perlu dilakukan penanganan awal yang

dapat dilakukan adalah dilingkungan keluarga. Penyebaran penyakit

tuberkulosis paru yang sangat mudah ini, sangat rentan pada keluarga yang

anggota keluarganya sedang menderita penyakit tersebut. Penyakit dapat

menular pada anggota keluarga yang lain. Oleh karena itu, penyakit

tuberkulosis harus mendapat penanganan yang tepat karena penyakit ini

menyerang tidak memandang kelompok usia produktif, kelompok ekonomi

lemah dan berpendidikan rendah. Penyakit TB paru lebih banyak ditemukan

di daerah miskin. Karena faktor lingkungan yang kurang mendukung menjadi

penyebab TB paru.

Beberapa faktor yang erat hubunganya dengan terjadinya infeksi basil

tuberkulosis yaitu adanya sumber penularan, jumlah basil yang cukup banyak

dan terus menerus memapar calon penderita, virulensi keganasan basil serta

daya tahan tubuh dimana daya tahan tubuh ini mempunyai hubungan erat

dengan faktor lingkungan, misalnya perumahan dan pekerjaan, faktor

imunologis. Keadaan penyakit yang memudahkan infeksi seperti diabetes

militus dan campak serta faktor genetik. Melihat fenomena pada penyakit Tb

paru seperti yang tersebut diatas penulis merencanakan asuhan keperawatan

pada pasien dengan tuberculosis paru untuk mengetahui bagaimana

2
merencanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan Tb paru dengan baik

dan benar.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana konsep dasar dari Tuberculosis Paru?

2. Bagaimana asuhan keperawatan terhadap kasus tuberculosis paru?

C. TUJUAN

1. Untuk memenuhi konsep dari tuberculosis paru.

2. Untuk memenuhi asuhan keperawatan dan tindakan keperawatan

terhadap klien penderita tuberculosis paru

D. MANFAAT

Mahasiswa dapat memahami konsep dasar Tuberculosis Paru mulai dari

pengertian, patofisiologi, manifestasi klinis hingga penatalaksanaan sesuai

dengan asuhan keperawatan

3
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. PENGERTIAN

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang

penyakit parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002). Tuberkulosis adalah

suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai

oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit

ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain

(Santa, dkk, 2009). Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang

disebabkan oleh kuman TB (Myobacterium tuberculosis). Sebagian besar

kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh

lainnya. (Depkes RI, 2007).

Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang

disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tubercolosis. Bakteri ini lebih sering

menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain dari tubuh manusia,

sehingga selama ini kasus tuberkulosis yang sering terjadi di Indonesia adalah

kasus tuberkulosis paru/TB Paru (Indriani et al., 2005). Penyakit tuberculosis

biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan

bakteri Mycobacterium Tubercolosis yang dilepaskan pada saat penderita

batuk. Selain manusia, satwa juga dapat terinfeksi dan menularkan penyakit

tuberkulosis kepada manusia melalui kotorannya (Wiwid, 2005).

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang

parenkim paru Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya,

4
termasuk meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe. (Suzanne C. Smeltzer &

Brenda G. Bare, 2002

B. KLASIFIKASI PENYAKIT DAN TIPE PASIEN

Menurut Depkes (2006), klasifikasi penyakit TB dan tipe pasien digolongkan:

1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:

a. Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang

menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput

paru) dan kelenjar pada hilus.

b. Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh

lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung

(pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,

saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada

TB Paru:

a. Tuberkulosis paru BTA positif.

 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA

positif.

 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada

menunjukkan gambaran tuberkulosis.

 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB

positif.

5
 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen

dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif

dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

b. Tuberkulosis paru BTA negative

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.

Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:

 Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative

 Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.

 Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

 Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

3. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit

a. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat

keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat

bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru

yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum

pasien buruk.

b. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan

penyakitnya, yaitu:

 TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis

eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan

kelenjar adrenal.

 TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis,

peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB

usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.

6
4. Tipe Pasien

Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada

beberapa tipe pasien yaitu:

a. Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah

pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

b. Kasus kambuh (Relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat

pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau

pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan

atau kultur).

c. Kasus setelah putus berobat (Default )

Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih

dengan BTA positif.

d. Kasus setelah gagal (failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau

kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama

pengobatan.

e. Kasus Pindahan (Transfer In)

Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB

lain untuk melanjutkan pengobatannya.

f. Kasus lain :

7
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam

kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil

pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

C. ETIOLOGI

Penyebab tuberkulosis adalah Myobacterium tuberculosae, sejenis

kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-

0,6/Um. Tergolong dalam kuman Myobacterium tuberculosae

complex adalah:

a. M. Tuberculosae

b. Varian Asian

c. Varian African I

d. Varian African II

e. M. bovis.

Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang

membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut

bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia

dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan

dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena

kuman bersifat dormant, tertidur lama selama bertahun-tahun dan dapat

bangkit kembali menjadikan tuberkulosis aktif lagi. Di dalam jaringan, kuman

hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag.

Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena

banyak mengandung lipid (Asril Bahar,2001).

8
Cara penularan TB (Depkes, 2006)

a. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.

b. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam

bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan

sekitar 3000 percikan dahak.

c. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada

dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,

sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan

dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan

lembab.

d. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang

dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil

pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.

e. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh

konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

D. PATOFISIOLOGI

Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran

pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis

terjadi melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi droplet yang

mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang

terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan tempat masuk utama jenis bovin,

yang penyebarannya melalui susu yang terkontaminasi.

9
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas

perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya

sel T) adalah sel imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal,

melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan

limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas (lambat)

Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan

seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang

mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri

dari sel epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon berbeda. Jaringan

granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan

membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru

dinamakan fokus Gohn dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening

regional dan lesi primer dinamakan kompleks Gohn respon lain yang dapat

terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas

kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang

dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan

trakeobronkhial. Proses ini dapat akan terulang kembali ke bagian lain dari

paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus.

Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan

meninggalkan jaringan parut bila peradangan mereda lumen bronkus dapat

menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan

rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat

mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan

perkejuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas keadaan ini

10
dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan

dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat

menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos

dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil

dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini

dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri.

Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya

menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak

pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskular

dan tersebar ke organ-organ tubuh.

11
PATWAY TBC

12
E. MANIFESTASI KLINIS

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu

atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak

bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan

menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa

kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan (Depkes, 2006).

Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam

atau malah banyak pasien ditemikan Tb paru tanpa keluhan sama sekali

dalam pemeriksaan kesehatan. Gejala tambahan yang sering dijumpai (Asril

Bahar. 2001):

1. Demam

2. Batuk/Batuk Darah

3. Sesak Napas

4. Nyeri Dada

5. Malaise

F. KOMPLIKASI

Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2005) :

1. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat

mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya

jalan nafas.

2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.

3. Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan

jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.

13
4. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps

spontan karena kerusakan jaringan paru.

5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan

sebagainya.

6. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Diagnosis TB menurut Depkes (2006):

1. Diagnosis TB paru

a. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari,

yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).

b. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan

ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional,

penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan

diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji

kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang

sesuai dengan indikasinya.

c. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan

foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang

khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.

d. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas

penyakit.

e. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB

paru.

14
2. Diagnosis TB ekstra paru.

a. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku

kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis),

pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan

deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan

lainlainnya.

b. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja

dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif)

dengan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan

diagnosis tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan

dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi,

patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.

Diagnosis TB menurut Asril Bahar (2001):

1. Pemeriksaan Radiologis

2. Pemeriksaan Laboratorium

 Darah

 Sputum

 Tes Tuberkulin

15
H. PENATALAKSANAAN

1. Tujuan Pengobatan

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah

kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan

mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.

2. Prinsip pengobatan

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai

berikut:

a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,

dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori

pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi) . Pemakaian

OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT – KDT) lebih menguntungkan

dan sangat dianjurkan.

b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan

pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh

seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan

lanjutan.

1. Tahap awal (intensif)

 Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari

dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah

terjadinya resistensi obat.

16
 Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara

tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular

dalam kurun waktu 2 minggu.

 Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif

(konversi) dalam 2 bulan.

2. Tahap Lanjutan

 Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih

sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama

 Tahap lanjutan penting untuk membunuh

kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan

3. Jenis, sifat dan dosis OAT

17
4. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia

a. Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia:

 Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.

 Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.

Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan

(HRZE)

 Kategori Anak: 2HRZ/4HR

b. Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk

paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan

kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT

kombipak.

c. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam

satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan

ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.

d. Paket Kombipak.

Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu

Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT ini

disediakan program untuk mengatasi pasien yang mengalami efek

samping OAT KDT.

Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan

untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan

(kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu

(1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.

18
e. KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:

1. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga

menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping.

2. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko

terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan

penulisan resep

3. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian

obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien

5. Pengobatan secara tradisional

Secara tradisional beberapa jenis bahan alami yang tersedia disekitar kita,

dapat dijadikan sebagai obat alami untuk menyembuhkan penyakit TB

Paru. Berikut jenis obat-obat tradisional dan cara menggunakan bahan

alami sebagai obat TBC:

a. Daun legundi

Cara menggunakannya :

Rebus 3/5 genggam daun legundi, bersama 3 gelas air. Tunggu

hingga airnya tersisa ¾ gelas saja. Tambahkan madu murni,

kemudian minum ramuan ini setelah disaring dan airnya dingin.

Minum 3 kali sehari.

19
b. Getah bambu tali

Getah bambu yang diperoleh dari pohon bambu secara empiris

diyakini mampu mengobati berbagai jenis batuk. Pengobatan

dilakukan selama kurang lebih enam bulan. Tanaman ini banyak

tumbuh di Korea dan China.

Cara menggunakannya :

 Getah umbi bambu tali

Pilih bambu tali yang umurnya tidak terlalu tua maupun muda,

potong pucuk bambu tersebut, kemudian bungkus dengan plastik,

lakukan cara ini saat sore hari, selanjutnya ambil getah bambu

saat matahari bersinar di pagi hari. Minum 3 gelas airnya setiap

hari.

 Umbi bambu tali

Rebus 6 -12 gram umbi bambu tali yang sudah kering, bersama

1,5 gelas air, minum di pagi dan sore hari dalam keadaan hangat.

c. Biji Pronowijo

20
Cara menggunakannya :

Seduh ¾ sendok teh bubuk biji pronowijo bersama ½ cangkir air

panas, tambahkan 1 sendok makan madu murni, minum selagi hangat

3 kali sehari.

d. Bunga tembelekan

Cara menggunakannya :

Ambil 6-10 gram bunga tebelekan bersama 3 gelas air, biarkan

mendidih dan airnya tersisa setengah bagian dari semula, dinginkan

dan saring, kemudian minum untuk 3 kali dalam sehari.

e. Kembang sepatu

Cara menggunakannya :

Cuci 3 kuntum bunga sepatu, kemudian tumbuk hingga lembut,

tambahkan ½ cangkir air masak, kemudian peras dan saring, campur

airnya dengan 1 sendok makan madu murni, minum 3 kali sehari

21
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Pengumpulan data

a. Identitas klien

Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin,

tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi

menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang

dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan

penderita TB paru yang lain.

b. Riwayat penyakit sekarang

Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit

yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri

dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan

meningkat mendorong penderita untuk mencari pengonbatan.

c. Riwayat penyakit dahulu

Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh

penderita yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara

lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.

d. Riwayat penyakit keluarga

Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang

menderita penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan

penularannya.

e. Riwayat psikososial

Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan

sanitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk

22
dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru

yang lain

f. Pola fungsi kesehatan

1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang

berdesak – desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi

udara dan tinggal dirumah yang sumpek.

2) Pola nutrisi dan metabolic

Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu

makan menurun.

3) Pola eliminasi

Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam

miksi maupun defekasi

4) Pola aktivitas dan latihan

Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan

menganggu aktivitas

5) Pola tidur dan istirahat

Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB

paru mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan

istirahat.

6) Pola hubungan dan peran

Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena

penyakit menular.

7) Pola sensori dan kognitif

23
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan

pendengaran) tidak ada gangguan.

8) Pola persepsi dan konsep diri

Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan

emosi dan rasa kawatir klien tentang penyakitnya.

9) Pola reproduksi dan seksual

Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan

berubah karena kelemahan dan nyeri dada.

10) Pola penanggulangan stress

Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan

mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan

penolakan terhadap pengobatan.

11) Pola tata nilai dan kepercayaan

Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan

terganggunya aktifitas ibadah klien.

g. Pemeriksaan fisik

Berdasarkan sistem – sistem tubuh

1) Sistem integument

Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit

menurun

2) Sistem pernapasan

 Inspeksi : adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma,

pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah.

24
 Palpasi : Fremitus suara meningkat.

 Perkusi : Suara ketok redup.

 Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki

basah, kasar dan yang nyaring.

3) Sistem pengindraan

Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan

4) Sistem kordiovaskuler

Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.

5) Sistem gastrointestinal

Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.

6) Sistem musculoskeletal

Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur

dan keadaan sehari – hari yang kurang meyenangkan.

7) Sistem neurologis

Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456

8) Sistem genetalia

Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia

25
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret

kental atau sekret darah

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran

alveoler-kapiler

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan anoreksia

4. Nyeri Akut berhubungan dengan nyeri dada pleuritis

5. Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi

26
K. RENCANA KEPERAWATAN

TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI


NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
(NOC) (NIC)
1 Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif NOC : NIC :
 Respiratory status : Ventilation Airway suction
Definisi : Ketidakmampuan untuk  Respiratory status : Airway patency 1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal
membersihkan sekresi atau obstruksi  Aspiration Control suctioning
dari saluran pernafasan untuk Kriteria Hasil : 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan
mempertahankan kebersihan jalan nafas. 1. Mendemonstrasikan batuk efektif sesudah suctioning.
dan suara nafas yang bersih, tidak 3. Informasikan pada klien dan keluarga
Batasan Karakteristik : ada sianosis dan dyspneu (mampu tentang suctioning
 Dispneu, Penurunan suara nafas mengeluarkan sputum, mampu 4. Minta klien nafas dalam sebelum suction
 Orthopneu bernafas dengan mudah, tidak ada dilakukan.
 Cyanosis pursed lips) 5. Berikan O2 dengan menggunakan nasal
 Kelainan suara nafas (rales, 2. Menunjukkan jalan nafas yang untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal
wheezing) paten (klien tidak merasa tercekik, 6. Gunakan alat yang steril sitiap melakukan
 Kesulitan berbicara irama nafas, frekuensi pernafasan tindakan
 Batuk, tidak efekotif atau tidak ada dalam rentang normal, tidak ada 7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas
dalam setelah kateter dikeluarkan dari
 Mata melebar suara nafas abnormal)
3. Mampu mengidentifikasikan dan nasotrakeal
 Produksi sputum
mencegah factor yang dapat 8. Monitor status oksigen pasien
 Gelisah 9. Ajarkan keluarga bagaimana cara
menghambat jalan nafas
 Perubahan frekuensi dan irama nafas melakukan suksion
10. Hentikan suksion dan berikan oksigen

27
Faktor-faktor yang berhubungan: apabila pasien menunjukkan bradikardi,
 Lingkungan : merokok, menghirup peningkatan saturasi O2, dll.
asap rokok, perokok pasif-POK,
infeksi Airway Management
 Fisiologis : disfungsi 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
neuromuskular, hiperplasia dinding atau jaw thrust bila perlu
bronkus, alergi jalan nafas, asma. 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
 Obstruksi jalan nafas : spasme jalan ventilasi
nafas, sekresi tertahan, banyaknya 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan
mukus, adanya jalan nafas buatan, alat jalan nafas buatan
sekresi bronkus, adanya eksudat di 4. Pasang mayo bila perlu
alveolus, adanya benda asing di 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
jalan nafas. 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan
8. Lakukan suction pada mayo
9. Berikan bronkodilator bila perlu
10. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
Lembab
11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2
2. Gangguan Pertukaran gas NOC : NIC :
 Respiratory Status : Gas exchange Airway Management
Definisi : Kelebihan atau kekurangan  Respiratory Status : ventilation 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
dalam oksigenasi dan atau pengeluaran  Vital Sign Status atau jaw thrust bila perlu

28
karbondioksida di dalam membran Kriteria Hasil : 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
kapiler alveoli 1. Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi
ventilasi dan oksigenasi yang 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan
Batasan karakteristik : adekuat alat jalan nafas buatan
 Gangguan penglihatan 2. Memelihara kebersihan paru paru 4. Pasang mayo bila perlu
 Penurunan CO2 dan bebas dari tanda tanda distress 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 Takikardi pernafasan 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
 Hiperkapnia 3. Mendemonstrasikan batuk efektif 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
 Keletihan dan suara nafas yang bersih, tidak tambahan
 Samnolen ada sianosis dan dyspneu (mampu 8. Lakukan suction pada mayo
mengeluarkan sputum, mampu 9. Berikan bronkodilator bial perlu
 Iritabilitas
bernafas dengan mudah, tidak ada 10. Barikan pelembab udara
 Hypoxia
pursed lips) 11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
 Kebingungan 4. Tanda tanda vital dalam rentang keseimbangan.
 Dyspnoe normal 12. Monitor respirasi dan status O2
 Nasal faring
 AGD Normal Respiratory Monitoring
 Sianosis 1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan
 Warna kulit abnormal (pucat, usaha respirasi
kehitaman) 2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
 Hipoksemia penggunaan otot tambahan, retraksi otot
 Hiperkarbia supraclavicular dan intercostal
 Sakit kepala ketika bangun 3. Monitor suara nafas, seperti dengkur
 Frekuensi dan kedalaman nafas 4. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
abnormal kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes,
biot

29
Faktor faktor yang berhubungan : 5. Catat lokasi trakea
 Ketidakseimbangan perfusi ventilasi 6. Monitor kelelahan otot diagfragma
 Perubahan membran kapiler-alveolar (gerakan paradoksis)
7. Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada
jalan napas utama
9. Auskultasi suara paru setelah tindakan
untuk mengetahui hasilnya

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari NOC : NIC :


kebutuhan tubuh  Nutritional Status : food and Fluid Nutrition Management
Intake 1. Kaji adanya alergi makanan
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup Kriteria Hasil : 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
untuk keperluan metabolisme tubuh. 1. Adanya peningkatan berat badan menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
sesuai dengan tujuan dibutuhkan pasien.
Batasan karakteristik : 2. Berat badan ideal sesuai dengan 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
 Berat badan 20 % atau lebih di bawah tinggi badan intake Fe
ideal 3. Mampu mengidentifikasi 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
 Dilaporkan adanya intake makanan kebutuhan nutrisi protein dan vitamin C
yang kurang dari RDA (Recomended 4. Tidak ada tanda tanda malnutrisi 5. Berikan substansi gula
Daily Allowance) 5. Tidak terjadi penurunan berat 6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung
 Membran mukosa dan konjungtiva badan yang berarti tinggi serat untuk mencegah konstipasi
pucat 7. Berikan makanan yang terpilih ( sudah

30
 Kelemahan otot yang digunakan dikonsultasikan dengan ahli gizi)
untuk menelan/mengunyah 8. Ajarkan pasien bagaimana membuat
 Luka, inflamasi pada rongga mulut catatan makanan harian.
 Mudah merasa kenyang, sesaat 9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
setelah mengunyah makanan kalori
 Dilaporkan atau fakta adanya 10. Berikan informasi tentang kebutuhan
kekurangan makanan nutrisi
 Dilaporkan adanya perubahan sensasi 11. Kaji kemampuan pasien untuk
rasa mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
 Perasaan ketidakmampuan untuk
mengunyah makanan Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas normal
 Miskonsepsi
2. Monitor adanya penurunan berat badan
 Kehilangan BB dengan makanan
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang
cukup
biasa dilakukan
 Keengganan untuk makan 4. Monitor interaksi anak atau orangtua
 Kram pada abdomen selama makan
 Tonus otot jelek 5. Monitor lingkungan selama makan
 Nyeri abdominal dengan atau tanpa 6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
patologi selama jam makan
 Kurang berminat terhadap makanan 7. Monitor kulit kering dan perubahan
 Pembuluh darah kapiler mulai rapuh pigmentasi
 Diare dan atau steatorrhea 8. Monitor turgor kulit
 Kehilangan rambut yang cukup 9. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan
banyak (rontok) mudah patah
 Suara usus hiperaktif 10. Monitor mual dan muntah

31
 Kurangnya informasi, misinformasi 11. Monitor kadar albumin, total protein, Hb,
dan kadar Ht
Faktor-faktor yang berhubungan : 12. Monitor makanan kesukaan
Ketidakmampuan pemasukan atau 13. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
mencerna makanan atau mengabsorpsi 14. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
zat-zat gizi berhubungan dengan faktor jaringan konjungtiva
biologis, psikologis atau ekonomi. 15. Monitor kalori dan intake nuntrisi
16. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas oral.
17. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet

4. Hipertermia NOC : NIC :


Thermoregulation Fever treatment
Definisi : suhu tubuh naik diatas rentang Kriteria Hasil : 1. Monitor suhu sesering mungkin
normal 1. Suhu tubuh dalam rentang normal 2. Monitor IWL
2. Nadi dan RR dalam rentang normal 3. Monitor warna dan suhu kulit
Batasan Karakteristik: 3. Tidak ada perubahan warna kulit 4. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
 kenaikan suhu tubuh diatas rentang dan tidak ada pusing, merasa 5. Monitor penurunan tingkat kesadaran
normal nyaman 6. Monitor WBC, Hb, dan Hct
 serangan atau konvulsi (kejang) 7. Monitor intake dan output
 kulit kemerahan 8. Berikan anti piretik
 pertambahan RR 9. Berikan pengobatan untuk mengatasi
 takikardi penyebab demam
 saat disentuh tangan terasa hangat 10. Selimuti pasien
11. Lakukan tapid sponge
Faktor faktor yang berhubungan : 12. Berikan cairan intravena

32
- penyakit/ trauma 13. Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
- peningkatan metabolisme 14. Tingkatkan sirkulasi udara
- aktivitas yang berlebih 15. Berikan pengobatan untuk mencegah
- pengaruh medikasi/anastesi terjadinya menggigil
- ketidakmampuan/penurunan
kemampuan untuk berkeringat Temperature regulation
- terpapar dilingkungan panas 1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
- dehidrasi 2. Rencanakan monitoring suhu secara
- pakaian yang tidak tepat kontinyu
3. Monitor TD, nadi, dan RR
4. Monitor warna dan suhu kulit
5. Monitor tanda-tanda hipertermi dan
hipotermi
6. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
7. Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
8. Ajarkan pada pasien cara mencegah
keletihan akibat panas
9. Diskusikan tentang pentingnya pengaturan
suhu dan kemungkinan efek negatif dari
kedinginan
10. Beritahukan tentang indikasi terjadinya
keletihan dan penanganan emergency yang
diperlukan
11. Ajarkan indikasi dari hipotermi dan
penanganan yang diperlukan

33
12. Berikan anti piretik jika perlu

Vital sign Monitoring


1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk,
atau berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama,
dan setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi
yang melebar, bradikardi, peningkatan
sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari perubahan vital
sign

34
5. Nyeri NOC : NIC :
Pain Level, Pain Management
Definisi : Pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
Sensori yang tidak menyenangkan dan Comfort level komprehensif termasuk lokasi,
pengalaman emosional yang muncul Kriteria Hasil : karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
secara aktual atau potensial kerusakan 1. Mampu mengontrol nyeri (tahu faktor presipitasi
jaringan atau menggambarkan adanya penyebab nyeri, mampu 2. Observasi reaksi nonverbal dari
kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri menggunakan tehnik ketidaknyamanan
Internasional): serangan mendadak atau nonfarmakologi untuk mengurangi 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
pelan intensitasnya dari ringan sampai nyeri, mencari bantuan) untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
berat yang dapat diantisipasi dengan 2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang 4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon
akhir yang dapat diprediksi dan dengan dengan menggunakan manajemen nyeri
durasi kurang dari 6 bulan. nyeri 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
3. Mampu mengenali nyeri (skala, 6. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan
Batasan karakteristik : intensitas, frekuensi dan tanda lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
 Laporan secara verbal atau non verbal nyeri) masa lampau
 Fakta dari observasi 4. Menyatakan rasa nyaman setelah 7. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari
 Posisi antalgic untuk menghindari nyeri berkurang dan menemukan dukungan
nyeri 5. Tanda vital dalam rentang normal 8. Kontrol lingkungan yang dapat
 Gerakan melindungi mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
 Tingkah laku berhati-hati pencahayaan dan kebisingan
 Muka topeng 9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
 Gangguan tidur (mata sayu, tampak
(farmakologi, non farmakologi dan inter
capek, sulit atau gerakan kacau,
personal)
menyeringai)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
 Terfokus pada diri sendiri

35
 Fokus menyempit (penurunan menentukan intervensi
persepsi waktu, kerusakan proses 12. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
berpikir, penurunan interaksi dengan 13. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
orang dan lingkungan) 14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
 Tingkah laku distraksi, contoh : jalan- 15. Tingkatkan istirahat
jalan, menemui orang lain dan/atau 16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada
aktivitas, aktivitas berulang-ulang) keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
 Respon autonom (seperti diaphoresis, 17. Monitor penerimaan pasien tentang
perubahan tekanan darah, perubahan manajemen nyeri
nafas, nadi dan dilatasi pupil)
 Perubahan autonomic dalam tonus Analgesic Administration
otot (mungkin dalam rentang dari 1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
lemah ke kaku) derajat nyeri sebelum pemberian obat
 Tingkah laku ekspresif (contoh : 2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
gelisah, merintih, menangis, waspada, dosis, dan frekuensi
iritabel, nafas panjang/berkeluh 3. Cek riwayat alergi
kesah) 4. Pilih analgesik yang diperlukan atau
 Perubahan dalam nafsu makan dan kombinasi dari analgesik ketika pemberian
minum lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe
Faktor yang berhubungan : dan beratnya nyeri
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, 6. Tentukan analgesik pilihan, rute
psikologis) pemberian, dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah

36
pemberian analgesik pertama kali
9. Berikan analgesik tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
10. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)

37
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Tuberculosis paru-paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang

parenkim paru-paru yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis. Penyakit ini dapat juga menyebar ke bagian tubuh lain seperti

meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Irman Somantri, 2008).

Pada pemeriksaan fisik dengan penderita TB Paru dapat ditemukan

tanda-tanda :

1. Tanda-tanda infiltrate (redup, bronchial, ronki basah, dan lain-lain)

2. Tanda-tanda penarikkan paru, diafragma, dan mediatinum.

3. Secret di saluran napas dan ronkhi.

4. Suara napas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung

dengan bronkus.

Keluhan utama yang sering terjadi pada penderita TB Paru yaitu Keluhan

respiratorik, meliputi batuk, batuk darah, sesak napas, nyeri dada. Keluhan

sistemis, meliputi demam, hilang timbul, dan keluahan sistemis lainnya

seperti anoreksia, penurunan BB, malaise, dan keringat malam.

Penulis mengharapkan agar masyarakat dapat mengenal penyakit TBC,

yaitu dengan cara :

a. Selalu berusaha mengurangi kontak dengan penderita TBC paru aktif.

b. Selalu menjaga standar hidup yang baik.

c. Mengkonsumsi makanan yang bernilai gizi tinggi

d. Menjaga lingkungan selalu sehat baik itu di rumah maupun di kantor

38
e. Menjaga kebugaran tubuh dengan cara berolah raga

f. Pemberian vaksin BCG kepada semua balita , yang bertujuan untuk

mencegah terjadinya kasus infeksi TBC yang lebih berat

B. SARAN

Saran penulis mengharapkan agar kita sebagai masyarakat untuk

menjaga, memelihara dan menanam tanaman-tanaman untuk penyakit TBC

yang memiliki khasiat dalam penyembuhan penyakit tersebut, karena

tanaman-tanaman obat tradisional TBC tidak kalah lebih baik dari obat-obat

sintetik yang sekarang..

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8

vol 3. Jakarta: EGC

2. Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik

Klinis, edisi 6. Jakarta: EGC

3. Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis. Depkes RI : Jakarta.

5. Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second

Edition. New Jersey: Upper Saddle River

6. Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta:

Media Aesculapius

7. Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC)

Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River

8. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalamedisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.

9. Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-

2006. Jakarta: Prima Medika

10. Tambayong, J. 2003. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta.

11. http:/tradisional-obat.blogspot.com/2017/03/cara-obati-tbc-paru-

tradisional-medis.html diakses tanggal 05 Februari 2019 pukul 15.00 WIB

40

You might also like