You are on page 1of 22

Bagaimana Proses Penyembuhan Luka?

Luka dapat sembuh dengan sendirinya melalui perawatan secara mandiri di rumah. Perawatan luka
secara mandiri bisa dilakukan jika luka tidak terlalu dalam, tidak berada di bagian tubuh berbahaya,
misalnya di wajah, dan pendarahan berhenti dalam waktu singkat atau sekitar 10 menit saja.

Proses penyembuhan luka membutuhkan beberapa tahap, yaitu:

Tahap inflamasi atau peradangan

Pada tahap awal proses penyembuhan luka, pembuluh darah akan menyempit untuk menghentikan
pendarahan. Trombosit (sel yang berperan dalam pembekuan darah) menggumpal di area luka. Setelah
pembekuan selesai, pembuluh darah akan melebar untuk mengalirkan darah ke area luka. Inilah alasan
mengapa luka terasa hangat, membengkak, dan kemerahan.

Kemudian, sel darah putih membanjiri daerah tersebut untuk mencegah infeksi, dengan cara
menghancurkan bakteri dan mikroba lainnya. Sel darah putih juga memproduksi senyawa kimia yang
membantu memperbaiki jaringan yang rusak. Selanjutnya sel-sel kulit yang baru tumbuh sehingga
menutup area luka.

Tahap fibroblastik

Tahap ini merupakan tahap pembentukan jaringan parut setelah luka. Pada tahap penyembuhan luka ini,
kolagen mulai tumbuh di dalam luka. Kolagen merupakan serat protein yang memberi kulit kekuatan.
Keberadaan kolagen mendorong tepi luka untuk menyusut dan menutup. Selanjutnya, pembuluh darah
kecil (kapiler) terbentuk di luka untuk memberi asupan darah pada kulit yang baru terbentuk.

Tahap pematangan

Produksi kolagen terus bertambah sehingga jaringan yang rusak pulih perlahan-lahan. Proses
pematangan bisa mktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Inilah mengapa semakin lama bekas
luka semakin memudar.

Setelah jaringan yang rusak benar-benar pulih, kulit akan menjadi sama kuatnya seperti sebelum
mengalami luka. Meski demikian, penampilan kulit bekas luka mungkin berbeda dengan kulit normal. Hal
ini karena kulit tersusun atas dua protein, yakni kolagen yang memberi kekuatan kulit, dan elastin yang
memberi kelenturan kulit. Pada bekas luka, kulit tidak dapat memproduksi elastin baru, sehingga bekas
luka seluruhnya terbuat dari kolagen. Kulit pada bekas luka ini kuat, namun kurang lentur daripada kulit
di sekitarnya.
Kondisi-kondisi Tertentu yang Menyebabkan Luka Sulit Sembuh

Ada beberapa kondisi yang menyebabkan luka sulit sembuh yaitu:

Pendarahan

Pendarahan membuat luka sulit menutup, sehingga sulit sembuh.

Benda asing

Benda asing, termasuk jaringan kulit mati, menghambat proses penyembuhan luka. Luka yang kotor juga
rentan terserang infeksi kuman sehingga proses penyembuhan luka bisa terganggu. Oleh karenanya,
sangat penting untuk membersihkan luka dan merawat luka dengan benar.

Gesekan

Gesekan luka dengan baju bisa memperparah kondisinya. Disarankan untuk mengenakan pakaian
berbahan lembut dan menutup luka untuk menghindari gesekan.

Usia

Luka cenderung lebih lama sembuh pada orang lanjut usia.

Kekurangan nutrisi

Kekurangan nutrisi seperti vitamin C, protein, dan zat besi, dapat menghambat proses penyembuhan
luka.

Merokok

Penelitian menunjukkan bahwa proses penyembuhan luka pada perokok jauh lebih lama dan tidak
sempurna dibandingkan orang yang tidak merokok. Hal ini diduga berkaitan dengan efek merokok yang
dapat mengganggu kinerja sel darah putih dan mengganggu aliran darah, serta tingginya kadar racun
dalam darah.

Stres

Stres fisik maupun psikologis terbukti dapat berpengaruh pada terhambatnya proses penyembuhan luka.
Hal ini diduga berkaitan dengan efek stres terhadap rendahnya jumlah oksigen dalam darah sehingga
proses penyembuhan luka menjadi lebih lama. Saat mengalami stres, seseorang juga lebih mungkin
untuk menjalani perilaku tidak sehat, seperti merokok dan mengonsumsi alkohol berlebih, sehingga
turut berdampak pada penyembuhan luka.

Pengobatan
Luka pada pasien yang menjalani prosedur cuci darah, kemoterapi, pengobatan dengan kortikosteroid
atau obat pengencer darah, cenderung lebih sulit sembuh.

Penyakit

Proses penyembuhan luka sangat dipengaruhi oleh aliran darah dan peran sel darah putih sebagai bagian
dari sistem daya tahan tubuh. Penyakit yang berkaitan dengan darah, seperti anemia dan penyakit
pembuluh darah, dapat menurunkan suplai darah ke jaringan luka sehingga memperlambat proses
pemulihan.

Diabetes juga merupakan salah satu kondisi yang menyebabkan luka sulit sembuh. Luka pada penderita
diabetes cenderung lebih sulit sembuh. Bahkan luka kecil pun dapat memburuk dengan cepat dan
menjadi infeksi berbahaya jika tidak segera diobati. Luka di kaki adalah luka yang paling umum terjadi
pada penderita diabetes. Pada kasus yang sudah parah, tindakan amputasi kaki harus dilakukan agar
infeksi tidak menyebar.

Proses penyembuhan luka yang lambat disebabkan oleh kadar gula darah yang tinggi. Gula darah yang
terlalu tinggi akan menurunkan aliran darah, menghambat sel mendapatkan nutrisi dan oksigen,
mengganggu sistem imun, serta meningkatkan risiko peradangan. Kondisi ini tentunya akan menghambat
proses pemulihan luka.

Waktu yang dibutuhkan luka untuk benar-benar pulih tergantung pada kondisi luka. Semakin besar,
dalam, dan kotor kondisi luka, semakin lama pula proses penyembuhannya. Jika mengalami luka yang
serius atau pendarahan pada luka yang tidak kunjung berhenti, Anda harus meminta bantuan dari dokter
atau tenaga kesehatan dan menjalani perawatan luka di rumah sakit.

Terakhir diperbarui: 26 Juni 2018

avabowo

Ava Nafiza Wibowo


Des '17

Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks karena berbagai kegiatan bio-seluler, bio-
kimia terjadi berkesinambungan. Penggabungan respons vaskuler, aktivitas seluler dan terbentuknya
bahan kimia sebagai substansi mediator di daerah luka merupakan komponen yang saling terkait pada
proses penyembuhan luka. Proses ini berlangsung dinamis melibatkan mediator cair, sel darah, matriks
ekstraseluler, serta sel-sel parenkim. Proses penyembuhan luka secara umum terdiri atas tiga fase yaitu
inflamasi, pembentukan jaringan atau proliferasi dan maturasi atau remodeling (Tawi, 2008; Yadi, 2005).

Inflamasi

Inflamasi merupakan tahap pertama penyembuhan luka. Fase ini dimulai sejak terjadinya luka dan
berlangsung selama 3 sampai 7 hari. Fase inflamasi secara klinis ditandai dengan cardinal sign:
kemerahan karena kapiler melebar (rubor), suhu hangat (kalor), rasa nyeri (dolor), dan pembengkakan
(tumor) serta function laesa (Anonim, 2008).

Setelah terjadinya luka jaringan pembuluh darah segera mengalami vasikonstriksi disertai reaksi
hemostasis karena agregasi trombosit yang bersama jala fibrin membekukan darah.

Komponen hemostasis ini akan melepaskan dan mengaktifkan sitokin yang meliputi Epidermal Growth
Factor (EGF), Insulin-like Growth Factor (IGF), Plateled-derived Growth Factor (PDGF) dan Transforming
Growth Factor beta (TGF-β) yang berperan untuk terjadinya kemotaksis netrofil, makrofag, mast sel, sel
endotelial dan fibroblas.

Pada fase ini kemudian terjadi vasodilatasi dan akumulasi lekosit Polymorphonuclear (PMN). Agregat
trombosit akan mengeluarkan mediator inflamasi Transforming Growth Factor beta 1 (TGF b1) yang juga
dikeluarkan oleh makrofag. Adanya TGF b1 akan mengaktivasi fibroblas untuk mensintesis kolagen (Yadi,
2005; Braz, 2007; Baxter, 2003).

Faktor apapun yang mengganggu proses ini akan memperlambat penyembuhan luka. Selama fase
inflamasi akut, jaringan tidak akan memperoleh kekuatan regangan yang cukup tetapi tergantung pada
pendekatan tepi luka (Braz et al, 2007).

image

GambarFase Inflamasi (Ismail, 2008)


Proliferasi

Fase proliferasi penyembuhan luka dimulai kira-kira 2-3 hari setelah terjadinya luka, ditandai dengan
munculnya fibroblast. Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan
menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Tahap proliferasi ini disebut juga fase
fibroplasias karena yang menonjol adalah proses proliferasi fibroblast. Peran fibroblas sangat besar pada
proses perbaikan, yaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang
akan digunakan selama proses rekonstruksi jaringan (Sjamsudidajat, 2005; Tawi, 2008).

Sesudah terjadi luka, fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka,
kemudian akan berkembang serta mengeluarkan beberapa substansi seperti kolagen, elastin, asam
hyaluronic, fibronectin dan profeoglycans yang berperan dalam rekonstruksi jaringan baru (Tawi, 2008).

Kolagen yang merupakan substansi protein adalah konstituen utama dari jaringan ikat. Pembentukan
serat kolagen menentukan kekuatan regangan dan kelenturan penyembuhan luka. Fungsi kolagen yang
lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal jaringan baru (Tawi, 2008; Braz et al, 2007).

Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam di dalam jaringan baru tersebut disebut sebagai
jaringan granulasi, sedangkan proses proliferasi fibroblas dengan aktifitas sintetiknya disebut fibroblasia.
Respons yang dilakukan fibroblas terhadap proses fibroplasia adalah: proliferasi, migrasi, deposit
jaringan matriks dan kontraksi luka (Tawi, 2008).

Ketika serat kolagen terisi dengan pembuluh darah baru, jaringan granulasi akan menjadi terang dan
merah. Bantalan kapiler tebal yang mengisi matriks akan memberikan suplai nutrien dan oksigen yang
dibutuhkan untuk penyembuhan luka. Fase ini terjadi setelah hari ketiga. Kolagen ini kemudian akan
berada diantara luka dan akan memberikan tekanan normal. Lamanya fase ini bervariasi berdasarkan
tipe jaringan yang terlibat dan tekanan atau tegangan yang diberikan luka selama periode ini
(Sjamsudidajat, 2005; Braz et al, 2007).

Angiogenesis atau proses pembentukan pembuluh kapiler baru didalam luka juga mempunyai arti
penting pada tahap proliferasi proses penyembuhan luka. Kegagalan vaskuler akibat penyakit misalnya
diabetes, radiasi atau penggunaan preparat steroid dalam jangka waktuyang lama mengakibatkan
lambatnya proses penyembuhan luka. Jaringan vaskuler yang melakukan invasi kedalam luka merupakan
suatu respons untuk memberikan oksigen dan nutrisi yang cukup di daerah luka karena pada daerah luka
terdapat keadaan hipoksik dan turunnya tekanan oksigen. Pada fase ini fibroplasia dan angiogenesis
merupakan proses terintegrasi dan dipengaruhi oleh substansi yang dikeluarkan oleh platelet dan
makrofag (Tawi, 2008; Braz et al, 2007).

Proses selanjutnya adalah epitelisasi, dimana fibroblas mengeluarkan keratinocyte growth factor (KGF)
yang berperan dalam stimulasi mitosis sel epidermal. Keratinisasi akan dimulai dari pinggir luka dan
akhirnya membentuk barrier yang menutupi permukaan luka. Dengan sintesa kolagen oleh fibroblas,
pembentukan lapisan dermis ini akan disempurnakan kualitasnya dengan mengatur keseimbangan
jaringan granulasi dan dermis.

Untuk membantu jaringan baru tersebut menutup luka, fibroblas akan merubah strukturnya menjadi
myofibroblast yang mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada jaringan. Fungsi kontraksi akan lebih
menonjol pada luka dengan defek luas dibandingkan dengan defek luka minimal (Tawi, 2008; Braz et al,
2007).

Kontraksi luka adalah proses yang mendorong tepi luka bersama untuk penutupan luka. Hal ini akan
mengurangi area yang terbuka dan jika berhasil akan menghasilkan luka yang kecil. Kontraksi luka akan
sangat menguntungkan pada penutupan luka pada area-area seperti glutea dan trokanter, tetapi akan
membahayakan pada area seperti tangan atau sekitar leher dan wajah dimana hal ini akan menyebabkan
kelainan bentuk dan jaringan parut berlebihan. Luka operasi yang ditutup secara perprimum memiliki
respon kontraksi yang minimal. Graft kulit digunakan untuk menurunkan kontraksi pada lokasi yang tidak
diinginkan (Braz et al, 2007).

Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah terbentuk, terlihat proses
kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth factor yang dibentuk oleh makrofag dan platelet
(Tawi, 2008).

image

Gambar Fase Proliferasi (Ismail, 2008)

Remodelling

Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri atas penyerapan kembali jaringan yang berlebih,
pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi dan akhirnya perupaan kembali jaringan yang baru terbentuk.
Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan
dari fase ini adalah menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang
kuat dan bermutu (Sjamsudidajat, 2005).

Ketika deposisi kolagen selesai, fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan garunalasi, pembuluh darah
pada luka akan berangsur-angsur menurun dan kemerahan dari jaringan mulai berkurang sehingga
permukaannya akan menjadi lebih pucat dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk
memperkuat jaringan parut. Jumlah kolagen yang terbentuk bergantung pada volume awal jaringan
granulasi (Braz et al, 2007).

Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan. Sintesa
kolagen yang telah dimulai sejak fase proliferasi akan dilanjutkan pada fase maturasi atau remodelling.
Selain pembentukan kolagen juga akan terjadi pemecahan kolagen oleh enzim kolagenase. Kolagen
muda (gelatinous collagen) yang terbentuk pada fase proliferasi akan berubah menjadi kolagen yang
lebih matang, yaitu lebih kuat dan struktur yang lebih baik pada fase remodeling (Tawi, 2008).

Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara kolagen yang diproduksi
dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atau
hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan
luka akan selalu terbuka. Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan
ajringan kulit mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktivitas yang normal (Tawi, 2008; Braz
et al, 2007).

image

Gambar Fase Remodelling (Ismail, 2008)

image

Gambar penyembuhan luka (Braz et al, 2007)

Penyembuhan luka kulit tanpa pertolongan dari luar seperti yang telah diterangkan tadi, berjalan secara
alami. Penyembuhan ini disebut penyembuhan sekunder. Cara ini biasanya membutuhkan waktu yang
lama dan meninggalkan parut yang kurang baik, terutama jika lukanya terbuka lebar.
Dalam penatalaksanaan bedah terdapat 3 bentuk penyembuhan luka, yaitu penyembuhan melalui
intensi pertama, kedua, atau ketiga (Sinaga, 2009).

Penyembuhan melalui Intensi Pertama (Penyatuan Primer). Luka dibuat secara aseptik, dengan
perusakan jaringan minimum, dan penutupan dengan baik, seperti dengan suture atau proses penjahitan
untuk mentautkan luka, sembuh dengan sedikit reaksi jaringan melalui intensi pertama. Ketika luka
sembuh melalui instensi pertama, jaringan granulasi tidak tampak dan pembentukan jaringan parut
minimal.

Penyembuhan melalui Instensi Kedua (Granulasi). Pada luka dimana terjadi pembentukan pus (supurasi)
atau dimana tepi luka tidak saling merapat, proses perbaikannya kurang sederhana dan membutuhkan
waktu lebih lama.

Penyembuhan melalui Instensi Ketiga (Suture Sekunder). Jika luka dalam baik yang belum dijahit atau
terlepas dan kemudian dijahit kembali nantinya, dua permukaan granulasi yang berlawanan
disambungkan. Hal ini mengakibatkan jaringan parut yang lebih dalam dan luas (Sinaga, 2009).

image

Gambar Jenis Penyembuhan Luka (Sinaga, 2009)

TAHAP-TAHAP PENYEMBUHAN FRAKTUR

TAHAP-TAHAP PENYEMBUHAN FRAKTUR

Secara ringkas tahap penyembuhan tulang adalah sebagai berikut :

1. Stadium Pembentukan Hematom

Hematom terbentuk dari darah yang mengalir yang berasal dari pembuluh darah yang robek

Hematom dibungkus jaringan lunak sekitar (periosteum & otot)

Terjadi sekitar 1-2 x 24 jam


2. Stadium Proliferasi sel/inflamasi

sel-sei berproliferasi dari lapisan dalam periosteum, sekitar lokasi fraktur

Sel-sel ini menjadi precursor osteoblast

Sel-sel ini aktif tumbuh kearah fragmen tulang

Proliferasi juga terjadi di jaringan sumsum tulang

Terjadi setelah hari ke-2 kecelakaan terjadi

3. Stadium Pembentukan Kallus

Osteoblast membentuk tulang lunak (kallus)

Kallus memberikan rigiditas pada fraktur

Jika terlihat massa kallus pada X-ray berarti fraktur telah telah menyatu

Terjadi setelah 6-10 hari setelah kecelakaan terjadi

4. Stadium Konsolidasi

Kallus mengeras danerjadi proses konsolidasi. Fraktur teraba telah menyatu

Secara bertahap menjadi tulang mature

Terjadi pada minggu ke 3-10 setelah kecelakaan

5. Stadium Remodeling

Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada lokasi eks fraktur

Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklast

Pada anak-anak remodeling dapat sempurna, pada dewasa masih ada tanda penebalan tulang

PENYEMBUHAN FRAKTUR PADA TULANG KORTIKAL

Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri dari 5 fase, yaitu :

1. Fase hematoma
Apabila tejadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang melewati kanalikuli dalam
system haversian mengalami robekan dalam daerah fraktur dan akan membentuk hematoma diantara
kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan
mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah
kedalam jaringan lunak.

Osteosit dengan lakunannya yang terletak beberapa millimeter dari daerah fraktur akan kehilangan
darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskular tulang yang mati pada sisi – sisi
fraktur segera setelah trauma.

Waktu terjadinya proses ini dimulai saat fraktur terjadi sampai 2 – 3 minggu.

1. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal

Pada saat ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi penyembuhan.
Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel – sel osteogenik yang berproliferasi dari periosteum
untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna sebagi
aktivitas seluler dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum, maka
penyembuhan sel berasal dari diferansiasi sel – sel mesenkimal yang berdiferensiasi kedalam jaringan
lunak. Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi penambahan jumlah dari sel – sel
osteogenik yang memberi penyembuhan yang cepat pada jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat
dari tumor ganas. Jaringan seluler tidak terbentuk dari organisasi pembekuan hematoma suatu daerah
fraktur. Setelah beberapa minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi
jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan radiologist kalus belum mengandung tulang sehingga merupakan
suatu daerah radioluscen.

Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2 – 3 setelah terjadinya fraktur dan berakhir pada minggu ke 4 – 8.

1. Fase pembentukan kalus (Fase union secara klinis)

Setelah pembentukan jaringan seluler yang tumbuh dari setiap fragmen sel dasar yang berasal dari
osteoblast dan kemudian pada kondroblast membentuk tulang rawan. Tempat osteoblas diduduki oleh
matriks interseluler kolagen dan perlekatan polisakarida oleh garam – garam kalsium pembentuk suatu
tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut moven bone. Pada pemeriksaan radiolgis kalus atau woven
bone sudah terlihat dan merupakan indikasi radiologik pertama terjadinya penyembuhan fraktur.

1. Fase konsolidasi (Fase union secara radiology)

Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan – lahan diubah menjadi tulang yang
lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamellar dan kelebihan kalus akan di resorpsi
secara bertahap.

Pada fase 3 dan 4 dimulai pada minggu ke 4 – 8 dan berakhir pada minggu ke 8 – 12 setelah terjadinya
fraktur.
1. Fase remodeling

Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru akan membentuk bagian yang meyerupai bulbus
yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase remodeling ini perlahan – lahan terjadi
resorpsi secara osteoklastik dan tetapi terjadi osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara
perlahan – lahan menghilang. Kalus intermediet berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi system
haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk susmsum.

Pada fase terakhir ini, dimulai dari minggu ke 8 – 12 dan berakhir sampai beberapa tahun dari terjadinya
fraktur.

PENYEMBUHAN FRAKTUR PADA TULANG KANSELOSA

Penyembuhan fraktur pada tulang kanselosa terjadi secara cepat karena beberapa factor, yaitu :

1. Vaskularisasi yang cukup

2. Terdapat permukaan yang lebih luas

3. Kontak yang baik memberikan kemudahan vaskularisasi yang cepat

4. Hematoma memberikan peranan dalam penyembuhan fraktur

Tulang kanselosa yang berlokalisasi pada metafisis tulang panjang, tulang pendek serta tulang pipih
diliputi oleh korteks yang tipis. Peyembuhan fraktur pada tulang kanselosa melalui proses pembentukan
kalus interna dan endosteal. Pada anak – anak proses penyembuhan pada daerah korteks juga
memegang peranan penting. Proses osteogenik peyembuhan sel dari bagian endosteal yang menutupi
trabekula, berproliferasi untuk membentuk woven bone primer di dalam daerah fraktur yang disertai
hematoma. Pembentukan kalus interna mengisi ruangan pada daerah fraktur. Penyembuhan fraktur
pada tulang kanselosa terjadi pada daerah dimana terjadi kontak langsung diantara permukaan tulang
fraktur yang berarti satu kalus endosteal. Apabila terjadi kontak dari kedua fraktur maka terjadi union
secara klinis. Selanjutnya woven bone diganti oleh tulang lamellar dan tulang mengalami konsolidasi.

PENYEMBUHAN FRAKTUR PADA TULANG RAWAN PERSENDIAN


Tulang rawan hialin permukaan sendi sangat terbatas kemampuan untuk regenerasi. Pada fraktur
interartikular penyembuhan tidak terjadi melalui tulang rawan hialin, tetapi terbentuk melalui
fibrokartilago.

WAKTU PENYEMBUHAN FRAKTUR

Waktu penyembuhan fraktur bervariasi secara individual dan berhubungan dengan beberapa factor
penting pada penderita, antara lain:

Umur penderita

Waktu penyembuhan tulang pada anak – anak jauh lebih cepat pada orng dewasa. Hal ini terutama
disebabkan karena aktivitas proses osteogenesis pada daerah periosteum dan endoestium dan juga
berhubungan dengan proses remodeling tulang pada bayi pada bayi sangat aktif dan makin berkurang
apabila unur bertambah

Lokalisasi dan konfigurasi fraktur

Lokalisasi fraktur memegang peranan sangat penting. Fraktur metafisis penyembuhannya lebih cepat
dari pada diafisis. Disamping itu konfigurasi fraktur seperti fraktur tranversal lebih lambat
penyembuhannya dibanding dengan fraktur oblik karena kontak yang lebih banyak.

Pergeseran awal fraktur

Pada fraktur yang tidak bergeser dimana periosteum intak, maka penyembuhannya dua kali lebih cepat
dibandingkan pada fraktur yang bergeser. Terjadinya pergeseran fraktur yang lebih besar juga akan
menyebabkan kerusakan periosteum yang lebih hebat.

Vaskularisasi pada kedua fragmen

Apabila kedua fragmen memiliki vaskularisasi yang baik, maka penyembuhan biasanya tanpa komplikasi.
Bila salah satu sisi fraktur vaskularisasinya jelek sehingga mengalami kematian, maka akan menghambat
terjadinya union atau bahkan mungkin terjadi nonunion.

Reduksi dan Imobilisasi

Reposisi fraktur akan memberikan kemungkinan untuk vaskularisasi yang lebih baik dalam bentuk
asalnya. Imobilisasi yang sempurna akan mencegah pergerakan dan kerusakan pembuluh darah yang
akan mengganggu penyembuhan fraktur.

Waktu imobilisasi
Bila imobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu penyembuhan sebelum terjadi union, maka kemungkinan
untuk terjadinya nonunion sangat besar.

Ruangan diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lemak.

Bila ditemukan interposisi jaringan baik berupa periosteal, maupun otot atau jaringan fibrosa lainnya,
maka akan menghambat vaskularisasi kedua ujung fraktur.

Adanya infeksi

Bila terjadi infeksi didaerah fraktur, misalnya operasi terbuka pada fraktur tertutup atau fraktur terbuka,
maka akan mengganggu terjadinya proses penyembuhan.

Cairan Sinovia

Pada persendian dimana terdapat cairan sinovia merupakan hambatan dalam penyembuhan fraktur.

Gerakan aktif dan pasif anggota gerak

Gerakan pasif dan aktif pada anggota gerak akan meningkatkan vaskularisasi daerah fraktur tapi gerakan
yang dilakukan didaerah fraktur tanpa imobilisasi yang baik juga akan mengganggu vaskularisasi.

Penyembuhan fraktur berkisar antara 3 minggu – 4 bulan. Waktu penyembuhan pada anak secara kasar
setengah waktu penyembuhan daripada orang dewasa.

Perkiraan penyembuhan fraktur pada orang dewasa dapat di lihat pada table berikut :

LOKALISASI WAKTU PENYEMBUHAN (minggu)

Phalang / metacarpal/ metatarsal / kosta

Distal radius

Diafisis ulna dan radius

Humerus

Klavicula

Panggul

Femur

Condillus femur / tibia


Tibia / fibula

Vertebra 3 – 6

12

10 – 12

10 – 12

12 – 16

8 – 10

12 – 16

12

PENILAIAN PEYEMBUHAN FRAKTUR

Penilaian penyembuhan fraktur (union) didasarkan atas union secara klinis dan union secara radiologik.
Penilaian secara klinis dilakukan dengan pemeriksaan daerah fraktur dengan melakukan pembengkokan
pada daerah fraktur, pemutaran dan kompresi untuk mengetahui adanya gerakan atau perasaan nyeri
pada penderita. Keadaan ini dapat dirasakan oleh pemeriksa atau oleh penderita sendiri. Apabila tidak
ditemukan adanya gerakan, maka secara klinis telah terjadi union dari fraktur.

Union secara radiologik dinilai dengan pemeriksaan roentgen pada daerah fraktur dan dilihat adanya
garis fraktur atau kalus dan mungkin dapat ditemukan adanya trabekulasi yang sudah menyambung pada
kedua fragmen. Pada tingkat lanjut dapat dilihat adanya medulla atau ruangan dalam daerah fraktur.

PROBLEM DALAM PROSES PENYEMBUHAN TULANG

• Compartment syndrome
Setelah terjadi fraktur terdapat pembengkakan yang hebat di sekitar fraktur yang mengakibatkan
penekanan pada pembuluh darah yang berakibat tidak cukupnya supply darah ke otot dan jaringan
sekitar fraktur.

• Neurovascular injury

Pada beberapa fraktur yang berat dapat mengakibatkan arteri dan saraf disekitarnya mengalami
kerusakan.

• Post traumatic arthritis

Fraktur yang berhubungan dengan sendi (intra artikuler fraktur) atau fraktur yang mengakibatkan
bertemunya tulang dengan sudut abnormal di dalam sendi yang dapat mengakibatkan premature
arthritis dari sendi.

• Growth abnormalities

Fraktur yang terjadi pada open physis atau growth plate pada anak – anak dapat menyebabkan berbagai
macam masalah. Dua dari masalah ini adalah premature partial atau penutupan secara komplit dari
physis yang artinya salah satu sisi dari tulang atau kedua sisi tulang berhenti tumbuh sebelum tumbuh
secara sempurna. Jika seluruh tulang seperti tulang panjang berhenti tumbuh secara premature dapat
mengakibatkan pendeknya salah satu tulang panjang dibandingkan tulang panjang lainnya, membuat
salah satu tulang kaki lebih pendek dibandingkan tulang kaki lainnya.

PENYEMBUHAN ABNORMAL PADA FRAKTUR

MALUNION

Malunion adalah keadaan dimana fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi terdapat deformitas yang
terbentuk angulasi, varus / valgus, rotasi, kependekan atau union secara menyilang misalnya pada
fraktur radius dan ulna.

Etiologi

• Fraktur tanpa pengobatan

• Pengobatan yang tidak adekuat

• Reduksi dan imobilisasi yang tidak baik


• Pengambilan keputusan serta teknik yang salah pada awal pengobatan

• Osifikasi premature pada lempeng epifisis karena adanya trauma

Gambaran klinis

• Deformitas dengan bentuk yang bervariasi

• Gangguan fungsi anggota gerak

• Nyeri dan keterbatasan pergerakan sendi

• Ditemukan komplikasi seperti paralysis tardi nervus ulnaris

• Osteoarthritis apabila terjadi pada daerah sendi

• Bursitis atau nekrosis kulit pada tulang yang mengalami deformitas

Pemeriksaan radiologist

Pada foto roentgen terdapat penyambungan fraktur tetapi pada posisi yang tidak sesuai dengan keadaan
yang normal.

Pengobatan

Konservatif

Dilakukan refrakturisasi dengan pembiusan umum dan imobilisasi sesuai dengan fraktur yang baru.
Apabila ada kependekan anggota gerak dapat digunakan sepatu orthopedic.

Operatif

• Osteotomi koreksi (osteotomi Z) dan bone graft disertai dengan fiksasi interna

• Osteotomi dengan pemanjangan bertahap, misalnya pada anak – anak.

• Osteotomi yang bersifat baji

DELAYED UNION

Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3 -5 bulan (3 bulan untuk anggota
gerak atas dan 5 bulan untuk anggota gerak bawah)

Etiologi
Etiologi delayed union sama dengan etiologi pada nonunion

Gambaran klinis

• Nyeri anggota gerak pada pergerakan dan waktu berjalan.

• Terdapat pembengkakan

• Nyeri tekan

• Terdapat gerakan yang abnormal pada daerah fraktur

• Pertambahan deformitas

Pemeriksaan radiologist

• Tidak ada gambaran tulang baru pada ujung daerah fraktur

• Gambaran kista pada ujung – ujung tulang karena adanya dekalsifikasi tulang

• Gambaran kalus yang kurang disekitar fraktur.

Pengobatan

Konservatif

Pemasangan plester untuk imobilisasi tambahan selama 2 – 3 bulan.

Operatif

Bila union diperkirakan tidak akan terjadi, maka segera dilakukan fiksasi interna dan pemberian bone
graft.

NONUNION

Disebut nonunion apabila fraktur tidak menyembuh antara 6 – 8 bulan dan tidak didapatkan konsolidasi
sehingga didapat pseudoarthrosis (sendi palsu). Pseudoarthrosis dapat terjadi tanpa infeksi tetapi dapat
juga terjadi sama – sama dengan infeksi disebut infected pseudoarthrosis.

Beberapa jenis nonunion terjadi menurut keadaan ujung – ujung fragmen tulang.

Hipertrofik
Ujung – ujung tulang bersifat sklerotik dan lebih besar dari normal yang disebut gambaran elephant’s
foot. Garis fraktur tampak dengan jelas. Ruangan antar tulang diisi dengan tulang rawan dan jaringan ikat
fibrosa. Pada jenis ini vaskularisasinya baik sehingga biasanya hanya diperlukan fiksasi yang rigid tanpa
pemasangan bone graft.

Atrofik (Oligotrofik)

Tidak ada tanda – tanda aktivitas seluler pada ujung fraktur. Ujung tulang lebih kecil dan bulat serta
osteoporotik dan avaskular. Pada jenis ini disamping dilakukan fiksasi rigid juga diperlukan pemasangan
bone graft.

Gambaran klinis

• Nyeri ringan atau sama sekali tidak ada

• Gerakan abnormal pada daerah fraktur yang membentuk sendi palsu yang disebut pseudoarthrosis.

• Nyeri tekan atau sama sekali tidak ada.

• Pembengkakan bisa ditemukan dan bisa juga tidak terdapat pembengkakan sama sekali

• Pada perabaan ditemukan rongga diantara kedua fragmen.

Pemeriksaan radiologist

• Terdapat gambaran sklerotik pada ujung – ujung tulang

• Ujung – ujung tulang berbentuk bulat dan halus

• Hilangnya ruangan meduler pada ujung – ujung tulang

• Salah satu ujung tulang dapat berbentuk cembung dan sisi lainnya cekung (psedoarthrosis)

Pengobatan

• Fiksasi interna rigid dengan atau tanpa bone graft

• Eksisi fragmen kecil dekat sendi. Misalnya kepala radius, prosesus stiloid ulna

• Pemasangan protesis, misalnya pada fraktur leher femur

• Stimulasi elektrik untuk mempercepat osteogenesis.

PENYEBAB NONUNION DAN DELAYED UNION


• Vaskularisasi pada ujung – ujung fragmen yang kurang

• Reduksi yang tidak adekuat

• Imobilisasi yang tidak adekuat sehingga terjadi gerakan pada kedua fragmen.

• Waktu imobilisasi yang tidak cukup

• Infeksi

• Distraksi pada kedua ujung karena adanya traksi yang berlebihan

• Interposisi jaringan lunak diantara kedua fragmen tulang

• Terdapat jarak yang cukup besar antara kedua fragmen

• Destruksi tulang misalnya oleh karena tumor atau osteomielitis (fraktur patologis)

• Disolusi hematoma fraktur oleh jaringan sinovia (fraktur intrakapsuler)

• Kerusakan periosteum yang hebat sewaktu terjadi fraktur atau operasi

• Fiksasi interna yang tidak sempurna

• Delayed union yang tidak diobati

• Pengobatan yang salah atau sama sekali tidak dilakukan pengobatan

• Terdapat benda asing diantara kedua fraktur, misalnya pemasangan screw diantara kedua fragmen.

GANGGUAN YANG DAPAT TERJADI PADA PROSES PENYEMBUHAN FRAKTUR

Pada proses penyembuhan patah tulang ini dapat mengalami beberapa gangguan, diantaranya adalah :

1. Terjadi perlambatan penyembuhan patah tulang, disebut juga “pertautan lambat”dan dengan
berlalunya waktu pertautan akan terjadi.

2. Patah tulang tidak menyambung sama sekali, meskipun ditunggu berapa lama. Gagalnya pertautan
mengakibatkan pseudartrosis atau sendi palsu karena bagian bekas patah tulang ini dapat digerakkan
seperti sendi

3. Terjadi pertautan namun dalam posisi yang salah, keadaan ini disebut juga “salah-taut”.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES PENYEMBUHAN FRAKTUR

a. Faktor yang mengganggu penyembuhan fraktur

1. Imobilisasi yang tidak cukup

Imobilisasi dalam balutan gips umumnya memenuhi syarat imobilisasi, asalkan persendian proksimal dan
distal dari patah tulang turut di imobilisasi.

Gerakan minimal pada ujung pecahan patah tulang di tengah otot dan di dalam lingkaran kulit dalam
gips, yang misalnya disebabkan oleh latihan ekstremitas yang patah tulang tidak mengganggu, bahkan
dapat merangsang perkembangan kalus. Hal ini berlaku nutuk atah tulang yang ditangani gips maupun
traksi.

2. Infeksi

Infeksi di daerah patah tulang merupakan penyulit berat

Hematom merupakan lingkungan subur untuk kuman patologik yang dapat menyebabkan osteomyelitis
di kedua ujung patah tulang, sehingga proses penyembuhan sama sekali tidak dapat berlangsung.

3. Interposisi

Interposisi jaringan seperti otot atau tendo antara kedua fragmen patah tulang dapat menjadi halangan
perkembangan kalus antara ujung patahan tulang

Penyebab yang lain, karena distraksi yang mungkin disebabkan oleh kelebihan traksi atau karena tonus
dan tarikan otot.

4. Gangguan perdarahan setempat

Pendarahan jaringan tulang yang mencukupi untuk membentuk tulang baru merupakan syarat mutlak
penyatuan fraktur.

5. Trauma local ekstensif

6. Kehilangan tulang

7. Rongga atau jaringan diantara fragmen tulang

8. Keganasan local

9. Penyakit tulang metabolic (mis; penyalit paget)


10. Radiasi (nekrosis radiasi

11. Nekrosis avaskuler

12. Fraktur intra artikuler (cairan sinovial mengandung fibrolisin, yang akan melisis bekuan darah awal
dan memperlambat pembentukan jendala

13. Usia (lansia sembuh lebih lama)

14. Kortikosteroid (menghambat kecepata perbaikan)

b. Faktor yang mempercepat penyembuhan fraktur

a. Imobilisasi fragmen tulang

b. Kontak fragmen tulang maksimal

c. Asupan darah yang memadai

d. Nutrisi yang baik

e. Latihan-pembebanan berat badan untuk tulang panjang

f. Hormon-hormon pertumbuhan, tiroid kalsitonin, vitamain D, steroid anabolic

g. Potensial listrik pada patahan tulang

DAFTAR PUSTAKA

Fauzi A, Rahyussalim, Aryadi, Tobing SD. Cedera Sistem Muskuloskeletal. Departemen Bedah Divisi
Orthopaedi dan Traumatologi FKUI/RSCM. Desember 2009

Anonim. Principles of Bone Healing: Bone Healing Process. Diunduh dari http://www.medscape.com/
viewarticle/405699_6 pada tanggal 6 Desember 2010 pukul 10.20 WIB

Anonim. Bone Fracture Healing. Diunduh dari http://www.orthoped.org/bone-fracture-healing.html


pada tangga; 7 Desember 2010 pukul 07.44 WIB
American Foot and Ankle College Surgeon. Bone healing. Diunduh dari http://www.foothealthfacts.org/
footankleinfo/Bone_Healing.htm pada tanggal 6 Desember 2010 pukul 11.08 WIB

Kalfas IH. Principles of Bone Healing. Diunduh dari http://cnx.org/content/m27924/latest/20-Reading


%20-%20Kalfas.pdf pada tanggal 7 Desember 2010 pukul 05.34 WIB

Anonim. Bone Morphology and Fracture Healing. Diundu dari


http://meds.queensu.ca/courses/msk/documents/ bone_morphology.pdf pada tanggal 7 Desember
2010 pukul 12.30 WIB

Shih AT. Zainalabidin Z. Bone Healing. Diunduh dari


http://www.headtotoehealthcare.org/library/Bone_Healing.pdf pada tanggal 7 Desember 2010 pukul
14.56 WIB

Anonim. Prognosis og Bone Fracture. Diunduh dari


http://www.wrongdiagnosis.com/f/fractures/prognosis.htm pada tanggal 7 Desember 2010 pukul 12.54
WIB

Vorvick LJ. Bone Fracture Repair. Diunduh dari


http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/002966.htm pada tanggal 7 Desember 2010 pukul
10.00 WIB

You might also like