You are on page 1of 38

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA PASIEN DENGAN LUKA BAKAR

KELOMPOK 1

ANGGOTA :

1. FINTA DWI RATNASARI 1311020017


2. NONI WIDAYATI 1411020034
3. SYAIFUL FADHLAN ABRIANSYAH 1411020001
4. AULIYA ROCHMATUL UMAH 1411020002
5. HIDAYATI DIANA PERTIWI 1411020003
6. BINTANG DWI PUTRA 1411020004
7. ROSIANA SULKHIYANI 1411020005
8. RISTA DIAN NINGSIH 1411020007
9. ZANNA RAKHUL AULIA M. 1411020008
10. ROFIK JULIANTO 1411020009
11. DINI DESTRIANSARI 1411020011
12. TRI PURNAMA SARI 1411020012
13. UUNG SRI YHULIS MUTIA N. 1411020013
14. INAYATUS SOLIKHA 1411020014
15. VINA NATHANIA 1411020015
16. VENA NATHANIELA 1411020016
17. SUCI MURNIASIH 1411020017
18. TUTI NOVILIA 1411020020
19. KANKAN ABDILLAH 1411020022
20. TRIAS YUNIARTI 1411020023
21. NOVI ISNAINI H. 1411020025
22. MARFATUL NGARIFAH 1411020027

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

KEPERAWATAN S1

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2017
LUKA BAKAR

A. DEFINISI
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebebkan kontak
dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. (Musliha,
2010). Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan
kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam.(Padila,
2012). Luka bakar (combustio/burn) adalah cedera (injuri) sebagai akibat kontak
langsung atau terpapar dengan sumber-sumber panas (thermal), listrik (electrict), zat
kimia (chemycal), atau radiasi (radiation). (Pamela, 2010)
Luka bakar (Burn) adalah kerusakan pada jaringan kulit dan tubuh karena nyala api,
panas, dingin friksi, radiasi (kulit menggelap terbakar matahari), bahan kimia, atau listrik.
Luka bakar biasanya terbagi menjadi tiga kategori, bergantung pada keparahannya.
(Digiulio, 2014).
B. ETIOLOGI
1. Luka bakar thermal, disebabkan oleh terkena api, cairan panas, benda panas,
semiliquid,(misal, uap), semisolid (misal, tar). Contoh luka bakar ini dapat terjadi saat
kecelakaan atau meledaknya mobil, kecelakaan didapur, atau penyimpanan cairan
yang sudah terbakar yang tidak hati-hati.
2. Luka bakar kimiawi disebabkan karena adanya kontak, menelan, menghirup atau
menyuntikkan zat asam, basa atau zat iritatif.
3. Luka bakar karena listrik disebabkan oleh energy listrik yang melewati tubuh.
4. Luka bakar radiasi, meskipun sangat jarang, luka bakar ini terjadi karena terpapar
sumber zat radioaktif. Biasanya karena kecelakaan akibat radiasi nuklir, radiasi ion
diindustri atau irradiasi terapeutik. Luka terkena sengatan matahari dapat dimasukan
dalam kategori luka bakar radiasi.
5. Cidera inhalasi disebabkan karena terpapar asphyxiants (misal karbon monoksida)
dan asap yang muncul saat adanya kebakaran pada korban yang terperangkap api.
C. ANATOMI FISIOLOGI
Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai fungsi sebagai
pelindung tubuh dan berbagai trauma ataupun masuknya bakteri, kulit juga mempunyai
fungsi utama reseptor yaitu untuk mengindera suhu, perasaan nyeri, sentuhan ringan dan
tekanan, pada bagian stratum korneum mempunyai kemampuan menyerap air sehingga
dengan demikian mencegah kehilangan air serta elektrolit yang berlebihan dan
mempertahankan kelembaban dalam jaringan subkutan.
Tubuh secara terus menerus akan menghasilkan panas sebagai hasil metabolisme
makanan yang memproduksi energi, panas ini akan hilang melalui kulit, selain itu kulit
yang terpapar sinar ultraviolet dapat mengubah substansi yang diperlukan untuk
mensintesis vitamin D. kulit tersusun atas 3 lapisan utama yaitu epidermis, dermis dan
jaringan subkutan.
1. Lapisan epidermis, terdiri atas:
a. Stratum korneum, selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel, inti selnya sudah
mati dan mengandung keratin, suatu protein fibrosa tidak larut yang membentuk
barier terluar kulit dan mempunyai kapasitas untuk mengusir patogen dan
mencegah kehilangan cairan berlebihan dari tubuh.
b. Stratum lusidum. Selnya pipih, lapisan ini hanya terdapat pada telapak tangan dan
telapak kaki.
c. Stratum granulosum, stratum ini terdiri dari sel-sel pipi seperti kumparan, sel-sel
tersebut terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar dengan permukaan kulit.
d. Stratum spinosum/stratum akantosum. Lapisan ini merupakan lapisan yang paling
tebal dan terdiri dari 5-8 lapisan. Sel-selnya terdiri dari sel yang bentuknya
poligonal (banyak sudut dan mempunyai tanduk).
e. Stratum basal/germinatum. Disebut stratum basal karena sel-selnya terletak di
bagian basal/basis, stratum basal menggantikan sel-sel yang di atasnya dan
merupakan sel-sel induk.
2. Lapisan dermis terbagi menjadi dua yaitu:
a. Bagian atas, pars papilaris (stratum papilaris)
Lapisan ini berada langsung di bawah epidermis dan tersusun dari sel-sel fibroblas
yang menghasilkan salah satu bentuk kolagen.
b. Bagian bawah, pars retikularis (stratum retikularis).
Lapisan ini terletak di bawah lapisan papilaris dan juga memproduksi kolagen.
Dermis juga tersusun dari pembuluh darah serta limfe, serabut saraf, kelenjar
keringat serta sebasea dan akar rambut.
3. Jaringan subkutan atau hipodermis
Merupakan lapisan kulit yang terdalam. Lapisan ini terutamanya adalah jaringan
adipose yang memberikan bantalan antara lapisan kulit dan struktur internal seperti
otot dan tulang. Jaringan subkutan dan jumlah deposit lemak merupakan faktor
penting dalam pengaturan suhu tubuh.

KELENJAR PADA KULIT

Kelenjar keringat ditemukan pada kulit pada sebagian besar permukaan tubuh.
Kelenjar ini terutama terdapat pada telapak tangan dan kaki. Kelenjar keringat
diklasifikasikan menjadi 2, yaitu kelenjar ekrin dan apokrin. Kelenjar ekrin ditemukan
pada semua daerah kulit. Kelenjar apokrin berukuran lebih besar dan kelenjar ini terdapat
aksila, anus, skrotum dan labia mayora.

D. KLASIFIKASI CEDERA LUKA BAKAR


a. Berdasarkan Kedalaman
Banyak faktor yang mengubah respons jaringan tubuh terhadap panas. Derajat
atau kedalaman luka bakar bergantung pada :
- Suhu agens yang menyebabkan cedera
- Durasi pajanan terhadap agens yang menyebabkan cedera
- Area tubuh yang terpajan agens yang menyebabkan cedera

Kerusakan kulit sering kali digambarkan sesuai dengan kedalaman luka dan
didefinisikan sebagai cedera superficial, kedalaman parsial, dan kedalaman penuh,
yang berhubungan dengan beragam lapisan kulit.
Kedalaman Jaringan Penyebab Karakteristik Nyeri Pencangkokan
Yang Umum
Terkena
Superfisial Kerusakan Sinar Kering Sangat Sekitar 5 hari
(derajat epitel matahari Terdapat nyeri Tanpa jaringan
satu) minimal lelepuhan parut
setelah 24 jam
Merah muda
Pucat saat
ditekan
Kedalaman Epidermis, Cahaya Lembab Nyeri 21-28 hari
parsial dermis cairan Merah muda hiperestetik Jaringan parut
superfisial minimal panas atau bercak minimal
(derajat merah
dua) Terdapat
lelepuhan
Terdapat
beberapa
warna
keputihan
Kedalaman Seluruh Seluruh Kering, pucat, Sensitive 30 hari sampai
parsial epidermis, penyebab seperti lilin. terhadap berberapa
dalam sebagian diatas Tidak tekanan bulan.
(derajat dermis : ditambah berwarna Jaringan parut
dua) rambut benda keputihan hipertrofi
dilapisan panas, api lambat :
epidermis dan pembentukan
dan cedera kontraktur
kelenjar dari yang mencolok
keringat pancaran
utuh panas
yang kuat.
Kedalaman Semua Nyala api Kulit kasar, Sedikit Tidak dapat
penuh jaringan yang pecah-pecah, nyeri beregenerasi
(derajat diatas, dan besar, tidak sendiri :
tiga) bagian listrik, mengandung memerlukan
lemak kimia dan pembuluh pembuatan
subkutan : uap panas. darah, putih, tandur (graft)
dapat berwarna
mengenai merah seperti
jaringan buah cerry,
ikat, otot, atau berwarna
tulang. hitam.

1. Luka Bakar Superfisial


Cedera luka bakar superficial umumnya dikenal sebagai luka bakar derajat
satu. Luka bakar superficial mengenai lapisan epidermal dan sembuh dengan
intervensi minimal. Luka bakar akibat sinar matahari adalah contoh cedera luka
bakar derajat satu yang sudah dikenal. Kulit yang terbakar pertama kali terasa nyeri
dan kemudian gatal karena stimulasi reseptor sensoris. Kerena pergantian sel
epithelial epidermal terjadi secara terus menerus, jenis cedera ini sembuh secara
spontan tanpa jaringan parut. Perawatan luka bakar superficial dirancang sebagai
berikut :
 Tempelkan kantung es atau kompres dingin
 Tidak dibutuhkan balutan
 Gel aloe dengan lidokain dapat dioleskan ke kulit sesuai kebutuhan untuk
meredakan luka secara lokal
 Asetaminofen, aspirin, atau ibuprofen dapat digunakan sesuai kebutuhan untuk
ketidaknyamanan umum.
2. Luka Bakar Dengan Kedalaman Parsial
Luka bakar dengan kedalaman parsial dibagi menjadi luka bakar dengan
kedalaman parsial superfisial dan dalam. Luka bakar dengan kedalaman parsial
superficial mengenai epidermis dan lapisan dermis superficial dan sembuh dengan
intervensi minimal sebagai berikut :
 Apabila kulit atau lepuh pecah, cuci area tersebut dengan air dan sabun
antiseptic yang lembut
 Oleskan lapisan sulfadiazine perak atau basitrasin
 Pasang selapis kassa tanpa pelekat dan fiksasi dengan kassa gulung
 Balukan harus diganti setiap dua kali sehari
 Balut jari tangan dan kaki secara sendiri-sendiri untuk mencegah “penyatuan”
jaringan granulasi
 Pasien dapat melanjutkan aktivitasinya seperti biasa bergantung pada area yang
terbakar
 Ekstermitas yang tergantung harus ditinggikan diatas jantung untuk mencegah
edema berlebihan dan meningkatkan aliran balik vena
 Pasien harus mengetahui tanda dan gejala infeksi, termasuk demam, kemerahan,
dan eritema yang mencolok disekitar luka bakar, drainase purulen yang
bernanah, garis merah yang menyebar dari luka, atau nyeri yang tidak dapat
dikendalikan dengan analgesik
 Pasien harus melakukan pemeriksaan lanjutan dalam 2 hari dengan seseorang
pemberi perawatan primer

Luka bakar dengan kedalaman parsial dalam mengenai epidermis dan


lapisan dermis yang dalam. Resusitasi cairan, status nutrisi, dan adanya penyakit
penyerta dapat memengaruhi potensi penyembuhan cedera luka bakar dengan
kedalaman parsial dalam. Cedera luka bakar dengan kedalaman parsial dalam dapat
memerlukan waktu selama 3 minggu untuk dapat sembuh secara spontan.
Kelambatan penyembuhan dapat menghasilkan jaringan parut dan kehilangan
fungsi.

3. Luka Bakar Dengan Kedalaman Penuh


Luka bakar dengan kedalaman penuh (luka bakar derajat tiga) membuka
lapisan lemak, yang terdiri atas jaringan adiposa yang kurang mendapat
vaskularisasi. Lapisan ini berisi akar kelenjar keringat dan folikel rambut. Semua
elemen epidermis dan dermis rusak. Luka bakar ini dapat tampak putih, merah,
cokelat, atau hitam. Area kemerahan tidak memutih saat ditekan karena suplai
darah dibawah area tersebut telah terganggu. Pembuluh darah dan kapiler yang
mengalami trombosis dapat divisualisasi. Luka bakar ini benar-benar tidak
menimbulkan rasa nyeri karena reseptor sensoris telah mengalami kerusakan total.
Selain itu, area luka bakar ini tampak cekung karena lemak dan otot yang berada
dibawah area luka bakar telah hilang.
Luka bakar (<4cm) mungkin dibiarkan sembuh dengan granulasi dan
migrasi epithelium sehat dari tepi luka. Namun , luka yang luas dengan kedalaman
penuh dan terbuka menyebabkan pasien sangat rentan untuk menderita infeksi dan
malnutrisi. Penutupan luka dengan tandur kulit mengembalikan integritas kulit.
b. Berdasarkan Keparahan
Keparahan luka ditentukan oleh luas dan kedalaman luka bakar dan agens
penyebab, waktu, dan keadaan disekitar cedera luka bakar. Untuk mengkaji keparahan
luka bakar, beberapa faktor harus dipertimbangkan :
 Presentasi permukaan tubuh yang terbakar
 Kedalaman luka bakar
 Lokasi anatomis luka bakar
 Usia individu (kotak 53-3 dan 53-4)
 Riwayat medis individu
 Keberadaan cedera penyerta
 Keberadaan cedera inhalasi
Beberapa metode yang menggunakan presentase TBSA dapat digunakan untuk
memperkirakan luasnya luka bakar. “Aturan Sembilan” membagi beberapa bagian
tubuh menjadi 9% dan kelipatannya. Kepala dianggap mewakili 9% TBSA : setiap
lengan 9%, setiap tungkai 18%, batang tubuh anterior 18%, batang tubuh interior 18%,
dan perineum 1%, sehingga jumlah totalnya 100%. Luka bakar mungkin hanya
mengenai sebuah bagian permukaan tubuh, atau dapat sirkumferensial. Misalnya, jika
hanya permukaan anterior lengan yang terbakar, maka TBSA diperkirakan bernilai
45%. Namun, jika luka bakar mengelilingi seluruh lengan, maka nilainya adalah 9%.
Grafik Lund dan Browder adalah metode lain untuk mengukur ukuran luka.
Metode ini sangat direkomedasikan karena tepat untuk perbandingan kepala-tubuh
yang besar pada bayi dan anak-anak. Pengukuran permukaan ditetapkan untuk setiap
bagian tubuh dalam kaitannya dengan usia pasien. Untuk memperkirakan luka bakar
kecil yang melebar (misalnya, luka bakar akibat air mendidih dan luka bakar akibat
minyak). “Aturan Telapak Tangan” memungkinkan pengkajian yang cepat sampai
pengkajian Lund dan Browder dapat dilakukan. Telapak tangan pasien sama dengan
1% TBSA.
Cedera luka bakar dapat berkisar dari lepuhan kecil sampai luka bakar dengan
kedalaman penuh yang massif. Mengenali kebutuhan akan deskripsi istilah yang jelas,
American Burn Association menyusun Derajat Keparahan Cedera, yang digunakan
untuk menentukan besarnya cedera luka bakar dan untuk memberikan kriteria optimal
untuk sumber-sumber perawatan pasien di rumah sakit. Keparahan cedera luka bakar
dikategorikan sebagai luka bakar minor, moderat, dan mayor, seperti ini :
1. Cedera luka bakar minor
 Luka bakar derajat dua < 15% area permukaan tubuh total (TBSA) pada orang
dewasa atau luka bakar <10% TBSA pada anak-anak.
 Luka bakar derajat tiga <2% TBSA tidak melibatkan area perawatan khusus
(mata, telinga, wajah, tangan, kaki, perineum, sendi)
 Tidak termasuk semua pasien yang mengalami luka bakar akibat listrik, cedera
inhalasi, atau trauma penyerta : semua pasien beresiko buruk (usia ekstrem,
terdapat penyakit penyerta)
2. Cedera luka bakar moderat, tampa komplikasi
 Luka bakar derajat dua sebesar 15% sampai 25% TBSA pada orang dewasa atau
10%-20% pada anak-anak.
 Luka bakar derajat tiga < 10% TBSA tidak melibatkan area perawatan khusus
 Tidak termasuk semua pasien yang mengalami cedera luka bakar akibat listrik,
cedera inhalasi, atau trauma penyerta : semua pasien beresiko buruk (usia
ekstrem, terdapat penyakit penyerta)
3. Luka bakar mayor
 Luka bakar derajat dua sebesar < 24% TBSA pada orang dewasa atau 20% pada
anak-anak.
 Semua luka bakar derajat tiga >10% TBSA
 Semua luka bakar yang mengenai mata, telinga, wajah, tangan, kaki, perineum,
sendi
 Semua pasien yang mengalami cedera luka bakar akibat listrik, cedera inhalasi,
atau trauma penyerta : semua pasien beresiko buruk (usia ekstrem, terdapat
penyakit penyerta) semua pasien beresiko buruk.

Cedera luka bakar minor dapat ditangani diunit gawat darurat dengan pemeriksaan
lanjutan rawat jalan setiap 48 jam, sampai resiko infeksi berkurang dan penyembuhan
luka berlangsung. Pasien yang mengalami luka bakar moderat tampa komplikasi atau
mengalami cedera luka bakar mayor harus dirujuk ke pusat luka bakar regional dan,
jika tepat, ditransfer untuk mendapatkan asuhan khusus.

E. PATOFISIOLOGI
a. Respon Jaringan Lokal
Cedera selular dimulai saat jaringan terpajan sumber energy (suhu, kimia, listrik,
atau radiasi). Kedalaman cedera akibat panas ditunjukan dengan kedalaman cedera
menembus lapisan kulit. Area hyperemia sembuh dengan cepat dan tidak terjadi
kematian sel. Pada area statis, sel dapat sembuh atau mengalami nekrosis dalam 24 jam
pertama. Diarea koagulasi, suhu telah mencapai 45◦C. jaringan berwarna hitam, abu-
abu, cokelat, kekuningan, atau putih dan telah mengalami koagulasi protein dan
kematian sel.
b. Respon Sistemik
Perubahan utama ditingkat selular menyebabkan respons sistemik yang hebat
yang dijumpai pada pasien luka bakar. Respons lokal menyebabkan koagulasi protein
selular, yang menyebabkan cedera sel ireversibel dengan produksi komplemen,
histamin, dan radikal bebas oksigen diarea lokal (yi., produk sampingan proses
oksidasi). Radikal bebas oksigen mengubah sel lipid dan protein, sehingga
mempengaruhi integrtas membrane sel. Ini terutama menyebabkan masalah dalam
endothelium sirkulasi mikrovaskular karena gangguan pada membran sel
menyebabkan peningkatan permeabilitas vascular. Peningkatan permeabilitas vascular
menyebabkan kehilangan protein plasma dan menghasilkan penurunan volume
sirkulasi secara mencolok. Aktivitasi komplemen (terutama C5a) dan pelepasan
histamine menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular dengan meningkatkan
produksi radikal bebas oksigen. Peningkatan permeabilitas system vaskular
menyebabkan pembentukan edema interstisial, yang biasanya mencapai puncak pada
24-48 jam setelah cedera. Diduga system pembuhuh darah mikro memerlukan waktu
berminggu-minggu untuk mengembalikan keadaanya secara sempurna kedalam
premorbid. System vascular pulmonal juga terkena dan terbentuk edema interstisial
pulmonal, dengan pendarahan intraalveolar. Kerusakan pada awal paru ini diduga
menjadi precursor terbentuknya sindrom distress pernafasan akut (ARDS, acute
respiratory distress syndrome).
Secara sistematis, cedera luka bakar menyebabkan pelepasan zat vasoaktif
seperti histamine, prostaglandin, interleukin, dan metabolit asam arakidonat. Zat ini
F. MASALAH PENYERTA
a. Cedera paru
Kerusakan paru biasanya tampak dalam 24 sampai 48 jam pertama setelah
cedera dan merupakan akibat sekunder dari inhalasi zat yang mudah terbakar, atau
mungkin merupakan akibat dari inhalasi udara yang sangat panas. Cedera paru dapat
juga terjadi akibat proses sistemik yang terkait dengan SIRS.
b. Toksisitas Karbon Monoksida
Karbon monoksida adalah gas yang tidak mengiritasi, tidak berbau, dan tidak
berwarna yang dibentuk sebagai hasil dari pembakaran bahan bakar karbon yang tidak
sempurna. Karbon monoksida ditemukan diberbagai sumber, termasuk saluran
pembuangan dari pemanas air pasar dan tungku perapian, asap dari knalpot kenderaan
dan asap rokok. Keracunan karbon monoksida menghasilkan efek pada tubuh dengan
berkompetisi dengan oksigen untuk ambilan hemoglobin, sehingga berperan sebagai
sebuah zat penyebab asfiksia, karena hemoglobin memiliki 200 kali afilitas dengan
karbon monoksida dibandingkan dengan oksigen, karbon monoksida dengan mudah
menggantikan oksigen, menyebabkan pembentukan karboksi hemoglobin dan
penurunan kandungan oksigen arteri sistemik. Karboksi hemoglobin memindahkan
lengkung penguraian oksi hemoglobin kearah kiri, yang makin mnyebabkan penurunan
kemampuan sel darah merah untuk melepaskan oksigen kedalam jaringan tubuh.
Pasien yang memiliki riwayat jelas terpajan karbon monoksida biasanya
ditemukan berada dalam lingkungan tertutup yang diselubungi dengan gas yang
terbakar, seperti asap rokok, knalpot kendaraan motor, atau asap dari tungku perapian
yang rusak. Tanda keracunan karbon monoksida bergantung pada jumlah karboksih
hemoglobin yang ada dalam darah pasien.
Apabila dicurigai terjadi keracunankarbon monoksida, aliran tinggi oksigen
100% diberikan. Karbon monoksida memiliki paruh 4 jam jika pasien bernafas dalam
udara ruangan dan satu jam jika pasien bernafas dengan oksigen 100%. Serangkaian
pengukuran gas darah arteri (GDA) adalah cara paling akurat untuk mengkaji
responsivitas terhadap terapi oksigen. Perlu diketahui bahwa oksimetri nadi adalah alat
yang tidak akurat jika terdapat peningkatan kadar karboksi hemoglobin.
c. Cedera Inhalasi
Selain keracunan karbon monoksida, inhalsi asap dapat menyebabkan cedera
luka bakar akibat panas pada jalan napas. Kerusakan paru, terutama sebagai akibat
cedera inhalasi, menyebabkan 20% sampai 84% kematian akibat luka bakar. Tiga
tahap cedera telah diuraikan.
1. Insufisiensi paru akut dapat terjadi selama 36 jam pertama.
2. Edema paru dapat terjadi pada 5% sampai 30% pasien luka bakar antara 6 sampai
72 jam setelah cedera.
3. Bronkopneumonia tampak pada 15% sampai 60% pasien luka bakar 3 sampai 10
hari setelah cedera
Cedera jalan napas atas terjadi akibat inhalasi udara udara yang amat panas, yang
dapat menyebabkan lepuhan dan dan edema diarea supraglotis disekitar pita suara.
Situasi ini dapat menyebabkan obstruksi jalan napas dan edema. Serak, stridor,
dispnea, sputum karbonaseosa, dan takipnea mengindikasikan adanya gangguan jalan
napas, yang harus segera ditangani. Intubasi awal dapat menghambat terjadinya
kejadian berbahaya tersebut.
d. Infeksi
Tidak ada masalah yang besar bagi pasien luka bakar dibandingkan infeksi.
Kehilangan sawar mekanis antara tubuh manusia dan lingkungan adalah langkah
pertama dalam pelemahan pertahanan tubuh. Semua aspek system imun, termasuk
fagositosis, mediator yang terlarut pada imunitas bawaan seperti komplemen, produksi
antibody, dan system pertahaman selular (sel-T), terganggu akibat cedera luka bakar
yang berat. Penyebab kematian tersering pada pasien luka bakar setelah 7 hari pertama
adalah infeksi
Tindakan tim keperawatan kesehatan dapat mengganggu ketahanan hidup pasien.
Semua karakter yang memasuki tubuh, termasuk slang endotrakea, kateter vena
sentral, dan kateter kandung kemih, harus ditangani dengan teknik bersih sebisa
mungkin. Walaupun kulit dan usus adalah sumber bacteria endogen, ancaman lebih
besar pada pasien adalah kolonisasi oleh pathogen yang resistan terhadap antibiotic
yang dibawa oleh tim luka bakar dari pasien lain. Tangan harus dicuci dengan baik
setelah menangani pasien, tempat tidur pasien, atau perlengkapan pasien. Apabila
balutan dilepaskan dan luka terpajan, sarung tangan steril harus dipakai. Tindakan
tunggal mencuci tangan secara baik mungkin mencegah infeksi lebih dari semua
tindakan tunggal lain. Kebijakan pengendalian infeksi beragam dari satu pusat luka
bakar dengan pusat luka bakar lain, tetapi filosofinya tetap sama. Lakukan setiap upaya
untuk meminimalkan transmisi bacterial dari pasien ke pasien
Diagnosis infeksi invantif pada pasien luka bakar biasanya sulit. Sebagian besar
pasien luka bakar mengalami peningkatan suhu inti tubuh dan peningkatan jumlah sel
darah putih. Maka dari tanda-tanda ini menjadi samar pada pasien luka bakar. Pada
pasien luka bakar, tanda infeksi yang lebih bermanfaat adalah penampakan gula di
dalam urine, terutama jika hal ini tampak bertentangan saat kadar gula darah berada
dalam batas normal. Hiperglikemia dan peningkatan kesulitan dalam mengontrol gula
darah pada individu penderita diabetes adalah tanda-tanda kemungkinan sepsis.
Penurunan hitung trombosit, terutama pada anak-anak, adalah sebuah tanda awal
peringatan terjadinya sepsis. Manifestasi disfungsi organ multisystem (MODS,
multisystem organ dysfunction), seperti hipontensi, hipoksia, penurunan komplikasi
paru, gagal ginjal, atau disfungsi hati, adalah tanda-tanda yang hamper pasti
menunjukan terjadinya syok septic.
Kultur luka kualitatif dilakukan dengan swab luka untuk memberikan informasi
baru setelah sifat sepsies bakteri yang mengkolonisasi permukaan luka. Disisi lain,
biopsy luka bakar memungkinkan pemeriksaan assay kuantitatif pada sejumlah unit
pembentukan koloni (CFU,colony-forming units) bacteria per gram jaringan. Sepsis
luka bakar cenderung terjadi jika jumlah koloni lebih besar dari 10◦ CFU/g dan kultur
kuantitatif juga memungkinkan isolasi dan identifikasi organism yang menyerang luka.
e. Trauma
Cedera penyerta seperti fraktur dan trauma kepala menyebabkan risiko bermakna
pada pasien luka bakar. Memastikan jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi yang ade
kuat harus dilakukan sebelum merawat cedera spesifik. Cedera tulang servikal harus
distabilkan dan dibersihkan. Apabila dicurigai terjadinya trauma kepala, dilakukan CT
scan.
G. PENGKAJIAN DAN PENATALAKSANAAN (BIOPSIKOSOSIOSPIRITUAL)
a. Fase Resusitasi
i. Primery Survey (jalan nafas, pernapasan & ventilasi, sirkulasi, disabilitas,
pajanan)
Parameter berikut dikaji dalam survey primer :
 Pemeliharaan jalan nafas dengan melindungi tulang servikal
 Pernafasan dan ventilasi
 Sirkulasi dengan pengontrolan perdarahan
 Ketunadayaan ( kaji defisit neurologis )
 Pajanan ( lepaskan seluruh pakaian pasien, tetapi pertahankan suhu tubuh)
Jalan nafas

Pada awal pengkajian pasien luka bakar, jalan nafas harus segera dikaji.
Gangguan jalan nafas mungkin dikontrol dengan mengangkat dagu, mendorong
rahang, memasang alat bantu jalan nafas orofaring pada pasien yang tidak sadar,
atau melakukan intubasi endotrakea. Sangat penting untuk tidak
menghiperektensikan leher jika ada kecurigaan cedera servikal.

Pernafasan dan ventilasi

Ventilasi memerlukan fungsi paru, dinding paru, dan diafragma yang adekuat.
Untuk mengkaji pernafasan dan ventilasi, perawat harus mendengarkan dada dan
memverifikasi suara nafas pada setiap paru, mengkaji keadekuatan frekuensi
kedalaman pernafasan, memberikan oksigen beraliran tinggi dengan kecepatan 15
l/menit menggunakan masker nonrebreathing dan mengkaji luka bakar
sirkumferensial dengan kedalaman penuh pada dada yang dapat mengganggu
ventilasi.

Sirkulasi

Pengkajian sirkulasi meliputi pengukuran tekanan darah dan frekuensi


jantung. Kanulasi intervena dilakukan dengan memasang dua buah kateter
berukuran besar kedalam kulit yang tidak terbakar, jika memungkinkan.
Ultrasonografi Doppler dapat digunakan untuk mengkaji denyut nadi.

Disabilitas

Biasanya, pasien sadar dan terorientasi. Jika tidak, cedera penyerta seperti
cedera inhalasi, trauma kepala, penyalahgunaan zat, atau kondisi medis, yang telah
ada sebelumnya harus dipertimbangkan. Pengkajian dimulai dengan menuntukan
tingkat kesadaran pasien dengan menggunakan metode AVPU (sadar, berespon
terhadap stimulus verbal, berespon terhadap stimulus nyeri, tidak berespon / Alert,
respond to verbal stimuli, respond to painful stimuli, Unresponsive).

Pajanan

Semua pakaian dan perhiasan pasien dilepaskan untuk melengkapi primer dan
sekunder setelah pemeriksaan, pasien ditutupi dengan selimut kering dan selimut
hangat untuk mencegah penguapan akibat kedinginan. Jika memungkinkan, cairan
intravena dihangatkan dari 30°C menjadi 40°C .

ii. Secondary Survey (pengkajian riwayat, pemeriksaan fisik, riwayat lengkap


kecelakaan termasuk pemeriksan laboratorium dan diagnostik)
Survei sekunder terdiri atas pengkajian riwayat detail dari pemeriksaan fisik
pasien serta riwayat lengkap tentang kecelakaan. Setiap upaya dilakukan untuk
menentukan secara tepat tentang apa yang mungkin terjadi (Kotak 53-9).
Pemeriksaan neurologis secara detail dilengkapi dan pemeriksaan radiografi dan
laboratorium dilakukan. Upaya resusitasi dilakukan secara terus menerus dan
dievaluasi secara konstan.
Pengkajian riwayat dan pemeriksaan fisik komplet adalah penanda survei
sekunder. Tidak jarang pasienmenderita penyakit penyerta. Penyakit yang telah ada
sebelumnya seperti diabetes, hipertensi, asma, kanker, dan stroke harus
didokumentasikan. Daftar pengobatan harud didapat dari pasien jika
memungkinkan, atau seseorang anggota keluarga harus diminta untuk memberikan
informasi. Selain itu, setiap alergi, riwayat imunisasi tetanus individu, dan waktu
terakhir kali pasien makan harus dicatat. Kedalaman luka bakar dan ukuran luka
bakar dikaji.
Cedera luka bakar memerlukan pengkajian menyeluruh. Pemeriksaan
laboratorium dan diagnostik berikut diindikasikan untuk pasien luka bakar :
 Darah Periksa Lengkap (DPL)
 Panel kimia komprehensif, termasuk nitrogen urea darah (BUN)
 Kadar kreatinin
 Urinalisis
 GDA dengan karboksihemoglobin
 Elektrokardiogram (EKG)
 Radiograf dada
Setelah survey primer dan sekunder selesai, area luka bakar biasanya
ditutupi dengan kain yang kering. Ini mencegah infeksi dan mempertahankan
kehangatan pasien. Es dapat ditempelkan ke luka bakar superfisial yang kecil. Jika
pasien mengalami luka bakar listrik, lakukan pemantauan jantung secara
berkelanjutan. Jika pasien mengalami luka bakar kimia, area segera dibilas dengan
sejumlah besar air untuk menghilangkan zat kimia dan semua pakaian yang
berkontaminasi dilepaskan dan dibungkus ke dalam kantong. Jika pasien akan
dikirim ke pusat luka bakar permulaan resusitasi cairan, pemasangan selang
nasogastrik, dan pemasangan kateter Foley dapat dilakukan selama pengkajian
sekunder.
b. Fase reparatif
i. MEMBERIKAN DUKUNGAN HEMODINAMIKA (Resusitasi Cairan)
Terapi untuk syok luka bakar bertujuan mendukung pasien selama periode
syok hipervolemia sampai integritas kapiler putih. Resusitasi cairan adalah
intervensi primer dalam fase resusitasi di unit perawatan intensif (ICU).
Tujuan resusitasi cairan adalah berikut :
 Memperbaiki deficit cairan, elektrolit, dan protein
 Menggantikan kehilangan yang terus menerus dan mempertahankan
keseimbangan cairan
 Mencegah pembentukan edema berlebihan
 Mempertahankan haluaran urine pada orang dewasa sebesar sebesar 30-70
ml/jam
1. Formula utk pemberian cairan
Berbagai formula telah dibuat untuk resusitasi cairan. Setiap formula
keuntungan dan kerugian. Formula tersebut terutama berbeda dalam hal
pemberian volume yang direkomendasikan dan kandungan garamnya. Secara
umum, kehilangan kristaloid dan larutan koloid harus digantikan secara tepat.
Air bebas, diberikan sebagai 5% dekstrosa dalam air (D5W) dengan atau tanpa
elektrolit tambahan, diatur sehingga kehilangan cairan yang tidak dapat
dirasakan tergantikan. Larutan Ringer Laktat digunakan sebagai larutan
kristaloid karena menyeimbangkan larutan garam, yang sangat mendekati
komposisi cairan ekstraselular (CES).
Formula baxter (Parkland) adalah regimen resusitasi yang paling sering
digunakan di Amerika Serikat. Formula ini memerlukan 4ml Larutan Ringer
Laktat per kilogram berat badan per persentase TBSA. Jumlah ini diberikan
dalam 24 jam pertama pascacedera. Setengah diberikan dalam 8 jam pertama
setelah cedera dan sisanya diberikan dalam 16 jam selanjutnya setelah cedera.
Formula baxter dan formula resusitasi cairan lain adalah paduan dan pasien per
individu mungkin memerlukan lebih atau kurang dari 4 ml/kg per presentase
TBSA selama 24 jam pertama.
Formula lain mengandung beragam jumlah salin hipertonik atau koloid.
Resusitasi salin hipertonik mengurangi jumlah cairan yang perlu diberikan
kepada pasien tertentu; namun, salin hipertonik dapat menyebabkan
hipernatremia dan harus digunakan secara hati-hati. Argument yang menentang
pemberian koloid dalam 12 jam setelah cedera adalah bahwa selama waktu ini,
kebocoran kapiler pascaluka bakar yang menyebar memungkinkan koloid keluar
melalui pertautan endothelial. Oleh karna itu, pemberian koloid tidak
menghasilkan manfaat onkotik yang dapat dilihat melebihi pemberian kritsaloid
saat kebocoran kapiler terjadi. Waktu pengembalian integritas kapiler
pascacedera berbeda pada setiap individu, tetapi biasanya antara 12 dan 14 jam.
Banyak dokter memberikan koloid pada titik ini mengembalikan kadar albumin
menjadi 0,2 sampai 0,3 mg/dL. Terdapat kontroversi mengenai jenis koloid yang
akan diberikan, dengan beberapa rumah sakit menggunakan albumin berkadar
garam rendah dan beberapa rumah sakit lain menggunakan plasma beku segar.
Kolagen nonprotein dapat digunakan dalam resusitasi syok luka bakar.
Dextran dan patisemisintesis adalah larutan dengan berat molekul tinggi yang
menghasilkan tekanan osmotic koloid jika diberikan secara intravascular.
Respon alergi telah dilaporkan terjadi setelah pemberian dextran, tetapi resiko
pada akhirnya dihilangkan dengan sebelumnya memberikan Promit, sebuah
dextran dengan berat molekul sangat rendah.
Tindakan harus dilakukan hati-hati untuk menghindari kelebihan beban
cairan dan edema paru. Ini sering kali sulit dilakukan karena sejumlah besar
cairan diberikan dalam periode waktu yang singkat selama resusitasi cairan
segera setelah luka bakar. Misalnya, sesuai dengan formula Baxter, seorang
pasien yang memiliki berat badan 75 kg yang mengalami luka bakar pada lebih
dari 50% tubuhnya akan memerlukan 15.000 ml cairan (4 ml x 75 kg x 50% =
15.000 ml). dari jumlah ini, 7500 mL diberikan selama 8 jam pertama dan 3750
ml diberikan pada periode 8 jam kedua dan ketiga. Sangat sulit menghindari
kelebihan beban cairan dan edema paru jika terdapat kebutuhan untuk
menginfuskan sejumlah besar cairan dalam waktu cepat.
Setelah 24 jam pertama pascacedera, menggantikan kehilangan air yang
telah menguap secara cepat adalah pertimbangan utama dalam penatalaksanaan
cairan. Larutan primer yang diberikan pada saat ini adalah D5W dengan tujuan
mempertahankan konsentrasi natrium pada pasien sebesar 140 mEq/l. Volume
cairan bergntung pada keparahan cedera, usia paten, status fisiologis pasien, dan
setiap cedera penyerta lain. Akibatnya, volume yang direkomendasikan oleh
formula resusitasi harus dimodifikasi sesuai dengan respons individu terhadap
terapi.
Haluaran urine adalah indicator tunggal terbaik untuk resusitasi cairan
pada pasien yang sebelumnya mempunyai fungsi ginjal abnormal. Awitan
diuresis spontan adalah tanda yang mengindikasikan akhir fase resusitasi.
Kecepatan infus dapat berkurang sebesar 25% per 1 jam jika haluaran urine
memuaskan dan dapat dipertahankan selama 2 jam, pengurangan kemudian
dapat diulangi. Sangat penting haluaran urine dipertahankan dalam batas normal
(30 sampai 50 ml/jam).
Pasien biasanya ditimbang setiap hari. Pertambahan berat badan sebesar
15% saat masuk rumah sakit dapat diperkirakan. Asupan dan haluaran cairan
harus dipantau dengan cermat. Pasien yang terus menerug mengalami cedera
otot dalam (yi., luka bakar derajat dua dan tiga) beresiko mengalami insufisiensi
ginjal akut. Disfungsi ginjal ini mungkin adalah akibat dari resusitasi cairan
yang tidak adekuat atau mungkin merupakan akibat pelepasan mioglobin dan
hemoglobin dari sel yang rusak. Senyawa ini, kadang kala disebut
hemokromogen, dapat memicu tubulus ginjal, menyebabkan nekrosis tubulus
akut (ATN). Hemokromogen menghasilkan warna cokelat kemerahan jernih di
urine. Apabila hemokromogen tampak di urine, asidosis harus diperbaiki secara
tepat dan cairan intravena meningkat untuk mempertahankan haluaran urine
yang cepat sampai urine kembali berwarna kuning jernig normal dan tidak
terdapat mioglobin urine.
ii. MEMBERIKAN BANTUAN PARU
Cedera inhalasi adalah penyebab utama kematian dalam 24 jam pertama
setelah luka bakar dan meningkatkan angka kematian sebesar 20% sampai 60%
jika dikombinasikan dengan pneumonia. Tujuan keberhasilan penanganan cedera
inhalasi termasuk meningkatkan oksigenasi dan menurunkan edema interstial dan
sumbatan jalan nafas.
Terapi konvensional untuk cedera inhalasi sebagian besar bersifat suportif.
Oksigen yang dilembabkan diberikan untuk mencegah kekeringan dan
pengelupasan mukosa. Edema jalan nafas atas mencapai puncaknya pada 24
sampai 48 jam setelah cedera. Jika cedera ringan atau agak berat, memposisikan
pasien dalam posisi Fowler tinggi dan memberikan epinefrin racemic aerosol
mungkin cukup membatasi terbentuknya edema yang lebih luas. Obstruksi jalan
nafas atas yang berat mungkin memerlukan intubasi endotrakea untuk melindungi
jalan nafas sampai edema reda
Pada pasien yang mengalami cedera trakeobronkial ringan, atelektasis dapat
dicegah dengan sering membersihkan paru, termasuk menempatkan pasien pada
posisi Fowler tinggi, batuk dan nafas dalam, fisioterapi dada, mengubah posisi,
sering melakukan penghisapan trakea, dan spirometri insentif. Pasien yang
mengalami cedera inhalasi lebih berat memerlukan lebih sedikit penghisapan dan
kemungkinan, pengeluaran debris secara bronkoskopik. Pasien ini biasanya
memerlukan intubasi endotrakea dan bantuan ventilasi mekanis. Tujuan pemberian
bantuan ventilasi adalah memberikan pertukaran gas yang adekuat pada
konsentrasi oksigen inspirasi serendah mungkin dan tekanan jalan nafas, sebagai
upaya untuk mengurangi insidensi toksistas oksigen dan barotraumas paru. Studi
terbaru mendukung penggunaan volumetric diffusive respiration (VDR), yang
tampak menawarkan keuntungan melebihi ventilasi mekanis konvensional. Pada
VDR, volume subtidal pernafasan terakumulasi dan membentuk tekana jalan nafas,
yang kemudian diikuti dengan ekshalsi pasif. Selama inspirasi, denyut udara
berfrekuensi tinggi terus menerus diberikan kepada pasien. Metode inspirasi ini
tampak membantu ventilasi dan pengambilan sebagian alveoli yang tersumbat.
Pasien broncospasme ditangani dengan bronkodilator yang diberikan per
intravena atau melalui aerosol. Parameter pernafasan dipantau secara ketat dan
perhatian konstan diberikan pada bunyi nafas dan tanda-tanda vital untuk
mendeteksi kelebihan beban cairan secepat mungkin.
Bronkopneumonia dapat memperberat masalah pernafasan lain setiap saat
dan dapat bersifat hematogen atau dapat ditularkan melalui udara.
Bronkopneumonia yang ditukarkan melalui udara adalah yang paling sering terjadi,
dengan awitan terjadi segera setelah cedera. Ini sering sekali dihubungkan dengan
cedera jalan nafas bawah atau aspirasi. Pneumonia hematogen, atau miliatis, terjadi
bermula dari abses bakteri yang berasal dari sumber septic lain, biasanya luka
bakar. Waktu awitan biasanya 2 minggu setelah cedera.
Antibiotic profikaltik dan steroid tidak terbukti mencegah komplikasi infeksi
yang umum ditemui pada pasien cedera inhalasi. Metode baru untuk menurunkan
insiden pneumonia nosokomial pada pasien kritis yang kini diperiksa meliputi
dekontaminasi selektif saluran orodigestif.
iii. PEMBERIAN NUTRISI YANG OPTIMAL
Sebelum kebutuhan nutrisi yang unik pada pasien luka bakar sepenuhnya
diketahui pada tahun 1970-an, mereka yang mengalami cedera luka bakar berat
yang bertahun dengan lemah dibangsal rumah sakit mendapatkan asupan oral
minimal sampai mereka mengalami kakheksia berat. Kini jelas diketahui bahwa
nutrisi yang tepat berperan penting dalam meningkatkan penyembuhan individu
yang mengalami cedera luka bakar berat.
Walaupun pemberian parenteral awal telah dihubungkan dengan
peningkatan kematian karena peningkatan resiko infeksi, pemberian makanenteral
dini telah diajukan karena dapat mengurangi transloksasi bakteri dari lumen usus.
Perjalanan bakteria dari usus ke limfatik usus atau sistem vena porta mungkin
terjadi pada semua individu yang sehat. Namun, sedema usus yang menyertai
periode resusitasi luka bakar dan imunosupresi yang menyertainya membuat tubuh
sulit memebersihkan mikroorganisme ini secara efektif. Produk mikro-baik
organisme hidup atau fagmen dinding sel-menyebar keseluruh tubuh, mendorong
pelepasansitokin seperti TNF, interleukin-1 (11-1), dan 11-6. Sitokin ini memburuk
responsi hipermetabolik dan dapat memicu SIRS.
Rasional pemberian makan enteral dalam 24 jam pertama cedera adalah
bahwa keberadaan makan di lumen usus mengurangi kecepatan translokasi
mikroba. Walaupun tidak terbukti secara defisisi dalam lingkunga klinis pasien
luka bakar, terdapat bukti keamanan dan kesederhanaan pemberian makan dini.
Sebuah pendekatan yang dilakukan adalah menginfusikan makanan secara
perlahan melalui slang nasagastrik dengan kecepatan sampai 20 ml/jam. Walaupun
ini jelas-jelas tidak memenuhi kebutuhan nutrisi pasien lansia. Jumlah tersebut
sudah cukup melindungi mukosa usus. Slang pemberian makan yang panjang dapat
ditempatkan di usus halus dengan menggunakan endoskopi atau flaoroskopi.
Keuntungan slang seperti ini lebih tinggi dan kecepatan infusi lebih cepat, dan
pemberian makan kontinu pada pasien selama prosedur bedah memerlukan
anastesia umum.
Meskipun terdapat manfaat teoritis dari pemberian makan enternal, tetapi
terdapat kesulitan. Pasien mendapatkan kira-kira hanya 80% dari kecepatan
pemberian makan enteral karena seringnya interupsi untuk perawatan pasien,
termassuk prosedur radiologis dan pembedahan. Defisit ini meningkat jika pasien
mengalami ileus usus, seperti yang biasa terjadi pada infeksi mayor, diare osmotik
menyebabkan masalah, terutama jika fesespasien mengotori balutan luka bakar.
Beragam teknik mengatasi diare, termasuk paenggantian flora usus dengan granula
laktobasillus dan yogurt yang tidak dipasterisasi, dan retardasi motilitas usus halus
dengan difenoksilate hidroklorida. Meskipun manfaat teoretis dan kebutuhan kalori
terdapat kesulitan, dan teknik tersebut tidak dapat digunakan pada semua pasien.
Perkiraan kebutuhan kalori dan protein pasien dapat dipenuhi secara lebih
terpercaya dengan nutrisi parenteral dibandingkan enteral. Kateter vena sentral
yang menyebabkan pasien mengalami infeksi invastif (terutama infeksi spesien
Candida), merugikan pasien. Laporan menunjukan bahwa tingkat translokasi
bakteri meningkat dengan penggunaan nutrisi parenteral dibandingan dengan
nutrisi entersl, dan tingkat infeksi lebih tinggi. Penggunaan infeksi parentreral
secara tunggal dalam jangka panjang menyebabkan disfungsi hepatobiliaris,
termasuk hepatitis kolestatik dan kolesistis akalkulosa. Meski demikian, nutrisi
parenteral dapat digunakan untuk pasien yang tidak dapat menoleransi makanan
enteral karena ileus paralitik usus atau karena diare, da untuk pasien yang sering
kembali keruang operasi untukserangkain tindakan eskaratomi.
Cedera luka bakar menyebabkan peningkatan pengeluaran metabolik.
Penelitian investigasi awal yang yang dilakukan pada tahun 1970-an menunjukan
bahwa beberapa pasien luka bakar memerlukan 7.000 atau 8.000 kkal/hari untuk
mempertahankan berat badan. Walaupun pasien luka bakar tetapi mengalami
hiperkabolik setelah cedera namun kadarnya tidak terlalu besar karena terdapay
perubahan dalam penatalaksanaanya. Karena efek dan pemberian makan enteral
dini dan pelaksanaan prosedur yang meingkatkan penutupan luka sejak awal,
peningkataan laju metabolismme berkurang. Baru-baru ini, simetri indirek
menunjukan bahwa cedera yang paling berat tidak memerlukan kalori lebih dari
dua kali pengeluaran energi istirahat seperti yang dijelaskan dalam formula
harrisson-Benedict. Pengeluaran energi istirahat yang dihitung dengan formula
Harrison-Benedict dikalikan dengan faktor stres berbanding lurus dengan ukuran
luka bakar(kotak53-14). Fakto stres dinilai secara konservatif untuk menghindari
pemberian makan berlebihan yang dihubungkan dengan peningkatan kerentanan
terhadap inveksi. Beberapa studi mennjukan bahwa meskipun kalorimetri indirek
mencegah perkiraan kasar dibawah atau diatas kebutuhan kalori pasien, pada
sebagian besar passien mungkin tidak terlalu penting untuk mempertimbangkan
kebutuhan mereka dari sebuah formula (seperti formula Harrison-Benedict)
tunggal.
Perbaikan luka bergantung pada asam amini yang merupakan pembentukan
protein. Jenis asam amino yang merupakan dalam pemberian makan enteral
bervariasi. Asam amino arginin dan glutamin memiliki zat pengayaimun,
meningkatkan retensi nitrogen, dan mempertahankan massa tubuh tanpa lemak.
Formula yang mengandung suplemen arginin telah dilaporkan dapat mengurangi
infeksi pada pasien yang mengalami trauma dan mengurangi lama inap pasien sakit
kritis.
Penilaian jumlah protein yang dibutuhkan untuk pemulihan dari cedera luka
bakar sulit dilakukan. Kehilangan protein secara masif dan tidak terhilang dari
eksudatan luka bakar menghalangi pemeriksaan keseimbangan nitrogen
berdasarkan eksresi urine. Pengeluaran lanjutan protein serum seperti transferin
dan prealbumin adalah indeks yang lebih baik mnengenai respons tubuh terdapat
jumlah dan jenis protein diet yang diberikan. Namun beberapa studi klinis
menunjukan adanya kolerasi antara peninggkatan protein serum dan peningkatan
hasil klinis. Penting untuk menghindari mengonsumsi protein secara berlebihan
karena dapat menyebabkan pasien mengalami sepsis. Jumlah protein lebih dari 3
g/kg/hari pada orang dewasa biasany a tidak difoleransi karena azotemia. Protein
diet harus dimulai pada kecepatan pemberian 1,2 g/kg/hari dan harus ditingkatkan
jika tidak disertai dengan peningkatan tanda protein serum. Diet pasien dapat juga
ditambah denga vitamin A dan C dengan unsur kelumit zink, semua akan
meningkat penyembuhan luka.
Keberhasilan luka dalam menghentikan suplemen nutrisi untuk pasien
kadang kala terjadi lebih awal dari yang diperkirakan. Diet reguler
dengansuplemen cair diberika dalam24 jam pertama ekstubasi. Peningkatan rasa
haus padapasien luka bakar digunakan untuk mendorong asupan larutan yang
mengandung protein, baik suplemen yang terbuat dari kedelai maaupun yang
terbuat dari susu, atau minuman buah yang mengandung protein. Dengan
menggunakan suplemen, pasien dapat mengkonsumsi sampai dengan 2.000 kkal
setiap hari. Lebih disukai untuk memberi makan protein atau mengizinkan mereka
untuk makan sendiri karena terdapat resiko dari slang pemberian makan dan slang
sentral.
iv. PEMBERIAN DUKUNGAN MUSKULOSKELETAL
Terapi fisik dan okupasi dimulai dari hari pertama setelah cedera luka bakar.
Tidak tergantung pada kondisi umum pasien, ekstermitas atas dan bawah ynag
terluka dapat ditinggikan untuk memungkinkan drainase vena yang adekuat dan
mengurangi edema. Latihan pasif dimulai dan, jika sadar dan kooperatif, pasien
harus berpartisipasi dalam latihan ini. Latihan aktif dan pasif untuk
mempertahankan rentang pergerakan sendi dilanjutkan selama periode
hospitalisasi dan periode rehabilitasi rawat jalan.
Dua aturan penting mempengaruhi rehabilitasi. Pertama, luka bakar akan
memendek dengan kontraksi sampai luka tersebut menemui kekuatan yang
melawannya. Jika melintasi permukan fleksor, kondisi ini akan menghasilkan
kontraktur. Kedua, posisi kenyamanan adalah posisi kontraktur. Latihan rentang
pergerakan mencegah pemendekan tendon dan pembatasan gerakan sendi oleh
kontraktur jaringan parut luka bakar. Saat pasien mulai pulih dan berpartisipasi
secara aktif dalam terapi, latihan dirancang untuk meningkatkan kekeuatan dan
daya tahan otot. Untuk dapat normal menjalani aktivitas sehari hari sering kali
memerlukan waktu berbulan bulan.
Akibat merugikan kontraktur dan imobilitas adalah osifikasi heterotopik.
Osifikasi heterotopik terbentuk jika terdapat penumpukan abnormal kristal kalsium
fosfat di di ruang sendi atau disepanjang tendon. osifikasi heterotopik membatasi
gerakan sendi, terutama pada siku, dan lutut. Tidak seperti osifiksi heterotopik
yang yang dijumpai pada pasien cedera medula spinalis, osifikasi heterotopik yang
dijumpai pada pasien luka bakar tidak berespon terhadap terapi dengan atidronat
dinatrium pengangkatan secara bedah diawal tidak diindikasikan. Resolusi terjadi
seiring dengan waktu pada sebagian besar pasien dan beberapa diantaranya
memerlukan pengangkatan kristal yangtelah mengeras di sendi melalui
pembedahan.
v. PENATALAKSANAAN NYERI
Penanganan nyeri sering kali dilakukan dengan pemberian dosis ringan
morphine atau meperidine dibagian emergensi sedangkan analgetik oral diberikan
untuk digunakan oleh pasien rawat jalan. Penanganan nyeri dapat dicapai melalui
pemberian obat narkotik yang diberikan secara intravena, karena malabsorpsi obat
dapat terjadi jika diberikan per intramuskular.Demikian juga pemberian obat-
obatan untuk mengatasi secara oral tidak dianjurkan karena adanya disfungsi
gastrointestial.Narkotik yang direkomendasikan termasuk morfin, fentanil, dan
hidromorfon. Pasien diberikan ansiolitik untuk ansietas yang berhubungan dengan
penampakan, prosedur dan rasa takut.
Analgetik yang dikontrol oleh pasien PCA (Patient Controlled Analgesia)
ideal bagi pasien yang terjaga dan cukup terorientasi untuk menggunakan pompa.
Pompa PCA (Patient Controlled Analgesia) dapat memberikan obat nyeri
berkelanjutan dengan “dosis” tersedia untuk nyeri yang berkala. Perawat dapat
memberikan dosis “bolus” pada pasien untuk prosedur seperti penggantian balutan
dan terapi fisik.
vi. PERAWATAN LUKA (pembersihan, pemakaian agen antimikroba topikal,
debridemen, tandur, eskarotomi)
1. Pembersihan
Protocol perawatan luka di semua pusat luka bakar dan rumah sakit
beragam, tetapi cairan pembersih luka yang paling umum adalah air dan
klorheksidin atau salin dan povidone-iodin(betadine). Luka dibersihkan setiap
kali penggantian balutan dan dipantau adanya tanda-tanda infeksi dan kecepatan
penyembuhannya.
Beberapa rumah sakit merendam pasien dalam sebuah tangki Hubbard
untuk meluknakkan eksudat, membersihkan dan mengkaji luka serta
memberikan latihan pergerakkan sendi. Larutan mandi bervariasi dan dapat
terdiri atas garam, larutan povidone-iodin dan pemutih. Karena mandi biasanya
menimbulkan nyeri yang hebat, pasien harus mendapatkan analgesic 20-30
menit sebelum mandi. Selain itu, pasien harus nebdapatkan penjelasan lengkap
dan bantuan dalam teknik pengontrolan nyeri. Bantuan tambahan harus
diberikan dengan memberikan penjelasan berkelanjutan tentang apa yang
dilakukan dan mengapa serta dengan mengizinkan pasien berpartisipasi dalam
perawatan sebanyak-banyaknya. Membatasi waktu pelaksanaan prosedur sangat
penting. Toleransi nyeri pasien dan pengontrolan suhu. Hidroterapi harus
dibatasi selama 20 menit untuk mencegah kedinginan yang ekstrim yang
meningkatkan kebutuhan metabolik.
Tindakan harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kontaminasi
silang luka selama prosedur mandi. Karena alasan ini, banyak pusat tidak lagi
meminta pasien berendam dalam tangka Hubbard. Troli mandi portable dapat
memberikan hidroterapi tanpa risiko kontaminasi. Luka yang bersih atau yang
telah sembuh harus dibersihkan secara terpisah dari luka yang terkontaminasi.
2. Pemakaian agens antimikroba topical
Pilihan agens antimikrba topical bergantung pada kedalaman luka, lokasi,
kondisi luka dan keberadaan organisme spesifik. Agens antimikroba yang
biasanya digunakan pada saat masuk ke unit luka bakar adalah 0,5% perak
nitrat,mafenida asetat (sulfamylon), nitrofurazon, povidon-iodin, sulfadiazine
perak, gentamisin, dan nystatin. Tidak ada agens tuggal yang efektif secara total
terhadap semua infeksi luka bakar. Penanganan bergantung pada pemeriksaan in
vitro atau in vivo. Keropeng dan granulasi permukaan luka dapat dibiopsi tiga
kali seminggu untuk mengidentifikasi adanya organisme pengontaminasi dan
untuk menentukan sensitivitas terhadap antibiotic.
Sulfadiazine perak adalah agens topical pilihanutama pada saat masuk ke
unit luka bakar. Reaksi merugikan yang paling sering terjadi adalah leukopenia,
dengan demikian, hitung darah lengkap berkala harus dipantau, jika hitung sel
darah putih kurang dari 3.000 sel/𝑚𝑚3 , dokter mungkin akan mengganti agens
ini dnegan agens topical lain. Jika hitung leukosit kembali normal (4.000-5.000
sel/𝑚𝑚3 ) terapi sulfadiazine perak dapat dimulai kembali.
Apabila jumlah koloni meningkat, agens topical pilihan biasanya adalah
krim mafenida asetat, sebuah agens bakteriostatik spectrum luas yang efektif.
Mafenida asetat berdifusi melalui keropeng derajat tiga ke tepi luka bakar dalam
3 jam setelah pemakaian. Zat ini mnenghambat, menimbulkan asidosis
metabolic. Asidosis ini pada awalnya dikompensasi dengan hiperventilasi.
Pemberian natrium sitrat dihidrat (Bicitra) per oral atau natrium bikarbonat per
intravena biasanya memperbaiki ketidakseimbanagan asam basa ini.
Pengolesan agens antimikroba topical menghambat metabolic.
Ketidakseimbangan elektrolit (mis. Pelepasan natrium oleh perak nitrat) dan
ketidaknormalan asam basa dapat terjadi. Agens topical terbaik adalah yang
larut air karena tidak tertahan oleh panas dan dapat melunakkan luka. Dengan
pengolesan topical, sangata penting untuk menggunakan teknik steril.
3. Debridemen
Keropeng menutupi luka bakar sampai keropeng tersebut dieksisi atau
terlepas secara spontan. Dalam teori, penatalaksanaan luka bakar cukup
sederhana. Penatalaksanaan tersebut adalah melakukan debridemen keropeng
dan melakukan penutupan dengan tandur kulit sebelum keropeng terinfeksi.
Namun, kadang kala komplikasi sistemik serius pada cedera luka bakar, seperti
hypovolemia dan sepsis, dapat memperlambat pelaksanaan dan tindakan
tersebut secara bermakna.
Debridemen mekanis. Debridemen mekanis dapat dilakukan dengan
menggunakan forceps dan gunting untuk mengangkat secara perlahan dan
memotong jaringan nekrotik yang telah lunak. Bentuk debridemen mekanis
laian adalah membalut luka dengan kassa kasar dalm bentuk balutan basah-
kering atau basah-basah. Balutan basah-kering terdiri atas lapisan kassa berserat
kasar yang telah dibasahi. Saat lapisan bagian dalam mongering, balutan
tersebut menempel ke luka, memerangkap eksudat dan debris luka. Balutan
harus dilepaskan pada sudut 90 derajat dan setiap upaya harus dilakukan untuk
menghindari kerusakan jaringan granulasi baru yang rapuh. Saat luka
membentuk jaringan granulasi dalam jumlah besar, balutan basah-basah dapat
digunakan untuk mencegah desikasi dan trauma. Balutan jenis ini tetap lembap
sampai penggantian balutan berikutnya. Balutan harus dilepas dengan pertama
kali mengangkat balutan dnegan lembut dari tepi kearah pusat luka dan
kemudian melepas balutan pada sudut 180 derajat. Prosedur ini encegah
pelupasan jaringan epitel yang baru terbentuk.
Debridemen enzimatik. Debridemen enzimatik melibatkan pemberian zat
proteolitik ke luka bakar untuk mempersingkat waku pelepasan keropeng.
Travase dan elase adalah agens yang paling sering digunakan. Luka pertamakali
ndi bersihkan dan zat yang telah mengalami nekrosis didebridemen. Agens
kemudian dioleskan secara langsung kedasar luka dan ditutup dengan lapisan
kassa berserat halus. Sebuah agens antimikroba topical dioleskan selanjutnya
dan seluruh area ditutup dengan kassa yang telah direndam salin. Balutan
diganti 2-4 kali sehari.
Debridemen enzimatik memiliki keuntungan yaitu tidak perlu eksisi
bedah, namun kompliksi tertentu harus di pertimbangkan. Hypovolemia dapat
terjadi akibat kehilangan cairan berlebih melalui luka. Oleh karena itu, TBSA
yang tidak lebh dari 20% harus ditangani dengan cara ini. selulitis dan maserasi
pada kulit yang normal seringkali terjadi disekitar perifer luka dan pasien
seringkali mengeluh rasa seperti terbakar yang berlangsung 30-60 menit setelah
pemberian enzim.
Debridemen bedah. Pada eksisi bedah, luka dieksisi untuk membuat hidup
titik perdarahan sambal meminimalkan kehilangan jaringan hidup. Eksisi awal
secara signifikan telah membuat individu yang mengalami luka bakar mayor
bertahan. Luka terbuka menyebabkan hipermetabolisme dan respons stress yang
tidak teratasi sampai luka ditutup. Eksisi bedah harus dilakukan segera setelah
pasien stabil secara hemodinamis, biasanya dalam 72 jam.
Setelah eksisi selesai hemostasis harus dicapai. Ini dapat diperoleh dengan
thrombin topical yang disemprotkan ke luka atau menempelkan spons yang
telah direndam dalam larutan epinefrin 1:10.000. setelah pengangkatan jaringan
nekrosis, struktur dibawahnya yang terpajan harus dibalut dengan penutup
temporer atau permanen untuk memberikan perlindungan dan mencegah infeksi.
4. Tandur (graft)
Pengganti kulit yang hilang idealnya adalah autograph yang memiliki
warna, tekstur dan kedalaman yang sama dari lokasi didekat luka pada tubuh.
Lapisan epidermis pasien dan sebagian lapisan dermis diambil dari lokasi yang
tidak terbakar dengan menggunakan dermatome. Tandur ini disebut sebagai
tandur dengan kedalaman parsial, yang dapat diletakkan keatas luka sebgai
sebuah tandur berbentuk lembaran atau tanduk berbentuk jarring. Pada tandur
berbentuk lembaran, kulit yang diambil di letakkan kearea yang dieksisi lewat
pembedahan. Kemudian biasnaya ditutup dengan balutan kassa yangtelah diberi
petroleum. Tandur harus diperiksa dengan sering untuk melihat pengumpulan
cairan yang berada dibawah tandur. Pengumpulan cairan dicegah dengan
menggunakan aplikator berujung kapas keatas tandur untuk mengeluarkan
cairan yang terperangkap. Diatas area yang terpajan, seperti wajah, tangan,
tandur berbentuk lembaran memberikan penampakan yang lebih normal
dibandingkan tandur berbentuk jaring.
Pada tandur berbentuk jaring, kulit yang diambil di bolong-bolong dan
kemudia tandur ditaruh diatas luka bakar. Celah (ruang) memungkinkan kulit
mengembang, emeberikan penutupan dan drainase yang lebih besar serta
memfasilitasi penutupan diatas permukaan yang tidak rata. Tandur berbentuk
jarring sering kali harus di perluas untuk mendapatkan penutupan maksimum
dari setiap potong autograf. Rasio perluasan 1:3 atau 1:4 sering kali dilakukan.
Untuk menutupi luka bakar yang besar. Dengan rasio yang lebih besar ini,
autograph yang telah diberikan ditutupi dengan alograf kulit cadaver atau kulit
sintetik (Biobrane; Winthrop Pharmaceuticals). Selain untuk menstabilkan
jarring yang masih rapuh secara fisik,penutupan akan mengurangi evaporasi,
kehilangan panas dan kontaminasi bacterial.
Balutan digunakan setelah pembedahan untuk mengimobilisasi area yang
ditandur dan mencegah perobekan serta pencabutan tandur. Balutan pasca
operasi juga memberikan derajat kompresi untuk meminimalkan hematoma dan
pembentukanseroma,tetapi mungkin juga menjadi sumber kompresi vaskuler
diekstremitas. Pemeriksaan nadi dibagian distal balutan dicatat setiap 4 jam
selama 24 jam setelah pembedahan . balutan biasanya dibiarkan ditempatnya
sampai pasca operasi hari ketiga. Sampai saat itu, balutan dibasahi setiap 6 jam
dengan sebuah larutan yang mengandung salin normal dan polimiksin. Larutan
antibiotic mempertahankan tandur berbentuk jarring yang rapuh tetap lembap
dan memberikan perlindungan terhadap infeksi. Pada ari ketiga pasca operasi,
balutan dilempaskan dan dievaluasi oleh dokter, yang menentukan keberhasilan
penanduran. Keberhasilan ini dinyatakan dalam presentase. Area yang ditandur
kembudia di tutup dneganbalutan yang tidak melekat dan sebuah lapisan kassa,
yang difiksasi dengan kassa gulung. Semua komponen balutan dibasahi dengan
larutan antibiotic.
Area donor ditutupi selama pembedahan dengan selapis kassa yang serat-
seratnya halus (Scarlet Red atau Biobrane). Biasanya Scarlet Red dipertahanan
ditempatnya sampai mulai memisahkan diri dari tempat donor. Memberikan
posisi untuk mencegah tekanan pada tempat tersebut sangat penting. Inspeksi
area donor setiap hari sangat penting untuk mendeteksi tanda-tanda awal infeksi
atau selulitis.
Sebuah teknik baru yang melibatkan pertumbuhan dan diikuti dengan
penempatan tandur autograph epitel yang telah dikultur telah menjadi tambahan
penting pada penutupan permanen luka bakar yang ekstensif. Biopsy dilakukan
dari kulit ynag tidak terbakar dan sel dikultur didalam laboratorium. Lapisan sel
epitel yang dikultur kemudia ditempelkan ke kassa jeli petroleum dan
ditempelkan ke luka. Setelah 7-10 hari, kassa jeli petroleum kemudian dilepas
dengan balutan yang tidak melekat ditempelkan untuk mencegah trauma
mekanis.
5. Eskarotomi
Luka bakar sirkumferensial pada sebuah lengan atau tungkai dapat
menyerupai sindrom kompartemen. Pembentukan edema dijaringan dibawah
paha, keropeng yang keras pada luka bakar sirkumferensial akibat cedera luka
bakar dengan kedalamn parsial atau penuh menyebabkan gangguan pembuluh
darah diekstremitas yang terkena.
Untuk meminimalkan risiko gangguan sirkulasi cinci, jam tangan atau
perhiasan yang lain dilepaskan selama pengkajian awal. Meninggikan dan
melakukan gerakan aktif diekstremitas yang terluka dapat meredakan distress
sirkulasi dalam derajat minimal. Warna kulit, sensasi, pengisian kapiler dan nadi
perifer dikaji dan didokumentasikan setiap jam diekstremitas yang mengalami
luka bakar sikumferensial. Ultrasonografi Doppler adalah cara yang paling
andal dalam mengkajialiran darah arteri dan kebutuhan akan eskaratomi.
Diekstremitas atas nadi radialis, ulnaris dan arkus palmaris diperiksa setiap jam.
Diekstremitas bawah, nadi tibial posterior dan dorsalis pedis diperiksa setiap
jam. Kehilangan atau penurunan progresif sinyal ultrasonic mengindikasikan
perlunya eskaratomi.
Eskaratomi dilakukan sebgai prosedur ditempat tidur, dengan
menggunakan area dan pisau bedah steril, atau elektrokauteri atau keduanya.
Membawa pasien ke ruang operasi tidak diperlukan dan akan menyebabkan
keterlambatan yang tidak diperbolehkan. Anestesi local jarang dibutuhkann
karena cedera dnegan kedalaman penuh tidak dapat merasakan apa-apa. Namun,
sedikit dosis narkotik dan benzodiazepine membantu kenyamanan pasien. Insisi
harus dilakukan di aspek mid-medial atu mid-lateral ekstremitas dan harus
membujur ke keropeng turun kearah lemak subkutan untuk memungkinkan
pemisahan yang adekuat pada tepi yang akan dipotong untuk dekompresi.
vii. MEMBERIKAN DUKUNGAN PSIKOLOGIS DAN KELUARGA
Memberikan dukungan psikologis untuk pasien yang baru saja masuk
kerumah sakit dan keluarganya merupakan bagian penting dari banyaknya tugas
yang dihadapi perawat perawatan kritis. Pasien paling sering terjaga dan sadar,
walaupun cemas dan sangat terbebani oleh cedera yang tiba-tiba dan luas. Dengan
tingkat ansietas yang tinggi dan kurangnya pengetahuan mengenai luka bakar,
keluarga masuk ke unit luka bakar dengan perasaan takut, ragu dan kadang kala
hysteria. Penampakan fisik pasien dan lingkungan berteknologi tinggi di unit luka
bakar adalah hal yang menakutkan.
Mempersiapkan keluarga untuk melakukan kunjungan awal dengan
menjelaskan apa yang mereka temui dan menemani mereka tempat tidur adalah hal
yang sangat penting. Pengunjung sering kali merasa sangat kaget pada kunjungan
pertama dan berdiri tanpa suara dengan perasaan cemas dan tidak berdaya. Cedera
luka bakar adalah situasi yang dramatis dan bersifat traumatis secara psikologis
bagi pasien dan orang yang menyaksikan peristiwa tersebut.
Konseling untuk pasien dan keluarga dimulai pada hari masuk kerumah
sakit. Keluarga memerlukan dukungan konstan dan tim luka bakar harus
merencanakan untuk membuat pertemuan keluarga mingguan untuk mendiskusikan
rencana dan kemajuan perawatan pasien. Ini sering kali merupakan landasan yang
penting untuk membina hubungan saling percaya untuk berbulan-bulan kedepan
selama rehabilitasi. Hubungan saling percaya yang ditetapkan pada awalnya
memberikan dasar yang kuat untuk penyuluhan dan rehabilitasi pasien dan
keluarga dalam beberapa bulan ke depan.
Keluarga perlu diinformasikan dan diberikan cara untuk merawat kebutuhan
fisik dan psikologis pasien. Keluarga pasien yang dipindahkan dari daerah yang
jauh dan yang kurang memiliki system pendukung dalam jarak dekat terutama akan
mengalami stress. Kebutuhan untuk memberikan dukungan kepada keluarga tidak
boleh diabaikan.
Pada pasien luka bakar sering kali merasa depresi dan menarik diri, meminta
untuk ditinggalkan seorang diri dan ingin dibuat nyaman. Perawat harus berespons
dengan membuat perkiraan tertentu pasien menjadi jelas, yaitu perawat harus
menjelaskan pada pasien bahwa ia harus makan sendiri, pergi ke kamar mandi,
atau melakukan banyak aktiitas selama kondisi fisiknya memungkinkan, sambil
menyampaikan pada pasien bahwa situasi bukanlah tanpa harapan dan bahwa pada
pemulihan mungkin dilakukan.
Cara terbaik untuk mengatasi regresi pada pasien luka bakar adalah
mengakuinya terlebih dahulu. Pertama, perawat harus menerima kenyataan bahwa
pasien mungkin tidak mampu mengatasi masalah seperti seorang dewasa dan
bahwa pasien mungkin tidak stabil secara fisik dan emosional. Kedua perawat
harus menemukan cara – cara untuk membantu pasien mengatasi masalah sesuai
dengan tingkat usianya. Intervensi yang biasanya membantu termasuk mengikuti
jadwal yang teratur sehingga pasien tahu apa yang mungkin dilakukan memberi
penghargaan kepada pasien jika ia memperlihatkan perilaku dewasa, dan
mengizinkan pasien untuk memiliki control dan pilihan sebnyak-banyaknya
Tidak jarang pasien luka bakar berat memindahkan rasa takutnya ke pemberi
perawatan tertentu dan mengeluhkan bahwa mereka ditangani secara tidak sesuai
atau tidak baik. Bekerja dengan perawat psikiatri dapa tmembantu pemberi
perawatan untuk mendukung pasien dengan memberikan respons yang terapeutik
Halusinasi, konfusi, dan sifat melawan umum terjadi pada pasien luka bakar
berat karena alasan fisik dan mental. Kelelahan, nyeri, dan pengobatan dapat
mendistorsi kenyataan dan menimbulkan perilaku skizofrenia. Walaupun pasien
cenderung untuk berkonsentrasi pada keadaan saat ini, anggota keluarga
memandang masa depan dan ingin tau mengenai apa yang terjadi. Informasi
mengenal kondisi dan terapi pasien harus diceritakan kepada mereka dengan
menggunakan pendekatan yang jujurdan terbuka.
c. Fase rehabilitasi
Pasien yang mengalami luka bakar luas memerlukan waktu berbulan-bulan untuk
pemulihan dan rehabilitasi. Upaya rehabilitaasi fisik dan psikologis dimulai di ICU dan
dilanjutkan selama periode pemulihan.
i. Rehabilitasi fisik
Diet pasien luka bakar harus tetap tinggi protein sampai semua luka sembuh.
Saat penyembuhan terjadi, diet harus dikurangi secara bertahap untuk memenuhi
kebutuhan kalori normal. Pasien luka bakar dapat terbiasa untuk sering makan dan
dalam jumlah besar. Setelah penyembuhan komplet, metabolisme kembali normal,
dan berat badan akan bertambah jika pola makan tidak dikendalikan secara tepat.
ii. Pencegahan jaringan parut dan kontraktur
Setelah pernah dianggap tidak dapat dihindari, jaringan parut hipertrofik dan
kontraktur sendi kini dapat dicegah secara luas. Upaya pencegahan saat individu
masuk kerumah sakit dan dilanjutkan minimal selama 12 bulan atau sampai
jaringan parut matang secara total.
Upaya pencegahan ini (yi; memposisikan tubuh dan membantu pasien
melakukan latihan rentang pergerakan ) bukanlah hal baru bagi perawat.
Memposisikan tubuh dengan ekstremitas diektensikan terutama penting. Walaupun
posisi fleksi yang kuat dipilih oleh pasien untuk kenyamanan, posisi fleksi ini akan
menimbulkan kontraktur berat. Latihan rentang pergerakan harus dilakukan pada
saat pergantian balutan atau lebih sering jika diindikasikan. Bebat khusus
digunakan untuk mempertahankan posisi pada lengan, tungkai, dan tangan, yang
merupakan posisi fungsional. Selanjutnya, saat luka telah cukup sembuh individu
dipesankan pakaian pas yang memberikan tekanan khusus. Dengan memberikan
tekanan continue yang sama diseluruh area luka bakar, pakaian mencegah jaringan
parut hipertrofik. Pakaian harus dipakai 24jam sehari selama sekitar 1 tahun.
Pakaian elastis yang halus membentuk lapisan pelindung yang memungkinkan
individu menggunakan pakaian normal dan dalam waktu lebih cepat dapat
melakukan aktivitas biasa.
Kulit yang telah sembuh dan ditandurakan kering dan kencang. Gatal adalah
keluhan utama pasien saat terjadi penyembuhan. Memijat dengan lotion ringan
yang tidak mengiritasi kulit yang telah sembuh memberikan lubrikasi dan
membantu rentang pergerakan.
iii. Rehabilitasi psikologis
Orang yang dapat sembuh dari luka bakar dapat mengalami banyak masalah
psikologis saat mendekati waktu pulang. Pasien mungkin mengalami gangguan
stress pasca-trauma, ansietas, depresi, atau kombinasi dari gangguan-gangguan
tersebut. Untuk memastikan bahwa masalah ini diatasi secara efektif, tim
multidisiplin yang merawat pasien luka bakar harus melibatkan professional
kesehatan jiwa.
Respon penderita dipengaruhi oleh usia, kepribadian, latar belakang budaya
dan etnic, luas dan lokasi injuri, dan akibatnya pada body image. Disamping itu
berpisah dari keluarga dan teman-teman, perubahan pada peran normal klien dan
tanggungjawabnya mempengaruhi reaksi trauma pada luka bakar. Fokus perawatan
adalah pada upaya memaksimalkan pemulihan psikososial klien melalui intervensi
yang tepat.
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN MASALAH KOLABORATIF
Diagnosa Keperawatan :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d obstruksi jalan napas
2. Resiko kekurangan volume cairan
3. Nyeri akut b/d agen fisik
4. Risiko infeksi
5. Risiko disfungsi neurovaskular perifer b/d luka bakar
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
7. Hambatan mobilitas fisik b/d gangguan neuromuskular
8. Kerusakan integritas kulit b/d cedera luka bakar
9. Risiko sindrom pasca-trauma
10. Gangguan citra tubuh b/d cedera
11. Defisiensi pengetahuan b/d kesalahpahaman informasi
Masalah Kolaboratif :
1. - Pemberian oksigen humidikasi
- Pantau nilai gas arteri
- Pemeriksaan sinar X Dada
- Intubasi/trakeostomi & ventilasi mekanis
2. - pasang dan pertahankan kateter urine menetap
- penggantian cairan IV yang telah dihitung, elekrolit, plasma, albumin
- Pantau Pemeriksaan laboratorium, Hb/Ht, elektrolit, dan natrium urine
- Pemberian medikasi sesuai indikasi
3. - Pemberian Analgesik
- Intruksi penggunaan analgesik pasien
4. - pemberian agens antimikroba topikal sesuai indikasi
- Pemasangan IV dan jalur invasif
- pemeriksaan kultur dan sensitivitas luka dan drainase
- biopsi eksisi ketika dicurigai infeksi
5. - Ganti balutan dan bersihkan area yang terbakar dengan hidroterapi
- Eksisi atau tutup luka bakar
6. - Pertahankan penggantian cairan sesuai protokol
- Pantau elektrolit, terutama natrium, kalium, dan kalsium
- Beri terapi sesuai indikasi
I. NURSING INTERVENTION & NURSING OUTCOME
HASIL INTERVENSI
Oksigenasi/Ventilasi
Kepatenan jalan nafas dipertahankan  Auskultasi bunyi nafas per 2-4 jam dan
sesuai kebutuhan.
Paru bersih saat diauskultasi  Kaji cedera inhalasi dan antisipasi
intubasi.
 Kaji kuantitas dan warna sekresi trakea.
 Hisap jalan nafas endotrakea jika tepat
(Lihat Panduan Perawatan Kolaborasi
Untuk Pasien Yang Terpasang
Ventilator).
 Hiperoksigenasi dan hiperventilasi
sebelum dan setelah setiap tindakan.
Tekanan puncak, rerata, dan tekanan  Pantau tekanan jalan nafas 2-4 jam.
plateau berada dalam batas normal  Pantau komplians paru setiap 8 jam.
untuk pasien yang terpasang ventilator.  Berikan bronkodilator dan mukolitik.
 Lakukan fisioterapi dada setiap 4 jam.
 Pantau tekanan jalan nafas dan
komplians paru untuk mengetahui
adanya perbaikan setelah intervensi.
Tidak terdapat bukti atelektasis atau  Ubah posisi setiap 2 jam
infiltrate.  Pertimbangkan terapi kinetic atau posisi
prone
 Lakukan rontgen dada setiap hari
Gas darah arteri berada dalam batas normal.  Pantau karboksihemoglobin dan kadar
monoksida.
 Pantau gas darah arteri dengan
menggunakan analisis kooksimeter
saturasi oksigen. (oksimeter nadi dan
perhitungan SaO² merupakan
pengukuran yang tidak akurat jika
terdapat karbon monoksida).
 Berikan oksigen yang dilembabkan
 Pertimbangkan terapi hiperbarik
Sirkulasi/Perkusi
Tekanan darah, frekuensi jantung, tekanan  Kaji tanda-tanda vital setiap 1 jam
vena sentral (CVP), dan tekanan arteri  Kaji tekanan hemodinamik setiap 1 jam
pulmonalis berada dalam batas normal. jika pasien terpasang kateter arteri
pulmonal (PA).
 Berikan volume intravascular sesuia
program untuk mempertahankan
preload.
Suhu berada dalam batas normal  Pantau suhu setiap jam
 Pertahankan lingkungan yang hangat
dan gunakan sinar penghangat atau
selimut untuk mencegah hipotermia
 Tangani demam dengan antipiretik dan
selimut pendingin.
Perfusi ke ekstermitas dipertahankan,  Pantau perkusi dengan menggunakan
denyut nadi utuh. oksimetri nadi, Doppler, palpasi setiap 1
jam.
 Tinggikan ekstermitas yang terbakar
 Siapkan untuk eskarotomi atau
fasiotomi.
Cairan/Elektrolit
Mengembalikan dan mempertahankan  Kaji asupan dan haluaran cairan setiap 1
keseimbangan cairan : haluaran urine jam
30-70 ml/jam atau 0,5 ml/kg CVP, 8-12  Berikan Ringer Laktat 4 ml/kg/% lika
mm Hg; tekanan system pembuluh bakar, dibagi ke dalam 24 jam pertama
darah arteri pulmonal (PAWP), 12-8 setelah luka bakar.
mm Hg; tekanan darah berada dalam  Panatu dieresis spontan dan kurangi
batas normal; denyut jantung berada kecepatan infuse IV sesuai indikasi.
dalam batas normal <120 kali per menit.  Timbang berat badan setiap hari.

Nilai elektrolit, mineral, dan fungsi ginjal  Pantau dang anti mineral dan elektrolit
berada dalam batas normal  Pantau BUN, kreatinin, mioglobin, dan
elektrolit serta glukosa urine.
 Pantau status neurologis
 Pantau dan tangani disritmia.
Mobilitas/Keamanan
Pasien tidak mengalami kontraktur sendi  Berikan latihan pergerakan sendi pasif
dam aktif selama 1-2 jam
 Pasang bebat yang memfiksasi posisi
sesuai kebutuhan
Tidak ada tanda-tanda komplikasi yang  Baik dan posisikan kembali pasien setiap
terkait dengan imobilitas 2 jam
 Pertimbangkan terapi kinetic
Tidak ada tanda-tanda infeksi  Pertimbangkan profilaksis thrombosis
vena dalam (DVT)
 Pertahankan teknik steril yang ketat dan
pantau teknik lainnya
 Pertahankan strerilitas kateter invasive
dan slang
 Sesuai dengan protocol rumah sakit,
ganti balutan, dan kateter invansif.
Kultur luka, darah, urine, sesuai
kebutuhan
 Pantau kriteria sindrom respons
inflamasi sistemik; peningkatan hitung
sel darah putih (SDP), peningkatan suhu,
takipnea, takikardia.
Integritas Kulit
Kulit yang tidak terbakar akan tetap utuh  Kaji kulit setiap 4 jam dan setiap kali
klien diganti posisi
 Ganti posisi setiap 2 jam
 Pertimbangkan kasur pengurangan/
pereda tekanan
Luka bakar akan sembuh tanpa komplikasi  Tangani luka bakar sesuai protocol
rumah sakit; berikan obat topical dan
lakukan debridement sesuai indikasi
 Pantau kemampuan hidup tandu kulit
 Lindungi area yang ditandur (mis;
pengaman tempat tidur, balutan)
 Pertimbangkan tempat tidur yang diisi
udara untuk meningkatkan pemulihan
dan meredakan tekanan darah dari
permukaan yang terbakar.
Nutrisi
Asupan kalori dan zat gizi memenuhi  Berikan nutrisi parenteral atau enteral
kebutuhan metabolik per kalkulasi dalam 24 jam setelah cedera
(mis,. Pengeluaran Energi Basal)  Konsultasi dengan ahli gizi atau layanan
bantuan nutrisi guna mengkaji kebutuhan
nutrisi dengan tim
 Pantau asupan protein dan kalori
 Pantau albumin, prealbumin, transferin,
kolesterol, trigliserida, glukosa
Kenyamanan/Pengontrolan Nyeri
Pasien akan mengalami nyeri minimal, <5  Kaji nyeri dan ketidaknyamanan dengan
pada skala nyeri, dan ketidaknyamanan menggunakan skala nyeri objektif setiap
minimal. 4 jam, sesuai kebutuhan, dan setelah
pemberian obat nyeri
 Berikan analgesic sebelum prosedur dan
pantau respons pasien
 Gunakan teknik penatalaksanaan nyeri
non farmakologi (mis;., music, distraksi,
sentuhan).
Psikososial
Pasien menunjukan penurunan ansietas  Kaji tanda-tanda vital selama terapi,
diskusi dan seterusnya.
 Berikan sedatif sebelum terapi/prosedur
 Konsultasi dengan layanan social,
pemuka agama, dan seterusnya sesuai
kebutuhan
 Berikan istirahat dan tidur yang adekuat
 Dorong diskusi mengenai efek jangka
panjang luka bakar, ketersediaan sumber
dan strategi koping.
Pendidikan/Perencanaan Pulang
Pasien/orang terdekat memahami prosedur  Persiapan pasien/orang terdekat untuk
dan pemeriksaan yang dibutuhkan untuk pelaksanaan prosedur, seperti
penanganan debridement, eskarotomi, fasiotomi,
intubasi, dan ventilasi mekanis.
Orang terdekat memahami keparahan  Jelaskan kemungkinan efek luka bakar
penyakit, mengajukan pertanyaan yang dan kemungkinan komplikasi, seperti
sesuai, mengantisipasi kemungkinan infeksi, gagal ginjal atau gagal nafas.
komplikasi.  Dorong orang terdekat untuk
mengajukan pertanyaan yang berkaitan
dengan penatalaksanaan luka bakar,
kelainan bentuk, koping, dan seterusnya.

J. DAFTAR PUSTAKA
Morton, Gonce Patricia, dkk.2011.Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik.Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Yasmara, Deni, Nursiswati dan Rosyidah Arafat.2016. Rencana Asuhan Keperawatan
Medikal-Bedah.Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
http://sekedarperawat.blogspot.co.id/2016/12/makalah-luka-bakar.html?m=1

You might also like