Professional Documents
Culture Documents
TALASEMIA
1
c. Delesi 3 gen (penyakit Hb H)
Bisa dideteksi setelah kelahiran, disertai anemia berat dan
pembesaran limpa.
d. Delesi 4 gen (hydrops fetalis)
Biasanya bayi akan meninggal dalam kandungan atau setelah
dilahirkan karena kadar hemoglobin normal tidak mungkin
terbentuk.
2
1.2 Etiologi Thalasemia
Adapun etiologi dari thalasemia adalah faktor genetik (herediter).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi
kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur
eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Penyebab kerusakan
tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia) dan
kelainan hemoglobin ini karena adanya gangguan pembentukan yang
disebabkan oleh Gangguan struktural pembentukan hemoglobin
(hemoglobin abnormal) (Hasan & Alatas, 2007).
3
c. Perubahan pada tulang, tulang akan mengalami penipisan dan
kerapuhan akibat sumsum tulang yang bekerja keras untuk
memenuhi kebutuhan akan kekurangan hemoglobin dalam sel darah.
Hal ini terjadi pada tulang kepala, frontal, parietal, molar yang
menjadi lebih menonjol, batang hidung menjadi lebih datar atau
masuk ke dalam dengan tulang pipi yang menonjol. Keadaan ini
disebut facies cooley (Indriati, 2011).
4
(kromosom 11 dan 16) yang dapat mengakibatkan pembentukan rantai α
dan β di eritrosit tidak seimbang, rantai β yang kurang dibanding rantai α,
rantai β, tidak terbentuk sama sekali, dan rantai β yang terbentuk tidak
cukup. Keempat akibat tersebut dapat menyebabkan terjadinya
thalasemia β.
5
c. Bone Marrow Punctional (BMP), akan memperlihatkan perubahan
sel-sel darah berdasarkan jumlah, ukuran dan bentuk yang akan
membantu membedakan jenis thalasemia yang diderita pasien.
1.6 Komplikasi
Beberapa komplikasi penderita penyakit thalasemia (Hasan & Alatas,
2007).
1.6.1 Akibat anemia yang berat dan lama menyebabkan hemolis serta
sering terjadi gagal jantung. Anemia kronis dan kelebihan zat besi
dapat menimbulkan gangguan fungsi jantung (gagal jantung), hepar
(gagal hepar), gangguan endokrin (diabetes melitus, hipoparatiroid)
dan fraktur patologis.
1.6.2 Transfusi darah yang berulang-ulang dan proses hemolisis
menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga
ditibun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit,
jantung, dll. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat
tersebut (hemokromatosis).
1.6.3 Limpa yng besar mudah ruptur akibat trauma yang ringan.
1.6.4 Kadang-kadang talasemia disertai oleh tanda hipersplenisme seperti
leukopenia dan trombopenia.
1.6.5 Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.
1.7 Penatalaksanaan
Menurut Rudolph (2006) penatalaksanaan thalasemia antara lain:
1.7.1 Medikamentosa
a. Pemberian iron chelating agent (Desferoxamine), diberikan
setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau
saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali tranfusi
darah.
Desferoxamine, dengan dosis 25-50 mg/kg/BB/hari, atau
subkutan melalui infus pump dalam waktu 8-12 jam dengan
minimal selama 5 hari berturut-turut setiap selesai tranfusi
darah.
b. Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, utuk
meningkatkan efek kelasi besi.
6
c. Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang
meningkat.
d. Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat
memperpanjang umur sel darah merah.
1.7.2 Bedah
Splenektomi, dengan indikasi:
a. Limfa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita,
menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya
terjadinya ruptur.
b. Hipersplenisme yang ditandai dengan peningkatan kebutuhan
tranfusi darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi
250 ml/kg/BB/tahun.
Transplantasi sumsung tulang telah memberi harapan baru bagi
penderita thalasemia dengan lebih dari seribu penderita thalasemia
mayor berhasil tersembuhkan dengan tanpa ditemukannya
akumulasi besi dan hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih
berarti pada anak usia dibawah 15 tahun. Seluruh anak-anak yang
memiliki HLA- spesifik dan cocok dengan saudara kandungnya
dianjurkan untuk melakukan transplantasi ini.
1.7.3 Suportif
Tranfusi darah, dimana Hb penderita dipertahankan antara 8-9,5
mg/dL. Dengan keadaan ini akan memberikan supresi sumsum
tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat
mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita.
Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg/BB
untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dL.
7
1.8 Pathway
Kulit menjadi
Keturunan,
kelabu
Tidak seimbangnya alpha
dan beta asam amino
Limpa Splenomegali Nyeri
8
II. Rencana Asuhan Keperawatan
2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat Keperawatan
a. Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas,
gejala telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun.
Sedangkan pada thalasemia minor biasanya anak akan di bawa ke
rumah sakit setelah usia 4 tahun.
b. Riwayat Kesehatan Anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas
atau infeksi lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang
berfungsi sebagai alat transport.
9
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih
banyak tidur/istirahat karena anak mudah lelah.
e. Dada
Terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran jantung
dan disebabkan oleh anemia kronik.
f. Perut
Saat dipalpasi teraba pembesaran pada limfa dan hati
(hepatospeknomegali).
g. Kulit
Kulit terlihat pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat
tranfusi darah warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal
ini terjadi karena adanya penumpukan zat besi dalam jaringan
kulit (hemosiderosis).
10
b. Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) :
Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari
jenis asidofil.
Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.
c. Pemeriksaan khusus :
Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar
Hb F.
Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia
mayor merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (>
3,5% dari Hb total).
Objektif
Frekuensi jantung atau tekanan darah tidak normal sebagai
respon terhadap aktivitas.
Perubahan EKG yang menunjukan aritmia atau iskemia.
2.2.3 Faktor yang Berhubungan
Tirah baring dan imobilitas.
Kelemahan umum.
Ketidakseimbangan antara suolai dan kebutuhan oksigen.
Gaya hidup kurang sehat
11
Menghindari makanan
BB 20% atau lebih di bawah BB ideal.
Bising usus hiperaktif
Kurang informasi
Penurunan BB dengan asupan makanan adekuat.
Kurang minat pada makanan.
Ketidakmampuan memakan makanan
Kelemahan otot untuk menelan.
Tonus otot menurun.
Kelemahan otot pengunyahan.
2.2.6 Faktor yang Berhubungan
Faktor biologis
Faktor ekonomi
Ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrien.
Ketidakmampuan untuk mencerna makanan.
Ketidakmampuan untuk menelan makanan.
Faktor psikologis.
2.3 Perencanaan
Diagnosa I: Intoleransi aktivitas
NOC NIC Rasional
Setelah dilakukan intervensi Energy Managemen Energy Management
...x24 jam diharapkan kondisi 1. Tentukan pembatasan aktivitas 1. Mencegah penggunaan
pasien stabil saat beraktivitas fisik pada pasien. energi yang berlebihan.
dengan kriteria hasil: 2. Tentukan persepsi pasien dan 2. Memudahkan pasien untuk
Mentoleransi aktivitas perawat mengenai kelelahan. mengenali kelelahan dan
yang biasa dilakukan, waktu istirahat.
yang dibuktikan oleh 3. Tentukan penyebab kelelahan 3. Mengidentifikasi pencetus
toleransi aktivitas, (perawatan, nyeri, kelelahan.
ketahanan, penghematan pengobatan).
energi, kebugaran fisik, 4. Monitor efek dari pengobatan 4. Mengetahui apakah
energi psikomotorik, dan pasien. pengobatan memiliki efek
perawatan diri, ADL. samping membuat kelelahan.
Menunjukan toleransi 5. Monitor intake nutrisi yang 5. Mengetahui sumber asupan
12
aktivitas yang dibuktikan adekuat sebagai sumber energi. energi pasien.
oleh indikator. 6. Anjurkan pasien dan keluarga 6. Menyamakan persepsi antara
Mendemontrasikan untuk mengenali tanda dan pasien dan perawat mengetai
penghematan energi yang gejala kelelahan saat aktivitas. tanda kelelahan.
dibuktikan oleh indikator. 7. Anjurkan pasien membatasi 7. Menghindari timbulnya sesak
aktivitas yang berat. karena kelelahan.
8. Monitor respon terapi oksigen 8. Mengetahui efektifitas terapi
pasien. O2.
9. Batasi stumuli lingkungan 9. Menciptakan lingkungan
untuk relaksasi pasien. yang kondusif untuk pasien
beristirahat.
Activity Therapy Activity Therapy
1. Bantu pasien untuk memilih 1. Aktivitas yang terlalu berat
aktivitas yang sesuai dengan dapat memperburuk toleransi
kondisi. terhadap latihan.
2. Bantu pasien untuk melakukan 2. Melatih kekuatan selama
aktivitas/latihan fisik secara aktivitas.
teratur.
3. Kolaborasi dengan tim 3. Mengkaji setiap aspek pasien
kesehatan lain untuk terhadap terapi latihan yang
merencanakan monitoring direncanakan.
program aktivitas pasien.
13
Penurunan intensitas terhadap pasien tentang dibutuhkan pasien.
terjadinya mual muntah kebutuhan nutrisi yang tepat
Penurunan frekuensi mual dan sesuai.
muntah Nausea Management Nausea Management
Weight: body mass 1. Kaji frekuensi mual muntah, 1. Untuk menentukan intervensi
Pasien tidak mengalami durasi, tingkat keparahan, yang akan diberikan.
penurunan BB atau penyebab .
mengalami peningkatan 2. Anjurkan pasien makan 2. Makan sedikit demi sedikit
BB. sedikit demi sedikit tapi tapi sering dapat
sering. meningkatkan intake nutrisi.
3. Anjurkan pasien makan selagi 3. Makan makanan dalam
makanan masih hangat. kondisi hangat dapat
menurunkan rasa mual
sehingga intake nutrisi dapat
ditingkatkan.
4. Delegatif pemberian terapi 4. Antiemetik dapat digunakan
antiemetik. sebagai terapi farmakologis
dalam manajemen mual
dengan menghambat sekresi
asam lambung.
Weight Management Weight Management
1. Timbang BB pasien jika 1. Dengan menimbang BB
memungkinkan dengan dapat memantau peningkatan
teratur. dan penurunan status gizi.
2. Diskusikan dengan keluarga 2. Membantu memilih alternatif
dan pasien pentingnya intake pemenuhan nutrisi yang
nutrisi dan hal-hal yang adekuat.
menyebabkan penurunan BB.
14
DAFTAR PUSTAKA
15
Banjarmasin, 26 Januari 2019
16