Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kegawatdaruratan adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi secara tiba-
tiba, seringkali merupakan kejadian yang berrbahaya (Dorlan, 2011). Kegawatdaruratan
dapat didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang kala berbahaya yang terjadi secara
tiba-tiba dan tidak terduga dan membutuhkan tindakan segera guna menyelamatkan
jiwa/ nyawa (Campbell S, Lee C, 2000).
1
2
(unity), kesehatan dan kebaikan (wellness), dan hubungan timbal balik antara manusia
dan lingkungannya (Mariano, 2007). Namun, perkembangan keperawatan setelah masa
Florence Nightingale banyak mengalami pasang surut dan lebih didominasi atau
diarahkan oleh perkembangan kedokteran yang lebih menekankan pada aspek-aspek
biomedis. Hal inilah yang mendorong para pemikir dan ilmuwan keperawatan untuk
merevitalisasi keyakinan keperawatan holistik dan mengimplementasikannya dalam
tatanan praktik keperawatan secara nyata. Upaya-upaya yang ditempuh untuk
mewujudkan hal tersebut, diantaranya melalui penelitian-penelitian untuk
pengembangan teori-teori keperawatan holistik, pengembangan terapi modalitas
keperawatan berbasis keyakinan holistik, aplikasi konsep holistik ke tatanan nyata
praktik keperawatan, serta pengembangan kurikulum pendidikan perawat
2
3
B. Rumusan masalah
1. Apa filosofi kegawatan atau kekritisan ?
2. Apa konsep holistik pengalaman pasien pada kondisi kegawatan atau kritis?
3. Apa aspek-aspek legal dalam keperawatan kegawatdaruratan dan kekritisan?
4. Apa prinsip-prinsip pengelolahan kegawatandaruratan dan kekeritisan ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui filosofi kegawatan atau kekritisan
2. Untuk mengetahui konsep holistik pengalaman pasien pada kondisi kegawatan atau
kritis
3. Untuk mengetahui aspek-aspek legal dalam keperawatan kegawatdaruratan dan
kekritisan
4. Untuk mengetahui prinsip-prinsip pengelolahan kegawatandaruratan dan kekeritisan
3
4
BAB II
PEMBAHASAN
4
5
5
6
6
7
d. Mati
Mati Klinis :
Otak kekurangan Oksigen dlm 6-8 mnt
Terjadi gangguan fungsi
Sifat Reversible
Mati Biologis :
Otak kekurangan Oksigen dlm 8-10 mnt
Terjadi kerusakan sel
Sifat Ireversible
e. Kategori Kasus Penyebab Kematian
Immediately Life Threatening Case :
1. Obstruksi Total jalan Napas
2. Asphixia
3. Keracunan CO
4. Tension Pneumothorax
5. Henti jantung
6. Tamponade Jantung
f. Potentially Life Threatening Case
1. Ruptura Tracheobronkial
2. Kontusio Jantung / Paru
3. Perdarahan
4. Koma
7
8
8
9
9
10
10
xi
xi
xii
xii
13
B. KONSEP HOLISTIK : PENGALAMAN PASIEN KRITIS
Kata “holistic” berasal dari bahasa Yunani “holos (whole, wholism)” yang berarti
satu kesatuan yang utuh (Dossey, Keegan, & Guzzetta, 2000). Hal ini berarti manusia
holistik adalah suatu kesatuan yang utuh, lebih dari atau bukan hanya merupakan
gabungan dari beberapa komponen penyusunnya. Asosiasi Perawat Holistik Amerika
(2007) mendefinisikan “keperawatan holistik” sebagai praktik keperawatan yang
menekankan pada penyembuhan (healing) dari manusia secara utuh yang meliputi aspek
badan (body), jiwa (spirit), dan pikiran (mind). Keperawatan holistik didedikasikan untuk
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan individu, masyarakat, dan lingkungan.
Keperawatan holistik merupakan suatu pendekatan yang berpusat pada orang dengan
menyertakan konsep-konsep holism, healing, dan transpersonal caring sebagai konsep
inti. Praktik keperawatan holistik lebih menekankan pada perawatan mandiri (self-care),
itikad kuat (intentionality), keberadaan atau menghadirkan diri secara utuh (presence),
kesadaran penuh (mindfulness), dan menggunakan diri sebagai agen terapi, sebagai
landasan bagi praktik keperawatan professional (Hess, Bark, & Southhard, 2010).
Terdapat lima nilai inti dari keperawatan holistik, yaitu 1) filosofi holistik dan
pendidikan, 2) etika holistik dan riset, 3) perawatan mandiri perawat, 4) komunikasi
holistik, lingkungan terapetik dan mampu budaya, dan 5) proses caring holistik (Frisch,
2009).
Perawat holistik harus terus berkarya untuk menciptakan lingkungan kerja yang
sehat bagi dirinya dan orang lain. Mereka juga memiliki komitmen untuk
mengembangkan praktik dan kebijakan yang lebih humanistik di tatanan pelayanan
kesehatan. Perawat holistik menyadari akan pentingnya perawatan mandiri, mereka
menghargai dirinya sendiri dan memobilisasi sumber daya yang ada untuk merawat
dirinya sendiri (Asosiasi Perawat Holistik Amerika, 2007). Perawatan mandiri dalam
konteks ini adalah suatu proses aktif untuk mencapai tingkat kesehatan dan kesejahteraan
optimal melalui cara-cara saling melengkapi, mendukung, dan memberdayakan. Perawat
holistik berkomitmen untuk belajar terus menerus, mengembangkan peribadi dan
professional dalam rentang yang berkelanjutan
14
I. KARAKTERISTIK PASIEN DI UNIT PERAWATAN KRITIS
Seseorang yang masuk ke Unit Perawatan Kritis umumnya merupakan hal
yang tidak diperkirakan sebelumnya. Situasi lingkungan yang asing, peralatan-
peralatan yang kompleks, kondisi pasien kritis lain yang lebih dahulu dirawat, dan
personel yang belum dikenal sebelumnya dapat merupakan sumber stress bagi
pasien dan keluarganya. Pasien kritis adalah pasien yang beresiko tinggi
mengalami masalah kesehatan yang mengancam jiwa baik aktual maupun
potensial (Urden, Stacy, & Lough, 2006). Pasien-pasien tersebut memerlukan
perawatan yang intensif dan pengawasan yang ketat dari para perawat dan petugas
medis.
Perubahan-perubahan fungsi normal akibat dari perkembangan penyakit,
obat-obat sedatif, alat-alat bantu termasuk ventilator mekanik, dapat berkontribusi
terhadap kemungkinan perubahan status mental pasien (Urden, Stacy, & Lough,
2006). Gangguan tidur dan rangsangan yang berlebihan dari lingkungan dapat
juga memperberat kemampuan kognitif pasien untuk memahami informasi,
belajar, membuat keputusan, dan beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Hal
ini berdampak pada ketentuan pengambilan keputusan, misalnya “informed
consent”, yang tidak mungkin dilakukan oleh pasien sendiri, dan biasanya
diwakili oleh keluarga terdekat.
Selain masalah kesehatan fisik yang mendominasi pasien-pasien kritis,
masalah psykososial juga bisa terjadi pada pasien-pasien kritis. Masalah ini
umumnya muncul akibat stressor tinggi dan kemampuan koping pasien terbatas
untuk mengatasi permasalahan tersebut. Walaupun pengalaman pasien bervariasi
dari individu ke individu, pasien dengan penyakit kritis minimal harus berhadapan
dengan salah satu situasi sebagai berikut (Urden, Stacy, & Lough, 2006):
a. Ancaman kematian
b.Ancaman bisa bertahan hidup namun dengan masalah sisa atau keterbatasan
akibat penyakit -Nyeri atau ketidaknyamanan
c. Kurang tidur
d. Kehilangan kemampuan untuk mengekpresikan diri secara verbal karena
terintubasi -Keterpisahan dengan keluarga/orang yang dicintai
15
e. Kehilangan autonomy/kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari
f. Kehilangan control terhadap lingkungan
g. Kehilangan peran yang biasa dijalankan
h. Kehilangan harga diri
i. Kecemasan
j. Bosan, frustasi, dan pikiran-pikiran yang negative
k. Distress spiritual
l. Berat ringannya efek stressor tersebut dan respon pasien yang dimunculkan,
akan sangat tergantung pada faktor-faktor:
m. Lamanya terpapar stressor (akut atau kronis)
n. Efek kumulatif dari stressor yang simultan
o. Sekuen/urutan datangnya stressor
p. Pengalaman sebelumnya terpapar stressor dan keefektifan strategi koping
q. Besarnya dukungan sosial
Stress, apapun bentuknya baik itu fisik, psikologis, maupun sosial, dapat
menimbulkan respon secara fisik. Beberapa literature mengungkap adanya
hubungan antara interaksi pikiran/jiwa dan badan dengan respon kekebalan
tubuh terhadap stress (Osho, 1994; Urden, Stacy, & Lough, 2006).
16
Nilai “presence” atau menghadirkan diri secara utuh untuk membantu
pasien, merefleksikan salah satu aspek dari caring dalam keperawatan. Caring
juga dapat meliputi mengidentifikasi masalah pasien secara dini, memutuskan dan
melaksanakan intervensi yang tepat yang didasarkan pada pemahaman terhadap
pengalaman pasien sebelumnya, aspek keyakinan dan budaya pasien, pola
perilaku, perasaan, dan kecenderungan pasien. Penelitian yang dilakukan Jenny
dan Logan (1996) mengungkap perilaku caring perawat menurut pasien adalah
diantaranya mengurangi ketidaknyamanan, pembelaan (advocacy), member
dukungan (encouragement), dan menghormati pasien sebagai individu yang unik.
Seni dari caring memerlukan keterampilan dalam komunikasi dan hubungan
interpersonal, komitment peribadi, dan kemampuan untuk menjalin hubungan
saling percaya.
17
n. Kontak emosional
o. Disamping atribut skill interpersonal, ada atribut berpikir kritis yang penting
dimiliki oleh seorang perawat kritis, diantaranya:
p. Mampu membuat keputusan klinis yang akurat
q. Dapat mengkaji situasi dan mengambil tindakan yang tepat
r. Menggunakan akal sehat (logika)
s. Memberikan jawaban dan informasi yang jelas
t. Menawarkan saran dan arahan
u. Memberikan penjelasan tentang prosedur tindakan, kondisi klinis, dan
pengobatan.
18
untuk memenuhi kebutuhan pasien dan keluarga. Model sinergi berfokus pada
kontribusi unik dari keperawatan terhadap asuhan pasien dengan menekankan
pada peran professional perawat.
Merupakan aspek mengenai hak dan tanggung jawab legal terkait dengan
praktik keperawatan kritis yang merupakan hal penting bagi perawat dan pasien.
Perawat ruang intensif/kritis harus memberikan pelayanan keperawatan yang
mencerminkan pemahaman akan aspek etika dan legal keperawatan yang
mencerminkan pemahaman akan aspek etika dan legal kesehatan. Perawat ruang
kritis harus bekerja sesuai keperawatan).
Adapun beberapa aspek legal dalam keperawatan kritis :
dengan aturan yang ada (standar rumah sakit/standar pelayanan maupun asuhan
I.AREA HUKUM
Menurut Morton & Fontaine (2009) terdapat tiga area hukum yang mempengaruhi
praktik perawat perawatan kritis, yaitu hukum adminstrasi, hukum sipil, dan
hukum pidana.
a. Hukum Adminstrasi
Hukum adminstrasi merupakan suatu konsekuensi hukum dan regulasi
negara bagian dan federal yang terkait dengan praktik perawat. Di negara
bagian terdapat suatu badan legislasi yang berfungsi untuk mengukuhkan akta
praktek perawat. Dalam tiap akta tersebut, praktik keperawatan didefinisikan,
dan kekuasaannya didelegasikan pada lembaga negara bagian biasanya disebut
dengan State Board of Nursing. Lembaga ini berfungsi menyusun regulasi
yang mengatur mengenai bagaimana penafsiran dan implementasi dari akta
praktek perawat seharusnya.
b. Hukum Sipil
Hukum sipil merupakan area kedua hukum yang mempengaruhi praktik
keperawatan. Salah satu area khusus hukum sipil, hukum kerugian,
19
membentuk landasan dari sebagian besar kasus sipil yang melibatkan
perawat.
c. Hukum Pidana
Area ketiga hukum yang relevan dengan praktik keperawatan
adalah hukum pidana. Berbeda dengan hukum sipil, dimana individu yang
satteru menuntut individu yang lain, hukum pidana terdiri atas kasus
tuntutan hukum yang diajukan oleh negara bagian, pemerintah federal atau
setempat terhadap perawat. Dalam hal ini yang termasuk kasus pidana
adalah penyerangan dan pemukulan, pembunuhan akibat kelalaian, dan
pembunuhan murni.
20
1. Fase Pra Rumah Sakit
Komunikasi
a. Dalam komunikasi hubungan yang sangat diperlukan adalah :
Pusat komunikasi ambulans gawat darurat 119
Pusat komunikasi ke RS
Pusat komunikasi polisi 110
Pusat komunikasi Pemadam kebakaran 113
b. Untuk komunikasi fasilitas pager, radio, telpon, hp
c. Tugas pusat komunikasi adalah:
Menerima permintaan tolong
Mengirim ambulans terdekat
Mengantar dan memonitor rujukan penderita gawatb darurat
Memonitor kesiapan rumah sakit terutama unit gawat darurat dan ICU
Pendidikan
a. Pada orang awan
Mereka adalah anggota pramuka, PMR, guru, IRS, Pengemudi, hansip,
petugas hotel dan restaurant. Kemampuan yang harus dimiliki orang awam
adalah :
Mengetahui cara minta tolong misalnya menghubungi EMS (119)
Mengetahui cara RJP (Resusitasi Jantung Paru)
Mengetahui cara menghentikan pendarahan
Mengetahui cara memasang balut atau bidai
Mengetahui cara transpotasi yang baik
b. Pada orang awam khusu
Orang awam yang telah mendapatkan pengetahuan cara-cara
penanggulangan kasus gawat darurat sebelum korban dibawa ke RS /
ambulan datang. Kemampuan yang harus dimiliki orang awam khususnya
adalah paling sedikit seperti kemampuan orang awam dan ditambah
dengan:
Mengetahui tanda- tanda persalinan
21
Mengetahui penyakit pernafasaan
Mengetahui penyakit jantung
Mengetahui penyakit persarafaan
Mengetahui penyakit anak
c. Pada perawat
Harus mampu menanggulangi penderita gawat darurat dengan gangguan:
1. Sistem pernafasaan
Mengatasi obstruksi jalan nafas
Membuka jalan nafas
Memberi nafas buatan
Melakukan RJP (CAB)
2. Sistem Sirkulasi
Mengenal aritmia dan infark jantung
Pertolongan pertama pada henti jantung
Melakukan EKG
Mengenal syok dan memberi pertolongan pertama
3. Sistem Vaskuler
Menghentikan pendarahan
Memasang infus atau transfuse
Merawat infus
4. Sistem saraf
Memberikan pertolongan pertama pada trauma kepala
Mengenal koma dan memberikan pertolongan pertama
5. Sistem pencernaan
Pertolongan pertama pada trauma abdomen dan pengenalan tanda
pendarahan intraabdomen
Persiapaan oprasi segera (cito)
Kumbah lambung pada pasien keracunan
22
6. Sistem Perkemihan
Pertolongan pertama pada payah ginjal akut
Pemasangan kateter
7. Sistem integument atau toksikologi
Pertolongan pertama pada luka bakar
Pertolongan pertama pada gigitan binatang
8. Sistem Endokrin
Pertolongan peratama pada pasien hipo atau hiperglikemia
Pertolongan pertama pasien krisis tiroid
9. Sistem Musculokeletal
Mengenal patah tulang dan dislokasi
Memasang bidai
Mentransportasikan pasien ke RS
10 . Sistem Penginderaan
Pertolongan pertama pasien trauma mata atau telinga
Melakukan irigasi mata dan telinga
Prinsip Evakuasi
Korban diangkat oleh 3 orang, hal ini hanya boleh dilakukan oleh orang yang
terlatih. Artinya jika memungkinkan, lakukan pengangkatan korban dengan tiga
orang yang terlatih untuk melakukan pengangkatan pada bagian :
1. Kepala dan bahu
2. Pinggang
3. Ekstemitas bawah
Prinsip selama transportasi
Selama evaluasi maka perlu diperhatikan implemntasi prinsip-prinsip dibawah ini:
1. Monitoring ABC
2. Monitori TTV
3. Monitori kesadaran
4. Monitori sekitar luka
5. Harus disertai personal dan peralatan yang memadai
23
6. Pencatatan selama transpotasi
7. Pemberian oksigen tetap berlangsung
8. Pemberian cairan tetap berlangsung
Transpotasi
Pada umumnya dalam evaluasi korban gawat darurat transpotasi dapat
dilaksanakan melalui:
1. Darat dengan ambulan
2. Udara dengan helicopter atau pesawat terbang
3. Laut dengan kapal laut untuk mengangkat korban gawat darurat
Perinsipnya : do not fulther (jangan menimbulkan kerusakan lebih lanjut),
wajib tetap diperhatikan, korban bisa dievaluasi hanya bila ABC stabil dan bila ada
fraktur sudah difiksasi atau bila ada pendarahan sudah dihentikan.
24
5. Evaluation, mentukan penilaian hasil akhir terhadap tindakan yang sudah
diberikan atau dilakuakn dan merencanakan tindakan lanjutan bagi korban.
6. Documentation, tenanga kesehatan melakuakan pencatatan terhadap semua
tindakan yang akan dilakukan dan yang telah dilakuakn.
(menurut kesimpulan dari Masudik, dkk, 2014) hal – hal yang harus di perhatikan
sebelum melakukan secondary survei:
1. Telah melengkapi primary survei, melakukan servei yang lengkap mengenai kondisi
korban, survei dapat pula dilakukan kepada keluarga koban dengan mengambil
keterangan tentang kondisi korban dan kondisi korban dengan jelas.
a. Initiate rescucitation, pada kondisi gawat darurat korban membutuhkan tindakan
resusitasi yang cepat untuk dapat menyelamatkan hidup korban.
b. Re – acces ABC, membebaskan jalan nafas dan memastikan tidak ada sumbatan
jalan nafas dan tidak stabilnya jantung korban
c. Head to toe evaluation, pemeriksaan fisik yang berguna untuk menilai apakah ada
trauma atau kelainan lainnya yang berhubungan dengan kondisi korban
d. Complete neurological check , dilakukan di rumah sakit (in hospital) berupa
pengecekan dengan CT – Scan, MRI, X-Ray untuk memastikan kondisi korban
lebih lanjut.
e. Special prosedures, tindakan yang dilakukan dengan melihat kondisi korban yang
sesuai dengan indikasi.
f. Re – evaluation, perlu dilakukan untuk monitoring lebih lanjut terhadap hasil
apabila terjadi kontraindikasi pada korba.
25
BAB III
LUKA BAKAR
26
Luka bakar yaitu luka yang disebabkan oleh suhu tinggi, dan disebabkan banyak
faktor, yaitu fisik seperti api, air panas, listrik seperti kabel listrik yang mengelupas,
petir, atau bahan kimia seperti asam atau basa kuat (Triana, 2007).
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik bahan
kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam
(Kusumaningrum, 2008).
Luka bakar bisa berasal dari berbagai sumber, dari api, matahari, uap, listrik, bahan
kimia, dan cairan atau benda panas. Luka bakar bisa saja hanya berupa luka ringan
yang bisa diobati sendiri atau kondisi berat yang mengancam nyawa yang
membutuhkan perawatan medis yang intensif (PRECISE, 2011)
Ada empat tujan utama yang berhubungan dengan luka bakar :
1. Pencegahan
2. Implementasi tindakan untuk menyelamatkan jiwa pasien – pasien luka bakar yang
3. Pencegahan ketidakmampuan dan kecacatan melalui penanganan dini , spesialistik
serta individual
4. Pemulihan atau rehabilitasi pasien melalui pembedahan rekontruksi dan program
rehabilitasi (brunner & suddarth vol 3:1912).
B. Etiologi Combustio/ Luka Bakar
Luka bakar (Combustio) dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung
maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada
kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun
bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis besar, penyebab
terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:
1. Paparan api
Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar pakaian
terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki kecenderungan untuk
terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh atau menyala dan
menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.
Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas. Luka
bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak. Contohnya
antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi atau
peralatan masak.
27
2. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin lama
waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang
disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya.
Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu
sama lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka
umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan
garis yang menandai permukaan cairan.
3. Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil. Uap
panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap serta
dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat
menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru.
4. Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan oklusi
jalan nafas akibat edema.
5. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh. Umumnya
luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan percikan api
dan membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.
6. Zat kimia (asam atau basa)
7. Radiasi
8. Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.
C. Faktor Predisposisi
1. Kecelakaan kerja
2. Pemakaian kosmetik berbahan kimia berbahaya
3. Kelalaian saat bekerja
4. Akibat berjemur
28
b. Luka bakar karena air panas
c. Luka bakar karena bahan kimia
d. Luka bakar karena listrik
e. Luka bakar karena radiasi
f. Luka bakar karena suhu rendah (frost bite)
2. Berdasarkan kedalaman luka bakar:
a. Luka bakar derajat I (super ficial partial-thickness)
Luka bakar derajat pertama adalah setiap luka bakar yang di dalam
proses penyembuhannya tidak meninggalkan jaringan parut. Luka bakar derajat
pertama tampak sebagai suatu daerah yang berwarna kemerahan, terdapat
gelembung gelembung yang ditutupi oleh daerah putih, epidermis yang tidak
mengandung pembuluh darah dan dibatasi oleh kulit yang berwarna merah
serta hiperemis.
Luka bakar derajat pertama ini hanya mengenai epidermis dan biasanya
sembuh dalam 5-7 hari, misalnya tersengat matahari. Luka tampak sebagai
eritema dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitivitas setempat. Luka derajat
pertama akan sembuh tanpa bekas.
b. Luka bakar derajat II (Deep Partial-Thickness)
Kerusakan yang terjadi pada epidermis dan sebagian dermis, berupa
reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi, melepuh, dasar luka berwarna
merah atau pucat, terletak lebih tinggi di atas permukaan kulit normal, nyeri
karena ujung-ujung saraf teriritasi. Luka bakar derajat II ada 2:
1) Derajat II dangkal (superficial)
Kerusakan yang mengenai bagian
superficial dari dermis, apendises kulit
seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea masih utuh. Luka
sembuh dalam waktu 10-14 hari.
2) Derajat II dalam (deep)
Kerusakan hampir seluruh bagian dermis. Apendises kulit seperti
folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian masih utuh.
Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit yang
29
tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu
bulan.
c. Luka bakar derajat III ( Full Thickness)
Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan
lapisan yang lebih dalam, apendises kulit seperti
folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
rusak, tidak ada pelepuhan, kulit berwarna abu-abu
atau coklat, kering, letaknya lebih rendah
dibandingkan kulit sekitar karena koagulasi protein
pada lapisan epidermis dan dermis, tidak timbul
rasa nyeri. Penyembuhan lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan.
30
1) Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat
III kurang dari 10 %
2) Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa
> 40 tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %
3) Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang
tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.
c. Luka bakar berat (major burn)
1) Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas
usia 50 tahun
2) Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir
pertama
3) Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
4) Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan
luas luka bakar
5) Luka bakar listrik tegangan tinggi
6) Disertai trauma lainnya
7) Pasien-pasien dengan resiko tinggi.
4. Berdasarkan Luas Permukaan Tubuh yang Terbakar
Dalam menentukan ukuran luas luka bakar kita dapat menggunakan beberapa
metode yaitu :
a. Wallace Rule of Nine (Adult)
1) Kepala dan leher : 9%
2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai masing-masing 18% : 36%
5) Genetalia/perineum : 1%
Total : 100%
b. Rule of Nine (Child)
1) Kepala dan leher : 14%
2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai masing-masing 16% : 32%
Total : 100%
31
c. Rule of Nine (Infant)
1) Kepala dan leher : 18%
2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai masing-masing 14% : 28%
Total : 100%
32
2. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau
kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi
menyebabkan:
a. Proses inflamasi dan infeksi.
b. Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak
berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.
c. Keadaan hipermetabolisme.
3. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan
pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini
adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, keloid, gangguan pigmentasi,
deformitas dan kontraktur.
F. Patofisiologi
Luka bakar (Combustio) disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber
panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi
elektromagnetik. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein atau
ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan lokasi destruksi
jaringan. Jaringan yang dalam termasuk organ visceral dapat mengalami kerusakan
karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan burning agent. Nekrosis dan
keganasan organ dapat terjadi.
Kedalam luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan lamanya
kontak dengan gen tersebut. Pajanan selama 15 menit dengan air panas dengan suhu
sebesar 56.10 C mengakibatkan cidera full thickness yang serupa. Perubahan
patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal periode syok
luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang terjadi sekunder
akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase hiperdinamik serta
hipermetabolik. Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar yang berat adalah
ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler dan kemudian terjadi
perpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang intravaskuler ke dalam ruanga
interstisial.
33
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume
darah terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya kehilangan cairan dan
berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi
penurunan tekanan darah. Sebagai respon, system saraf simpatik akan melepaskan
ketokelamin yang meningkatkan vasokontriksi dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya
vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung.
Umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi dalam 24 hingga 36 jam
pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya dalam tempo 6-8 jam. Dengan
terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan
mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat.
Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan
terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan
obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia. Komplikasi ini dinamakan sindrom
kompartemen.
Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat terjadi syok
luka bakar. Kehilangan cairan dapat mencapai 3-5 liter per 24 jam sebelum luka bakar
ditutup. Selama syok luka bakar, respon luka bakar respon kadar natrium serum
terhadap resusitasi cairan bervariasi. Biasanya hipnatremia terjadi segera setelah
terjadinya luka bakar, hiperkalemia akan dijumpai sebagai akibat destruksi sel massif.
Hipokalemia dapat terhadi kemudian dengan berpeindahnya cairan dan tidak
memadainya asupan cairan. Selain itu juga terjadi anemia akibat kerusakan sel darah
merah mengakibatkan nilai hematokrit meninggi karena kehilangan plasma.
Abnormalitas koagulasi yang mencakup trombositopenia dan masa pembekuan serta
waktu protrombin memanjang juga ditemui pada kasus luka bakar. Kasus luka bakar
dapat dijumpai hipoksia. Pada luka bakar berat, konsumsi oksigen oleh jaringan
meningkat 2 kali lipat sebagai akibat hipermetabolisme dan respon lokal. Fungsi renal
dapat berubah sebagai akibat dari berkurangnya volume darah. Destruksi sel-sel darah
merah pada lokasi cidera akan menghasilkan hemoglobin bebas dalam urin. Bila aliran
darah lewat tubulus renal tidak memadai, hemoglobin dan mioglobin menyumbat
tubulus renal sehingga timbul nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal.
Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-faktor inflamasi
yang abnormal, perubahan immunoglobulin serta komplemen serum, gangguan fungsi
neutrofil, limfositopenia. Imunosupresi membuat pasien luka bakar bereisiko tinggi
34
untuk mengalmai sepsis. Hilangnya kulit menyebabkan ketidakmampuan pengaturan
suhunya. Beberapa jam pertama pasca luka bakar menyebabkan suhu tubuh rendah,
tetapi pada jam-jam berikutnya menyebabkan hipertermi yang diakibatkan
hipermetabolisme.
G. Manifestasi Klinis
35
keluar (pada tampak ekstermitas dapat
luka bakar edema terjadi
listrik)
36
gangguan permeabilitas kapiler cairan dari intravaskuler pindah ke
ekstravaskuler hipovolemi relatif syok ATN (acute tubular necrosis)
gagal ginjal.
a. Circulation
1) Nilai frekuensi nadi dan karakternya
2) Ambil darah untuk cross match, DPL, ureum dan elektrolit.
3) Perawatan local
Untuk luka bakar derajat I dan II biasa dilakukan perawatan lokal
yaitu dengan pemberian obat topical seperti salep antiseptic contoh
golongan: silver sulfadiazine, moist exposure burn ointment, ataupun
yodium providon.
b. Airway Management
1) Bersihkan jalan napas dengan tangan dan mengangkat dagu pada
pasien tidak sadar (HTCL) / Jaw thrust. Bila sumbatan oleh karena
secret lakukan suction.
2) Lindungi jalan napas dengan nasofaringeal airway.
3) Pembedahan (krikotiroidotomi) bila indikasi trauma inhalasi /gagal
intubasi.
c. Breathing/Pernapasan
1) Berikan supplement O2.
2) Nilai frekuensi napas dan pergerakkan dinding thoraks.
3) Pantau oksimetri nadi dan observasi.
8. Infus, kateter, CVP, oksigen, laboratorium, kultur luka.
9. Resusitasi cairan Baxter.
Untuk pemberian cairan intravena pada pasien luka bakar bias menggunakan rumus
yang direkomendasikan oleh Envans, yaitu:
37
( RL : Dextran = 17 : 3 ) 2 cc x BB x % LB.
Kebutuhan faal:
< 1 tahun : BB x 100 cc
1 – 3 tahun : BB x 75 cc
3 – 5 tahun : BB x 50 cc
½ diberikan 8 jam pertama
½ diberikan 16 jam berikutnya.
Hari kedua :
Dewasa: Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.
( 3-x) x 80 x BB gr/hr
100
(Albumin 25% = gram x 4 cc) 1 cc/mnt.
Anak: Diberi sesuai kebutuhan faal.
10. Monitor urine dan CVP.
11. Topikal dan tutup luka
a. Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.
b. Tulle (sofratulle): gauze dilapisi antibiotic topical.
c. Silver sulfa diazin tebal.
d. Tutup kassa tebal.
e. Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.
12. Obat – obatan:
a. Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
b. Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur.
c. Analgetik : kuat (morfin, petidine)
d. Antasida : kalau perlu
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium :
a. Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran darah yang banyak
sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera.
b. Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan
sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang
diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah.
38
c. Leukosit: Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau
inflamasi.
d. GDA (Gas Darah Arteri): Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera
inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon
dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.
e. Elektrolit serum: Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan
cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin
menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi
ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
f. Glukosa serum: Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
g. Albumin serum: Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema
cairan.
h. BUN/Kreatinin: Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi ginjal,
tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
i. Alkali fosfatase: peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan
interstisial/ gangguan pompa natrium.
j. Kultur luka: data dasar dan diulang secara periodik.
k. Urine Lengkap: Warna hitam kemerahan pada urine sehubungan dengan
mioglobin.
2. Rontgen: Foto Thorax, dll (mengetahui adanya edema paru dll)
3. Scan Paru : dilakukan untuk menentukan luasnya cedera inhalasi.
4. EKG: Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia, terutama
pada luka bakar listrik.
5. CVP : Untuk mengetahui tekanan vena sentral, diperlukan pada luka bakar lebih
dari 30% dewasa dan lebih dari 20% pada anak.
39
KASUS LUKA BAKAR
Seorang laki- laki Tn. Y berusia 49 tahun datang ke unit gawat darurat RS diantar
keluarganya dengan keluhan luka bakar terkena air panas 2 jam yang lalu. Hasil
pemeriksaan Tn. A sadar dan masih berbicara dengan jelas, mengatakan sakit pada
daerah yang mengalami luka bakar, tampak meringis kesakitan. Pemeriksaan luka bakar
pada Tn. A terdapat eritema dan bula ( beberapa bula sudah pecah dan berair ) , luka
bakar pada seluruh tangan kanan dan kiri bagian depan, dada dan abdomen bagian depan.
Hasil pemeriksaan tanda – tanda vital. Tekanan Darah 100/60 mmHg, Frekuensi Denyut
Nadi 98 x/menit, Pernapasan 22 x/menit, suhu 37,5 0C
1. Pengkajian
Pengumpulan Data
A. Identitas klien
Nama : Tn. A
Umur : 49 Tahun
Agama : Islam
Alamat : Kendari
40
D. Riwayat penyakit keluarga
Klien tidak mempunyai riwayat penyakit keturunan.
E. Pemeriksaan fisik :
1) Keadaan umum : Lemah.
2) Kesadaran : Kompos mentis.
3) Tanda – tanda vital :
TD : 100/60 mmHg
N : 98 x/mnt
S : 37,5 0C
P : 28 x/mnt
41
Listen
Tidak ada vesikuler dan bunyi suara napas tambahan
Feel
Pengembangan dada simetris kiri dan kanan
c) Circulation
Look
1) Tidak ada sianosis pada pada ekstremitas
2) Tidak 42ampak keringat dingin pada tubuh klien
Feel
Gerakan nadi pada saat pengkajian 98X/Menit
Listen
Bunyi aliran darah pada saat pengukuran tekanan darah
normal
d) Disability
Look
Nampak klien sadar baik dengan GCS 15
e) Exposure
Nampak terdapat eritama dan bula pada ( sebagian bula
sudah pecah dan berair) yang terdapat pada seluruh telapak tangan,
pada tangan kiri 4 kali luas telapak tangan, dada dan perut 10 kali
telapak tangan, dan pada kaki kiri 6 kali telapak tangan serta pada
kaki 8 kali telapak tangan.
42
Inspeksi : simetris kiri dan kanan,mukosa bibir pucat dan kering.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
6) Leher
Inspeksi : simetris, tidak ada pembesaran vena jugularis dan kelenjar
tiroid.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada vena jugularis maupun kelenjar
tiroid.
7) Dada
Inspeksi : simetris kiri dan kanan, ekspansi dada normal tapi lemah,
Nampak terdapat luka bakar dan terlihat eritema dan bula pada
sekitaran luka dan berair
8) Abdomen
Inspeksi : simetris, nampak adanya luka bakar pada daerah abdomen
serta terdapat eritema dan bula sekitaran luka dan berair
Auskultasi : bunyi peristaltik usus menurun
9) Ekstremitas
Atas :
Inspeksi : Nampak luka bakar pada tangan kanan sebesar 4.5
%, pada tangan kiri sebesar 4,5 %, dan Nampak klien susah
untuk menggerakkan tangannya
DATA FOKUS
Subjektif Objektif
1. Klien mengatakan nyeri pada pada 1. Klien terlihat Lemah
daerah yang menagalami luka 2. Klien terlihat meringis
bakar 3. Derajat luka bakar 27 %
2. Klien mengatakan sakit pada 4. Skala nyeri 8 ( nyeri berat )
daerah yang mengalami luka 5. Tanda – tanda vital
bakar 6. TD : 100/60 mmHg
3. Klien mengatakan sakit pada N : 98 x/mnt
S : 37,5 0C
daerah yang mengalami luka
P : 22 x/mnt
bakar 7. Pasien terlihat lemah
8. Telihat eiritema dan bula pada kulit
yang mengalami luka bakar dan
sebagian bula sudah picah dan berair
9. Terdapat luka pada bakar pada
43
ekstremitas klien
a. Ekstremitas atas
terdapat luka bakar pada
tangan kanan dan kiri dengan
derajat luka bakar sebesar 9 %
10. Luka bakar pada Dada dan perut
sebesar 18 %
Analisa data
Data subyektif :
1. Klien mengatakan sakit pada
daerah yang mengalami luka
bakar Kekurangan Volume Cairan
Hipovolemia
Data obyektif :
1. Pasien terlihat lemah
2. Tampak terlihat luka pada bakar
44
pada ekstremitas klien
a. Ekstremitas atas
terdapat luka bakar pada tangan kanan
dan kiri dengan derajat luka bakar
sebesar 9 %
- Luka bakar pada Dada dan perut
sebesar 18%
- Tanda – tanda vital
TD :100/60 mmHg
N : 98 x/mnt
S : 37,5 0C
P : 22 x/mnt
Data subyektif :
- Klien mengatakan sakit pada daerah
yang mengalami luka bakar
Data obyektif :
- Pasien terlihat Lemah
Trauma ( kerusakan Kerusakan Integritas Kulit
- Nampak telihat eiritema dan bula pada
permukaan kulit)
kulit yang mengalami luka bakar dan
sebagian bula sudah picah dan berair
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d Faktor agen pencedera fisik (tersiram air panas)
2. Hipovolemia b.d kekurangan volume cairan
3. Kerusakan Integritas Kulit b.d Trauma ( kerusakan permukaan kulit)
45
INTERVENSI
46
cairan yang abnormal
atau diluar harapan.
Kolaborasi
- Pemberian cairan IV.
Kolaborasi
- Kolaborasi ahli kulit
47
IMPLEMENTASI
Hari,
No
Tanggal Implementasi Respon Paraf
DX.KEP
Jam
Mandiri S:
1. mengkaji nyeri secara - pasien masih
komperehensif merasakan sakit pada
daerah luka
O:
- rasa nyeri pada luka
bakar pasien terlihat
berkurang dari skla 6
2. mengatur posisi tidur menjadi 4
senyaman mungkin
S:
- pasien mengatakan
tidur nyaman setelah
posisi yang
Jumat, disarankan perawat.
06
O:
oktober 01
- pasien terlihat tidur
2018 3. Bantu Pasien untuk
14:00 nyenyak
berfokus pada
aktivitas, bukan pada
nyeri dan rasa tidak S:
- Pasien mengatakan
nyaman dengan
ingin menonton
melakukan pengalihan
televisi
melalui televise, radio
O:
dan interaksi dengan
- Pasien terlihat
pengunjung.
nyaman saat
menonton tv
4. mengajarkan Pasien S:
- pasien mengatakan
tentang Relaksasi
setelah ia melakukan
untuk mengatasi nyeri
teknik relaksasi rasa
48
nyeri berasa
berkurang
O:
- pasien terlihat sudah
tidak terlihat nyeri
1. memberi banyak S:
- pasien mengatakan
minum.
sudah tidak dehitrasi
O:
- pasien sudah tidak
lemas
2. memonitor haluaran
S:
urine.
- pasien mengatakan
haluaran urine
kembali normal
O:
- pasien terlihat tidak
gelisah lagi saat BAK
Jumat
06
oktober 02
3. Mengumpulkan dan
2018 S :-
14:55 menganalisa data O:
- input dan ouput urine
pasien untuk
pasien seimbang
mengatur
keseimbangan cairan.
4. Meningkatkan S:
-
keseimbangan cairan
O:
dan pencegahan -
komplikasi akibat
kadar cairan yang
abnormal atau diluar
harapan.
49
06 untuk memakai -
oktober O:
pakaian yang longgar
2018 - Pasien terlihat
15:40
nyaman dengan
pakaian longgar
2. Menghindari kerutan
S:
pada tempat tidur. - pasien mengatakan
sangat nyaman
dengan tempat tidur
yang rapih
O:
- tempat tidur pasien
terlihat rapih sehingga
lokasi luka pasien
Terjaga dan tidak
mudah lecet dan
menempel pada
tempat tidur
3. Mengumpulkan dan
S:-
analisa data pasien
O:
untuk - intergritas kulit pasien
mempertahankan normal
integritas kulit dan
membrane mukosa.
S:-
5. mengubah dan atur
posisi pasien sesering O:
- pasien terlihat sudah
mungkin.
nyaman pada posisi
nya
50
EVALUASI
51
- pasien sudah tidak lemas
- input dan ouput urine pasien
seimbang
A : Intervensi teratasi
P : Intervensi di hentikan
S:
- pasien mengatakan sangat
nyaman dengan tempat tidur
yang rapih
O:
- tempat tidur pasien terlihat
rapih sehingga lokasi luka
pasien Terjaga dan tidak mudah
lecet dan menempel pada
Jumat tempat tidur
3 06 oktober 2018
16:00 - intergritas kulit pasien normal
- pasien mengikuti instruksi
perawat
- pasien terlihat sudah nyaman
pada posisi nya
- Pasien terlihat nyaman dengan
pakaian longgar
52
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pasien kritis yang dirawat di Unit Perawatan Intensif merupakan sosok manusia yang utuh
dan unik yang sedang mengalami gangguan/masalah kesehatan yang kompleks. Cara
pandang perawat terhadap pasien akan menentukan pola interaksi dan pendekatan ke
pasien secara keseluruhan. Berkembang pesatnya teknologi dibidang perawatan intensif
seyogyanya tidak menggeser pandangan folosofis perawat terhadap pasien dan keluarga
dan mengurangi interaksi caring antara perawat dan pasien/keluarga. Keyakinan dan nilai-
nilai keperawatan holistik bisa dijadikan landasan penguat untuk menerapkan nilai-nilai
caring yang menjadi inti/ruhnya keperawatan. Model Sinergi, memberikan ilustrasi konkrit
tentang penerapan nilai-nilai caring yang holistic dalam kontek membangun hubungan
interaksi yang harmonis antara perawat dan pasien/keluarga dalam upaya mencapai tujuan
bersama, yaitu kesehatan dan kesejahteraan bagi pasien dan keluarganya yang merupakan
cita-cita luhur dari profesi keperawatan.
3.2 Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini pembaca khususnya mahasiswa keperawatan dapat
memperoleh ilmu yang lebih tentang “Integrasi proses keperawatan dan diagnosa
keperawatan didalam kerangka kerja holistik”
Semoga makalah ini dapat dijadikan sumber literature yang layak digunakan untuk
mahasiswa.Jika anda ingin membuat suatu kesimpulan yang baik dan benar dalam
pembuatan makalah atau karya tulis ilmiah, anda harus memperhatikan beberapa cara dan
perlu mengingatnya diantaranya yaitu memahami isi materi dari makalah atau karya tulis
ilmiah sehingga didapatkan suatu kesimpulan dari pemahaman yang telah diserap.
53
DAFTAR PUSTAKA
Frisch, N.C. (2009). Standard for holistic nursing practice: A way to think about
our care that includes complementary and alternative modalities.
Diakses tanggal 29 Desember 2009 dari
http://www.nursingworld.org/ojin/topic15/tpc15_4.html
http://www.scribd.com/doc/243508922/Bab-II-Prespektif-Kep-Kritis#scribd (Diakses
tanggal 30/09/2017)
http://www.en.wikipedia.org/wiki/Critical_care_nursing (Diakses 30/09/2017
54