You are on page 1of 54

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kegawatdaruratan adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi secara tiba-
tiba, seringkali merupakan kejadian yang berrbahaya (Dorlan, 2011). Kegawatdaruratan
dapat didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang kala berbahaya yang terjadi secara
tiba-tiba dan tidak terduga dan membutuhkan tindakan segera guna menyelamatkan
jiwa/ nyawa (Campbell S, Lee C, 2000).

Pelayanan kesehatan sedang dan terus mengalami perubahan seiring dengan


perkembangan ilmu dan teknologi dibidang kesehatan serta bertambah kompleksnya
masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat. Lingkungan pelayanan kesehatan yang
terus berubah menjadikan tantangan tersendiri baik bagi pemberi pelayanan kesehatan
maupun klien sebagai konsumen layanan kesehatan. Kepekaan petugas kesehatan
terhadap kecepatan dan ketepatan layanan dengan mengembangkan berbagai inovasi
merupakan kunci bagi tercapainya pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau

Keperawatan kritis merupakan area spesialistik dari keperawatan yang


dikembangkan untuk menjawab tantangan dan kebutuhan klien dengan masalah
kesehatan akut dan mengancam jiwa yang memerlukan perawatan secara intensif
(Urden, Stacy, & Lough, 2006). Perkembangan teknologi dan intervensi medis untuk
pemulihan pasien-pasien kritis telah berdampak pada meningkatnya pengakuan akan
pentingnya peran keperawatan dalam mengobservasi dan monitoring pasien-pasien
kritis. Bahkan, dokter akan sangat tergantung pada perawat dalam mengawasi
perubahan-perubahan yang terjadi pada pasien kritis termasuk melakukan penanganan
awal ketika dokter tersebut tidak ada di tempat.

Keyakinan keperawatan akan nilai-nilai holistik dan humanistik dalam


pelayanan kesehatan sebetulnya sudah ditanamkan sejak masa Florence Nightingale
yang hidup pada tahun 1820 sampai 1910 (Dossey, Keegan, & Guzzetta, 2000).
Florence mengajarkan bahwa fokus keperawatan adalah keutuhan klien sebagai manusia

1
2

(unity), kesehatan dan kebaikan (wellness), dan hubungan timbal balik antara manusia
dan lingkungannya (Mariano, 2007). Namun, perkembangan keperawatan setelah masa
Florence Nightingale banyak mengalami pasang surut dan lebih didominasi atau
diarahkan oleh perkembangan kedokteran yang lebih menekankan pada aspek-aspek
biomedis. Hal inilah yang mendorong para pemikir dan ilmuwan keperawatan untuk
merevitalisasi keyakinan keperawatan holistik dan mengimplementasikannya dalam
tatanan praktik keperawatan secara nyata. Upaya-upaya yang ditempuh untuk
mewujudkan hal tersebut, diantaranya melalui penelitian-penelitian untuk
pengembangan teori-teori keperawatan holistik, pengembangan terapi modalitas
keperawatan berbasis keyakinan holistik, aplikasi konsep holistik ke tatanan nyata
praktik keperawatan, serta pengembangan kurikulum pendidikan perawat

Mengingat pentingnya menggugah kesadaran dan motivasi perawat untuk


merevitalisasi nilai-nilai keperawatan holistik dan menerapkannya diberbagai tatanan
pelayanan keperawatan termasuk di area keperawatan kritis, maka diperlukan adanya
upaya-upaya yang sungguhsungguh untuk menggali, memahami, dan
mengimplementasikan nilai-nilai keperawatan holistik sekaligus melakukan evaluasi
dan refleksi terhadap praktik-praktik layanan keperawatan yang sudah diberikan, apakah
sudah bisa memenuhi kebutuhan klien secara komprehensif, utuh, dan berkualitas,
sehingga kalaupun penyakitnya tidak bisa disembuhkan, namun klien dan keluarganya
merasakan kepuasan akan layanan keperawatan yang diberikan. Makalah ini bertujuan
menyajikan kajian-kajian tentang konsep dan nilai-nilai keperawatan holistik, serta
upaya-upaya yang bisa dilakukan dalam menerapkan nilai-nilai tersebut ke tatanan
praktik keperawatan khususnya di area keperawatan kritis.

2
3

B. Rumusan masalah
1. Apa filosofi kegawatan atau kekritisan ?
2. Apa konsep holistik pengalaman pasien pada kondisi kegawatan atau kritis?
3. Apa aspek-aspek legal dalam keperawatan kegawatdaruratan dan kekritisan?
4. Apa prinsip-prinsip pengelolahan kegawatandaruratan dan kekeritisan ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui filosofi kegawatan atau kekritisan
2. Untuk mengetahui konsep holistik pengalaman pasien pada kondisi kegawatan atau
kritis
3. Untuk mengetahui aspek-aspek legal dalam keperawatan kegawatdaruratan dan
kekritisan
4. Untuk mengetahui prinsip-prinsip pengelolahan kegawatandaruratan dan kekeritisan

3
4

BAB II
PEMBAHASAN

A. Filosofi Kegawatan Atau Kekritisan


I. Definisi Keperawatan Dawat Darurat:
Pelayanan profesional yg didasarkan pada ilmu keperawatan gawat
darurat & tehnik keperawatan gawat darurat berbentuk pelayanan bio-psiko-
sosio- spiritual yang komprehensif ditujukan pada semua kelompok usia yang
sedang mengalami masalah kesehatan yang bersifat urgen, akut dan kritis
akibat trauma, proses kehidupan ataupun bencana.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan pelayanan keperawatan gawat darurat
terdiri dari dua area besar yaitu keperawatan emergensi dan keperawatan kiritis
1) Emergency Nursing (Keperawatan Krisis)
Adalah seorang perawat professional terregistrasi / RN profesional
yang memiliki komitmen untuk menyelamatkan dan melaksanakan praktek
keperawatan secara efektif.
a. Perawatan Emergensi
Meliputi Pengkajian, diagnosis & terapi keperawatan yang dapat
diterima baik aktual, potensial, yang terjadi tiba-tiba atau urgen,
masalah fisik atau psikososial dalam episodik primer atau akut yg
mungkin memerlukan perawatan minimal atau tindakan support hidup,
pendidikan untuk pasien atau orang terpenting lainnya, rujukan yg tepat dan
pengetahuan tentang implikasi legal.
b. Lingkungan Emergensi
Merupakan Setting dimana pasien memerlukan intervensi oleh
pemberi pelayanan keperawatan emergency.
c. Pasien Emergensi
Adalah Pasien dengan segala umur baik yang sudah diagnosa,
tidak terdiagnosa atau maldiagnosis problem dengan kompleksitas yg
bervariasi. Pasien-pasien emergensi memerlukan intervensi nyata

4
5

dimana dapat terjadi perubahan status fisiologis atau psikologis secara


cepat yg mungkin mengancam kehidupannya.
d. Dimensi
Keperawatan emergensi memiliki multidimensi meliputi :
Responsibilities (tanggung jawab) ,Function (peran sebagai perawat),
Roles (Panutan), Skills ( dengan pengetahuan khusus)
2) Critical Care Nursing ( Keperawatan Kritis)
Adalah Kegiatan yang tidak hanya menangani keperawatan pada
lingkungan yang khusus atau peralatan khusus namun lebih pada proses
pengambilan keputusan dan kemauan untuk mengambil keputusan oleh
perawat ( Webser 1990)
Adalah melakukan kesabaran atau melakukan pengambilan keputusan
secara hati-hati atau melakukan evaluasi secara hati-hati, mampu
membedakan dan berhati-hati Tidak adanya kepastian pemecahan yg pasti
atau teratasinya krisis oleh isu-isu yg masih membingungkan, di jalani
dengan resiko atau tanpa kepastian
a. Kemampuan Perawat kritis
Oleh karena pasien yang dirawat pada area keperawatan kritis umumnya
memiliki masalah lebih dan satu system tubuh bahkan sistemik maka
perawat dituntut untuk dapat memiliki:
1. Pengetahuan tentang Fisiologi & patofisiologi tubuh manusia
2. Proses keperawatan
3. Dasar pengetahuan untuk dapat menginterpretasikan & berespon
terhadap masalah
4. masalah klinis dng ketrampilan tinggi Sedangkan Perhatian Seorang
Perawat kritis meliputi antara lain : (T.E. Oh, 1997)
5. Support hidup
6. Monitoring pasien kritis serta respon pasien terhadap tindakan yg
diberikan
7. Mencegah komplikasi
8. Penatalaksanaan inos

5
6

9. Perhatian pada kenyamanan pasien


10. Dapat mengerti, beker:jasama dan memberi informasi & penyuluhan
pada keluarga
II. PPGD (Penanggulangan Penderita Gawat Darurat)
Suatu pertolongan yang cepat dan tepat untuk mencegah kematian maupun
kecatatan. Berasal dari istilah critical ill patient (pasien kritis/gawat) dan
emergency patient (pasien darurat).
a. Tujuan PPGD
1. Mencegah kematian dan kecacatan (to save life and limb) pada penderita
gawat darurat, hingga dapat hidup dan berfungsi kembali dalam masyarakat
sebagaimana mestinya.
2. Merujuk penderita . gawat darurat melalui sistem rujukan untuk memperoleh
penanganan yang Iebih memadai.
3. Menanggulangi korban bencana.
b. Penderita Gawat Darurat
Kematian dapat terjadi bila seseorang mengalami kerusakan atau kegagalan dan
salah satu sistem/organ di bawah ini yaitu :
1. Susunan saraf pusat
2. Pernapasan
3. Kardiovaskuler
4. Hati
5. Ginjal
6. Pancreas
c. Penyebab Kegagalan Organ
1. Trauma/cedera3
2. Lnfeksi
3. Keracunan (poisoning)
4. Degenerasi (failure)
5. Asfiksi
6. Kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar (excessive loss of wafer
and electrolit)

6
7

Kegagalan sistim susunan saraf pusat, kardiovskuler, pernapasan dan


hipoglikemia dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat (4-6 menit),
sedangkan kegagalan sistim/organ yang lain dapat menyebabkan kematian dalam
waktu yang lebih lama.

d. Mati
Mati Klinis :
Otak kekurangan Oksigen dlm 6-8 mnt
Terjadi gangguan fungsi
Sifat Reversible
Mati Biologis :
Otak kekurangan Oksigen dlm 8-10 mnt
Terjadi kerusakan sel
Sifat Ireversible
e. Kategori Kasus Penyebab Kematian
Immediately Life Threatening Case :
1. Obstruksi Total jalan Napas
2. Asphixia
3. Keracunan CO
4. Tension Pneumothorax
5. Henti jantung
6. Tamponade Jantung
f. Potentially Life Threatening Case
1. Ruptura Tracheobronkial
2. Kontusio Jantung / Paru
3. Perdarahan
4. Koma

7
8

Kelompok kasus yang perlu penanganan segera karena adanya ancaman


kecatatan
1. Fraktur tulang disertai cedera pada persyarafan
2. Crush Injury
3. Sindroma Kompartemen
g. Faktor Penentu Keberhasilan PPGD
1. Kecepatan menemukan penderita gawat darurat
2. Kecepatan meminta pertolongan
3. Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan di tempat kejadian, dalam
perjalanan ke rumah sakit dan pertolongan selanjutnya di puskesmas atau
rumah sakit
h. Filosofi Dasar PPGD
1. Universal
2. Penanganan oleh siapa saja
3. Penyelesaian berdasarkan masalah
i. Prinsip
1. Penanganan cepat dan tepat
2. Pertolongan segera diberikan oleh siapa saja yang menemukan pasien tersebut
( awam, perawat, dokter) meliputi tindakan :
1) Non medis : Cara meminta pertolongan, transportasi, menyiapkan alat-alat
2) Medis : Kemampuan medis berupa pengetahuan maupun ketrampilan : BLS,
ALS
j. Triage
Tindakan memilah-milah korban sesuai dengan tingkat kegawatannya untuk
memperoleh prioritas tindakan.
1. Gawat darurat – merah
Kelompok pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan
menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi
cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya.

8
9

2. Gawat tidak darurat – putih


Kelompok pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan
tindakan darurat, misalnya kanker stadium lanjut.
3. Tidak gawat, darurat – kuning
Kelompok pasien akibat musibah yang datag tiba-tiba, tetapi tidak
mêngancam nyawa dan anggota badannya, misanya luka sayat dangkal.
4. Tidak gawat, tidak darurat – hijau,
5. Meninggal – hitam
k. Lingkup PPGD
1. Melakukan Primary Survey, tanpa dukungan alat bantu diagnostik kemudian
dilanjutkan dengan Secondary Survey
2. Menggunakan tahapan ABCDE
 A : Airway management
 B : Breathing management
 C : Circulation management
 D: Drug
Defibrilator
Disability
 E : EKG
Exposure
3. Resusitasi pada kasus dengan henti napas dan henti jantung
Pada kasus-kasus tanpa henti napas dan henti jantung, maka upaya
penanganan harus dilakukan untuk mencegah keadaan tsb, misal pasien koma
dan pasien dengan trauma inhalasi atau luka bakar grade II-III pada daerah
muka dan leher.
III. Peran & Fungsi Perawat Gadar
1. Fungsi Independen : Mandiri berkaitan dengan pemberian asuhan
(Care)
2. Fungsi Dependen :Yang didelegasikan sepenuhnya atau sebagian dari
profesi lain

9
10

3. Fungsi Kolaboratif :Kerjasama saling membantu dlm program kes.


(Perawat sebagai anggota Tim Kes.)
IV. Kemampuan Minimal Perawat UGD (Depkes, 1990)
1. Mengenal klasifikasi pasien
2. Mampu mengatasi pasien : syok, gawat nafas, gagal jantung paru otak, kejang,
koma, perdarahan, kolik, status asthmatikus, nyeri hebat daerah pinggul &
kasus ortopedi.
3. Mampu melaksanakan dokumentasi asuhan keperawatan gawat darurat
Mampu melaksanakan komunikasi eksternal dan inter

10
xi

xi
xii

xii
13
B. KONSEP HOLISTIK : PENGALAMAN PASIEN KRITIS
Kata “holistic” berasal dari bahasa Yunani “holos (whole, wholism)” yang berarti
satu kesatuan yang utuh (Dossey, Keegan, & Guzzetta, 2000). Hal ini berarti manusia
holistik adalah suatu kesatuan yang utuh, lebih dari atau bukan hanya merupakan
gabungan dari beberapa komponen penyusunnya. Asosiasi Perawat Holistik Amerika
(2007) mendefinisikan “keperawatan holistik” sebagai praktik keperawatan yang
menekankan pada penyembuhan (healing) dari manusia secara utuh yang meliputi aspek
badan (body), jiwa (spirit), dan pikiran (mind). Keperawatan holistik didedikasikan untuk
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan individu, masyarakat, dan lingkungan.
Keperawatan holistik merupakan suatu pendekatan yang berpusat pada orang dengan
menyertakan konsep-konsep holism, healing, dan transpersonal caring sebagai konsep
inti. Praktik keperawatan holistik lebih menekankan pada perawatan mandiri (self-care),
itikad kuat (intentionality), keberadaan atau menghadirkan diri secara utuh (presence),
kesadaran penuh (mindfulness), dan menggunakan diri sebagai agen terapi, sebagai
landasan bagi praktik keperawatan professional (Hess, Bark, & Southhard, 2010).
Terdapat lima nilai inti dari keperawatan holistik, yaitu 1) filosofi holistik dan
pendidikan, 2) etika holistik dan riset, 3) perawatan mandiri perawat, 4) komunikasi
holistik, lingkungan terapetik dan mampu budaya, dan 5) proses caring holistik (Frisch,
2009).
Perawat holistik harus terus berkarya untuk menciptakan lingkungan kerja yang
sehat bagi dirinya dan orang lain. Mereka juga memiliki komitmen untuk
mengembangkan praktik dan kebijakan yang lebih humanistik di tatanan pelayanan
kesehatan. Perawat holistik menyadari akan pentingnya perawatan mandiri, mereka
menghargai dirinya sendiri dan memobilisasi sumber daya yang ada untuk merawat
dirinya sendiri (Asosiasi Perawat Holistik Amerika, 2007). Perawatan mandiri dalam
konteks ini adalah suatu proses aktif untuk mencapai tingkat kesehatan dan kesejahteraan
optimal melalui cara-cara saling melengkapi, mendukung, dan memberdayakan. Perawat
holistik berkomitmen untuk belajar terus menerus, mengembangkan peribadi dan
professional dalam rentang yang berkelanjutan

14
I. KARAKTERISTIK PASIEN DI UNIT PERAWATAN KRITIS
Seseorang yang masuk ke Unit Perawatan Kritis umumnya merupakan hal
yang tidak diperkirakan sebelumnya. Situasi lingkungan yang asing, peralatan-
peralatan yang kompleks, kondisi pasien kritis lain yang lebih dahulu dirawat, dan
personel yang belum dikenal sebelumnya dapat merupakan sumber stress bagi
pasien dan keluarganya. Pasien kritis adalah pasien yang beresiko tinggi
mengalami masalah kesehatan yang mengancam jiwa baik aktual maupun
potensial (Urden, Stacy, & Lough, 2006). Pasien-pasien tersebut memerlukan
perawatan yang intensif dan pengawasan yang ketat dari para perawat dan petugas
medis.
Perubahan-perubahan fungsi normal akibat dari perkembangan penyakit,
obat-obat sedatif, alat-alat bantu termasuk ventilator mekanik, dapat berkontribusi
terhadap kemungkinan perubahan status mental pasien (Urden, Stacy, & Lough,
2006). Gangguan tidur dan rangsangan yang berlebihan dari lingkungan dapat
juga memperberat kemampuan kognitif pasien untuk memahami informasi,
belajar, membuat keputusan, dan beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Hal
ini berdampak pada ketentuan pengambilan keputusan, misalnya “informed
consent”, yang tidak mungkin dilakukan oleh pasien sendiri, dan biasanya
diwakili oleh keluarga terdekat.
Selain masalah kesehatan fisik yang mendominasi pasien-pasien kritis,
masalah psykososial juga bisa terjadi pada pasien-pasien kritis. Masalah ini
umumnya muncul akibat stressor tinggi dan kemampuan koping pasien terbatas
untuk mengatasi permasalahan tersebut. Walaupun pengalaman pasien bervariasi
dari individu ke individu, pasien dengan penyakit kritis minimal harus berhadapan
dengan salah satu situasi sebagai berikut (Urden, Stacy, & Lough, 2006):
a. Ancaman kematian
b.Ancaman bisa bertahan hidup namun dengan masalah sisa atau keterbatasan
akibat penyakit -Nyeri atau ketidaknyamanan
c. Kurang tidur
d. Kehilangan kemampuan untuk mengekpresikan diri secara verbal karena
terintubasi -Keterpisahan dengan keluarga/orang yang dicintai

15
e. Kehilangan autonomy/kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari
f. Kehilangan control terhadap lingkungan
g. Kehilangan peran yang biasa dijalankan
h. Kehilangan harga diri
i. Kecemasan
j. Bosan, frustasi, dan pikiran-pikiran yang negative
k. Distress spiritual
l. Berat ringannya efek stressor tersebut dan respon pasien yang dimunculkan,
akan sangat tergantung pada faktor-faktor:
m. Lamanya terpapar stressor (akut atau kronis)
n. Efek kumulatif dari stressor yang simultan
o. Sekuen/urutan datangnya stressor
p. Pengalaman sebelumnya terpapar stressor dan keefektifan strategi koping
q. Besarnya dukungan sosial
Stress, apapun bentuknya baik itu fisik, psikologis, maupun sosial, dapat
menimbulkan respon secara fisik. Beberapa literature mengungkap adanya
hubungan antara interaksi pikiran/jiwa dan badan dengan respon kekebalan
tubuh terhadap stress (Osho, 1994; Urden, Stacy, & Lough, 2006).

II. Perawatan Holistik Dan Model Sinergi Di Unit Perawatan Kritis


Penerapan perawatan holistik memerlukan pertimbangan dari berbagai faktor
baik individu maupun lingkungan yang mempengaruhi kesehatan dan
kesejahteraan pasien dan kemampuan koping dalam menghadapin situasi krisis
seperti kondisi sakit baik akut maupun kronis. Untuk bisa memenuhi hal tersebut,
perawat memerlukan dasar pengetahuan yang handal tentang anatomi fisiologi,
proses penyakit, regimen tindakan, perilaku, spiritualitas, dan respon manusia.
Perawat kritis tidak hanya mampu bekerja dengan teknologi tinggi, melainkan
juga harus “tahu pasien” dalam artian memahami pasien seutuhnya agar bisa
memberikan asuhan keperawatan yang humanistik, individual, dan holistik.

16
Nilai “presence” atau menghadirkan diri secara utuh untuk membantu
pasien, merefleksikan salah satu aspek dari caring dalam keperawatan. Caring
juga dapat meliputi mengidentifikasi masalah pasien secara dini, memutuskan dan
melaksanakan intervensi yang tepat yang didasarkan pada pemahaman terhadap
pengalaman pasien sebelumnya, aspek keyakinan dan budaya pasien, pola
perilaku, perasaan, dan kecenderungan pasien. Penelitian yang dilakukan Jenny
dan Logan (1996) mengungkap perilaku caring perawat menurut pasien adalah
diantaranya mengurangi ketidaknyamanan, pembelaan (advocacy), member
dukungan (encouragement), dan menghormati pasien sebagai individu yang unik.
Seni dari caring memerlukan keterampilan dalam komunikasi dan hubungan
interpersonal, komitment peribadi, dan kemampuan untuk menjalin hubungan
saling percaya.

Keterampilan interpersonal sangatlah diperlukan oleh perawat dalam


mengaplikasikan perawatan holistik. Wysong dan Driver (2009) melakukan
penelitian tentang keterampilan apa saja yang perlu dimiliki oleh perawat di unit
kritis menurut persepsi pasien, hasilnya mengungkap beberapa atribut
kemampuan interpersonal, yaitu:
a. Ramah, ceria, senyum,gembira
b. Perduli, baik, kasih sayang
c. Percaya diri
d. Memperlakukan pasien sebagai manusia
e. Mencintai pekerjaan
f. Berjiwa humor
g. Memiliki waktu untuk pasien
h. Terorganisir
i. Memiliki ingatan yang baik
j. Rapih penampilan fisik
k. Baik dalam bertutur/menggunakan bahasa
l. Pendengar yang baik
m. Menyenangkan/memberikan kenyamanan

17
n. Kontak emosional
o. Disamping atribut skill interpersonal, ada atribut berpikir kritis yang penting
dimiliki oleh seorang perawat kritis, diantaranya:
p. Mampu membuat keputusan klinis yang akurat
q. Dapat mengkaji situasi dan mengambil tindakan yang tepat
r. Menggunakan akal sehat (logika)
s. Memberikan jawaban dan informasi yang jelas
t. Menawarkan saran dan arahan
u. Memberikan penjelasan tentang prosedur tindakan, kondisi klinis, dan
pengobatan.

Sejak tahun 1999, Asosiasi Perawat Kritis Amerika telah mengembangkan


dan menerapkan model yang disebut “Synergy Model” untuk mengaitkan antara
praktik perawat kritis tersertifikasi dengan luaran pelayanan keperawatan (Relf &
Kaplow, NA). Model sinergi menjelaskan praktik keperawatan berdasar pada
kebutuhan dan karakteristik pasien daripada berdasarkan penyakit dan terapi
modalitas. Premis atau keyakinan yang mendasaari adalah bahwa kebutuhan dan
karakteristik pasien dan keluarga akan mempengaruhi dan mengarahkan
karakteristik dan kompetensi perawat. Karena setiap pasien memiliki karakteristik
unik dalam situasi klinis tertentu, perawat harus merespon dengan karakteristik
dan kompetensi yang unik pula. Apabila karakteristik pasien cocok dengan
kompetensi yang ditampilkan perawat, maka luaran pasien yang optimal dan
sinergi bisa tercapai. Dua ajaran utama dari model ini, yaitu; karakteristik pasien
merupakan perhatian utama bagi perawat, dan kompetensi perawat merupakan hal
terpenting bagi pasien.

Meskipun setiap pasien dan keluarga memiliki keunikan, namun mereka


memiliki kesamaan kebutuhan dan pengalaman dalam suatu rentang continuum
dari rendah ke tinggi. Semakin berat gangguan pasien, semakin kompleks
permasalahan yang dialami pasien. Praktik keperawatan ditentukan oleh
kebutuhan pasien dan keluarga. Asuhan keperawatan merupakan refleksi
perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang diperlukan

18
untuk memenuhi kebutuhan pasien dan keluarga. Model sinergi berfokus pada
kontribusi unik dari keperawatan terhadap asuhan pasien dengan menekankan
pada peran professional perawat.

C. ASPEK - ASPEK LEGAL DALAM KEPERAWATAN KRITIS

Merupakan aspek mengenai hak dan tanggung jawab legal terkait dengan
praktik keperawatan kritis yang merupakan hal penting bagi perawat dan pasien.
Perawat ruang intensif/kritis harus memberikan pelayanan keperawatan yang
mencerminkan pemahaman akan aspek etika dan legal keperawatan yang
mencerminkan pemahaman akan aspek etika dan legal kesehatan. Perawat ruang
kritis harus bekerja sesuai keperawatan).
Adapun beberapa aspek legal dalam keperawatan kritis :
dengan aturan yang ada (standar rumah sakit/standar pelayanan maupun asuhan
I.AREA HUKUM

Menurut Morton & Fontaine (2009) terdapat tiga area hukum yang mempengaruhi
praktik perawat perawatan kritis, yaitu hukum adminstrasi, hukum sipil, dan
hukum pidana.
a. Hukum Adminstrasi
Hukum adminstrasi merupakan suatu konsekuensi hukum dan regulasi
negara bagian dan federal yang terkait dengan praktik perawat. Di negara
bagian terdapat suatu badan legislasi yang berfungsi untuk mengukuhkan akta
praktek perawat. Dalam tiap akta tersebut, praktik keperawatan didefinisikan,
dan kekuasaannya didelegasikan pada lembaga negara bagian biasanya disebut
dengan State Board of Nursing. Lembaga ini berfungsi menyusun regulasi
yang mengatur mengenai bagaimana penafsiran dan implementasi dari akta
praktek perawat seharusnya.
b. Hukum Sipil
Hukum sipil merupakan area kedua hukum yang mempengaruhi praktik
keperawatan. Salah satu area khusus hukum sipil, hukum kerugian,

19
membentuk landasan dari sebagian besar kasus sipil yang melibatkan
perawat.
c. Hukum Pidana
Area ketiga hukum yang relevan dengan praktik keperawatan
adalah hukum pidana. Berbeda dengan hukum sipil, dimana individu yang
satteru menuntut individu yang lain, hukum pidana terdiri atas kasus
tuntutan hukum yang diajukan oleh negara bagian, pemerintah federal atau
setempat terhadap perawat. Dalam hal ini yang termasuk kasus pidana
adalah penyerangan dan pemukulan, pembunuhan akibat kelalaian, dan
pembunuhan murni.

Di Indonesia pengaturan sanksi pidana secara umum diatur dalam beberapa


pasal pada KUH Pidana dan pengaturan secara khusus dapat dijumpai pada pasal
190-200 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Oleh sebab itu, undang-
undang kesehatan memungkinkan diajukannya tuntutan kepada tenaga kesehatan
yang melakukan kesalahan atau kelalaian ketika menjalankan tugas pelayanan
kesehatan. Tuntutan itu dapat berupa gugatan untuk membayar ganti rugi kepada
korban atau keluarganya. Adapun dasar peraturan yang terdapat dalam Undang-
Undang tentang kesehatan yaitu Pasal 58 ayat (1) yang berbunyi. Setiap orang
berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang tenaga kesehatan dan/atau
penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau
kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya

D. PRINSIP PENGELOLAAN KEGAWATAN DARURAT DAN KEKRITIS


I. Sistem Pengelolahan / Penanggulangan Gawat Daruratan Terpadu
Sistem Pengelolahan / Penanggulangan Gawat Daruratan Terpadu adalah
suatu metode yang digunakan untuk penanggulan korban yang mengalami
kegawatan dengan melibatkan semua unsur yang ada.

20
1. Fase Pra Rumah Sakit
Komunikasi
a. Dalam komunikasi hubungan yang sangat diperlukan adalah :
 Pusat komunikasi ambulans gawat darurat 119
 Pusat komunikasi ke RS
 Pusat komunikasi polisi 110
 Pusat komunikasi Pemadam kebakaran 113
b. Untuk komunikasi fasilitas pager, radio, telpon, hp
c. Tugas pusat komunikasi adalah:
 Menerima permintaan tolong
 Mengirim ambulans terdekat
 Mengantar dan memonitor rujukan penderita gawatb darurat
 Memonitor kesiapan rumah sakit terutama unit gawat darurat dan ICU
Pendidikan
a. Pada orang awan
Mereka adalah anggota pramuka, PMR, guru, IRS, Pengemudi, hansip,
petugas hotel dan restaurant. Kemampuan yang harus dimiliki orang awam
adalah :
 Mengetahui cara minta tolong misalnya menghubungi EMS (119)
 Mengetahui cara RJP (Resusitasi Jantung Paru)
 Mengetahui cara menghentikan pendarahan
 Mengetahui cara memasang balut atau bidai
 Mengetahui cara transpotasi yang baik
b. Pada orang awam khusu
Orang awam yang telah mendapatkan pengetahuan cara-cara
penanggulangan kasus gawat darurat sebelum korban dibawa ke RS /
ambulan datang. Kemampuan yang harus dimiliki orang awam khususnya
adalah paling sedikit seperti kemampuan orang awam dan ditambah
dengan:
 Mengetahui tanda- tanda persalinan

21
 Mengetahui penyakit pernafasaan
 Mengetahui penyakit jantung
 Mengetahui penyakit persarafaan
 Mengetahui penyakit anak
c. Pada perawat
Harus mampu menanggulangi penderita gawat darurat dengan gangguan:
1. Sistem pernafasaan
 Mengatasi obstruksi jalan nafas
 Membuka jalan nafas
 Memberi nafas buatan
 Melakukan RJP (CAB)
2. Sistem Sirkulasi
 Mengenal aritmia dan infark jantung
 Pertolongan pertama pada henti jantung
 Melakukan EKG
 Mengenal syok dan memberi pertolongan pertama
3. Sistem Vaskuler
 Menghentikan pendarahan
 Memasang infus atau transfuse
 Merawat infus
4. Sistem saraf
 Memberikan pertolongan pertama pada trauma kepala
 Mengenal koma dan memberikan pertolongan pertama
5. Sistem pencernaan
 Pertolongan pertama pada trauma abdomen dan pengenalan tanda
pendarahan intraabdomen
 Persiapaan oprasi segera (cito)
 Kumbah lambung pada pasien keracunan

22
6. Sistem Perkemihan
 Pertolongan pertama pada payah ginjal akut
 Pemasangan kateter
7. Sistem integument atau toksikologi
 Pertolongan pertama pada luka bakar
 Pertolongan pertama pada gigitan binatang
8. Sistem Endokrin
 Pertolongan peratama pada pasien hipo atau hiperglikemia
 Pertolongan pertama pasien krisis tiroid
9. Sistem Musculokeletal
 Mengenal patah tulang dan dislokasi
 Memasang bidai
 Mentransportasikan pasien ke RS
10 . Sistem Penginderaan
 Pertolongan pertama pasien trauma mata atau telinga
 Melakukan irigasi mata dan telinga
Prinsip Evakuasi
Korban diangkat oleh 3 orang, hal ini hanya boleh dilakukan oleh orang yang
terlatih. Artinya jika memungkinkan, lakukan pengangkatan korban dengan tiga
orang yang terlatih untuk melakukan pengangkatan pada bagian :
1. Kepala dan bahu
2. Pinggang
3. Ekstemitas bawah
Prinsip selama transportasi
Selama evaluasi maka perlu diperhatikan implemntasi prinsip-prinsip dibawah ini:
1. Monitoring ABC
2. Monitori TTV
3. Monitori kesadaran
4. Monitori sekitar luka
5. Harus disertai personal dan peralatan yang memadai

23
6. Pencatatan selama transpotasi
7. Pemberian oksigen tetap berlangsung
8. Pemberian cairan tetap berlangsung
Transpotasi
Pada umumnya dalam evaluasi korban gawat darurat transpotasi dapat
dilaksanakan melalui:
1. Darat dengan ambulan
2. Udara dengan helicopter atau pesawat terbang
3. Laut dengan kapal laut untuk mengangkat korban gawat darurat
Perinsipnya : do not fulther (jangan menimbulkan kerusakan lebih lanjut),
wajib tetap diperhatikan, korban bisa dievaluasi hanya bila ABC stabil dan bila ada
fraktur sudah difiksasi atau bila ada pendarahan sudah dihentikan.

Situasi Gawat Darurat Keperawatan Kritis


Kondisi gawat darurat adalah suatu keadaan yang mengancam kehidupan atau
beresiko terjadi kerusakan organ bila tidak diintervensi segera. Sedangkan
keperawatan kritis adalah suatu keadaan PCO2 > 50 mmHg dan atau PO2 < 60
mmHG serta hemodinamik tidak stabil. Kondisi kritis bila tidak dapat tertanggulangi
dapat menyebabkan kondisi gawat daruratan.

Standar Praktik Gawat Darurat


Mengacu kepada standar praktik registered nurse (RN) WP – SEAR:
1. Assement, melakukan penilaian awal kondisi korban gawat darurat berupa
primary survei, dan secondary survei
2. Diagnosa, melakukan identifikasi terhadap kondisi korban untuk menetukan
penangan yang akan diberikan
3. Intervention, dilakukan perencanan yang akurat sesuai dengan kondisi korban
(tindakan langsung kepada korba)
4. Implementation, melakukan tindakan langsung yang sudah di rencanakan baik
singkat ataupun lanjutan guna stabilitas korban.

24
5. Evaluation, mentukan penilaian hasil akhir terhadap tindakan yang sudah
diberikan atau dilakuakn dan merencanakan tindakan lanjutan bagi korban.
6. Documentation, tenanga kesehatan melakuakan pencatatan terhadap semua
tindakan yang akan dilakukan dan yang telah dilakuakn.
(menurut kesimpulan dari Masudik, dkk, 2014) hal – hal yang harus di perhatikan
sebelum melakukan secondary survei:
1. Telah melengkapi primary survei, melakukan servei yang lengkap mengenai kondisi
korban, survei dapat pula dilakukan kepada keluarga koban dengan mengambil
keterangan tentang kondisi korban dan kondisi korban dengan jelas.
a. Initiate rescucitation, pada kondisi gawat darurat korban membutuhkan tindakan
resusitasi yang cepat untuk dapat menyelamatkan hidup korban.
b. Re – acces ABC, membebaskan jalan nafas dan memastikan tidak ada sumbatan
jalan nafas dan tidak stabilnya jantung korban
c. Head to toe evaluation, pemeriksaan fisik yang berguna untuk menilai apakah ada
trauma atau kelainan lainnya yang berhubungan dengan kondisi korban
d. Complete neurological check , dilakukan di rumah sakit (in hospital) berupa
pengecekan dengan CT – Scan, MRI, X-Ray untuk memastikan kondisi korban
lebih lanjut.
e. Special prosedures, tindakan yang dilakukan dengan melihat kondisi korban yang
sesuai dengan indikasi.
f. Re – evaluation, perlu dilakukan untuk monitoring lebih lanjut terhadap hasil
apabila terjadi kontraindikasi pada korba.

25
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN

LUKA BAKAR

A. Definisi Combustio/ Luka Bakar


Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber
panas pada tubuh, panas dapat dipindahkan oleh hantaran/radiasi electromagnet
(Brunner & Suddarth, 2002).
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontrak
dengan sumber panas seperti api, air, panas, bahan kimia, listrik dan radiasi (Moenajar,
2002). Luka bakar adalah kerusakan pada kulit diakibatkan oleh panas, kimia atau
radio aktif (Wong, 2003).
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan adanya kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia,
listrik dan radiasi. Kerusakan jaringan yang disebabkan api dan koloid (misalnya bubur
panas) lebih berat dibandingkan air panas. Ledakan dapat menimbulkan luka bakar dan
menyebabkan kerusakan organ. Bahan kimia terutama asam menyebabkan kerusakan
yang hebat akibat reaksi jaringan sehingga terjadi diskonfigurasi jaringan yang
menyebabkan gangguan proses penyembuhan. Lama kontak jaringan dengan sumber
panas menentukan luas dan kedalaman kerusakan jaringan. Semakin lama waktu
kontak, semakin luas dan dalam kerusakan jaringan yang terjadi (Moenadjat, 2003).
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Kulit dengan
luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis, maupun jaringan
subkutan tergantung faktor penyebab dan lamanya kontak dengan sumber
panas/penyebabnya. Kedalaman luka bakar akan mempengaruhi kerusakan/ gangguan
integritas kulit dan kematian sel-sel (Yepta, 2003).
Luka bakar adalah luka yang terjadi karena terbakar api langsung maupun tidak
langsung, juga pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia. Luka
bakar karena api atau akibat tidak langsung dari api, misalnya tersiram air panas
banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga (Sjamsuidajat, 2004)

26
Luka bakar yaitu luka yang disebabkan oleh suhu tinggi, dan disebabkan banyak
faktor, yaitu fisik seperti api, air panas, listrik seperti kabel listrik yang mengelupas,
petir, atau bahan kimia seperti asam atau basa kuat (Triana, 2007).
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik bahan
kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam
(Kusumaningrum, 2008).
Luka bakar bisa berasal dari berbagai sumber, dari api, matahari, uap, listrik, bahan
kimia, dan cairan atau benda panas. Luka bakar bisa saja hanya berupa luka ringan
yang bisa diobati sendiri atau kondisi berat yang mengancam nyawa yang
membutuhkan perawatan medis yang intensif (PRECISE, 2011)
Ada empat tujan utama yang berhubungan dengan luka bakar :
1. Pencegahan
2. Implementasi tindakan untuk menyelamatkan jiwa pasien – pasien luka bakar yang
3. Pencegahan ketidakmampuan dan kecacatan melalui penanganan dini , spesialistik
serta individual
4. Pemulihan atau rehabilitasi pasien melalui pembedahan rekontruksi dan program
rehabilitasi (brunner & suddarth vol 3:1912).
B. Etiologi Combustio/ Luka Bakar
Luka bakar (Combustio) dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung
maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada
kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun
bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis besar, penyebab
terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:
1. Paparan api
Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar pakaian
terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki kecenderungan untuk
terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh atau menyala dan
menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.
Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas. Luka
bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak. Contohnya
antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi atau
peralatan masak.

27
2. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin lama
waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang
disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya.
Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu
sama lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka
umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan
garis yang menandai permukaan cairan.
3. Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil. Uap
panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap serta
dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat
menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru.
4. Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan oklusi
jalan nafas akibat edema.
5. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh. Umumnya
luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan percikan api
dan membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.
6. Zat kimia (asam atau basa)
7. Radiasi
8. Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.

C. Faktor Predisposisi
1. Kecelakaan kerja
2. Pemakaian kosmetik berbahan kimia berbahaya
3. Kelalaian saat bekerja
4. Akibat berjemur

D. Klasifikasi Combustio/ Luka Bakar


1. Berdasarkan penyebab:
a. Luka bakar karena api

28
b. Luka bakar karena air panas
c. Luka bakar karena bahan kimia
d. Luka bakar karena listrik
e. Luka bakar karena radiasi
f. Luka bakar karena suhu rendah (frost bite)
2. Berdasarkan kedalaman luka bakar:
a. Luka bakar derajat I (super ficial partial-thickness)
Luka bakar derajat pertama adalah setiap luka bakar yang di dalam
proses penyembuhannya tidak meninggalkan jaringan parut. Luka bakar derajat
pertama tampak sebagai suatu daerah yang berwarna kemerahan, terdapat
gelembung gelembung yang ditutupi oleh daerah putih, epidermis yang tidak
mengandung pembuluh darah dan dibatasi oleh kulit yang berwarna merah
serta hiperemis.
Luka bakar derajat pertama ini hanya mengenai epidermis dan biasanya
sembuh dalam 5-7 hari, misalnya tersengat matahari. Luka tampak sebagai
eritema dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitivitas setempat. Luka derajat
pertama akan sembuh tanpa bekas.
b. Luka bakar derajat II (Deep Partial-Thickness)
Kerusakan yang terjadi pada epidermis dan sebagian dermis, berupa
reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi, melepuh, dasar luka berwarna
merah atau pucat, terletak lebih tinggi di atas permukaan kulit normal, nyeri
karena ujung-ujung saraf teriritasi. Luka bakar derajat II ada 2:
1) Derajat II dangkal (superficial)
Kerusakan yang mengenai bagian
superficial dari dermis, apendises kulit
seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea masih utuh. Luka
sembuh dalam waktu 10-14 hari.
2) Derajat II dalam (deep)
Kerusakan hampir seluruh bagian dermis. Apendises kulit seperti
folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian masih utuh.
Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit yang

29
tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu
bulan.
c. Luka bakar derajat III ( Full Thickness)
Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan
lapisan yang lebih dalam, apendises kulit seperti
folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
rusak, tidak ada pelepuhan, kulit berwarna abu-abu
atau coklat, kering, letaknya lebih rendah
dibandingkan kulit sekitar karena koagulasi protein
pada lapisan epidermis dan dermis, tidak timbul
rasa nyeri. Penyembuhan lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan.

3. Berdasarkan tingkat keseriusan luka


a. Luka bakar ringan/ minor
1) Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa
2) Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
3) Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai muka,
tangan, kaki, dan perineum.
b. Luka bakar sedang (moderate burn)

30
1) Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat
III kurang dari 10 %
2) Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa
> 40 tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %
3) Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang
tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.
c. Luka bakar berat (major burn)
1) Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas
usia 50 tahun
2) Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir
pertama
3) Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
4) Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan
luas luka bakar
5) Luka bakar listrik tegangan tinggi
6) Disertai trauma lainnya
7) Pasien-pasien dengan resiko tinggi.
4. Berdasarkan Luas Permukaan Tubuh yang Terbakar
Dalam menentukan ukuran luas luka bakar kita dapat menggunakan beberapa
metode yaitu :
a. Wallace Rule of Nine (Adult)
1) Kepala dan leher : 9%
2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai masing-masing 18% : 36%
5) Genetalia/perineum : 1%
Total : 100%
b. Rule of Nine (Child)
1) Kepala dan leher : 14%
2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai masing-masing 16% : 32%
Total : 100%

31
c. Rule of Nine (Infant)
1) Kepala dan leher : 18%
2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai masing-masing 14% : 28%
Total : 100%

Gambar ilustrasi Rule of


Nine

E. Fase Combustio/Luka Bakar


1. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme
bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi
segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi
saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera
inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada fase akut. Pada fase akut
sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal
yang berdampak sistemik.

32
2. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau
kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi
menyebabkan:
a. Proses inflamasi dan infeksi.
b. Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak
berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.
c. Keadaan hipermetabolisme.
3. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan
pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini
adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, keloid, gangguan pigmentasi,
deformitas dan kontraktur.

F. Patofisiologi
Luka bakar (Combustio) disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber
panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi
elektromagnetik. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein atau
ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan lokasi destruksi
jaringan. Jaringan yang dalam termasuk organ visceral dapat mengalami kerusakan
karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan burning agent. Nekrosis dan
keganasan organ dapat terjadi.
Kedalam luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan lamanya
kontak dengan gen tersebut. Pajanan selama 15 menit dengan air panas dengan suhu
sebesar 56.10 C mengakibatkan cidera full thickness yang serupa. Perubahan
patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal periode syok
luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang terjadi sekunder
akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase hiperdinamik serta
hipermetabolik. Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar yang berat adalah
ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler dan kemudian terjadi
perpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang intravaskuler ke dalam ruanga
interstisial.

33
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume
darah terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya kehilangan cairan dan
berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi
penurunan tekanan darah. Sebagai respon, system saraf simpatik akan melepaskan
ketokelamin yang meningkatkan vasokontriksi dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya
vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung.
Umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi dalam 24 hingga 36 jam
pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya dalam tempo 6-8 jam. Dengan
terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan
mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat.
Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan
terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan
obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia. Komplikasi ini dinamakan sindrom
kompartemen.
Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat terjadi syok
luka bakar. Kehilangan cairan dapat mencapai 3-5 liter per 24 jam sebelum luka bakar
ditutup. Selama syok luka bakar, respon luka bakar respon kadar natrium serum
terhadap resusitasi cairan bervariasi. Biasanya hipnatremia terjadi segera setelah
terjadinya luka bakar, hiperkalemia akan dijumpai sebagai akibat destruksi sel massif.
Hipokalemia dapat terhadi kemudian dengan berpeindahnya cairan dan tidak
memadainya asupan cairan. Selain itu juga terjadi anemia akibat kerusakan sel darah
merah mengakibatkan nilai hematokrit meninggi karena kehilangan plasma.
Abnormalitas koagulasi yang mencakup trombositopenia dan masa pembekuan serta
waktu protrombin memanjang juga ditemui pada kasus luka bakar. Kasus luka bakar
dapat dijumpai hipoksia. Pada luka bakar berat, konsumsi oksigen oleh jaringan
meningkat 2 kali lipat sebagai akibat hipermetabolisme dan respon lokal. Fungsi renal
dapat berubah sebagai akibat dari berkurangnya volume darah. Destruksi sel-sel darah
merah pada lokasi cidera akan menghasilkan hemoglobin bebas dalam urin. Bila aliran
darah lewat tubulus renal tidak memadai, hemoglobin dan mioglobin menyumbat
tubulus renal sehingga timbul nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal.
Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-faktor inflamasi
yang abnormal, perubahan immunoglobulin serta komplemen serum, gangguan fungsi
neutrofil, limfositopenia. Imunosupresi membuat pasien luka bakar bereisiko tinggi

34
untuk mengalmai sepsis. Hilangnya kulit menyebabkan ketidakmampuan pengaturan
suhunya. Beberapa jam pertama pasca luka bakar menyebabkan suhu tubuh rendah,
tetapi pada jam-jam berikutnya menyebabkan hipertermi yang diakibatkan
hipermetabolisme.
G. Manifestasi Klinis

Kedalaman Bagian Kulit Gejala Penampilan Perjalanan


dan Penyebab Yang terkena Luka Kesembuhan
Luka Bakar
Derajat Satu Epidermis  Kesemutan  Memerah;  Kesembuhan
 Tersengat  Hiperestesia menjadi putih lengkap dalam
matahari (super jika ditekan waktu satu
 Terkena Api sensitive)  Minimal atau minggu
dengan  Rasa nyeri tanpa edema  Pengelupasan
intensitas mereda jika kulit
rendah didinginkan
Derajat Dua Epidermis dan  Nyeri  Melepuh;  Kesembuhan luka
 Tersiram air Bagian Dermis  Hiperestesia dasar luka dalam waktu 2–3
mendidih  Sensitif berbintik– minggu
 Terbakar oleh terhadap bintik merah,  Pembentukan
nyala api udara yang epidermis parut dan
dingin retak, depigmentasi
permukaan  Infeksi dapat
luka basah mengubahnya
 Edema menjadi derajat
tiga
Derajat Tiga Epidermis,  Tidak terasa  Kering ;luka  Pembentukan
 Terbakar api Keseluruhan nyeri bakar eskar
 Terkena Dermis dan  Syok berwarna  Diperlukan
cairan kadang– kadang  Hematuri putih seperti pencangkokan
mendidih jaringan dan badan kulit  Pembentukan
dalam waktu subkutan kemungkinan atau berwarna parut &
yang lama hemolisis gosong. hilangnya kontur
 Tersengat arus  Mungkin  Kulit retak serta fungsi kulit.
listrik terdapat luka dengan bagian  Hilangnya jari
masuk dan kulit yang tangan atau

35
keluar (pada tampak ekstermitas dapat
luka bakar  edema terjadi
listrik)

H. Penatalaksanaan Luka Bakar


Pengobatan luka bakar diberikan berdasarkan luas dan beratnya luka bakar serta
pertimbangan penyebabnya. Resusitasi cairan penting dalam menangani kehilangan
cairan intravascular. Oksigen diberikan melalui masker atau ventilasi buatan. Luka
bakarnya sendiri dapat di tutupi balutan steril basah atau kering. Penambahan obat
topikal dapat juga diindikasikan. Luka bakar berat memerlukan debridement luka dan
transplantasi kulit.
Menurut R. Sjamsuhidajat (2010) penatalaksanaan medis pada penderita luka bakar
sebagai berikut:
1. Mematikan sumber api
2. Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api pada seluruh tubuh
(menyelimuti, menutup bagian yang terbakar, berguling, menjatuhkan diri ke air).
3. Merendam atau mengaliri luka dengan air.
4. Setelah sumber panas hilang adalah dengan merendam luka bakar dalam air atau
menyiram dengan air mengalir selama kurang lebih 15 menit. Pada luka bakar
ringan tujuan ini adalah untuk menghentikan proses koagulasi protein sel jaringan
dan menurunkan suhu jaringan agar memperkecil derajat luka dan mencegah
infeksi sehingga sel-sel epitel mampu berfoliferasi.
5. Rujuk ke Rumah Sakit
6. Pada luka bakar dalam pasien harus segera di bawa ker Rumah Sakit yang memiliki
unit luka bakar dan selama perjalanan pasien sudah terpasang infus.
7. Resusitasi
Pada luka bakar berat penanganannya sama seperti diatas. Namun bila terjadi syok
segera di lakukan resusitasi CAB
a) Pernafasan:
1) Udara panas  mukosa rusak  oedem obstruksi.
2) Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin  iritasi
bronkhokontriksi obstruksi gagal nafas
b) Sirkulasi

36
gangguan permeabilitas kapiler  cairan dari intravaskuler pindah ke
ekstravaskuler  hipovolemi relatif  syok  ATN (acute tubular necrosis)
 gagal ginjal.
a. Circulation
1) Nilai frekuensi nadi dan karakternya
2) Ambil darah untuk cross match, DPL, ureum dan elektrolit.
3) Perawatan local
Untuk luka bakar derajat I dan II biasa dilakukan perawatan lokal
yaitu dengan pemberian obat topical seperti salep antiseptic contoh
golongan: silver sulfadiazine, moist exposure burn ointment, ataupun
yodium providon.

b. Airway Management
1) Bersihkan jalan napas dengan tangan dan mengangkat dagu pada
pasien tidak sadar (HTCL) / Jaw thrust. Bila sumbatan oleh karena
secret lakukan suction.
2) Lindungi jalan napas dengan nasofaringeal airway.
3) Pembedahan (krikotiroidotomi) bila indikasi trauma inhalasi /gagal
intubasi.
c. Breathing/Pernapasan
1) Berikan supplement O2.
2) Nilai frekuensi napas dan pergerakkan dinding thoraks.
3) Pantau oksimetri nadi dan observasi.
8. Infus, kateter, CVP, oksigen, laboratorium, kultur luka.
9. Resusitasi cairan Baxter.
Untuk pemberian cairan intravena pada pasien luka bakar bias menggunakan rumus
yang direkomendasikan oleh Envans, yaitu:

Luas luka dalam persen x BB(kg) = mL NaCl /24 jam


Dewasa
Luas luka dalam persen x BB (kg) = mL Plasma/24 jam
: Baxter (
2000 cc gluksosa 5%/24 jam
RL 4 cc
x BB x % LB/24 jam. )
Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal

37
( RL : Dextran = 17 : 3 ) 2 cc x BB x % LB.
Kebutuhan faal:
< 1 tahun : BB x 100 cc
1 – 3 tahun : BB x 75 cc
3 – 5 tahun : BB x 50 cc
½  diberikan 8 jam pertama
½  diberikan 16 jam berikutnya.
Hari kedua :
Dewasa: Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.
( 3-x) x 80 x BB gr/hr
100
(Albumin 25% = gram x 4 cc)  1 cc/mnt.
Anak: Diberi sesuai kebutuhan faal.
10. Monitor urine dan CVP.
11. Topikal dan tutup luka
a. Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.
b. Tulle (sofratulle): gauze dilapisi antibiotic topical.
c. Silver sulfa diazin tebal.
d. Tutup kassa tebal.
e. Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.
12. Obat – obatan:
a. Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
b. Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur.
c. Analgetik : kuat (morfin, petidine)
d. Antasida : kalau perlu

I. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium :
a. Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran darah yang banyak
sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera.
b. Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan
sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang
diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah.

38
c. Leukosit: Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau
inflamasi.
d. GDA (Gas Darah Arteri): Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera
inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon
dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.
e. Elektrolit serum: Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan
cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin
menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi
ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
f. Glukosa serum: Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
g. Albumin serum: Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema
cairan.
h. BUN/Kreatinin: Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi ginjal,
tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
i. Alkali fosfatase: peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan
interstisial/ gangguan pompa natrium.
j. Kultur luka: data dasar dan diulang secara periodik.
k. Urine Lengkap: Warna hitam kemerahan pada urine sehubungan dengan
mioglobin.
2. Rontgen: Foto Thorax, dll (mengetahui adanya edema paru dll)
3. Scan Paru : dilakukan untuk menentukan luasnya cedera inhalasi.
4. EKG: Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia, terutama
pada luka bakar listrik.
5. CVP : Untuk mengetahui tekanan vena sentral, diperlukan pada luka bakar lebih
dari 30% dewasa dan lebih dari 20% pada anak.

39
KASUS LUKA BAKAR

Seorang laki- laki Tn. Y berusia 49 tahun datang ke unit gawat darurat RS diantar
keluarganya dengan keluhan luka bakar terkena air panas 2 jam yang lalu. Hasil
pemeriksaan Tn. A sadar dan masih berbicara dengan jelas, mengatakan sakit pada
daerah yang mengalami luka bakar, tampak meringis kesakitan. Pemeriksaan luka bakar
pada Tn. A terdapat eritema dan bula ( beberapa bula sudah pecah dan berair ) , luka
bakar pada seluruh tangan kanan dan kiri bagian depan, dada dan abdomen bagian depan.
Hasil pemeriksaan tanda – tanda vital. Tekanan Darah 100/60 mmHg, Frekuensi Denyut
Nadi 98 x/menit, Pernapasan 22 x/menit, suhu 37,5 0C

1. Pengkajian
Pengumpulan Data
A. Identitas klien

Nama : Tn. A

Umur : 49 Tahun

Jenis Kelamin : Laki - laki

Agama : Islam

Alamat : Kendari

B. Riwayat penyakit sekarang


Klien masuk ke unit gawat darurat diantar keluarganya dengan
keluhan luka bakar akibat terkena air panas 2 jam sejak masuk RS. Pada
saat pengkajian Klien mengatakan sakit pada daerah yang mengalami luka
bakar. Klien mengtakan terkena air panas, seperti di iris-iris, Pada daerah
yang terkena luka bakar ( pada tangan kanan,sebagian tangan kiri, di dada
dan perut, kaki kiri dan kaki kanan ), 8 ( nyeri berat ). Klien merasakan
nyeri terus – menerus.

C. Riwayat penyakit yang lalu


Klien tidak pernah mengalami penyakit yang sama, tidak ada riwayat
penyakit hepatitis atau penyakit lainnya

40
D. Riwayat penyakit keluarga
Klien tidak mempunyai riwayat penyakit keturunan.

E. Pemeriksaan fisik :
1) Keadaan umum : Lemah.
2) Kesadaran : Kompos mentis.
3) Tanda – tanda vital :
TD : 100/60 mmHg

N : 98 x/mnt

S : 37,5 0C

P : 28 x/mnt

F. Pengkajian primer ( ABCDE )


a) Airway
 Look
1) Klien tidak mengalami adanya sumbatan/obstruksi
jalan napas.
2) Klien sadar dan masih berbicara dengan jelas.
3) Nampak pergerakan dada dan perut cepat
4) Tidak Nampak kebiruan pada area perifer dan pada
kuku (sianosis)
 Listen
1) Tidak ada bunyi suara napas tambahan
2) Tidak ada bunyi suara napas tambahan obstruksi
parsial
 Feel
Patensi hidung simetris kiri dan kanan dimana Aliran udara
yang keluar pada hidung sama
b) Breathing
 Look
1) Nampak klien bernapas dengan baik
2) Pengembangan dada tidak terlalu kuat dan sedikit
cepat

41
 Listen
Tidak ada vesikuler dan bunyi suara napas tambahan
 Feel
Pengembangan dada simetris kiri dan kanan
c) Circulation
 Look
1) Tidak ada sianosis pada pada ekstremitas
2) Tidak 42ampak keringat dingin pada tubuh klien
 Feel
Gerakan nadi pada saat pengkajian 98X/Menit
 Listen
Bunyi aliran darah pada saat pengukuran tekanan darah
normal
d) Disability
 Look
Nampak klien sadar baik dengan GCS 15
e) Exposure
Nampak terdapat eritama dan bula pada ( sebagian bula
sudah pecah dan berair) yang terdapat pada seluruh telapak tangan,
pada tangan kiri 4 kali luas telapak tangan, dada dan perut 10 kali
telapak tangan, dan pada kaki kiri 6 kali telapak tangan serta pada
kaki 8 kali telapak tangan.

G. Pemeriksaan fisik/sekunder (head to too)


1) Kepala
Inspeksi : simetris, distribusi rambut merata, beruban
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan.
2) Mata
Inspeksi : simetris kiri dan kanan, tidak ada gangguan penglihatan
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
3) Hidung
Inspeksi : simetris, tidak ada epistaksis, tidak ada pernapasan cuping
hidung.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan tidak ada benjolan.
4) Telinga
Inspeksi : simetris, tidak ada pengeluaran serumen ataupun darah.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
5) Mulut

42
Inspeksi : simetris kiri dan kanan,mukosa bibir pucat dan kering.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
6) Leher
Inspeksi : simetris, tidak ada pembesaran vena jugularis dan kelenjar
tiroid.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada vena jugularis maupun kelenjar
tiroid.
7) Dada
Inspeksi : simetris kiri dan kanan, ekspansi dada normal tapi lemah,
Nampak terdapat luka bakar dan terlihat eritema dan bula pada
sekitaran luka dan berair
8) Abdomen
Inspeksi : simetris, nampak adanya luka bakar pada daerah abdomen
serta terdapat eritema dan bula sekitaran luka dan berair
Auskultasi : bunyi peristaltik usus menurun
9) Ekstremitas
 Atas :
Inspeksi : Nampak luka bakar pada tangan kanan sebesar 4.5
%, pada tangan kiri sebesar 4,5 %, dan Nampak klien susah
untuk menggerakkan tangannya

DATA FOKUS

Subjektif Objektif
1. Klien mengatakan nyeri pada pada 1. Klien terlihat Lemah
daerah yang menagalami luka 2. Klien terlihat meringis
bakar 3. Derajat luka bakar 27 %
2. Klien mengatakan sakit pada 4. Skala nyeri 8 ( nyeri berat )
daerah yang mengalami luka 5. Tanda – tanda vital
bakar 6. TD : 100/60 mmHg
3. Klien mengatakan sakit pada N : 98 x/mnt
S : 37,5 0C
daerah yang mengalami luka
P : 22 x/mnt
bakar 7. Pasien terlihat lemah
8. Telihat eiritema dan bula pada kulit
yang mengalami luka bakar dan
sebagian bula sudah picah dan berair
9. Terdapat luka pada bakar pada

43
ekstremitas klien
a. Ekstremitas atas
terdapat luka bakar pada
tangan kanan dan kiri dengan
derajat luka bakar sebesar 9 %
10. Luka bakar pada Dada dan perut
sebesar 18 %

Analisa data

Data Problem Etiologi


DS:
1. Klien mengatakan nyeri pada pada
daerah yang menagalami luka bakar
DO:
1. Klien terlihat Lemah
2. Klien terlihat meringis
3. Derajat luka bakar 27 %
4. Skala nyeri 6 ( nyeri berat )
P : Tersiram air panas (luka bakar) Faktor agen pencedera fisik
Nyeri akut
Q : seperti tertusuk-tusuk (tersiram air panas)
R ; pada bagian
dada,abdomen,tangan kiri dan kanan
S : skla nyeri 6
T : bergerak
5. Tanda – tanda vital
6. TD : 100/60 mmHg
N : 98 x/mnt
S : 37,5 0C
P : 22 x/mnt

Data subyektif :
1. Klien mengatakan sakit pada
daerah yang mengalami luka
bakar Kekurangan Volume Cairan
Hipovolemia
Data obyektif :
1. Pasien terlihat lemah
2. Tampak terlihat luka pada bakar

44
pada ekstremitas klien
a. Ekstremitas atas
terdapat luka bakar pada tangan kanan
dan kiri dengan derajat luka bakar
sebesar 9 %
- Luka bakar pada Dada dan perut
sebesar 18%
- Tanda – tanda vital
TD :100/60 mmHg
N : 98 x/mnt
S : 37,5 0C
P : 22 x/mnt

Data subyektif :
- Klien mengatakan sakit pada daerah
yang mengalami luka bakar
Data obyektif :
- Pasien terlihat Lemah
Trauma ( kerusakan Kerusakan Integritas Kulit
- Nampak telihat eiritema dan bula pada
permukaan kulit)
kulit yang mengalami luka bakar dan
sebagian bula sudah picah dan berair

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut b.d Faktor agen pencedera fisik (tersiram air panas)
2. Hipovolemia b.d kekurangan volume cairan
3. Kerusakan Integritas Kulit b.d Trauma ( kerusakan permukaan kulit)

45
INTERVENSI

Tujuan dan KH Intervensi


No
DX.KEP
Setelah dilakukan asuhan Mandiri
keperawatan selama 3x24jam, 1. Kaji nyri secara
Nyeri berkuranng dengn KH :
komperehensif
- Pasien dapat
2. Atur posisi tidur
memperlihatkan teknik
senyaman mungkin
relaksasi secara
3. Bantu Pasien untuk
individual yang efektif
berfokus pada aktivitas,
untuk mencapai
bukan pada nyeri dan
kenyamanan.
rasa tidak nyaman
- Pasien tidak mengalami
Nyeri Akut
dengan melakukan
berhubungan dengan gangguan dalam
1
Kerusakan Jaringan pengalihan melalui
frekuensi pernapasan,
Kulit.
televise, radio dan
frekuensi jantung atau
interaksi dengan
tekanan darah.
pengunjung.
4. Ajarkan Pasien tentang
Relaksasi untuk
mengatasi nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian analgesik
Setelah dilakukan asuhan Mandiri
keperawatan selama 3x24jam, 1. Beri banyak minum.
Pemulihan cairan optimal dan
2. Monitor haluaran urine.
keseimbangan elektrolit KH :
1. Pasien tidak 3. Mengumpulkan dan
memperlihatkan adanya menganalisa data pasien
Hipovolemia b.d
kekurangan volume tanda – tanda dehidrasi. untuk mengatur
2
cairan 2. Haluaran urine dalam keseimbangan cairan.
batas normal. 4. Meningkatkan
keseimbangan cairan
dan pencegahan
komplikasi akibat kadar

46
cairan yang abnormal
atau diluar harapan.

Kolaborasi
- Pemberian cairan IV.

Setelah dilakukan tindakan Mandiri


asuhan keperawatan selama 3x24 1. Anjurkan Pasien untuk
jam diharapkan kulit pasien
memakai pakaian yang
kembali membaik dengan KH :
1. Menunjukkan regenerasi longgar
yang telah dicapai oleh 2. Hindari kerutan pada
sel dan jaringan setelah tempat tidur.
penutupan yang 3. Kumpulkan dan analisa
diharapkan. data pasien untuk
Kerusakan Integritas
Kulit b.d Trauma ( 2. Mencapai penyembuhan mempertahankan
3 kerusakan permukaan
tepat waktu pada area integritas kulit dan
kulit)
luka bakar. membrane mukosa.
4. Lakukan perawatan luka
atau perawatan kulit
gsecara rutin.
5. Ubah dan atur posisi
pasien sesering mungkin.

Kolaborasi
- Kolaborasi ahli kulit

47
IMPLEMENTASI

Hari,
No
Tanggal Implementasi Respon Paraf
DX.KEP
Jam
Mandiri S:
1. mengkaji nyeri secara - pasien masih
komperehensif merasakan sakit pada
daerah luka
O:
- rasa nyeri pada luka
bakar pasien terlihat
berkurang dari skla 6
2. mengatur posisi tidur menjadi 4
senyaman mungkin
S:
- pasien mengatakan
tidur nyaman setelah
posisi yang
Jumat, disarankan perawat.
06
O:
oktober 01
- pasien terlihat tidur
2018 3. Bantu Pasien untuk
14:00 nyenyak
berfokus pada
aktivitas, bukan pada
nyeri dan rasa tidak S:
- Pasien mengatakan
nyaman dengan
ingin menonton
melakukan pengalihan
televisi
melalui televise, radio
O:
dan interaksi dengan
- Pasien terlihat
pengunjung.
nyaman saat
menonton tv
4. mengajarkan Pasien S:
- pasien mengatakan
tentang Relaksasi
setelah ia melakukan
untuk mengatasi nyeri
teknik relaksasi rasa

48
nyeri berasa
berkurang
O:
- pasien terlihat sudah
tidak terlihat nyeri

1. memberi banyak S:
- pasien mengatakan
minum.
sudah tidak dehitrasi
O:
- pasien sudah tidak
lemas
2. memonitor haluaran
S:
urine.
- pasien mengatakan
haluaran urine
kembali normal
O:
- pasien terlihat tidak
gelisah lagi saat BAK
Jumat
06
oktober 02
3. Mengumpulkan dan
2018 S :-
14:55 menganalisa data O:
- input dan ouput urine
pasien untuk
pasien seimbang
mengatur
keseimbangan cairan.

4. Meningkatkan S:
-
keseimbangan cairan
O:
dan pencegahan -
komplikasi akibat
kadar cairan yang
abnormal atau diluar
harapan.

Jumat 03 1. Menganjurkan Pasien S:

49
06 untuk memakai -
oktober O:
pakaian yang longgar
2018 - Pasien terlihat
15:40
nyaman dengan
pakaian longgar
2. Menghindari kerutan
S:
pada tempat tidur. - pasien mengatakan
sangat nyaman
dengan tempat tidur
yang rapih
O:
- tempat tidur pasien
terlihat rapih sehingga
lokasi luka pasien
Terjaga dan tidak
mudah lecet dan
menempel pada
tempat tidur
3. Mengumpulkan dan
S:-
analisa data pasien
O:
untuk - intergritas kulit pasien
mempertahankan normal
integritas kulit dan
membrane mukosa.

4. Melakukan perawatan S:-


luka atau perawatan
O:
kulit secara rutin. - pasien mengikuti
instruksi perawat

S:-
5. mengubah dan atur
posisi pasien sesering O:
- pasien terlihat sudah
mungkin.
nyaman pada posisi
nya

50
EVALUASI

DX.KEP Hari Tanggal Jam SOAP Paraf


S:
- pasien masih merasakan sakit
pada daerah luka
- pasien mengatakan tidur
nyaman setelah posisi yang
disarankan perawat.
- Pasien mengatakan ingin
menonton televisi
- pasien mengatakan setelah ia
melakukan teknik relaksasi rasa
Jumat nyeri berasa berkurang
06 oktober 2018
1
14:45
O:
- rasa nyeri pada luka bakar
pasien terlihat berkurang dari
skla 6 menjadi 4
- Pasien terlihat nyaman saat
menonton tv
- pasien terlihat sudah tidak
terlihat nyeri
- pasien terlihat tidur nyenyak
A : Intervensi teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
S:
- pasien mengatakan sudah tidak
dehidrasi
Jumat - pasien mengatakan pengeluaran
2 06 oktober 2018
urine mulai membaik
15:30
O:
- pasien terlihat tidak gelisah lagi
saat BAK

51
- pasien sudah tidak lemas
- input dan ouput urine pasien
seimbang

A : Intervensi teratasi
P : Intervensi di hentikan

S:
- pasien mengatakan sangat
nyaman dengan tempat tidur
yang rapih

O:
- tempat tidur pasien terlihat
rapih sehingga lokasi luka
pasien Terjaga dan tidak mudah
lecet dan menempel pada
Jumat tempat tidur
3 06 oktober 2018
16:00 - intergritas kulit pasien normal
- pasien mengikuti instruksi
perawat
- pasien terlihat sudah nyaman
pada posisi nya
- Pasien terlihat nyaman dengan
pakaian longgar

A : Intervensi teratasi sebagian


P : Lanjutkan intervensi

52
BAB IV

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pasien kritis yang dirawat di Unit Perawatan Intensif merupakan sosok manusia yang utuh
dan unik yang sedang mengalami gangguan/masalah kesehatan yang kompleks. Cara
pandang perawat terhadap pasien akan menentukan pola interaksi dan pendekatan ke
pasien secara keseluruhan. Berkembang pesatnya teknologi dibidang perawatan intensif
seyogyanya tidak menggeser pandangan folosofis perawat terhadap pasien dan keluarga
dan mengurangi interaksi caring antara perawat dan pasien/keluarga. Keyakinan dan nilai-
nilai keperawatan holistik bisa dijadikan landasan penguat untuk menerapkan nilai-nilai
caring yang menjadi inti/ruhnya keperawatan. Model Sinergi, memberikan ilustrasi konkrit
tentang penerapan nilai-nilai caring yang holistic dalam kontek membangun hubungan
interaksi yang harmonis antara perawat dan pasien/keluarga dalam upaya mencapai tujuan
bersama, yaitu kesehatan dan kesejahteraan bagi pasien dan keluarganya yang merupakan
cita-cita luhur dari profesi keperawatan.

3.2 Saran

Diharapkan dengan adanya makalah ini pembaca khususnya mahasiswa keperawatan dapat
memperoleh ilmu yang lebih tentang “Integrasi proses keperawatan dan diagnosa
keperawatan didalam kerangka kerja holistik”

Semoga makalah ini dapat dijadikan sumber literature yang layak digunakan untuk
mahasiswa.Jika anda ingin membuat suatu kesimpulan yang baik dan benar dalam
pembuatan makalah atau karya tulis ilmiah, anda harus memperhatikan beberapa cara dan
perlu mengingatnya diantaranya yaitu memahami isi materi dari makalah atau karya tulis
ilmiah sehingga didapatkan suatu kesimpulan dari pemahaman yang telah diserap.

53
DAFTAR PUSTAKA

Frisch, N.C. (2009). Standard for holistic nursing practice: A way to think about
our care that includes complementary and alternative modalities.
Diakses tanggal 29 Desember 2009 dari
http://www.nursingworld.org/ojin/topic15/tpc15_4.html

Hendrik. (2011). Etika & Hukum Kesehatan. Jakarta : EGC

Undang-Undang Kesehatan No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

http://www.scribd.com/doc/243508922/Bab-II-Prespektif-Kep-Kritis#scribd (Diakses
tanggal 30/09/2017)
http://www.en.wikipedia.org/wiki/Critical_care_nursing (Diakses 30/09/2017

54

You might also like