You are on page 1of 12

Asuhan Keperawatan Pada Klien

Dengan Gangguan Sistem Pendengaran


Akibat Otitis Media Kronis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perforasi membran timpani biasanya disebabkan oleh trauma atau infeksi. Sumber
trauma meliputi fraktur tulang tengkorak,cedera ledakan, atau hantaman keras pada telinga.
Infeksi kronik telinga tengah tidak hanya mengakibatkan kerusakan membran timpani tetapi
juga dapat menghancurkan osikulus dan hampir selalu melibatkan mastoid. Sebelum penemuan
antibiotika, infeksi mastoid merupakan infeksi yang mengancam jiwa. Sekarang, penggunaan
antibiotika yang bijaksana pada otitis media akut telah menyebabkan mastoiditis koalesens akut
menjadi jarang. Kebanyakan kasus mastoid akut sekarang ditemukan pada pasien yang tidak
mendapatkan perawatan telinga yang tidak memadai dan mengalami infeksi telinga yang tidak
ditangani. Selain itu untuk kasus dengan penanganan yang terlambat dapat menyebabkan
berbagai masalah yang membahayakan diantaranya paralis nervus fasialis, kehilangan
pendengaran sensorineural dan atau gangguan keseimbangan ( akibat erosi telinga dalam ) dan
abses otak. ( Suzanne C. Smeltze, 2001)

Fenomena inilah yang menarik kami untuk mengadakan penyusunan makalah dengan
judul “ Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Pendengaran Akibat Otitis Media
Kronis ” dengan harapan karya ini dapat dipakai untuk mengetahui tentang otitis media kronis
lebih lanjut.

1.2 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari makalah ini kami bedakan menjadi tujuan umum dan tujuan
khusus. Untuk tujuan umum dari penyusunan makalah ini yaitu untuk memberikan
pemahaman mengenai gangguan system pendengaran akibat otitis media kronis, dan untuk
mengetahui bagaimana penerapan asuhan keperawatan terhadap klien dengan gangguan
system pendengaran akibat otitis media kronis. Sedangkan tujuan khususnya yaitu:

1. Mengetahui mengenai pengertian, etiologi, patofisiologi, Manifestasi klinis, pemeriksaan


diagnostic dan penatalaksanaan medis yang terjadi pada penyakit otitis media kronis.

2. Mengetahui pengkajian pada pasien dengan gangguan sitem pendengaran akibat otitis media
kronis, mengetahui cara menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan
sitem pendengaran akibat otitis media kronis, dapat mengetahui cara membuat rencana
tindakan keperawatan yang akan dilakukan pada pasien dengan otitis media kronis, dan dapat
mengetahui intervensi keperawatan dan mengevaluasi pasien dengan gangguan sistem
pendengaran akibat otitis media kronis.

1.3 Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan dari makalah yang kami susun adalah sebagai berikut:
1. Manfaat pengetahuan
Menambah keragaman ilmu pengetahuan bagi dunia keperawatan umumnya, khususnya adalah
keperawatan medical bedah.
2. Manfaat pendidikan
Memberikan referensi mengenai pembahasan yang menyeluruh meliputi berbagai hal yang
berkaitan dengan gangguan pada system pendengaran yang dibahas.
3. Manfaat praktis
a. Bagi profesi
Sebagai salah satu sumber literature dalam pengembangan bidang profesi keperawatan
khususnya keperawatan medical bedah tentang penyakit otitis media kronis.
b. Bagi peneliti
Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang pembahasan dan proses keperawatan yang
dilakukan pada klien dengan gangguan system pendengaran.

1.4 Metodologi Penulisan

Adapun metode penulisan yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah dengan
menggunakan metode kepustakaan yaitu dengan mencari sumber dari berbagai literature baik itu
buku maupun dari berbagai media elektronik.
1.5 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika dari penulisan makalah ini terdiri dari:


KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
1.2 Tujuan penulisan
1.3 Manfaat penulisan
1.4 Metodologi penulisan
1.5 Sistematika penulisan
BAB II PEMBAHASAN
BAB III KESIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Otitis media kronik (OMK) adalah peradangan kronik yang mengenai mukosa dan
struktur tulang di dalam kavum timpani. Sedangkan OMSK adalah stadium dari penyakit telinga
tengah dimana terjadi peradangan kronis dari telinga tengah dan mastoid dan membran timpani
tidak intak (perforasi) dan ditemukan sekret (otorea), purulen yang hilang timbul. Sekret
mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah dan berlangsung lebih dari 2 bulan.
Perforasi sentral adalah pada pars tensa dan sekitar dari sisa membran timpani atau sekurang-
kurangnya pada annulus. Defek dapat ditemukan seperti pada anterior, posterior, inferior atau
subtotal. Menurut Ramalingam bahwa OMSK adalah peradangan kronis lapisan mukoperiosteum
dari middle ear cleft sehingga menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan patologis yang
ireversibe.
Otitis media kronik merupakan kondisi yang berhubungan dengan patologi jaringan
ireversibel dan biasanya disebabkan karena episode berulang otitis media akut. Sering
berhubungan dengan perforasi menetap membrane timpani.
Otitis media kronik atau mastoiditis kronik ini lebih seing ditemukan, dan beberapa ahli
infeksi kronik ini dapat mengakibatkan pembentukan kolesteatoma, yang merupakan
pertumbuhan kulit ke dalam (epitel skuasoma) dari lapisan luar membrane timpani ke telinga
tengah, hal inilah yang menyebabkan gangguan pada fungsi telinga akibat otitis media kronik.

2.2 Etiologi

Otitis media (OM) sering terjadi setelah infeksi saluran nafas atas oleh bakteri atau virus
yang menyebabkan peradangan di mukosa, gangguan drainase telinga tengah dan menyebabkan
penumpukan cairan steril. Bakteri atau virus masuk ke telinga tengah melalui tuba eustachius,
yang menyebabkan infeksi telinga tengah. Agen-agen infeksi tersebut diantaranya agen infeksi
dari tenggorok yaitustreptococcus, stapilococcus, diplococcus pneumonie, hemofilus influens,
Gram (+), rongga mulut S. Pyogenes, S. Albus, Gram (-), dan hidung meliputi Proteus spp,
Psedomonas spp, E. Coli, Kuman anaerob : Alergi, diabetes melitus, TBC paru.
Bakteri yang paling sering menyebabkan otitis media adalah S.Pneumoniae,
H.influenzae, dan M. catarrhalis. Bakteri pathogen yang lebih jarang meliputiStreptococcus spp
grup A, S. Aureus, dan spesies Gram-negatif. Pada 30% kasus tidak ada bakteri pathogen yang
ditemukan, dan pada 44% kasus, virus merupakan satu-satunya organism yang ditemukan.

2.3 Patofisiologi

Agen infeksi dari tenggorok, rongga mulut, hidung oleh bakteri diantaranya stepcococcus,
stafilococcus, diplococcus pneumonia, dll mengakibatkan disfungsi tuba eutachius hingga
influks bakteri ketelinga tengah akan mengakibatkan infeksi telinga tengah. Dan apabila keadaan
ini berlanjut atau berulang, ruptur membran timpany serta adanya OMA ( pengobatan tidak
tuntas virulensi meningkat ) mengakibatkan OMK.
Dari influks membran timpany menyebabkan perforasi membran timpany dan nekrosis
membran timpany serta ruptur membran timpany yang akan mengeluarkan nanah sehingga
nanah menumpuk di belakang membran timpany mengakibatkan penurunan hantaran suara,
melanjut ke penurunan fungsi pendengaran.
Jika daya tahan tubuh melemah nanah akan keluar terus dan menjadi kronis. Pengobatan
yang tidak tuntas, episode berulang mengakibatkan infeksi pada telinga dalam alkan merusak
tulang karena adanya kolesteatoma pada telinga tengah bisa dilakukan tindakan operasi dengan
mastoidektomi.

2.4 Manifestasi Klinis

Terkadang gejala dapat dirasakan minimal, dengan berbagai derajat kehilangan


pendengaran dan terdapat otorea intermiten atau persisten yang berbau busuk. Biasanya tidak ada
nyeri kecuali paa kasus mastoisitis akut, dimana daerah post-aurikuler menjadi nyeri tekan dan
bahkan merah dan edema.
Kolesteatoma yang dilanjutkan dengan pertumbuhan kulit dari membrane timpani lateral
membentuk kantong luar, yang akan berisi kulit yang telah rusak dan mengadung bahan
sebaseus, kantong tersebut dapat melekat struktur telinga tengah dan mastoid, biasanya tidak
menyebabkan nyeri. Evaluasi pada otoskopik pada membran timpani memperlihatkan adanya
perforasi. Kolesteatoma terkadang dapat juga tidak terlihat pada pemeriksaan oleh ahli otoskopi.
Hasil audiometri pada kasus kolesteatoma sering mempelihatkan kehilanga pendengaran
konduktif atau campuran.

2.5 Pemeriksaan Diagnostic

Pemeriksaan diagnostic yang sering dilakukan pada kasus otitis media kronis ini
diantaranya meliputi :
 Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar
 Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekakuan membran timpany
 Kultur dan uji sensitifitas: dilakukan bila dilakukan timpanosesntesis (Aspirasi jarum dari
telinga tengah melalui membrane timpany).

2.6 Penatalaksanaan Medis


Penanganan local meliputi pembersihan hati-hati telinga menggunakan mikroskop dan
alat penghisap. Pemberian antibiotika atau pemberian bubuk antibiotika sering membantu bila
terdapat cairan purulen.
Berbagai prosedur pembedahan dapat dilakukan bila dengan penanganan obat tidk
efektif. Dapat dilakukan timpanoplasti dan yang paling sering adalah timpanoplasti-rekonstruksi
bedah membrane timpani dan osikulus. Tujuan dari timpanoplasti adalah mengembalikan fungsi
telinga tengah, menutup lubang perforasi, telinga tengah, mencegah infeksi berulang, dan
memperbaiki pendengaran. Timpanoplasti dilakukan melalui kanalis auditorius eksternus, baik
secara transkanal atau melalui insisi aurikuler. Isis telinga tengah diinspeksi secara teliti, dan
hubungan antara osikulus dievalusi. Terputusnya rantai osikulus adalah yang paling sering terjadi
pada otitis media, namun masalah rekonstruksi juga akan muncul dengan adanya malformasi
telinga tengah dan dislokasi osikuler akibat cidera kepala. Perbaikan dramatis pendengaran dapat
terjadi stelah penutupan lubang perforasi dan perbaikan kembali osikulus. Pembedahan biasanya
dilakukan pada pasien rawat jalan dengan anesthesia umum.
Selain tu dapat juga pembedahan mastoidektomi. Tujuan dari pembedahan ini adalah
untuk mengangkat kolesteatoma, mencapai struktur yang sakit, dan menciptakan telinga yang
aman, kering, dan sehat. Bila mungkin osikulus direkontruksi selama prosedur pembedahan
awal. Namun adang beratnya penyakit mengharuskan hal ni dilakukan sebagai bagian
operasikedua yang terencana. Mastoidektomi biasanya dilakukan melalui insisi post-aurikuler,
dan infeksi dihilangkan dengan mengambil secara sempurna sel udara mastoid. Nervus fasialis
berjalan melalui telinga tengah dan mastoid dan dapat mengalami bahaya selama pembedahan
mastoid, meskipun jarang mengalami cidera.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN OTITIS MEDIA KRONIS (OMK)
3.1 Pengumpulan data

Anamnesa
Anamnesa adalah mengetahui kondisi pasien dengan cara wawancara atau interview.
Mengetahui kondisi pasien untuk saat ini dan masa yang lalu.
Anamnesa mencakup identitas pasien, keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang,
riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat imunisasi, riwayat kesehatan
lingkungan dan tempat tinggal.

1. Identitas
Meliputi identitas klien yaitu : nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa, golongan darah, tanggal masuk RS,
tanggal pengkajian, No. RM, diagnose medis, dan alamat.
Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
hubungan dengan klien, dan alamat.

2. Keluhan utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah secara tiba-tiba atau berangsur-
angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk mengurangi keluhan, obat apa yang digunakan,
adakah keluhan seperti pilek dan batuk.

3. Riwayat Kesehatan Sekarang ( PQRST )


Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa meliputi palliative,
provocative, quality, quantity, region, radiaton, severity scala dan time. Seperti penjabaran dari
riwayat adanya kelainan nyeri yang dirasakan.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Apakah ada kebiasaan berenang, apakah pernah menderita gangguan pendengaran (kapan,
berapa lama, pengobatan apa yang dilakukan, bagaimana kebiasaan membersihkan telinga,
keadaan lingkungan tenan, daerah industri, daerah polusi), apakah riwayat pada anggota
keluarga.

5. Riwayat Kesehatan Keluarga


Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang sama. Ada atau
tidaknya riwayat infeksi saluran nafas atas yang berulang dan riwayat alergi pada keluarga.
6. Riwayat Psikososial
Psiko sosial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan timbul gejala-gejala
yang dalami, apakah pasien dapat menerima pada apa yang dideritanya. Pada kasus ini riwayat
psikososial dapat terjadi diantaranya :
 Nyeri otore berpengaruh pada interaksi
 Aktifitas terbatas
 Takut menghadapi tindakan pembedahan

7. Lingkungan dan tempat tinggal


Mengkaji lingkungan tempat tinggal klien, mengenai kebersihan lingkungan tempat tinggal, area
lingkungan rumah, dll.

Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi :

 Keadaan umum.

 Adakah cairan yang keluar dari telinga.

 Bagaimana warna, bau, jumlah.

 Apakah ada tanda-tanda radang.

 Pemeriksaan dengan otoskop tentang stadium

Pemeriksaan Diagnostik

 Tes Audiometri : AC menurun


 X ray : terhadap kondisi patologi
Misal : Cholesteatoma, kekaburan mastoid.

Pemeriksaan pendengaran
 Tes suara bisikan
 Tes garputala

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d proses peradangan ditandai dengan edema (
pembengkakan )
2. Gangguan persepsi/sensori ( pendengaran ) b.d penurunan pendengaran
3. Gangguan harga diri rendah b.d stigma berkenaan dengan kondisi
4. Intoleransi aktivitas b.d nyeri

3.3 Perencanaan Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Perawatan
1. Gangguan rasa Rasa nyaman  Kaji ulang  Memberikan
nyaman nyeri b.d terpenuhi keluhan nyeri, informasi untuk
dalam
proses peradangan perhatikan lokasi/ membantu
waktu jam
ditandai dengan dengan karakter dan dalam
edema kriteria hasil : intensitas menentukan
(pembengkakan)  Memberikan pilihan/
rasa nyaman keefektifan
 Mengurangi intervensi
rasa nyeri

 Atur posisi yang  Memberikan


nyaman pada kenyamana dan
pasien relaksasi pada
pasien

 Kompres dingin  Untuk


disekitar area meningkatkan
telinga relaksasi

 Kolaborasi dalam
pemberian  Mengurangi
aspirin/ analgesik rasa nyeri
sesuai instruki

2. Gangguan Gangguan  Kaji ketajaman  Untuk


persepsi/sensori persepsi/ pendengaran mengetahui
(pendengaran ) b.d sensori pasien tingkat
penurunan berkurang ketajaman
pendengaran atau hilang pendengaran
pasien

 Ingatkan klien
bahwa vertigo dan  Karena akibat
nausea dapat dari adanya
terjadi setelah gangguan
radikal telinga dalam.
mastoidectomi.
Berikan tindakan
pengamanan.
 Perhatikan
droping wajah
unilateral atau  Mengkaji
mati rasa adanya
perlukan (injuri
) saraf wajah.
 Anjurkan kepada
keluarga/ orang  Untuk
terdekat klien menghindari
untuk tinggal perasaan
bersama klien dan terisolasi
memenuhi pasien
program terapi

3. Gangguan harga diri Diharapkan  Kaji luasnya  Menentukan


rendah b.d stigma gangguan gangguan faktor- faktor
berkenaan dengan harga diri persepsi dan secara individu
kondisi klien teraba / hubungan derajat dalam
teratasi kemampuan nya mengembangka
n intervensi
 Dorong klien un
tuk
mengeksplorasi  Kemungkinan
perasaan tentang memiliki
kritikan orang perasaan tidak
realistik saat
dikritik dan
perlu
mempelajari

4 Intoleransi aktivitas Diharapkan  Tingkatkan tirah  Meningkatkan


b.d nyeri menunjukkan baring, berikan istirahat dan
teknik / lingkungan ketenangan
perilaku yang tenang, batasi
memampukan pengunjung
kembali sesuai keperluan.
beraktivitas
 Lakukan tugas
dengan cepat dan
sesuai toleransi.  Memungkinkan
periode
tambahan
istirahat tanpa
gangguan

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Gangguan telinga yang paling sering adalah
infeksi eksterna dan media. Sering terjadi pada anak-anak dan juga pada orang dewasa
(Soepardi, 1998).
Otitis media kronik adalah keradangan kronik yang mengenai mukosa dan struktur tulang
di dalam kavum timpani. Otitis media kronik merupakan kondisi yang berhubungan dengan
patologi jaringan ireversibel dan biasanya disebabkan karena episode berulang otitis media akut.
Sering berhubungan dengan perforasi menetap membrane timpani.
Otitis media konik dapat disebabkan oleh Streptococcus, Stapilococcus, Diplococcus
pneumonie, Hemopilus influens, Gram Positif : S. Pyogenes, S. Albus, Gram Negatif : Proteus
spp, Psedomonas spp, E. Coli. Penaganan yang terlambat pada Otitis media kronis dapat
menyebabkan berbagai masalah yang membahayakan diantaranya paralis nervus fasialis,
kehilangan pendengaran sensorineural dan atau gangguan keseimbangan ( akibat erosi telinga
dalam ) dan abses otak.

1.2 Saran

Diharapkan makalah ini bisa memerikan masukan bagi rekan- rekan mahasiswa
calon perawat, sebagai bekal untuk dapat memahami mengenai penyakit otitis media kronis
menjadi bekalkan dalam pengaplikasian dan praktik bila menghadapi kasus yang kami bahas
ini.

DAFTAR PUSTAKA

Greenberg, Michael I. 2008. Teks-Atlas Kedokteran Kedaruratan Jilid 1. ECG. Jakarta


Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth Volume 3, ECG. Jakarta

You might also like