You are on page 1of 15

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI


PERCOBAAN I
PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT

Disusun Oleh :
Kelompok 5-G
1. Aida Resti Fitriani (1041711003)
2. Alifia Rossy Nurbaity (1041711007)
3. Anjas Kusuma Dewi (1041711012)
4. Annisa Aryaninditya (1041711013)
5. Atiq Istifada (1041711020)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI "YAYASAN PHARMASI"
SEMARANG
2019
PERCOBAAN I
PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT

I. TUJUAN
Mengenal, mempraktekkan, dan membandingkan cara-cara pemberian obat terhadap
kecepatan absorbsinya, menggunakan data farmakologu sebagai tolak ukur.
II. DASAR TEORI
Senyawa obat adalah zat kimia (sintetik/alami) selain makanan yang bertujuan
untuk mempengaruhi fungsi tubuh, biokimiawi, psikologis dan khususnya untuk
diagnosa, pengobatan, melunakkan, penyembuhan, atau pencegahan penyakit pada
manusia atau hewan. Obat yang diberikan pada pasien akan banyak mengalami proses
sebelum tiba pada tempat tujuannya dalam tubuh, yaitu tempat kerjanya atau reseptor,
obat harus mengalami beberapa proses. Obat yang masuk kedalam tubuh melalui
berbagai cara pemberian umumnya mengalami absorpsi, distribusi, dan pengikatan
untuk sampai ditempat kerja dan menimbulkan efek.
Kerja suatu obat merupakan hasil dari banyak sekali proses dan umumnya ini
didasari suatu rangkaian reaksi yang dibagi dalam tiga fase :
1. Fase Farmasetik (Fase Disolusi)
Fase ini meliputi proses fabrikasi, pengaturan dosis, formulasi, bentuk sediaan,
pemecahan bentuk sediaan dan terlarutnya obat aktif. Karena itu fase ini utamanya
ditentukan oleh sifat-sifat galenik obat. Fase ini berperan dalam ketersediaan obat
untuk diabsorpsi ke dalam tubuh (ketersediaan farmasetik).
2. Fase Farmakokinetik
Fase ini meliputi proses absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi. Fase ini
berperan dalam menentukan ketersediaan obat dalam plasma (ketersediaan hayati)
sehingga dapat menimbulkan efek. Fase ini termasuk bagian prosesinvasi dan
eliminasi. Yang dimaksud dengan invasi adalah proses-proses yang berlangsung pada
pengambilan suatu bahan obat dalam organisme, sedangkaneliminasi merupakan
proses-proses yang menyebabkan penurunan konsentrasiobat dalam organisme.
3. Fase Farmakodinamik
Fase farmakodinamik merupakan interaksi obat – reseptor dan juga proses yang
terlibat dimana akhir dari efek farmakologi terjadi. Dari bentuk kerja obat yang
digambarkan, jelas bahwa ini tidak hanya tergantung pada sifat farmakodinamika
bahan obat.
Absorpsi adalah proses perpindahan obat dari tempat pemberian/aplikasi menuju
ke sirkulasi/peredaran darah yang selanjutnya mencapai target aksi obat. Hal ini
menyengkut kelengkapan dan kecepatan prosis tersebut. Kelengkapan dinyatakan
dalam persen dari jumlah obat yang diberikan. Tapi secara klinik yang paling penting
adalah bioavailibilitas. Istilah ini menyatakan jumlah obat dalam persen yang
mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh/aktif. Ini terjadi karena obat-obat
tertentu tidak semua diabsorpsi dari tempat pemberian akan mencapai sirkulasi
sistemik. Sebagian akan dimetabolisme oleh enzim di dinding usus pada pemberian
per oral atau dimetabolisme dihati pada first pass metabolism. Obat demikian
memiliki biovailibilitas rendah.
Absorpsi obat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
a. Sifat fisika-kimia obat
b. Bentuk sediaan obat
c. Dosis obat
d. Rute dan cara pemberian
e. Waktu kontak dengan permukaan absorpsi
f. Luas permukaan tempat absorpsi
g. Nilai Ph cairan pada tempat absorpsi
h. Integritas membran
i. Aliran darah pada tempat absorpsi
Rute pemberian obat (routes of administration) merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis anatomi dan
biokimia yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh karakteris ini berbeda karena
jumlah suplai darah berbeda; enzim – enzim dan getah – getah fisiologis yang terdapat
di lingkungan tersebut berbeda. Hal – hal ini menyebabkan bahwa jumlah obat yang
dapat mencapai lokasi kerjanya dalam waktu tertentu akan berbeda, tergantung dari rute
pemberian obat (Katzung, B.G, 1989).
Bentuk sediaan yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan besarnya
obat yang diabsorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi pula kegunaan dan efek
terapi obat. Bentuk sediaan obat dapat memberikan efek obat sebara lokal atau sistemik.
Efek sistemik diperoleh jika obat beredar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah,
sedangkan efek lokal adalah efek obat yang bekerja setempat misalnya salep (Anief,
1990).
Obat dapat menimbulkan efek apabila terjadi interaksi atau kontak dengan obat
terlebih dahulu. Kontak terjadi pada temmpat dimana obat diberikan. Berikut ini ada
beberapa cara pemberian obat berdasarkan ada tidaknya intervensi saluran pencernaan
(melewati gastrointestinal).
a. Enteral
Merupakan cara pemberian obat melalui saluran pencernaan, umunya obat ditujukan
untuk efek secara sistemik. Contoh pemberian obat secara enteral yaitu:
1. Per oral (p.o)
Pemberian obat yang rutenya melalui saluran pencernaan dan pemberian
melalui mulut. Cara ini merupakan cara pemberian obat yang paling umum karena
mudah digunakan, relative aman, murah dan praktis (dapat dilakukan sendiri tanpa
keahlian dan alat khusus). Kerugian dari pemberian obat secara peroral adalah
efeknya lama, mengiritasi saluran pencernaan, absorpsi obat tidak teratur, tidak 100%
obat diserap.
Tujuan penggunaan obat melalui oral terutama untuk memperoleh efek
sistemik, yaitu obat masuk melalui pembuluh darah dan beredar ke seluruh tubuh
setelah terjadi absopsi obat dari bermacam-macam permukaan sepanjang saluran
gastrointestinal. Pemberian oral paling cocok untuk pemberian sendiri. Obat oral
harus tahan terhadap lingkungan asam dalam lambung dan harus menembus lapisan
usus sebelum memasuki aliran darah.
2. Sublingual
Absorbsinya baik melalui jaringan kapiler dibawah lidah. Obat-obat ini mudah
diberikan sendiri. Karena tidak melalui lambung, sifat kelabilan dalam asam dan
permeabilitas usus tidak perlu dipikirkan. Keuntungannya lebih cepat dari pada
peroral, karena pada mukosa mulut banyak terdapat pembuluh darah. Namun cara
pemberian ini tidak bisa digunakan untuk obat yang rasanya tidak enak, sehingga
jenis obat yang dapat diberikan secara sublingual sangat terbatas.
3. Rectal
Berguna bagi pasien yang tidak sadarkan diri atau bahkan anak keci. Umumnya
metabolisme lintas pertamanya sebesar 59%. Namun, cara pemberian melalui rektal
dapat mengiritasi mukosa rektum, absorpsinya tidak sempurna dan tidak teratur.
b. Parenteral
Cara pemberian ini tidak memasukkan obat ke dalam tubuh melalui saluran
cerna. Pemberian obat ini dilakukan dengan menyuntikkan obat kedalam tubuh melalui
rute intravena, intramuscular, subkutan dan intraperitoneal.
1. Intravena (i.v)
Biasanya tidak mengalami absorpsi, kadar diperoleh dengan cepat, tepat dan
disesuaikan respon serta dapat digunakan untuk larutan iritatif. Onset kerjanya obat
cepat karena obat disuntikkan langsung kedalam aliran darah. Berguna untuk situasi
darurat dan pasien yang tidak sadar. Obat yang tidak larut tidak dapat diberikan secara
intravena.
2. Intramuscular (i.m)
Pemberian obat melalui suntikan dalam jaringan otot, umumnya pada otot
pantat dan otot paha (glateus maximus) dimana tidak terdapat banyak pembulu darah
dan saraf sehingga relatif aman untuk digunakan. Obat dengan cara pemberian ini
dapat berupa larutan, suspensi atau emulsi. Absorbsi obatnya berlangsung dalam
waktu 10-30 menit. Namun, kecepatan absorpsi juga bergantung pada vasikularitas
tempat suntikan dengan kecepatan peredaran darah antara 0,027-0,07 ml/menit.
Keuntungan menggunakan i.m adalah gastrointestinal dapat dihindari, efek obat cepat
dan fleksibel bagi pasien yang sulit menelan. Kerugiannya antara lain : lebih mahal,
jika terjadi efek toksik sulit diatasi dan perlu keahlian kusus dalam pemakaian obat.
3. Subcutan (s.c)
Pemberian obat melalui injeksi kedalam jaringan dibawah kulit. Bentuk sediaan
yang mungkin diberikan dengan cara ini antara lain larutan dan suspensi dalam
volume lebih kecil dari 2 ml. Obat diabsopsi secara lambat sehingga intensitas efek
sistemik dapat diatur. Pemberian obat dengan cara ini dilakukan bila obat tidak
diabsorpsi pada saluran pencernaan atau dibutuhkan kerja obat secara tepat, misalnya
pada situasi akut. Pemberian obat subkutan hanya boleh digunakan pada obat-obat
yang tidak menyebabkan iritasi pada jaringan. Subcutan disuntikkan dibawah kulit
dan menembus dinding kapiler untuk memasuki aliran darah. Absorpsi biasanya
terjadi secara lambat dan konstan sehingga efeknya bertahan lama.
4. Intraperitoneal (i.p)
Obat diinjeksikan pada rongga perut tanpa terkena usus atau terkena hati, karena
dapat menyebabkan kematian. Didalam rongga perut ini, obat diabsorpsi secara cepat
karena pada masentrium banyak mengandung pembuluh darah. Dengan demikian
absorpsinya lebih cepat dibandingkan peroral dan intramuscular. Obat yang diberikan
secara i.p akan diabsorpsi pada sirkulasi portal sehingga akan dimetabolisme didalam
hati sebelum mencapai sirkulasi sistemik.
Phenobarbital
Fenobarbital merupakan senyawa organik pertama yang digunakan dalam
pengobatan antikonvulsi. Kerjanya membatasi penjalaran aktivitas bangkitan dan
menaikkan ambang rangsang. Efek utama barbiturat ialah depresi SSP. Semua tingkat
depresi dapat dicapai mulai dari sedasi, hipnosis, berbagai tingkatan anesthesia, koma
sampai kematian. Efek hipnotik barbiturat dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit
dengan dosis hipnotik. Tidurnya merupakan tidur fisiologis, tidak disertai mimpi yang
mengganggu (Ganiswara, 1995).
Barbiturat secara oral diabsopsi cepat dan sempurna. Bentuk garam natrium
lebih cepat diabsorpsi dari bentuk asamnya. Mula kerja bervariasi antara 10-60 menit,
tergantung pada zat serta formula sediaan dan dihambat oleh adanya makanan didalam
lambung. Barbiturat didistribusikan secara luas dan dapat lewat plasenta, ikatan dengan
PP sesuai dengan kelarutannya dalam lemak, thiopental yang terbesar, terikat lebih dari
65%.
Waktu yang diperlukan suatu obat untuk mulai bekerja sampai dengan
menimbulkan efek dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Durasi adalah waktu yang dibutuhkan mulai dari obat pertama kali menimbulkan
efek sampai dengan obat tersebut tidak berefek lagi.
2. Onset adalah waktu yang dibutuhkan mulai dari obat diberikan sampai dengan obat
menimbulkan efek.

III. ALAT DAN BAHAN


a. Alat dan Bahan:
1. Spuit injeksi dan jarum (1 – 2 mL)
2. Jarum berujung tumpul (untuk peroral)
3. Sarung tangan
4. Stopwatch
5. Injeksi luminal
b. Hewan uji : Mencit
IV. SKEMA KERJA
Tiap kelas dibagi menjadi 5 kelompok.

Masing- masing kelompok mendapat 3 mencit.

Berturut-turut kelompok I, II, III, IV dan V mengerjakan percobaan oral,


sub kutan, intramuscular, intraperitoneal, dan intravena.

Mencit ditimbang dan diperhitungkan volume luminal yang akan diberikan


dengan dosis 80 mg/kg BB.

Luminal diberikan pada hewan uji dengan cara pemberian sesuai dengan
masing-masing kelompok.
a. Oral, melalui mulut dengan jarum ujung tumpul.
b. Subkutan, masukkan sampai dibawah kulit pada tengkuk hewan uji
dengan jarum injeksi.
c. Intramuscular, suntikan ke dalam otot pada daerah oto gluteus maximus.
d. Intraperitoneal, suntikkan ke dalam otot rongga perut. Hati-hati jangan
sampai masuk kedalam usus.
e. Intravena, suntikkan ke vena ekor hewan uji.

V. DATA PENGAMATAN

Waktu (menit) Durasi


Cara Onset
Pemberian Reflex balik badan (menit)
pemberian (menit)
Hilang Kembali
Peroral 09.26 10.40 13.00 74 140

Peroral 09.28 11.10 13.00 102 110

Peroral 09.32 11.15 13.00 103 105

Intra 08.27 08.49 12.10 22 201


peritoneal
Intra 08.38 09.03 12.05 25 182
peritoneal
Intra 08.48 09.24 13.00 36 216
peritoneal
Intra vena 08.34 09.05 10.36 31 91

Intra vena 08.36 09.09 10.42 33 93

Intra vena 08.39 09.12 10.47 33 95

Subkutan 08.29 09.32 11.27 63 115

Subkutan 08.52 09.38 13.00 34 219

Subkutan 08.32 09.40 11.40 68 120

Intra 08.40 09.20 11.26 40 126


muscular
Intra 08.44 09.45 11.05 61 80
muscular
Intra 08.52 09.24 10.38 32 74
muscular

Rata-rata onset dan durasi


S.C I.M P.O I.P I.V

Onset 55 44,33 93 27,67 32,33

Durasi 151,33 93 118,33 199,67 93.33

Chart Title
waktu
250

200

150

100
[Grab your reader’s attention with a
great quote from the document or
50
use this space to emphasize a key
point.
0 To place this text box
anywhere onSC the page, justIMdrag it.] PO IP IV

ONSET DURASI

A. PERHITUNGAN
1. Larutan C Stok per oral
35,4 𝑔
Dosis Mencit = 1000 𝑔 x 80 mg/kg BB = 2,832 mg/kg BB
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡 2,832 𝑔
C Stok = 1 = 1 = 5,664 mg/ml
𝑥 𝑣𝑝 𝑥1
2 2
Konsentrasi larutan stok x volume yang diinginkan
5,664 mg/ml x 5 ml = 28,32 mg

Diketahui = 30 mg phenobarbital bobot rata-rata 2 tab = 127,7 mg


28,32 𝑚𝑔
= x 127,7 mg = 120, 54 mg ( resntang 5% = 114,51 mg – 126,56 mg )
30 𝑚𝑔

Penimbangan zat aktif


Kertas + zat = 0,6297 g
Kertas + sisa = 0,5099 g
zat = 0,1198 g

119,8 𝑚𝑔
stok zat aktif sebenarnya = 127,7 𝑚𝑔 x 30 mg = 28,14 mg/5 ml = 5,6288 mg/ml

perhitungan volume pemberian masing-masing tikus pada pemberian Intravena


33 𝑔
mencit 1 = 1000 𝑔 x 80 mg = 2,64 mg

= 100 𝑚𝑔/𝑚𝑙 = 0,02641 ml ̴ 0,026 ml


2,64 𝑚𝑔
vp
33𝑔
mencit 2 = 1000 𝑔 x 80 mg = 2,64 mg

= 100 𝑚𝑔/𝑚𝑙 = 0,02641 ml ̴ 0,026 ml


2,64 𝑚𝑔
vp
30 𝑔
mencit 3 = 1000 𝑔 x 80 mg = 2,4 mg
2,4 𝑚𝑔
vp = 100 𝑚𝑔/𝑚𝑙 = 0,024 ml

2. Uji Anava Statistika (ONSET)

P.O I.P I.M S.C I.V

74 22 31 63 40
102 25 33 34 61
103 36 33 68 32

n =3 n =3 n =3 n =3 n =3

x = 279 x = 83 x = 97 x = 165 x = 133

x2 = 26489 x2 = 2405 x2 = 3139 x2 = 749 x2 = 6345
x = 93 x = 27,67 x = 32,33 x = 55 x = 44,33

x T = x1 + x2 + x3 + x4 + x5


= 279 + 83 + 97 + 165 + 133
= 757
x2 T =  x12 +  x22 +  x32 +  x42 + 𝑥52

= 26489 + 2405 + 3139 + 9749 + 6345


= 48127
N = n1 + n2 + n3 + n4 + n5
= 3+3+3+3+3
= 15
a.) Jumlah Kuadrat Keseluruhan
( x 2 t) 2
x t = x T –
2 2
N
(757)2
= 48127 – 15

= 9923,74
b.) Jumlah Kuadrat Antar Kelompok
𝛴𝑥1 𝛴𝑥2 𝛴𝑥3 𝛴𝑥4 𝛴𝑥5 (𝛴𝑥𝑇)2
x2 b = + + + + -
𝑛1 𝑛2 𝑛3 𝑛4 𝑛5 𝑁
2792 832 972 1652 1332 7572
=` + + + + −
3 3 3 3 3 15

= 8147,7
c.) Jumlah Kuadrat Dalam Kelompok
x2 W = x2 t - x2 b
= 9923,74 – 8147,7
= 1776,04
𝛴𝑥2𝑏 1776,04
d.) RJK Antar Kelompok = (𝑘−1) = = 444,01
4
𝛴𝑥2𝑤 1776,04
e.) RJK Dalam Kelompok = = =177,604
𝑁−𝐾 15−5
𝑅𝐽𝐾 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 444,01
f.) F Hitung = 𝑅𝐽𝐾 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 = 177,604 = 2,5

K-1
5–1=4

F Tabel → Daftar I N-K
3,18
15 - 5 = 10 →
F Hitung (2,5) < F Tabel (3,18)
“Tidak ada perbedaan antar kelompok”

1. Uji Anava Statistika (DURASI)

P.O I.P I.M S.C I.V

140 201 91 115 126


110 182 93 219 80
105 216 95 120 74

n =3 n =3 n =3 n =3 n =3

x = 355 x = 599 x = 279 x = 454 x = 280

x2 = 42725 x2 =120281 x2 = 25955 x2 = 75586 x2 = 27752

x = 118,33 x = 199,67 x = 93 x = 151,33 x = 93,33

x T = x1 + x2 + x3 + x4 + x5


= 355 + 599 + 279 + 280 + 454
= 1967
x2 T =  x12 +  x22 +  x32 +  x42 + 𝑥52

= 42725 + 120181 + 25955 + 27752 + 75586


= 292199
N = n1 + n2 + n3 + n4 + n5
= 3+3+3+3+3
= 15
a.) Jumlah Kuadrat Keseluruhan
( x 2 t) 2
x t = x T –
2 2
N
(1967)2
= 292199 – 15

= 34259,733
b.) Jumlah Kuadrat Antar Kelompok
𝛴𝑥1 𝛴𝑥2 𝛴𝑥3 𝛴𝑥4 𝛴𝑥5 (𝛴𝑥𝑇)2
x2 b = + + + + -
𝑛1 𝑛2 𝑛3 𝑛4 𝑛5 𝑁
3552 5992 2792 2802 19672 4542
=` + + + + −
3 3 3 3 15 3

= 24455,067
c.) Jumlah Kuadrat Dalam Kelompok
x2 W = x2 t - x2 b
= 34259,733 – 24455,067
= 9804,663
𝛴𝑥2𝑏 24455,067
d.) RJK Antar Kelompok = (𝑘−1) = = 6113,77
4
𝛴𝑥2𝑤 24455,067
e.) RJK Dalam Kelompok = = = 2445,5067
𝑁−𝐾 15−5
𝑅𝐽𝐾 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 6113,77
f.) F Hitung = 𝑅𝐽𝐾 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 = 2445,5067 = 2,5

K-1
5–1=4

F Tabel → Daftar I N-K
3,18
15 - 5 = 10 →

F Hitung (2,5) < F Tabel (3,18)


“Tidak ada perbedaan antar kelompok”

VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan pengaruh cara pemberian terhadap
absorpsi obat. Tujuan percobaan ini adalah untuk mengenal, mempraktekkan dan
membandingkan cara-cara pemberian obat terhadap kecepatan absorbsinya,
menggunakan data farmakologi sebagai tolok ukur. Dari percobaan ini diharapkan
dapat diketahui pengaruh cara pemberian obat terhadap daya absobsinya yang
selanjutnya akan berpengaruh pada efek farmakologi obat.
Waktu pemberian obat merupakan salah satu faktor kecepatan absorpsi suatu
obat. Waktu yang diperlukan suatu obat untuk bekerja sampai dengan menimbulkan
efek ada dua, yaitu onset dan durasi. Absorbsi suatu obat merupakan proses
perpindahan obat dari tempat aplikasi menuju sirkulasi sistemik.
Pada praktikum kali ini, menggunakan hewan uji sebanyak 15 mencit yang
dibagi menjadi 5 rute pemberian yang berbeda. Mencit dipilih sebagai hewan uji karena
proses metabolisme dalam tubuhnya berlangsung cepat seingga sangat cocok untuk
dijadikan sebagai objek pengamatan. Pemberian obat pada hewan uji dibagi menjadi 5
kelompok yaitu peroral, intramuscular, subcutan, intraperitoneal, dan intravena. Tiap
kelompok terdiri dari 3 mencit, hal ini bertujuan untuk membandingkan hasil dan
menghitung secara statistik apakah ada perbedaan signifikan antar kelompok perlakuan.
Pada kelompok kami mencit diberikan obat secara intravena.
Peralatan dan bahan yang dibutuhkan pada praktikum kali ini adalah spuit 1 ml,
timbangan, kotak kaca untuk perlakuan dan beaker glass. Bahan yang dibutuhkan
adalah injeksi luminal 200 mg/ 2 Ml. Fenobarbital adalah antikonvulsan turunan
barbiturat yang efektif dalam mengatasi epilepsi pada dosis subhipnotis. Mekanisme
kerja menghambat kejang kemungkinan melibatkan potensi penghambatan sinaps
melalui suatu kerja pada reseptor GABA, rekaman intrasel neuron korteks atau spinalis
kordata mencit menunjukkan bahwa fenobarbital meningkatkan respons terhadap
GABA.
Sebelum melakukan percobaan ini, terlebih dahulu menentukan volume
pemberian obat dengan menghitung dosis masing-masing mencit berdasarkan berat
badannya. Adapun pada kelompok kami BB mencitnya adalah 33 g, 33 g, dan 30 g.
Volume pemberian dihitung berdasarkan BB mencit. Dari perhitungan diperoleh hasil
volume pemberian untuk mencit adalah 0,026 ml, 0,026 ml, dan 0,024 ml.
Setelah larutan stok dipersiapkan, selanjutnya dipersiapkan mencit yang akan
digunakan untuk perlakuan. Dalam hal ini, cara memegang mencit harus diperhatikan
agar proses pemberian obat dapat berjalan lancar dan meminimalisir terjadinya
kesalahan. Adapun cara memegang mencit yang benar adalah awalnya ujung ekor
mencit diangkat dengan tangan kanan, letakkan pada suatu tempat yang permukaannya
tidak licin misalnya kasa, ram kawat, sehingga kalau ditarik mencit akan
mencengkeram. Telunjuk dan ibu jari tangan kiri menjepit kulit tengkuk ekornya masih
dipegang dengan tangan kanan. Kemudian posisi tubuh mencit dibalikkan sehingga
permukaan perut menghadap kita dan ekor dijepitkan antara jari manis dan kelingking
tangan kiri.
Setelah mengkondisikan posisi mencit, selanjutnya diberikan obat untuk
mengetahui perbandingan kecepatan absorbsinya berdasarkan waktu onset dan waktu
durasinya. Adapun hasilnya adalah sebagai berikut :
Intramuscular Subcutan Peroral Intraperitoneal Intravena
Onset Durasi Onset Durasi Onset Durasi Onset Durasi onset Durasi
40 126 63 115 74 140 22 201 31 91

61 80 34 219 102 110 25 182 33 93

32 74 68 120 103 105 36 216 33 95

Absorbsi obat dengan pemberian secara peroral pada waktu onset terjadi paling
lama, dikarenakan absorbsinya harus melewati epitel usus halus yang permukaannya
luas karena berbentuk vili yang berlipat dan lambung karena dindingnya tertutup
lapisan mukus yang tebal.
Absorbsi obat dengan pemberian secara subcutan lebih cepat dibandingkan
dengan po, namun lebih lama dari ip, iv, dan i. namun pada waktu durasi merupakan
durasi yang lebih lama dari pemberian secara im, iv, dan po. Hal tersebut dikarenakan
pada pemberian subcutan tidak mengalami fase firs pass sehingga tidak melalui saluran
pencernaan dan vena portal, sehingga absorbsinya berlangsung agak lambat dan
konstan sehingga efeknya bertahan agak lama.
Absorbsi obat melaui i.m memiliki waktu onset lebih cepat dibandingkan ip dan
iv, sedangkan durasinya paling singkat.
Secara teoritis, onset intraperitoneal paling pendek dibandingkan dengan cara
pemberian lainnya. Hal ini sesuai dengan hasil praktikum kami. Sedangkann durasinya
paling lama. Hal tersebut dikarenakan didalam rongga perut banyak lemak dan kapiler-
kapiler pembuluh darah. Fenobarbital memiliki sifat larut lemak sehingga mudah
diabsorbsi di rongga perut.
Absorbsi obat dengan pemberian obat secara intravena pada waktu onset lebih
cepat dari im karena pemberian secara iv langsung ke alirann sistemik, sedangkan pada
durasi lebih lama dari im.
Dilihat dari kurva yang dibuat dapat dilihat bahwa onset yang paling baik pada
pemberian obat secara intra peritoneal dan durasi yang paling lama juga terdapat pada
pemberian obat secara intra peritoneal.
KESIMPULAN

Cara pemberian obat paling baik dari percobaan kali ini adalah secara intra peritoneal.
Hal ini dapat dibuktikan melalui kurva yang diperoleh dari rata-rata waktu yang diperlukan
mulai dari obat diberikan sampai dengan obat menimbulkan efek (onset) dan waktu yang
diperlukan mulai dari obat menimbulkan efek sampai obat tersebut hilang efeknya (durasi).

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M., 1990, Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta
Ganiswarna, S., 1995, Farmakologi dan Terapi, edisi IV, 271-288 dan 800-810, Bagian
FarmakologiFakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Katzung, B. G., 1989, Farmakologi Dasar dan Klinik, diterjemahkan oleh Staf Pengajar
Laboratorium Farmakologi, 287, Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, EGC,
Jakarta.

You might also like