You are on page 1of 18

AKUNTANSI KEBERLANJUTAN

Sustainability Accounting – A Brief History And Conceptual Framework

Oleh:

Kelompok 5

Ni Made Cintya Devi Ari Adi 1607531002

Ni Wayan Desi Antari 1607531036

Ni Wayan Nataliantari 1607531037

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

TAHUN 2019
1. Pendahuluan
2. Sejarah singkat Akuntansi Keberlanjutan
Gray banyak dikaitkan dengan perkembangan dari Akuntansi Keberlanjutan,
yang mengidentifikasi Akuntansi Keberlanjutan menjadi 3 metode yang berbeda
yaitu:
a. Biaya Keberlanjutan
b. Akuntansi Persediaan Modal Alam
c. Analisis Input-Output

Berikut uraiannya beserta tambahan Akuntansi Biaya Penuh dan Triple


Bottom Lin (TBL):

2.1 Biaya Keberlanjutan dan Akuntansi Biaya Penuh


Biaya keberlanjutan merupakan biaya pemulihan bumi sebagai dampak
organisasi, itu berarti suatu organisasi mengalokasikan sejumlah uang pada akhir
periode akuntansi dalam rangka untuk menempatkan biosfer kembali ke posisi
pada awal periode akuntansi. (Gray, 1994 , P. 33)
Gray menyadari kebutuhan untuk menjaga stok modal alam untuk generasi
mendatang. Organisasi yang keberlanjutan menjadi salah satu hal penting dalam
mempertahankan modal alam untuk generasi mendatang (Gray, 1994). Biaya
keberlanjutan dikurangi dari profit akuntansi (dihitung menggunakan prinsip
akuntansi yang berlaku umum) untuk sampai pada tingkat nosional keberlanjutan
profit atau rugi. Di mana biaya keberlanjutan melebihi profit akuntansi dari
tingkat tidak keberlanjutan yang diukur dalam istilah moneter.
Masalah praktis menilai biaya eksternal seperti polusi yang telah
didokumentasikan dengan baik (Mathews, 1993 ; Pearce & Turner, 1990 ; Pearce
& Turner, 1990). Banyak kerusakan yang menyebabkan modal alam krisis, secara
teori, nilai biayanya tak terhingga karena tak tergantikan, yang mengarah pada
kesimpulan bahwa kegiatan organisasi yang merusak modal alam adalah kegiatan
tidak keberlanjutan (Gray, 1994). Sayangnya ilmu ekologi tidak memberikan
solusi yang jelas untuk masalah lingkungan (Holland & Petersen, 1995);
sementara pengalokasian biaya pada solusi yang memungkinkan untuk masalah
lingkungan tersebut mungkin akan memberatkan organisasi (Mathews, 1995).
Biaya keberlanjutan memberikan contoh menggunakan prinsip akuntansi yang
ditetapkan, dalam hal ini pemeliharaan modal, dan penerapannya lebih alami dari
pada modal keungan.
Kesimpulan lain yang ditarik oleh Bebbington dan Gray (2001) adalah bahwa
proses bekerja dengan organisasi dan mencoba untuk memperkirakan biaya
keberlanjutan mungkin terbukti lebih berharga dari pada data keuangan yang
dihasilkan. Hal ini tidak mengherankan mengingat bahwa kerusakan ekologi dan
ketidakadilan sosial memiliki banyak hubungannya dengan dasar-dasar etika
budaya konsumen dan kekayaan budaya (Sivaraksa, 1992), dari pada kurangnya
informasi keuangan.
Kesimpulan serupa mengenai proses penyusunan persiapan analisis siklus
kehidupan (Ayres, 1995; Christiansen, 1997) yang mungkin menunjukkan kita
perlu menghabiskan lebih banyak energi dalam menerapkan akuntansi
keberlanjutan menggunakan pekerjaan lapangan dan berorientasi kasus metode
penelitian.
Biaya keberlanjutan dan Akuntansi Biaya Penuh tidak selalu berbentuk setara
akuntansi (Atkinson, 2002), meskipun kedua metode berusaha untuk menangkap
biaya lingkungan eksternal untuk organisasi, yang mana bersama-sama dengan
biaya internal, memberikan gambaran lengkap dari biaya total. (Mathews, 1993)
mencoba untuk menangkap total biaya yang dihasilkan dari kegiatan ekonomi
organisasi, termasuk biaya sosial dan lingkungan, (CICA 1994 ; Deegan &
Newson, 1996 CICA 1994 ; Deegan & Newson, 1996 CICA 1994 ; Deegan &
Newson, 1996) mencoba untuk menilai dampak tersebut dalam hal keuangan.
Metode akuntansi merupakan upaya untuk melawan kesalahan informasi yang
terkandung dalam harga pasar dari kelalaian biaya sosial dan lingkungan, yang
mengarah ke kesalahan alokasi sumber daya dan kerusakan sosial dan ekologis
secara luas ( Hawken, 1993).
2.2 Akuntansi Persediaan Modal Alam
Akuntansi persediaan modal alam melibatkan pencatatan ketersediaan modal
alam dari waktu ke waktu, dengan perubahan tingkat persediaan yang digunakan
sebagai indikator dari (penurunan) kualitas lingkungan alami. Gray
menyampaikan empat kategori modal alam (Gray, 1994 ) yakni:
1) Kritis, misalnya, lapisan ozon, kayu tropis, keanekaragaman hayati.
2) Non-terbarukan / non-disubstitusikan. misalnya, minyak, minyak bumi dan
produk mineral.
3) Non-terbarukan / disubstitusikan, misalnya, pembuangan limbah,
penggunaan energi
4) terbarukan, misalnya, kayu perkebunan, perikanan.
Pengaruh akuntansi konvensional terlebih akuntansi persediaan modal alam
jelas dalam penerapan konsep pemeliharaan modal, serta pemanfaatan alat
akuntansi manajemen yaitu pengendalian persediaan. Konsep pemeliharaan modal
dapat diterapkan untuk setiap kategori modal (buatan dan alami), diakui bahwa
peluang untuk menggantikan buatan atau modal keuangan dengan modal alam
sangat terbatas (Costanza & Daly, 1992 ).
Akuntansi untuk persediaan alam dalam tahap penjajakan. Tantangan utama
melibatkan pengidentifikasian entitas akuntansi yang relevan untuk menerapkan
metode ini, mungkin di masyarakat ( Lehman, 1999 ) atau tingkat regional ( Gray,
1992 ), lebih baik dari pada tingkat perusahaan. Demikian pula prinsip akuntansi
materialitas sangat penting dalam mengidentifikasi tingkat detail dan tingkat
presisi yang diperlukan pada tahap data dan tahap pelaporan.
2.3 Analisis Input-Output
Akun Analisis Input-Output untuk aliran fisik bahan, energi, produk dan
limbah output dalam satuan fisik, bertujuan untuk mengukur semua bahan input
yang masuk ke dalam proses, dan output barang jadi, emisi, bahan daur ulang dan
pembuangan limbah (Jorgensen, 1993). Analisis Input Output menggunakan
teknik keseimbangan yang akrab bagi akuntan, menerapkan prinsip apa yang
masuk, itu harus keluar, menyediakan pendekatan disiplin untuk penyediaan
informasi lingkungan.
Laporan keuntungan Analisis Input-Output meliputi identifikasi potensi
sumber daya dan penghematan energi, hal tersebut adalah langkah pertama dalam
proses audit lingkungan, dan dapat memfasilitasi inovasi produk dan strategi
pencegahan polusi. Analisis Input-Output tidak mengukur keberlanjutan atau tidak
keberlanjutan, melainkan /menyediakan akun transparan aliran fisik ke dalam dan
keluar dari suatu proses, yang memungkinkan analisis lebih lanjut akan dampak
lingkungan dan akhirnya berujung pada strategi keberlanjutan (Gray, 1994; Jasch
1993 ).
2.4 Akuntansi triple bottom line dan Global Reporting Initiative (GRI)
Dasar Akuntansi TBL adalah definisi tiga dimensi yang berkembang dari
pembangunn keberlanjutan (Van den Bergh, 1996: WCED, 1987; Westing, 1996).
Beberapa versi TBL mancoba menggunakan satuan moneter untuk menukur
kinerja ekonomi, sosial dan lingkunagn, sedangkan versi yang lain menggunakan
GRI Sustainability Accounting Guidelines, memanfaatkan beragam indikator
untuk mengukur kinerja menuju tujuan keberlanjutan. Penggunaan indikator
untuk memperkirakan variabel yang tidak dapat diukur dengan tepat memiliki
sejarah panjang dalam ilmu lingkungan (Moldan el al 1997). Versi terbaru dari
Pedoman Akuntansi Keberlanjutan GRI, yang dirilis pata KTT Dunia tentang
Pembangunan Keberlanjutan (WSSD) di Johannesburg pada Agustus 2002,
memberikan kerangka kerja yang ketat untuk penerapan pelaporan TBL. Global
Reporting Initiative (GRI) adalah jangka panjang, multi-stakeholder, proses
internasional yang misinya adalah untuk mengembangkan dan menyebarluaskan
Pedoman-Pedoman Pelaporan Keberlanjutan yang berlaku global.
Pedoman ini digunakan secara sukarela oleh organisasi untuk melaporkan
dimensi ekonomi, lingkungan, dan sosial dari kegiatan, produk dan layanan
mereka. (GRI, 2002) Pedoman mengacu pada definisi keberlanjutan tiga dimensi
yang diterima menggunakan serangkaian indikator kierja untuk mengukur
masing-masing dimensi ekonomi, lingkungn, dan sosial, serta seperangkat
indikator kinerja termasuk dalam kerangka kerja GRI disediakan dalam Tabel 1.
Kategori ekonomi indikator dirancang untuk melengkapi informasi keuangan
yang terkandung dalam laporan akuntansi keuangan konvensional, memberikan
informasi mengenai dampak kegiatan organisasi terhadap:
1) Keadaan ekonomi para pemegang saham
2) Ekonomi lokal, nasional, dan global (GRI, 2002, p.45).
Keterkaitan yang jelas dengan keberlanjutan sulit dicapai dari indikator kinerja
ini (Baker, 2002) khususnya mengingat bahwa puluhan dampak ekonomi yang
panjang merupakan aspek penting dari keberlanjutan. Namun, pelaporan
hubungan keuangan organisasi dengan pelanggan, pemasok, karyawan dan
investor mengungkapkan sejauh mana hubungan para pemangku kepentingan ini
dengan organisasi pelapor untuk dukungan keuangan, dan beberapa indikasi
mengenai risiko keuangan potensial jika organisasi pelapor tidak lagi beroperasi.
Indikator pelaporan yang ditentukan dalam pedoman terdapat dalam banyak
laporan lingkunagn yang mutakhir. Identifikasi di Table 1 merupakan kriteria
yang relevan untuk mengukur kinerja lingkungan organisasi. Direkomendasikan
dalam pedoman bahwa indikator kinerja lingkungan yang ia ungkapkan dalam
puluhan absolut dan relatif (atau dinormalisasi) (GRI, 2002, h. 48), dengan
metode yang terakhir memungkinkan perbandingan antar organisasi. Kontribusi
utama panduan adalah empat kategori. Indikator kinerja sosial yang mencangkup
karyawan, konsumen dan hak asasi manusia, serta masalah sosial seperti korupsi.
Mengingat banyak indikator kinerja sosial sulit diukur dalam satuan kuantitatif,
Pedoman ini mensyaratkan serangkaian kebijakan sosial.
Tabel 1. Kerangka GRI untuk indikator penilaian.
Kategori Aspek
Ekonomi Dampak langsung Konsumen
Suplier
Karyawan
Investor
Masyaraat umum
Lingkungan Lingkungan Materi
Energi
Air
Keanekaragaman hayati
Emisi, limbah
Pemasok
Produk dan layanan
Kepatuhan
Transportasi
Keseluruhan
Sosial Praktik kerja dan kerja Pekerja
yang layak Hubungan manajemen dan pekerja
Kesehatan dan keselamatan
Pelatihan dan pendidikan
Keanekaragaman dan peluang
Hak asasi manusia Strategi dan manajemen
Non-diskriminasi
Kebebasan berserikat dan perundingan
bersama
Pekerja anak
Pekerja paksa dan wajib kerja
Praktik disiplin
Praktik keamanan
Hak-hak adat
Masyarakat Komunitas
Penyuapan dan korupsi
Kontribusi politik
Persaiangan harga
Tanggung jawab produk Kesehatan dan keamanan pelanggan
Produk dan jasa
Iklan
Menghargai privasi

Ditentukan bersama dengan deskripsi sistem yang digunakan untuk


memantau kepatuhan dengan kebijakan dan hasil dari proses pemantauan Gray
(2002) menggambarkan akuntansi sosial sebagai semesta dari akuntansi. Ini
menyiratkan bahwa praktek akuntansi sosial memerlukan prioritas yang penuh
perhatian dari informasi sosial yang relevan, akuntansi keberlanjutan menarik
dimensi sosialnya dari definisi keberlanjutan yang terus berkembang, yang
mencakup tujuan keadilan intragenerasional, yang biasanya ditafsirkan sebagai
penghapusan kemiskinan, masalah kemiskinan tidak ditargetkan secara langsung
dalam indikator kinerja sosial GRI, meskipun beberapa penyebabnya terbukti
seperti pelanggaran hak asasi manusia, kesehatan, dan kebebasan, dan nilai
finansial dari sumbangan ditentukan sebagai indikator kinerja ekonomi inti yang
dapat diungkapkan jika pengungkapan dapat dilakukan. Karena bantuan yang
biasa itu adalah peran pemerintah dan bukan organisasi bisnis untuk
menghilangkan kemiskinan. Meskipun demikin sektor bisnis memang memiliki
kewajiban untuk memastikannya berkontribusi terhadap kemiskinan dalam
kelanjutannya, dan hubungan yang perlu diungkapkan. Singkatnya, pedoman ini
membentuk inisiatif mulia yang bertujuan untuk meningkatkan transparansi
dampak sosial dan lingkngan organisasi, dengan keyakinan bahwa jika kualitas
informasi ini ditingkatkan, perubahan organisasi menuju keberlanjutan akan
terjadi. Namun, kekhawatiran Broadhead adalah potensi penyalahgunaan
informasi perusahaan yang dihasilkan menggunakan Pedoman, mengurangin
informasi akuntansi keberlanjutan menjadi propaganda lingkungan, menutupi
kenyataan krisis lingkungan dan peran bisnis sebagai penyebab utama (Gray,
1992; Lehman, 1995). Masalah implementasi krisis meliputi: kepatuhan sukarela
versus wajib; audit atas laporan keberlanjutan oleh pihak ketiga yang berkualitan
dan independen; serta mengidentifikasi siapa yang akan menanggung biaya
menghasilkan informasi akuntansi keberlanjutan.
2.5 Gambaran umum untuk akuntansi keberlanjutan
2.5.1 definisi keberlanjutan
Aplikasi TBL didasarkan pada definisi kontemporer tentang pembangunan
berkelanjutan yang mencangkup dimensi ekonomi, ekologi, dan social. Menurut
WCED dalam Our Common Future (1987) terdapat tiga dimensi yaitu kejahatan
social kemiskinan berkaitan erat dengan degradasi lingkungan, pertumbuhan
ekonomi dijadikan senjata penting untuk menanggulangi kemiskinan. Namun
sangat diragukan apakah perumbuhan ekonomi kompatibel dengan ekologi
keberlanjutan.
2.5.2 penggunaan indicator
keberlanjutan sebagai konsep multinasional tidak bisa diukur secara
langsung dan membutuhkan serangkaian indicator untuk menuju sasaran.
2.5.3 beberapa unit pengukuran
Meskipun beberapa akuntansi lingkungan mengandalkan unit moneter
untuk mengkur dampak lingkungan dan sosial, peningkatan tren, terbukti dalam
pedoma GRI, itu adalah beberapa unit untuk menilai kinerja menuju tiga dimensi
keberlanjutan. Unit pengukuran keuangan adalah pilihan yang lebih disukai untuk
mengukur kinerja ekonomi (Cooper 1992) . Alat kualitatif, seperti deskripsi bisa
menggabarkandampak social dan lingkungan organisasi dan merupakan bagian
penting dari akuntansi berkelanjutan (lehman,1999)
2.5.4 sifat interdispliner dari akuntansi keberlanjutan
Tiga dimensi keberlanjutan menjadi konsep yang menjangkau dan
membutuhkan kerja sama antar akuntansi, social dan disiplin ilmu ekologi. Ini
memerlukan kordinasi bersama yang disiplin untuk mengaudit dan menyiapkan
laporan akuntansi kebelanjutan.
2.5.5 penggunaan prinsip dan praktik akuntansi tradisional
Sebagian besar pendekatan akuntansi keberlanjutan mengacu pada prinsip
atau praktik akuntansi tradisional. Konsep pemeliharaan modal yang digunakan
dalam akuntansi persediaan dan sumber daya alam yang berkelanjutan, akuntansi
biaya penuh, akuntansi persediaan, dan penilaian aset dan liabilitas lingkungan
adalah contoh dari penerapannya. Tidak heran, respons profesi akuntansi terhadap
krisis lingkungan mengacu pada tradisi akuntansi keuangan dan manajemen.
3. komponen model akuntansi keuangan
Solomos (1995) mendeskripsikan model akuntansi yang terdiri dari laporan
keuangan tradisional ( laporan laba rugi dan neraca) dan prinsip-prinsip akuntansi
yang diterima secara umum mendasari model akuntansi tersebut. Elliot dan
Jacobson (1991) mengambil pandangan yang serupa dari model akuntansi
keuangan tradisional, termasuk laporan arus kas dalam set laporan akhir yang
dihasilkan.
Ijiri (1983) mengidentifikasikan catatan akuntansi dan laporan keuangan
akuntansi sebagai alat utama akuntan. Dasar penyusutan laporan keuangan
tradisional adalah catatan akuntansi yang disusun seperti jurnal, buku besar, dan
neraca saldo, dan yang paling penting adalah double entry principal, yang
meningkatkan keandalan dan mempengaruhi bentuk laporan keuangan. Menurut
ijiri, desain ini secara langsung terkait dengan fungsi evaluasi kinerja akuntansi.
Dia menyatakan bhawa catatan dan laporan akuntansi dirancang untuk
memperitungkan evaluasi kinerja relative terhadap tujuan yang diberikan kepada
akuntan berdasarkan hubungan akuntabilitas yang mendasarinya. (Ijiri 1983, hlm
77)
Yang mendasari penyediaan laporan keuangan adalah asumsi bahwa pengguna
tertarik pada kinera keuangan entitas auntansi, diukur dengan laba akuntansi dan
arus kas, dan posisi keuangan entitas diukur dengan neraca. Model akuntansi
keuangan telah berevolusi untuk memberikan informasi yang relevan untuk para
pengusaha. Dalam akuntansi keberlanjutan, tujuan yang diberikan kepada auntan
adalah tujuan keberlanjutan (atau pembangunan berkelanjutan). Menggunakan
pendekatan deduktif (Martin, 1994) model akuntansi keberlanjutan dapat
dirancang untuk memberikan informasi yang memungkinkan kinerja bisa
dievaluasi.
Informasi yang disediakan harus memiliki tujuan yang diidentifikasikan dalam
pernyataan konsep akuntansi SAC 3 (2002). Demikian pula, pedoma GRI
memberikan serangkaian atribut kualitatif yang komprehensif dari informasi
akuntansi keberlanjutan, yang kemudian dimasukkan dalam makalah ini sebagai
bagian dari kerangka kerja akuntansi keberlanjutan. Ada lima komponen sebagai
bagian intergral dari model akuntansi keuangan
1) Laporan keuangan (Elliot & Jacobson 1991)
2) Prinsip akuntansi (Solomon, 1995)
3) Catatan akuntansi ( Ijiri 1983)
4) Tujuan dari model akuntansi (martin, 1994)
5) Atribut kualitatif (SAC 3 2002)
Jika profesi akuntan ingin memberikan kontribusi yang konstruktif untuk
krisis lingkungan, itu akan mengacu pada akumulasi pengetahuan dan pengalaman
akuntansi. Akuntan memiliki pengalaman yang signifikan dan standar yang telah
lama ditetapkan untuk melaporkan kinerja keuangan perusahaan yang seharusnya
terbukti bermanfaat ketika menyiapkan informasi akuntansi berkelanjutan di
tingkat perusahaan.
Model akuntansi keuangan yang diidentifikasikan dalam makalah ini mewakili
kerangka kerja umum pengangkutan informasi yang telah berevolusi dari auntansi
keuangan menuju model akuntansi keberlanjutan dalam bentuk praktik akuntansi
keuangan. Model spesifik dicoba dalam makalah ini untuk menyediakan struktur
akuntansi keberlanjutan yang telah dikembangkan secara relative selama 15 tahun
terakhir. Sulit untuk berspekulasi apakah pendekatan ini pada ahirnya akan
bermanfaat bagi lingkungan. Tentu saja proses pelaporan informasi akuntansi
keberlanjutan terbuka untuk mengurangi manipulasi. Peran penting yang potensial
untuk akuntansi adalah desain system untuk mengurangi manipulasi dan
meningkatkan atribut kualitatif dari informasi akuntansi keberlanjutan.
kerangka kerja akuntansi keberlanjutan
Gambar 1. Menampilkan 5 komponen kerangka kerja akuntansi
keberlanjutan, yang diperluas menjadi kerangka kerja komprehensif (gambar 3).
Asumsi yang mendasari spesifikasi kerangka kerja ini adalah bahwa: model
pelaporan, prinsip-prinsip yang mendukung penerapan model, pengambilan data,
kerangka kerja pelaopran dan atribut kualitatif dari informasi yang dihasilkan
adalah masalah kritis yang perlu ditangani selama fase pengembangan untuk
menambah kekuatan dan struktur dalam pelaporan informasi akuntansi
keberlanjutan
Lima komponen yang digambarkan pada gambar:
1) tujuan dari kerangka kerja akuntansi keberlanjutan
2) prinsi-prinsip yang mendukung penerapan kerangka kerja
3) alat pengambilan data, catatan akuntansi dan teknik pelaporan
4) laporan yang digunakan untuk menyajikan informasi kepada pemangku
kepentingan
5) atribut kualitatif dari informasi yang dilaporakan menggunakan kerangka
kerja.

Gambar 1. Komponen dari kerangka kerja akuntansi keberlanjutan


Tujuan utama dari kerangka akuntansi keberlanjutan adalah untuk mengukur
kinerja organisasi menuju tujuan keberlanjutan. Yang penting untuk tujuan ini adalah
definisi keberlajutan yang dipilih, yang menentukan kedalaman dan kerumitan kerangka
akuntansi, yang umum ada tiga kerangka yang harus dilaporkan olehrganisasi adalah
ekologis, social, dan ekonomi.

Tujuan utama dari kerangka kerja akuntansi keberlanjutan bersama degan deinisi
keberlanjutan yang dipilih menentukan prinsip-prinsip yang memandu penankapan dan
pelaporan informasi akuntansi. Prinsip-prinsip ini berhubungan dengan prinsip konvensi
yang mendukungakutansi keuangan, seperti biaya historis, kelangsungan usaha, dan
prinsip-prinsip konservatisme, dan konvensi yang menyelesaikan perode akuntansi dan
pelaporan entitas.

Manajemen data yang digunan untuk merekan dan mencatat data analog akntansi
keberlanjutan adalah jurnal dan neraca saldo. Teknik pengukuran meliputi penggunaan
indicator kinerja dan metode penilaian ang digunakan untuk memperkirakan, misalnya
lingkungan aset dan kewajiban.

Data yang diperoleh oleh kerangka akntansi keberlanjutan akan dilaporkan


kepada pengguna informasi yang sesuai dengan atribut kualitatif. Gambar 2, diamil dari
pedoma pelaporan keberlanjutanGRI, dan setara dengan atribut yang ditentukan untuk
data akuntansi keuangan dalam SAC 3 (2002)

4. kerangka teori untuk akuntansi keberlanjutan


Gambar 2 menggambarkan keranga kera akuntansi keberlanjutan yang
komprehensif dan menampilkan beberapa keterkaitan antara berbagai komponen
dalakerangka kerja.
Kerangka kerja ini menyatukan lima tema umum ( bagian 2.5) yang terbukti
dalam penelitian dan Pratik akuntansi lingkungan. Inti dari kerangka kerja
akuntansi keberlanjutan yang disajikan dalam makalah ini adalah penggunaan
indicator kinerja untuk mengukur dimensi keberanjutan lingkungan, social dan
ekonomi.
4.1. Tujuan dari kerangka kerja
Tujuan utama dari kerangka akuntansi keberlanjutan adalah untuk
mengukur kinerja menuju keberlanjutan. Konsep pembangunan berkelanjutan
secara luas diakui sebagai konsep multi-level (Stari Rands 1995), di mana tingkat
yang sangat saling tergantung. Kemajuan asli ke arah keberlanjutan global
memerlukan tindakan di setiap tingkat. Aturan telah ditetapkan untuk mencapai
keberlanjutan di tingkat makro (Daly, 1990). Akuntansi keberlanjutan
memperlihatkan atribut-atribut kualitatif transparansi dan komparatif dalam
konteks keberlanjutan yang relevan. Masyarakat membutuhkan informasi yang
menjadikan dampak operasi organisasi transparan sehingga kontribusinya
terhadap tujuan kesinambungan dapat dinilai. Sebuah aspek penting dari rekening
keberlanjutan adalah untuk menetapkan target keberlanjutan terukur untuk
memungkinkan para pemangku kepentingan untuk menilai tingkat organisasi dari
tidak berkelanjutan. Penyediaan informasi akuntansi keberlanjutan untuk
pengguna internal akan fokus pada penyediaan informasi yang berguna yang
relevan dan keputusan untuk manajemen.
4.2. prinsip-prinsip yang mendasari
Mengukur kinerja terhadap konsepsi multidimensional keberlanjutan
membutuhkan , indikator sosial lingkungan dan ekonomi. Permasalahan
keberlanjutan mengarah ke interpretasi yang berbeda dari informasi akuntansi
keberlanjutan dengan, misalnya, manajemen bisnis dibandingkan dengan
lingkungan. Satu tanggapan untuk ini adalah untuk mengembangkan indikator
kinerja yang terintegrasi yang mencoba untuk mengukur dua atau lebih dimensi
keberlanjutan.
Sebuah isu perdebatan berkaitan dengan mengidentifikasi entitas yang tepat
untuk yang account keberlanjutan disusun. Menerapkan konsep keberlanjutan di
tingkat mikro dengan construct-masyarakat, regional dan nasional perlu untuk
mengerahkan suf fi tekanan memadai untuk mendorong transisi ke keberlanjutan.
Dampak lingkungan tingkat pertama merujuk pada dampak langsung terhadap
lingkungan. Dampak lingkungan tingkat kedua adalah dampak yang disebabkan
oleh pemasok input. Dampak tingkat ketiga adalah terkait dengan penyediaan
input. Dalam batas-batas penelitian sebelumnya menyertakan dampak lingkugan
pertama pertama dan dampak lingkungan tingkat kedua, tapi untuk mengecualikan
dampak tingkat ketiga (Bebbington & Tan, 1997).
Alternatif untuk konvensi akuntansi keuangan dari biasanya melaporkan
bulanan, triwulanan dan atau setiap tahun melaporkan terus menerus oleh,
misalnya, memperbarui situs (per hari) dengan informasi terbaru, dan atau
pelaporan selama siklus hidup produk organisasi dan jasa. Penggunaan analisis
siklus hidup dianggap penting untuk proses akuntansi keberlanjutan karena
memberi kontribusi untuk mengubah horison waktu pengambil keputusan dari
periode akuntansi jangka pendek dengan siklus hidup produk jangka panjang
(Christiansen, 1997).
Prinsip akuntansi pemeliharaan modal diterapkan untuk akuntansi
keberlanjutan dalam menyarankan biaya berkelanjutan dan persediaan modal alam
pendekatan Gray (Gray, 1993). Konsep akuntansi keuangan materialitas juga
relevan dengan kerangka akuntansi keberlanjutan. Mengingat keterkaitan yang
melekat dalam lingkungan alam, tidak layak untuk menangkap dan melaporkan
semua manusia yang disebabkan dampak lingkungan. Dampak perlu
diprioritaskan menurut signifikansi mereka sebagai ancaman potensial ke manusia
atau lingkungan alam dan relevansinya dengan pemangku kepentingan.
Prinsip materialitas perlu dipertimbangkan bersama-sama dengan ekologis
pencegahan Prinsip, dimana tindakan untuk meringankan dampak lingkungan
tidak tertunda karena ilmiah ketidakpastian (Chiras, 1992 ). Dampak yang
mungkin tidak tepat measur-mampu, atau di mana risiko rendah masih mungkin
memerlukan pelaporan kepada pengguna.
4.3 Pengambilan Data dan Teknik Pengukuran
Indikator kinerja memiliki sejarah yang relatif singkat penggunaan dalam
manajemen akuntansi dengan perkembangan balanced scorecard yang
mengidentifikasi indikator penting dari sifat kinerja.
Penelitian akuntansi lingkungan telah memfokuskan perhatian pada
penilaian aset lingkungan, kewajiban dan biaya, dalam upaya untuk menjelaskan
lingkungan dengan menggunakan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Milne
(1991) ulasan berbagai teknik estimasi untuk memfasilitasi proses penilaian.
Lehman (1996) memperingatkan nilai aset lingkungan berpotensi merusak, dan
menyarankan akuntansi keberlanjutan adalah tentang memberikan narasi dari
dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan perusahaan.
Analisis siklus hidup memberikan tantangan yang sangat besar untuk
mengingat kompleksitas dan pengukuran rinci dampak lingkungan. Data
lingkungan dapat didapatkan dengan menggunakan model generalis ilmiah untuk
memperkirakan tingkat emisi dan konsumsi sumber daya. Dalam banyak kasus
metode sampling adalah satu-satunya metode yang efektif biaya data capture
karena biaya yang berlebihan mengukur emisi dan sumber daya alam yang
dikonsumsi.
Rendahnya kualitas data yang dibutuhkan untuk menghitung indikator
kinerja lingkungan dan melakukan analisis siklus hidup didokumentasikan dengan
baik (Lee, O'Callaghan,& Allen, 1995). Metode dan sumber yang digunakan
untuk menangkap data yang luas, bervariasi dan berpotensi tidak bisa diandalkan,
karena praktek akuntansi lingkungan berada di tahap awal evolusinya.
4.4. Format Pelaporan
Komponen keempat dari kerangka akuntansi keberlanjutan menyangkut
penyebaran informasi kepada pengguna dan melibatkan dua pertanyaan kunci:
1) Apa format yang sesuai dari laporan akuntansi keberlanjutan?
2) Seberapa sering harus informasi akuntansi keberlanjutan disebarluaskan
kepada pengguna?
Contoh format pelaporan yang digunakan untuk menyajikan informasi akuntansi
keberlanjutan termasuk
a. Persediaan stok modal alam dipisahkan ke dalam berbagai kategori.
b. Perkiraan biaya alternatif yang berkelanjutan dengan praktek bisnis saat ini
(Gray, 2001).
c. Analisis input-output (Jasch 1993).
d. analisis siklus hidup
e. Narasi dampak lingkungan dan sosial.
Laporan-laporan ini bisa disiapkan secara periodik, atau dalam kasus LCA,
seperti yang diperlukan selama masa manfaat dari produk atau proses, dan
sebaiknya sebelum keputusan desain yang diambil. Beberapa jenis informasi
keberlanjutan akuntansi dapat disebarkan menggunakan situs web, menempatkan
tanggung jawab pada pengguna untuk memeriksa situs web secara teratur untuk
update.

4.5. Atribut Kualitatif


Komponen kelima atribut kualitatif kerangka akuntansi keberlanjutan
adalah identifikasi terhadap informasi akuntansi keberlanjutan yang telah ditarik
dari pedoman GRI. Pedoman itu memberikan daftar lengkap atribut rajutan ke
dalam kerangka kohesif. Atribut ini dikutip dari halaman 23 dari pedoman GRI.
Atribut ini, diambil terutama dari akuntansi keuangan yang dirancang untuk
menginformasikan pengguna mengenai bagaimana laporan telah disusun oleh
organisasi pelapor (GRI 2002, P.22). Berikut ini adalah atribut-atribut primer
yang terdapat dalam pedoman GRI yaitu:
1. Transparansi yang membutuhkan proses pengungkapan penuh, prosedur, dan
asumsi dalam persiapan laporan (GRI 2002 , P. 24).
2. Inklusivitas yang membutuhkan suatu entitas atao suatu organisasi untuk
melakukan pelaporan sistematis ysang melibatkan pemangku kepentingan
untuk membantu fokus dan terus meningkatkan kualitas laporannya (GRI
2002 , P. 24).
3. Auditability yang membutuhkan pelaporan data dan informasi yang
seharusnya disimpan, dikumpulkan, dianalisis, dan diungkapkan dengan cara
yang akan memungkinkan auditor internal atau penyedia jaminan eksternal
untuk membuktikan kehandalan ( GRI 2002 , P. 25).
Sisa delapan atribut kualitatif dirancang untuk memastikan kualitas,
kehandalan dan aksesibilitas dari informasi yang dilaporkan yang relevan dengan
tujuan organisasi keberlanjutan. Seperti yang tercantum dalam SAC 3
Karakteristik Kualitatif Informasi Keuangan. Informasi akuntansi keberlanjutan
harus memiliki atribut-atribut kualitatif untuk memungkinkan penyajian laporan
untuk melepaskan pertanggungjawaban mereka kepada pengguna (SAC 3, 2002 ,
P. 23
5. Kesimpulan
Tujuan dari kerangka kerja ini adalah untuk memberikan arahan untuk
pengembangan masa depan akuntansi keberlanjutan di tingkat konseptual dan
diterapkan. Idealnya praktik akuntansi keberlanjutan harus memiliki manfaat dari
sejarah keuangan dan akuntansi manajemen, walaupun pendekatan tersebut dapat
menjadi pengembangan kreatif dan memperkuat yang sudah ada (lingkungan)
masalah dan mereka (akuntansi) menyebabkan luasnya pelaporan untuk
memasukkan aspek lingkungan, sosial mengharapkan bisnis untuk secara sukarela
mengungkapkan sumber daya yang diperlukan untuk implementasi penuh.
Selanjutnya, manusia memiliki terlalu banyak kehilangan jika transisi ini tidak
terjadi.
Akuntansi keberlanjutan sebagai teori dan dipraktekkan dalam beberapa
atribut dari model akuntansi keuangan tradisional tetapi banyak pekerjaan
diperlukan untuk praktik akuntansi keberlanjutan untuk mencapai kekakuan dan
integritas didefinisikan oleh daftar atribut kualitatif.
Salah satu pilihan untuk pembiayaan pelaksanaan pelaporan keberlanjutan
berkaitan dengan pajak lingkungan untuk kedua pendapatan kenaikan gaji dan
untuk mencegah dampak lingkungan yang negatif. Setelah sistem akuntansi
keberlanjutan didirikan tarif pajak yang dapat dikaitkan dengan hasil
keberlanjutan kinerja untuk mendorong transisi ke keberlanjutan di tingkat
organisasi. Pajak lingkungan merupakan pilihan kebijakan umum dalam partai
politik hijau, dan telah ditetapkan sebagai kebijakan selama tahun 1990-an di
Eropa (Ekins,1999).
Dampak perusahaan terhadap lingkungan dapat diungkapkan dengan
penyediaan informasi yang relevan kepada stakeholders kemudian ini dapat
dihubungkan dengan kinerja keberlanjutan untuk tarif pajak yang dikeluarkan di
tingkat perusahaan, dimana perusahan harus meningkatkan kemungkinan
manajemen perusahaan menanggapi informasi yang dihasilkan. Harapan bahwa
organisasi bisnis lewat pajak lingkungan kepada konsumen, sebagian akan
mengimbangi underpricing luas barang dan jasa ekonomi dari kegagalan untuk
memasukkan biaya lingkungan dan sosial dalam harga pasar. Akuntan akan perlu
untuk memperluas pengetahuan mereka dan membangun dialog umum untuk
memfasilitasi wacana dengan profesional sosial dan ekologi. Sebuah biaya yang
lebih alternatif yang efektif untuk persiapan rutin dan terus menerus informasi
akuntansi keberlanjutan bisa mempersiapkan laporan keberlanjutan setiap 3 tahun,
dengan menggunakan data perusahaan yang diperlukan untuk mengumpulkan
setiap tahunnya.
Arah masa depan penelitian akuntansi keberlanjutan harus terus
menampilkan kualitas penting dari keanekaragaman. Upaya untuk meningkatkan
cakupan, kedalaman dan kualitas informasi akuntansi keberlanjutan perlu
diperhatikan oleh penelitian yang mengacu pada pengetahuan dari akuntansi
konvensional luar dan bisnis.

You might also like