You are on page 1of 12

KOLESISTITIS

CHOLECISTITYS

A. Definisi

Kolesistitis adalah radang kandung empedu yang menrupakan inflamasi akut

dinding kandung empedu disertai nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan panas

badan. Dikenal dua klasifikasi yaitu akut dan kronis (Brooker, 2001).

Kolesistitis Akut adalah peradangan dari dinding kandung empedu, biasanya

merupakan akibat dari adanya batu empedu di dalam duktus sistikus, yang secara

tiba-tiba menyebabkan serangan nyeri yang luar biasa (www.medicastore.com).

Kolesistitis Kronis adalah peradangan menahun dari dinding kandung empedu,

yang ditandai dengan serangan berulang dari nyeri perut yang tajam dan hebat

(www.medicastore.com).

Cholesistektomy adalah bedah pengangkatan kandung empedu (biasanya untuk

relief batu empedu sakit) (Dictionary: WordNet).

B. Etiologi

Sekitar 95% penderita peradangan kandung empedu akut, memiliki batu empedu.

Kadang suatu infeksi bakteri menyebabkan terjadinya peradangan.

Kolesistitis akut tanpa batu merupakan penyakit yang serius dan cenderung

timbul setelah terjadinya: - cedera,

- pembedahan

- luka bakar

- sepsis (infeksi yang menyebar ke seluruh tubuh)

- penyakit-penyakit yang parah (terutama penderita yang menerima makanan lewat


infus dalam jangka waktu yang lama).

Sebelum secsara tiba-tiba merasakan nyeri yang luar biasa di perut bagian

atas, penderita biasanya tidak menunjukan tanda-tanda penyakit kandung empedu.

Kolesistitis kronis terjadi akibat serangan berulang dari kolesistitis akut,

yang menyebabkan terjadinya penebalan dinding kandung empedu dan penciutan

kandung empedu.Pada akhirnya kandung empedu tidak mampu menampung empedu.

Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan angka kejadiannya meningkat

pada usia diatas 40 tahun.

Faktor resiko terjadinya kolesistitis kronis adalah adanya riwayat

kolesistitis akut sebelumnya (www.medicastore.com).

C. Patofisiologi

Kandung empedu memiliki fungsi sebagai tempat menyimpan cairan empedu dan

memekatkan cairan empedu yang ada didalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan

elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel

hati.

Pada individu normal, cairan empedu mengalir ke kandung empedu pada saat

katup Oddi tertutup. Dalam kandung empedu, cairan empedu dipekatkan dengan

mengabsorpsi air. Derajat pemekatannya diperlihatkan oleh peningkatan konsentrasi

zat-zat padat. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan

supersaturasi progresif, perubahan susunan kimia dan pengendapan unsur tersebut.

Perubahan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis

empedu, dapat menyebabkan infeksi kandung empedu (www.mamashealth.com).

D. Gejala
Timbulnya gejala bisa dipicu oleh makan makanan berlemak. Gejala bisa berupa:

- Tanda awal dari peradangan kandung empedu biasanya berupa nyeri di perut kanan

bagian atas.

- Nyeri bertambah hebat bila penderita menarik nafas dalam dan sering menjalar ke

bahu kanan.

- Biasanya terdapat mual dan muntah.

- Nyeri tekan perut

- Dalam beberapa jam, otot-otot perut sebelah kanan menjadi kaku.

- Pada mulanya, timbul demam ringan, yang semakin lama cenderung meninggi.

- Serangan nyeri berkurang dalam 2-3 hari dan kemudian menghilang dalam 1 minggu.

- Gangguan pencernaan menahun

- Nyeri perut yang tidak jelas (samar-samar)

- Sendawa.

E. KOMPLIKASI

Demam tinggi, menggigil, peningkatan jumlah leukosit dan berhentinya gerakan

usus (ileus) dapat menunjukkan terjadinya abses, gangren atau perforasi kandung

empedu.

Serangan yang disertai jaundice (sakit kuning) atau arus balik dari empedu ke

dalam hati menunjukkan bahwa saluran empedu telah tersumbat sebagian oleh batu

empedu atau oleh peradangan.

Jika pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan kadar enzim amilase, mungkin

telah terjadi peradangan pankreas (pankreatitis) yang disebabkan oleh penyumbatan

batu empedu pada saluran pankreas (duktus pankreatikus).


F. Pemeriksaan penunjang

- CT scan perut

- Kolesistogram oral

- USG perut.

- blood tests (looking for elevated white blood cells)

G. Penatalaksanaan medis

- Pengobatan yang biasa dilakukan adalah pembedahan.

- Kolesistektomi bisa dilakukan melalui pembedahan perut maupun melalui

laparoskopi.

- Penderita yang memiliki resiko pembedahan tinggi karena keadaan medis lainnya,

dianjurkan untuk menjalani diet rendah lemak dan menurunkan berat badan.

- Bisa diberikan antasid dan obat-obat antikolinergik.

MANAJEMEN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara

menyeluruh (Boedihartono, 1994).

Pengkajian pasien Post operatif (Doenges, 1999) adalah meliputi :

1). Sirkulasi

Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular

perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan

trombus).

2). Integritas ego

Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress


multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup.

Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ;

stimulasi simpatis.

3). Makanan / cairan

Gejala : insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/

ketoasidosis) ; malnutrisi (termasuk obesitas) ; membrane mukosa

yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa pra operasi

4). Pernapasan

Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.

5). Keamanan

Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ;

Defisiensi immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan

penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat

keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat

penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat

mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse.

Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.

6). Penyuluhan / Pembelajaran

Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi,

kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic,

dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau

tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan

rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko akan kerusakan ginjal,

yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga

potensial bagi penarikan diri pasca operasi).


B. Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien post Operatif meliputi :

1. Pola nafas, tidak efektif berhubungan dengan neuromuskular, ketidakseimbangan

perseptual/kognitif, peningkatan ekspansi paru, obstruksi trakeobronkial.

2. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan kimia misalnya penggunaan

obat-obat farmasi, hipoksia ; lingkungan terapeutik yang terbatas misalnya

stimulus sensori yang berlebihan ; stress fisiologis.

3. Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap berhubungan dengan pembatasan

pemasukkan cairan tubuh secara oral, hilangnya cairan tubuh secara tidak

normal, pengeluaran integritas pembuluh darah.

4. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integrittas

otot, trauma muskuloskletal, munculnya saluran dan selang (Doenges,1999).

C. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI

Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan

untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono,

1994).

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang

telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi ,1995).

Intervensi keperawatan pada pasien post Operatif (Doenges, 1999) meliputi :

DP 1 :

Tujuan : menetapkan pola napas yang normal/efektif dan bebas dari sianosis atau

tanda-tanda hipoksia lainnya.

Kriteria hasil : tidak ada perubahan pada frekuensi dan kedalaman pernapasan.

INTERVENSI
- Pertahankan jalan udara pasien dengan memiringkan kepala, hiperekstensi rahang,

aliran udara faringeal oral.

R : mencegah obstruksi jalan napas.

- Auskultasi suara napas. Dengarkan ada/tidaknya suara napas.

R : kurangnya suara napas adalah indikasi adanya obstruksi oleh mukus atau

lidah dan dapat dibenahi dengan mengubah posisi ataupun pengisapan.

- Observasi frekuensi dan kedalaman pernapasan, pemakaian otot-otot bantu

pernapasan, perluasan rongga dada, retraksi atau pernapasan cuping hidung,

warna kulit, dan aliran udara.

R : dilakukan untuk memastikan efektivitas pernapasan sehingga upaya

memperbaikinya dapat segerra dilakukan.

- Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernapasan

dan jenis pembedahan.

R : elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aaspirasi dari

muntah, posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru bagian

bawah dan menurunkan tekanan pada diafragma.

- Lakukan latihan gerak sesegera mungkin pada pasien yang reaktif dan lanjutkan

pada periode pascaoperasi.

R : ventilasi dalam yang aktif membuka alveolus, mengeluarkan sekresi,

meningkatkan pengangkutan oksigen, membuang gas anastesi ; batuk membantu

mengeluarkan sekresi dari sistem pernapasan.

- Lakukan pengisapan lendir jika diperlukan.

R : obstruksi jalan napas dapat terjadi karena adanya darah atau mukus dalam

tenggorok atau trakhea.

- Kolaborasi, pemberian oksigen sesuai kebutuhan.


R : dilakukan untuk meningkatkan atau memaksimalkan pengambilan oksigen yang

akan diikat oleh Hb yang menggantikan tempat gas anastesi dan mendorong

pengeluaran gas terssebut melalui zat-zat inhalasi.

DP 2:

Tujuan : meningkatkan tingkat kesadaran.

Kriteria hasil : pasien mampu mengenali keterbatasan diri dan mencari sumber

bantuan sesuai kebutuhan.

INTERVENSI

- Orientasikan kembali pasien secara terus menerus setelah keluar dari pengaruh

anastesi ; nyatakan bahwa operasi telah selesai dilakukan.

R : karena pasien telah meningkat kesadarannya, maka dukungan dan jaminan akan

membantu menghilangkan ansietas.

- Bicara pada pasien dengan suara yang jelaas dan normal tanpa membentak, sadar

penuh akan apa yang diucapkan.

R : tidak dapat ditentukan kapan pasien akan sadar penuh, namun sensori

pendengaran merupakan kemampuan yang pertama kali akan pulih.

- Evaluasi sensasi/pergerakkan ekstremitas dan batang tenggorok yang sesuai.

R : pengembalian fungsi setelah dilakukan blok saraf spinal atau lokal yang

bergantung pada jenis atau jumlah obat yang digunakan dan lamanya prosedur

dilakukan.

- Gunakan bantalan pada tepi tempat tidur, lakukan pengikatan jika diperlukan.

R : berikan keamanan bagi pasien selama tahap darurat, mencegah terjadinya

cedera pada kepala dan ekstremitas bila pasien melakukan perlawanan selama

masa disorientasi.
- Periksa aliran infus, selang endotrakeal, kateter, bila dipasang dan pastikan

kepatenannya.

R : pada pasien yang mengalami disorientasi, mungkin akan terjadi bendungan

pada aliran infus dan sistem pengeluaran lainnya, terlepas, atau tertekuk.

- Pertahankan lingkungan yang tenang dan nyaman.

R : stimulus eksternal mungkin menyebabkan abrasi psikis ketika terjadi

disosiasi obat-obatan anastesi yang telah diberikan.

DP 3 :

Tujuan : keseimbangan cairan tubuh adekuat.

Kriteria hasil : tidak ada ada tanda-tanda dehidrasi (tanda-tanda vital stabil,

kualitas denyut nadi baik, turgor kulit normal, membran mukosa

lembab dan pengeluaran urine yang sesuai).

INTERVENSI

- Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran. Tinjau ulang catatan intra operasi.

R : dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi pengeluaran

cairan/kebutuhan penggantian dan pilihan-pilihan yang mempengaruhi

intervensi.

- Kaji pengeluaran urinarius, terutama untuk tipe prosedur operasi yang dilakukan.

R : mungkin akan terjadi penurunan ataupun penghilangan setelaha prosedur pada

sistem genitourinarius dan atau struktur yang berdekatan mengindikasikan

malfungsi ataupun obstruksi sistem urinarius.

- Pantau tanda-tanda vital.

R : hipotensi, takikardia, peningkatan pernapasan mengindikasikan kekurangan

kekurangan cairan.
- Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernapasan

dan jenis pembedahan.

R : elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aaspirasi dari

muntah, posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru bagian

bawah dan menurunkan tekanan pada diafragma.

- Periksa pembalut, alat drain pada interval reguler. Kaji luka untuk terjadinya

pembengkakan.

R : perdarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada hipovolemia/hemoragi.

- Pantau suhu kulit, palpasi denyut perifer.

R : kulit yang dingin/lembab, denyut yang lemah mengindikasikan penurunan

sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk penggantian cairan tambahan.

- Kolaborasi, berikan cairan parenteral, produksi darah dan atau plasma ekspander

sesuai petunjuk. Tingkatkan kecepatan IV jika diperluakan.

R : gantikan kehilangan cairan yang telah didokumentasikan. Catat waktu

penggangtian volume sirkulasi yang potensial bagi penurunan komplikasi,

misalnya ketidak seimbangan.

DP 4:

Tujuan : pasien mengatakan bahwa rasa nyeri telah terkontrol atau hilang.

Kriteria hasil : pasien tampak rileks, dapat beristirahat/tidur dan melakukan

pergerakkan yang berarti sesuai toleransi.

INTERVENSI

- Evaluasi rasa sakit seccara reguler, catat karakteristik, lokasi dan

intensiitas (0-10).

R : sediakan informasi mengenai kebutuhan/efektivitas intervensi.


- Catat munculnya rasa cemas/takut dan hubungkan dengan lingkungan dan persiapan

untuk prosedur.

R : perhatikan hal-hal yang tidak diketahui dan/atau persiapan inadekuat

misalnya apendikstomi darurat) dapat memperburuk persepsi pasien akan rasa

sakit.

- Kaji tanda-tanda vital, perhatikan takikardia, hipertensi dan peningkatan

pernapasan, bahkan jika pasien menyangkal adanya rasa sakit.

R : dapat mengindikasikan rasa sakit akut dan ketidaknyamanan.

- Berikan informasi mengenai sifat ketidaknyamanan, sesuai kebutuhan.

R : pahami penyebab ketidaknyamanan, sediakan jaminan emosional.

- Lakukan reposisi sesuai petunjuk, misalnya semi – Fowler ; miring.

R : mungkin mengurangi rasa sakit dan meningkatkan sirkulasi. Posisi semi –

Fowler dapat mengurangi tegangan otot abdominal dan otot pungguung

artritis, sedangkan miring mengurangi tekanan dorsal.

- Observasi efek analgetik.

R : respirasi mungkin menurun pada pemberian narkotik, dan mungkin menimbulkan

efek-efek sinergistik dengan zat-zat anastesi.

- Kolaborasi, pemberian analgetik IV sesuai kebutuhan.

R : analgetik IV akan dengan segera mencapai pusat rasa saki, menimbulkan

penghilang yang lebih efektif dengan obat dosis kecil.

B. EVALUASI

Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam

pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan

atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).


Evaluasi yang diharapkan pada pasien post Operatif meliputi : 5

1. Menetapkan pola napas yang normal/efektif dan bebas dari sianosis atau tanda-

tanda hipoksia lainnya.

2. Meningkatkan tingkat kesadaran.

3. Keseimbangan cairan tubuh adekuat.

4. Pasien mengatakan bahwa rasa nyeri telah terkontrol atau hilang.

DAFTAR REFERENSI :

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta : EGC.

http://arifs45.multiply.com/journal/item/8

http://kamus.landak.com/cari/cholecystectomy

http://www.mamashealth.com/stomach/cholecy.asp

http://www.medicastore.com/index.php?mod=penyakit&id=607

http://www.medicastore.com/index.php?mod=penyakit&id=608

Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula, Edisi I. Jakarta : EGC.

Syaifudin, H, B.Ac, Drs. 1997. Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat, Edisi 2.

Jakarta: EGC.

You might also like