You are on page 1of 36

PRESENTASI KASUS

KATARAK SENILE

Pembimbing:
dr. Agah Gadjali, SpM
dr. Gartati Ismail, SpM
dr. Henry A. W, SpM
dr. Hermansyah, SpM
dr. Mustafa K. Shahab, SpM
dr. Susan Sri A ,SpM

Disusun oleh:
Irene Novita
1102014133

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK. I RADEN SAID SUKANTO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 8 APRIL – 10 MEI 2019
BAB I
PAPARAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. NR
Usia : 73 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 05 April 1944
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan terakhir : PTIK Angkatan 11
Alamat: : Jl. Teuku Umar no 52 RT 001/ RW 001,
Jakarta Pusat
Agama : Islam
Suku bangsa : Minang
Status : Sudah menikah
Tanggal Pemeriksaan : 11 April 2019

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 11 April 2019 di poli
mata RS Polri.

Keluhan Utama :
Penglihatan kabur pada kedua mata sejak empat bulan sebelum masuk rumah
sakit.
Keluhan Tambahan :
-
Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang pasien perempuan usia 73 tahun datang ke poliklinik mata
RS Polri dengan keluhan penglihatan kabur secara perlahan pada kedua matanya
sejak empat bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengatakan awalnya mata
merasa silau sejak 2 tahun yang lalu, namun keluhan tidak dihiraukan pasien.
Keluhan saat ini pandangan pasien semakin kabur dan seperti berkabut
penglihatannya. Pasien mengaku untuk melihat jarak jauh pasien kurang jelas

2
pada kedua mata. Pasien mengaku tidak menggunakan kacamata sehari-harinya.
Keluhan tidak disertai dengan mata silau jika melihat cahaya, merah, gatal, nyeri,
maupun berair. Riwayat trauma atau benturan pada mata maupun kepala
disangkal. Pasien juga menyangkal pernah mengkonsumsi obat-obatan baik
dalam bentuk tablet maupun obat tetes mata dalam jangka panjang. Pasien tidak
memiliki riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus, maupun merokok.
Pasien mengaku sebelumnya belum pernah berobat ke dokter terkait keluhan
yang dialami.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Riwayat keluhan serupa sebelumnya disangkal, riwayat penyakit
hipertensi atau diabetes mellitus disangkal. Riwayat mengalami benturan atau
trauma pada mata maupun kepala disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluarga dengan keluhan yang serupa disangkal. Riwayat
penyakit diabetes mellitus dan hipertensi disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK


3.1 Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda vital :
- Tekanan Darah :100/60 mmHg
- Nadi : 70 x/menit
- Suhu : 36,2˚C
- Pernapasan : 20 x/menit

3
3.2 Status Oftalmologis

Gambar 1. Mata kanan Gambar 2. Mata kiri


OD OS
Visus sine correction 3/60 2/60
Visus cum correction S-2,50 – 6/15F PH(-) S-3,00 – 6/30 PH(-)
Addisi S + 3,00 J2 S + 3,00
Pemeriksaan TIO 9/7,5= 13,1 mmHg 9/7,5= 13,1 mmHg
Kedudukan Bola Mata
Ortoforia

Gerakan Bola Mata

Baik ke segala arah Baik ke segala arah


Lapang Pandang Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Supra Silia Madarosis (-) Madarosis (-)
Arah tumbuh rambut Arah tumbuh rambut
teratur dan searah teratur dan searah
Silia Trikiasis (-) Trikiasis (-)
Distikiasis (-) Distikiasis (-)
Palpebra Superior Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Edema (-) Edema (-)
Massa (-) Massa (-)
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Hematoma (-) Hematoma (-)
Sikatrik (-) Sikatrik (-)
Palpebra Inferior Hiperemis (-) Hiperemis (-)

4
Edema (-) Edema (-)
Massa (-) Massa (-)
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Hematoma (-) Hematoma (-)
Sikatrik (-) Sikatrik (-)
Konjungtiva tarsal Hiperemis (-) Hiperemis (-)
superior Papil (-) Papil (-)
Folikel (-) Folikel (-)
Edema (-) Edema (-)
Litiasis (-) Litiasis (-)
Konjungtiva tarsal Hiperemis (-) Hiperemis (-)
inferior Papil (-) Papil (-)
Folikel (-) Folikel (-)
Edema (-) Edema (-)
Litiasis (-) Litiasis (-)
Konjungtiva bulbi Injeksi siliar (-) Injeksi siliar (-)
Injeksi konjungtiva (-) Injeksi konjungtiva (-)
Perdarahan Perdarahan
subkonjungtiva (-) subkonjungtiva (-)
Kornea Jernih Jernih
Ulkus (-) Ulkus (-)
Infiltrat (-) Infiltrat (-)
Sikatriks (-) Sikatriks (-)
Arkus senilis (+) Arkus senilis (+)
Bilik mata depan/ Kedalaman sedang; jernih Kedalaman sedang;
COA jernih
Iris Bulat; batas tegas; Bulat; batas tegas;
cokelat; kripta (+); sinekia cokelat; kripta (+);
(-) sinekia (-)
Pupil Bulat; diameter 3mm; RL Bulat; diameter 3mm; RL
(+); RCTL (+) (+); RCTL (+)
Lensa Keruh pada seluruh lensa, Keruh pada seluruh
shadow test (+) lensa, shadow test (+)

5
TIO perpalpasi Normal perpalpasi Nomal perpalpasi
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Pemeriksaan dengan slit lamp

Gambar . Pemeriksaan dengan slit lamp

b. Pemeriksaan shadow test ODS (+)


c. Pemeriksaan TIO dengan tonometri schiotz
OD 9/7,5 = 13,1 mmHg
OS 9/7,5 = 13,1 mmHg
d. Pemeriksaan uji proyeksi sinar
Pasien dapat mengenal adanya sinar dan melihat arah datangnya cahaya.

RESUME
Seorang pasien perempuan usia 73 tahun datang ke poliklinik mata RS Polri
dengan keluhan penglihatan kabur secara perlahan pada kedua matanya sejak empat
bulan sebelum masuk rumah sakit. Keluhan silau bila melihat cahaya, mata merah, gatal,
nyeri, dan berair disangkal. Riwayat penggunaan obat-obatan tetes mata maupun
konsumsi obat-obatan jangka panjang disangkal. Riwayat trauma atau benturan pada
mata maupun kepala disangkal. Pasien mengaku sebelumnya belum pernah mengalami
keluhan serupa. Pasien juga tidak memiliki riwayat diabetes mellitus, hipertensi, maupun
merokok. Pada pemeriksaan didapatkan keadaan umum baik, kesadaran composmentis,
tanda-tanda vital dalam batas normal, pada pemeriksaan visus sine correction OD 3/60,
OS 2/60, visus cum correction OD S-2,50 – 6/15 dengan pinhole tidak maju, addisi +3
6
dan OS S-3,00 – 6/30 dengan pinhole tidak maju, addisi +3, konjungtiva bulbi tenang,
kornea jernih dan terdapat arkus senilis ODS, lensa ODS keruh pada seluruh lensa
dengan shadow test ODS (-).

V. DIAGNOSA KERJA
Katarak senil matur ODS

VI. DIAGNOSA BANDING


- Katarak senil hipermatur ODS
- Katarak senil imatur ODS

VII. PENATALAKSANAAN
Initial Planning
1. Diagnostik
- Funduskopi untuk melihat ada kelainan lain pada bagian dalam bola
mata, misalnya pada papil saraf, retina, dan lainnya.
- Cek glukosa darah, untuk melihat faktor risiko terkait penyakit yang
dialami pasien.

2. Terapi
- Rencana operasi.

3. Monitor
Evaluasi klinis pasien setelah pengobatan awal.

4. Edukasi
- Menjelaskan mengenai penyakit pasien, faktor risiko yang dapat
mempercepat proses penyakit, pengobatan yang dapat dilakukan
terhadap penyakit pasien serta komplikasi yang dapat ditimbulkan.
- Menjelaskan mengenai penggunaan obat sesuai dengan kebutuhan
pasien.
- Menjelaskan mengenai tindakan operasi yang dapat dilakukan.

7
5. Follow up
S : Mata buram penglihatan semakin berkabut, semakin mengganggu
aktivitas dan pasien mengaku silau bila melihat cahaya.
O : - Hb : 12 g/dL
- GDP : 113 g/dL
- G2PP : 130 g/dL
- Visus OD 3/60, OS 2/60
- Lapang pandang dalam batas normal
- TIO
OD : 13,1 mmHg
OS : 13,1 mmHg
- Kornea jernih, arkus senilis ODS (+)
- Lensa ODS keruh pada seluruh lensa, shadow test (-)
A : Katarak senil matur ODS
P :
1. Diagnosis
- Cek PT dan APTT
2. Terapi
- Rencana operasi (operasi ECCE atau Fakoemulsifikasi + IOL)
3. Monitor
Melihat klinis pasien dan menunggu persetujuan dari pasien untuk
melakukan tindakan operasi.
4. Edukasi
- Menjelaskan kepada pasien mengenai tindakan operasi
- Menjelaskan kepada pasien untuk rutin kontrol setelah operasi
- Setelah operasi, pasien tidak diperbolehkan untuk menggaruk,
menekan, dan terkena air pada mata yang dioperasi
- Menghindari mengangkat beban, mengejan dan bersin yang kuat
selama kurang lebih dua bulan

8
VIII. PROGNOSIS
OKULI DEKSTRA (OD)
Quo Ad Vitam : Ad bonam
Quo Ad Functionam : Dubia Ad bonam
Quo Ad Sanationam : Dubia Ad bonam
Quo Ad Cosmetican : Ad bonam
OKULI SINISTRA (OS)
Quo Ad Vitam : Ad bonam
Quo Ad Functionam : Dubia Ad bonam
Quo Ad Sanationam : Dubia Ad bonam
Quo Ad Cosmetican : Ad bonam

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Anatomi dan Fisiologi Lensa


1.1 Anatomi Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tidak berwarna, dan
hampir transparan sempurna. Lensa terletak di sebelah posterior iris yang terdiri dari zat
tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat
terjadi akomodasi. Tebal lensa sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Lensa difiksasi oleh
zonula di belakang iris (zonula Zinnii) yang menghubungkannya dengan corpus ciliare.
Di sebelah anterior lensa terdapat aqueous humor yang berfungsi menutrisi lensa, dan
disebelah posteriornya terdapat vitreus humor.

Gambar 1. Struktur dalam mata manusia

Lensa dibentuk oleh sel epitel yang membentuk serat lensa di dalam kapsul
lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus-menerus sehingga mengakibatkan
memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa yang kemudian membentuk nukleus
lensa. Bagian sentral lensa adalah bagian yang dibentuk paling awal di dalam kapsul
lensa. Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeabel (sedikit lebih permeabel
daripada dinding kapiler) yang memungkinkan air dan elektrolit masuk dan mengelilingi
substansi lensa.
Di sebelah anterior lensa terdapat selapis epitel subkapsular. Di bagian luar
nucleus terdapat serat lensa yang lebih muda disebut sebagai korteks lensa. Korteks lensa
dibagi menjadi korteks anterior yang terletak di sebelah anterior nucleus lensa dan

10
korteks posterior yang terletak di sebelah posterior nucleus lensa. Nukleus lensa
konsistensinya lebih keras dibandingkan korteks lensa. Seiring dengan bertambahnya
usia, serat-serat lamellar subepitel terus diproduksi sehingga lensa perlahan-lahan
menjadi lebih besar dan kurang elastik.

Gambar 2. Tampilan epitel subkapsular


Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellae konsentris yang panjang. Lensa
ditahan di tempatnya oleh ligamentum suspensorium yang dikenal sebagai zonula Zinnii,
yang tersusun atas banyak fibril, fibril-fibril ini berasal dari permukaan corpus ciliare
dan menyisip ke dalam ekuator lensa. Lensa terdiri dari 65% persen air, 35% protein dan
sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih
tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation
terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh
darah ataupun saraf di lensa.

Gambar 3. Tampilan Struktur Lensa

11
Gambar 4. Sudut bilik mata depan dan struktur di sekitarnya

1.2 Fisiologi Lensa


Fungsi utama lensa adalah memfokuskan gambar pada retina. Mata dapat
mengubah fokusnya dari objek jarak jauh ke jarak dekat karena kemampuan lensa untuk
mengubah bentuknya, suatu fenomena yang dikenal sebagai akomodasi. Elastisitasnya
yang alami memungkinkan lensa untuk menjadi lebih atau kurang bulat (sferis),
tergantung besarnya tegangan serat-serat zonula pada kapsul lensa. Tegangan zonula
tergantung oleh aktivitas musculus ciliaris, yang bila berkontraksi akan mengendurkan
tegangan zonula, sehingga lensa menjadi lebih bulat dan dihasilkan daya dioptri yang
lebih kuat untuk memfokuskan objek – objek yang lebih dekat. Relaksasi musculus
ciliaris akan menyebabkan peningkatan tegangan zonula sehingga lensa menjadi lebih
datar dan memungkinkan objek-objek jauh terfokus. Dengan bertambahnya usia, daya
akomodasi lensa akan berkurang secara perlahan – lahan seiring dengan penurunan
elastisitasnya.

II. KATARAK
2.1 Definisi Katarak
Menurut WHO Katarak adalah pengaburan lensa di mata yang biasanya
memengaruhi penglihatan. Katarak, penyebab paling umum dari kebutaan dan gangguan
penglihatan, seringkali terkait dengan penuaan, Kadang anak-anak dilahirkan dengan
kondisi tersebut, atau katarak dapat berkembang setelah cedera mata, atau sebagai akibat
dari peradangan atau penyakit lain, seperti glaukoma, diabetes, dan perkembangan katarak

12
terkait dengan penggunaan steroid atau dapat berkembang setelah paparan beberapa jenis
radiasi.

Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa yang terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat keduanya. Katarak
dapat ditemukan dalam keadaan tanpa adanya kelainan mata atau sistemik, misalnya
pada katarak senil, katarak juvenile dan herediter.
Menurut American Optometric Association (AOA), katarak adalah
kekeruhan pada lensa yang menyebabkan gangguan penglihatan. Katarak biasanya
terkait dengan usia, dan biasanya terjadi pada orang dengan usia diatas 55 tahun, tetapi
dapat pula terjadi pada infant maupun anak-anak. Biasanya katarak terjadi pada kedua
mata, tetapi salah satu mata akan lebih parah dibandingkan mata yang sebelahnya.

2.2 Klasifikasi Katarak


Menurut penelitian Ilyas, katarak dapat diklasifikasikan ke dalam golongan
sebagai berikut:
Katarak developmental dan degenerative, katarak developmental misalnya
katarak kongenital dan katarak juvenil, sedangkan katarak degenerative misalnya
katarak senil, katarak sekunder, katarak komplikata, katarak akibat penyakit sistemik,
katarak traumatika.
Katarak komplikata, atau katarak sekunder akibat penyakit intraokular.
Katarak ini dapat terbentuk akibat efek langsung penyakit intraokular yang
mempengaruhi fisiologis lensa misalnya uveitis rekuren yang berat. Katarak biasanya
berawal di daerah subkapsular posterior dan akhirnya mengenai seluruh struktur lensa.
Penyakit intraokular yang sering berkaitan dengan pembentukan katarak adalah uveitis
kronik atau rekuren, glaukoma, retinitis pigmentosa dan ablatio retina. Katarak jenis ini
biasanya bersifat unilateral.
Katarak traumatika, paling sering disebabkan oleh trauma benda asing pada
lensa atau trauma tumpul pada bola mata, misalnya peluru senapan angin, petasan, batu
dan lain sebagainya. Lensa menjadi putih segera setelah masuknya benda asing karena
lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor aqueus dan kadang-kadang vitreus masuk
ke dalam struktur lensa.

13
Katarak akibat penyakit sistemik, misalnya karena penyakit diabetes melitus,
hipokalsemia, distrofi miotonik, dermatitis atopic, galaktosemia, sindrom Down dan lain
sebagainya. Katarak jenis ini bersifat bilateral.

Katarak kongenital, juvenil dan senil (berdasarkan usia pasien)


a) Katarak kongenital, yaitu katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1
tahun
b) Katarak juvenil, yaitu katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun
c) Katarak senil, yaitu katarak yang terjadi setelah usia 50 tahun

Penyebab terjadinya kekeruhan lensa dapat di golongkan sebagai berikut:


1. Primer, berdasarkan gangguan perkembangan dan metabolisme.
2. Sekunder, akibat tindakan pembedahan lensa.
3. Komplikasi penyakit.

Klasifikasi katarak berdasarkan lokasi terjadinya pada lensa


1) Katarak nuklear, terjadi pada bagian sentral lensa, dimana lensa menjadi
lebih gelap, berubah dari transparan atau jernih menjadi lebih kuning dan
terkadang menjadi cokelat disebabkan oleh proses kondensasi normal. Jenis
katarak ini biasanya berkembang lambat dan terjadi bilateral, meskipun bisa
asimetris. Gejala yang paling menonjol dari katarak jenis ini adalah kabur
melihat jauh daripada melihat dekat. Katarak jenis ini sedikit berwarna
kekuningan dan menyebabkan kekeruhan di sentral.
2) Katarak kortikal, terjadi pada lapisan lensa yang mengelilingi nucleus,
katarak terlihat seperti jari-jari yang disebabkan oleh perubahan hidrasi serat
lensa sehingga terbentuk celah-celah di sekeliling daerah ekuator lensa.
Gejala awalnya biasanya adalah penderita merasa silau saat mencoba
memfokuskan pandangan pada suatu sumber cahaya di malam hari. Selain
itu diplopia monokular juga dapat dikeluhkan penderita. Pemeriksaan
menggunakan biomikroskop slitlamp akan mendapatkan gambaran vakuola
dan seperti celah air disebabkan degenerasi serabut lensa, serta pemisahan
lamela korteks anterior atau posterior oleh air. Gambaran Cortical-spokes
seperti baji terlihat di perifer lensa dengan ujungnya mengarah ke sentral,
kekeruhan ini tampak gelap apabila dilihat menggunakan retroiluminasi.
14
3) Katarak subkapsular posterior, terjadi di dekat kapsul posterior bagian
sentral, katarak ini perkembangannya lebih cepat dibandingkan jenis katarak
yang lainnya. Katarak subkapsular posterior biasanya terjadi akibat trauma,
kortikosteroid baik topikal maupun sistemik, peradangan, atau pajanan
radiasi pengion. Gejala yang timbul dapat berupa silau, diplopia monokular
dan lebih kabur melihat dekat dibandingkan melihat jauh.

Katarak nuklear Katarak kortikal Katarak subkaspsularis posterior

Gambar 4. Jenis katarak berdasarkan lokasinya

Klasifikasi katarak berdasarkan derajat kekeruhan lensa


1) Derajat 1: Nukleus lunak, biasanya visus masih lebih baik dari 6/12,
tampak sedikit keruh dengan warna agak keputihan. ( juga masih dengan
mudah diperoleh dan usia penderita biasanya kurang dari 50 tahun.
2) Derajat 2: Nukleus dengan kekerasan ringan, tampak nukleus mulai
sedikit berwarna kekuningan, visus biasanya antara 6/12 sampai 6/30.
Refleks fundus juga masih mudah diperoleh dan katarak jenis ini paling
sering memberikan gambaran seperti katarak subkapsularis posterior.
3) Derajat 3: Nukleus dengan kekerasan medium, dimana nukleus tampak
berwarna kuning disertai dengan kekeruhan korteks yang berwarna keabu-
abuan. Visus biasanya antara 3/60 sampai 6/30.

15
4) Derajat 4: Nukleus keras, dimana nukleus sudah berwarna kuning
kecoklatan dan visus biasanya antara 3/60 sampai 1/60, dimana refleks
fundus maupun keadaan fundus sudah sulit dinilai.
5) Derajat 5: Nukleus sangat keras, nukleus sudah berwarna kecoklatan
bahkan ada yang berwarna agak kehitaman. Visus biasanya hanya 1/60
atau lebih jelek dan usia penderita sudah diatas 65 tahun. Katarak ini
sangat keras dan disebut juga brunescent cataract atau black cataract.

Katarak terinduksi obat, misalnya pada penggunaan kortikosteroid dalam


jangka waktu yang lama baik secara sistemik maupun dalam bentuk obat tetes, dapat
menyebabkan kekeruhan lensa. Obat-obatan lain misalnya phenothiazine,
amiodarone, dan obat tetes miotik kuat seperti phospoline iodide juga dapat
menyebabkan katarak.
Katarak ikutan atau katarak membrane sekunder merupakan kekeruhan
kapsul posterior yang terjadi setelah ekstraksi katarak ekstrakapsular. Epitel lensa
subkapsular yang tersisa dapat menginduksi regenerasi serat-serat lensa,
memberikan gambaran seperti telur ikan pada kapsul posterior. Lapisan epitel yang
berproliferasi tersebut dapat membentuk banyak lapisan dan menimbulkan
kekeruhan yang jelas pada lensa. Sel-sel ini juga mungkin mengalami diferensiasi
miofibroblastik. Kontraksi serat-serat tersebut menimbulkan banyak kerutan kecil di
kapsul posterior, yang menimbulkan distorsi penglihatan. Semua faktor ini
menyebabkan penurunan ketajaman penglihatan setelah ekstraksi katarak
ekstrakapsular.

2.3 Epidemiologi Katarak


Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia
seseorang. Katarak kebanyakan muncul pada usia lanjut. Berbagai studi cross-sectional
melaporkan prevalensi katarak pada individu berusia 65-74 tahun adalah sebanyak 50%,
prevalensi ini meningkat hingga 70% pada individu usia di atas 75 tahun.

2.4 Etiologi Katarak


Faktor yang mempercepat terbentuknya katarak:
a. Diabetes
b. Radang mata
16
c. Trauma mata
d. Riwayat keluarga dengan katarak
e. Pemakaian steroid lama (oral) atau tertentu lainnya
f. Merokok
g. Pembedahan mata lainnya
h. Terpajan banyak sinar ultraviolet (matahari)

2.5 Patogenesis Katarak


Patogenesis katarak belum sepenuhnya dimengerti. Walaupun demikian, pada lensa
katarak secara karakteristik terdapat agregat-agregat protein yang menghamburkan berkas
cahaya dan mengurangi transparansinya. Perubahan protein lainnya akan mengakibatkan
perubahan warna lensa menjadi kuning atau cokelat. Temuan tambahan mungkin berupa
vesikel di antara serat-serat lensa atau migrasi sel epitel dan pembesaran sel-sel epitel yang
menyimpang. Sejumlah faktor yang berperan dalam terbentuknya katarak yaitu kerusakan
oksidatif (dari proses radikal bebas), sinar ultraviolet dan malnutrisi. Hingga kini belum
ditemukan pengobatan yang dapat memperlambat atau mengembalikan perubahan-
perubahan kimiawi yang mendasari pembentukan katarak.

III. KATARAK SENILIS


3.1 Definisi
Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia, yaitu
usia di atas 50 tahun. Katarak terkait usia biasanya berjalan lambat selama bertahun-tahun.
Karakterisasinya yaitu terjadi kekeruhan yang progresif dan penebalan pada lensa. Jika
terdapat indikasi operasi, ekstraksi lensa akan memperbaiki ketajaman penglihatan pada
lebih dari 90% kasus, sisanya kemungkinan disertai dengan kerusakan retina atau
mengalami komplikasi pascabedah yang serius sehingga mencegah perbaikan visus yang
signifikan, misalnya disertai glaukoma, ablation retina, perdarahan intraocular, atau infeksi.

3.2 Klasifikasi Katarak Senilis


Katarak senil secara klinik dibagi menjadi 4 stadium, yaitu
a. Katarak insipien, pada stadium ini kekeruhan mulai terjadi dari tepi ekuator
berbentuk jeruji menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Vakuol
mulai terlihat di dalam korteks. Katarak subkapsular posterior, kekeruhan mulai
terlihat di sebelah anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat
17
lensa dan korteks berisi jaringan degeneratif (benda Morgagni) pada katarak
insipient. Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia karena indeks refraksi
yang tidak sama pada semua bagian lensa.
b. Katarak intumesen, kekeruhan lensa disertai dengan edema lensa akibat lensa
yang degeneratif menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa
mengakibatkan lensa menjadi dangkal dibandingkan normal. Pencembungan
lensa dapat menyebabkan terjadinya glaukoma. Katarak intumesen biasanya
terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan myopia lenticular.
Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks sehingga lensa mencembung dan
daya bias akan bertambah, yang menyebabkan miopisasi.
c. Katarak imatur, dimana hanya sebagian lensa yang keruh dan tidak mengenai
seluruh lapisan lensa. Pada katarak imatur dapat terjadi penambahan volume
lensa karena meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada
keadaan lensa yang encembung dapat menghambat pupil sehingga terjadi
glaukoma sekunder.
d. Katarak matur, terjadi kekeruhan lensa pada seluruh lapisan lensa. Kekeruhan ini
terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau
intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar sehingga lensa
kembali pada ukuran normal. Sedangkan, bila kekeruhan seluruh lensa terjadi
dalam waktu yang lama maka dapat mengakibatkan kalsifikasi lensa.
e. Katarak hipermatur, terjadi proses degenerasi lanjut. Lensa dapat berubah
menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang mengalami degenerasi
akan keluar dari kapsul lensa sehingga lensa mejadi mengecil, berarna kuning
dan kering. Pada pemeriksaan mata terlihat bilik mata dalam dan terdapat lipatan
kapsul lensa. Terkadang pengkerutan dapat berjalan terus-menerus sehingga
hubungan dengan zonula Zinni menjadi kendur. Bila proses katarak berlanjut
terus-menerus disertai kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi dan
cair tidak dapat keluar sehingga korteks telrihat seperti kantong susu disertai
dengan nucleus yang terbenam di dalam korteks lensa. Keadaan ini disebut
sebagai katarak Morgagni.

18
Gambar 5. Stadium katarak senil
3.3 Gejala Klinis
Pasien dengan katarak senilis memiliki riwayat penurunan tajam penglihatan yang
progresif dan bertahap dan terdapat gangguan penglihatan dalam gelap dan pada
objek yang dekat. Tanda dan gejala pada katarak senilis, yaitu:
- Penurunan tajam penglihatan
Ini merupakan keluhan utama yang biasanya dialami oleh pasien dengan
katarak senilis. Penurunan tajam penglihatan biasanya mengenai kedua mata
dan berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu
yang lama.
- Penglihatan seperti berkabut atau berasap
- Silau atau Glare
Pasien dapat mengalami gejala silau yang bervariasi, mulai dari penurunan
sensitivitas terhadap cahaya yang terlalu terang atau silau mengihilang saat
siang hari kemudian memburuk pada malam hari. Keluhan silau tergantung
dengan lokasi dan besar kekeruhannya, biasanya dijumpai pada tipe katarak
posterior subkapsular.
- Myopic shift
Membaiknya penglihatan dekat tanpa kacamata. Ini merupakan akibat
meningkatnya kekuatan fokus lensa bagian sentral, menyebabkan refraksi
bergeser ke miopia (penglihatan dekat). Seiring dengan perkembangan
katarak, dapat terjadi peningkatan kekuatan dipotri lensa, yang dapat
menyebabkan myopia ringan atau sedang. Umumnya, pematangan katarak
nuklear ditandai dengan kembalinya penglihatan dekat oleh karena
meningkatnya miopia akibat kekuatan refraktif lensa nuklear sklerotik yang

19
menguat, sehingga kacamata baca atau bifokal tidak diperlukan lagi.
Perubahan ini disebut dengan “second sight”. Akan tetapi, seiring dengan
penurunan kualitas optikal lensa, kemampuan tersebut akhirnya menghilang.
- Diplopia monokular
Seiring berkembangnya waktu, nukleus lensa mengalami perubahan, yaitu
lebih padat pada bagian dalam lensa dan mengakibatkan pembiasan multipel
di tengah lensa sehingga menyebabkan refraksi ireguler karena indeks bias
yang berbeda.
- Halo Sign
Hal ini bisa terjadi pada beberapa pasien oleh karena terpecahnya sinar putih
menjadi spektrum warna oleh karena meningkatnya kandungan air dalam
lensa.
- Melihat warna terganggu atau diskriminasi warna yang buruk.

3.4 Diagnosis
Diagnosis katarak senilis dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi adanya penyakit-
penyakit yang menyertai (contoh: diabetes melitus, hipertensi, cardiac anomalies).
Penyakit seperti diabetes melitus dapat menyebabkan perdarahan perioperatif sehingga
perlu dideteksi secara dini sehingga bisa dikontrol sebelum operasi.
Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk mengetahui
kemampuan melihat pasien. Visus pasien dengan katarak subkapsular posterior dapat
membaik dengan dilatasi pupil.
Pada pemeriksaan slit lamp biasanya dijumpai keadaan palpebra, konjungtiva,
dan kornea dalam keadaan normal. Iris, pupil, dan COA terlihat normal. Pada lensa
pasien katarak, didapatkan lensa keruh. Lalu, dilakukan pemeriksaan shadow test untuk
menentukan stadium pada penyakit katarak senil. Ada juga pemeriksaan-pemeriksaan
lainnya seperti biomikroskopi, stereoscopic fundus examination, pemeriksaan lapang
pandang dan pengukuran TIO.
Pemeriksaan Rutin
1. Pemeriksaan visus dengan kartu Snellen atau chart projector dengan koreksi terbaik serta
menggunakan pinhole
2. Pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat segmen anterior
3. Tekanan intraocular (TIO) diukur dengan tonometer non contact, aplanasi atau Schiotz
20
4. Jika TIO dalam batas normal (10-20 mmHg) dilakukan dilatasi pupil dengan tetes mata
Tropicanamide 0.5%. Setelah pupil cukup lebar dilakukan pemeriksaan dengan slit lamp
untuk melihat derajat kekeruhan lensa apakah sesuai dengan visus pasien
5. Pemeriksaan funduskopi jika masih memungkinkan

Pemeriksaan Tambahan
1. Biometri untuk mengukur power IOL jika pasien akan dioperasi katarak
2. Retinometri untuk mengetahui prognosis tajam penglihatan setelah operasi
3. Shadow Test untuk menentukan derajat kekeruhan katarak

3.5 Tatalaksana
Meski telah banyak usaha yang dilakukan untuk memperlambat progresivitas atau
mencegah terjadinya katarak, tatalaksana masih tetap dengan pembedahan. Tidak perlu
menunggu katarak menjadi “matang”. Dilakukan tes untuk menentukan apakah katarak
menyebabkan gejala visual sehingga menurunkan kualitas hidup. Pasien mungkin
mengalami kesulitan dalam mengenali wajah, membaca, atau mengemudi. Beberapa pasien
sangat terganggu oleh rasa silau. Pasien diberikan informasi mengenai prognosis visual
mereka dan harus diberitahu pula mengenai semua penyakit mata yang terjadi bersamaan
yang bias mempengaruhi hasil pembedahan katarak.

Penataksanaan Non-Bedah

1. Terapi Penyebab Katarak


Pengontrolan diabetes melitus, menghentikan konsumsi obat-obatan yang dapat
mempercepat proses katarak seperti kortikosteroid, fenotiasin, dan miotik kuat, menghindari
radiasi (infra merah atau sinar-X) dapat memperlambat atau mencegah terjadinya proses
kataraktogenesis. Selain itu penanganan lebih awal dan adekuat pada penyakit mata seperti
uveitis dapat mencegah terjadinya katarak komplikata.

2. Memperlambat Progresivitas
Beberapa preparat yang mengandung kalsium dan kalium digunakan pada katarak
stadium dini untuk memperlambat progresivitasnya, namun sampai sekarang mekanisme
kerjanya belum jelas. Selain itu juga disebutkan peran vitamin E dan aspirin dalam
memperlambat proses kataraktogenesis.

21
3. Penilaian terhadap Perkembangan Visus pada Katarak insipien dan imatur
a) Refraksi; dapat berubah sangat cepat, sehingga harus sering dikoreksi.
b) Pengaturan pencahayaan; pasien dengan kekeruhan di bagian perifer lensa (area
pupil masih jernih) dapat diinstruksikan menggunakan pencahayaan yang terang.
Berbeda dengan kekeruhan pada bagian sentral lensa, cahaya redup yang
ditempatkan di samping dan sedikit di belakang kepala pasien akan memberikan
hasil terbaik.
c) Penggunaan kacamata gelap; pada pasien dengan kekeruhan lensa di bagian sentral,
hal ini akan memberikan hasil yang baik dan nyaman apanila beraktivitas di luar
ruangan.
d) Midriatil; dilatasi pupil akan memberikan efek positif pada lateral aksial dengan
kekeruhan yang sedikit. Midriatil seperti fenilefrin 5% atau tropikamid 1% dapat
memberikan penglihatan yang jelas.

Pembedahan Katarak

Pembedahan katarak adalah pengangkatan lensa natural mata (lensa kristalin) yang
telah mengalami kekeruhan, yang disebut sebagai katarak.

Indikasi
Indikasi penatalaksanaan bedah pada kasus katarak mencakup indikasi visus,medis, dan
kosmetik.

1. Indikasi visus; merupakan indikasi paling sering. Indikasi ini berbeda pada tiap individu,
tergantung dari gangguan yang ditimbulkan oleh katarak terhadap aktivitas sehari-hari.

2. Indikasi medis; pasien bisa saja merasa tidak terganggu dengan kekeruhan pada lensa
matanya, namun beberapa indikasi medis dilakukan operasi katarak seperti glaukoma imbas
lensa (lens-induced glaucoma), endoftalmitis fakoanafilaktik, dan kelainan pada retina
misalnya retinopati diabetikum atau ablasio retina.

3. Indikasi kosmetik; kadang-kadang pasien dengan katarak matur meminta ekstraksi


katarak (meskipun kecil harapan untuk mengembalikan visus) untuk memperoleh pupil yang
hitam.

22
Jenis-jenis operasi katarak :
1. Phacoemulsification (Phaco)
Likuifikasi lensa menggunakan probe ultrasonografi yang dimasukkan melalui insisi
yang lebih kecil di kornea atau sklera anterior (2-5 mm) dengan menggunakan gelombang
ultrasonik. Biasanya tidak dibutuhkan penjahitan. Teknik ini bermanfaat pada katarak
kongenital, traumatik dan katarak senil. Teknik ini kurang efektif pada katarak senil yang
padat, dan keuntungan insisi limbus yang kecil agak berkurang apabila akan dimasukkan
lensa intraokuler, meskipun sekarang lebih sering digunakan lensa intraokuler fleksibel yang
dapat dimasukkan melalui insisi kecil.

2. Small Incision Cataract Surgery (SICS)

Insisi dilakukan pada sklera dengan ukuran insisi bervariasi dari 5-8 mm. Namun
tetap dikatakan SICS apabila tanpa jahitan, Penutupan luka insisi terjadi dengan sendirinya
(self-sealing). Teknik operasi ini dapat dilakukan pada stadium katarak imatur, matur, dan
hipermatur. Teknik ini juga telah dilakukan pada kasus glaukoma fakolitik dan dapat
dikombinasikan dengan operasi trabekulektomi.

3. Extracapsular Cataract Extraction (ECCE)

Insisi luas pada perifer kornea atau sklera anterior (biasanya 10-12 mm), bias any
bagian anterior kapsul dipotong dan diangkat, nukleus diekstraksi, dan korteks lensa dibuang
dari mata dengan irigasi dengan atau tanpa aspirasi, sehingga menyisakan kapsul posterior.
Insisi harus dijahit. Metode ini diindikasikan pada pasien dengan katarak yang sangat keras
atau pada keadaan dimana ada masalah dengan fakoemulsifikasi. Penyulit yang dapat timbul
seperti terdapat korteks lensa yang dapat menyebabkan katarak sekunder.

4. Intracapsular Cataract Extraction (ICCE)

Prosedur ini memiliki tingkat komplikasi yang sangat tinggi sebab membutuhkan
insisi yang luas dan tekanan pada vitreus. Tindakan ini sudah jarang digunakan terutama
pada negara-negara yang telah memiliki peralatan operasi mikroskop dan alat dengan
teknologi tinggi lainnya.

23
Lensa Intraokular

Setelah pengangkatan katarak, lensa intraokular (IOL) biasanya diimplantasikan ke


dalam mata. Kekuatan implan IOL yang akan digunakan dalam operasi dihitung sebelumnya
dengan mengukur panjang mata secara ultrasonik dan dengan kelengkungan kornea (maka
juga kekuatan optik) secara optik. Kekuatan lensa umumnya dihitung sehingga pasien tidak
akan membutuhkan kacamata untuk penglihatan jauh. Pilihan lensa juga dipengaruhi oleh
refraksi mata kontrolateral dan apakah terdapat katarak pada mata yang membutuhkan
operasi.

Perawatan pasca operasi (jika ada tindakan operasi)


1. Frekuensi pemeriksaan pasca bedah ditentkan berdasarkan tingkat pencapaian
visus optimal yang diharapkan.
2. Pada pasien dengan risiko tinggi, seperti pada pasien dengan satu mata,
mengalami komplikasi intraoperasi atau ada riwayat penyakit mata lain
sebelumnya seperti uveitis, glaukoma dan lain‐lain, maka pemeriksaan harus
dilakukan satu hari setelah operasi.
3. Pada pasien yang dianggap tidak bermasalah baik keadaan preoperasi maupun
intraoperasi serta diduga tidak akan mengalami komplikasi lainnya maka dapat
mengikuti petunjuk pemeriksaan lanjutan (follow up) sebagai berikut:
a. Kunjungan pertama: dijadwalkan dalam kurun waktu 24‐48 jam setelah
operasi (untuk mendeteksi dan mengatasi komplikasi dini seperti
kebocoran luka yang menyebabkan bilik mata depan dangkal, hipotonus,
peningkatan tekanan intaraokular, edema kornea ataupun tanda‐tanda
peradangan.)
b. Kunjungan kedua: dijadwalkan pada hari ke 4-7 setelah operasi jika tidak
dijumpai masalah pada kunjungan pertama, yaitu untuk mendeteksi dan
mengatasi kemungkinan endoftalmitis yang paling sering terjadi pada
minggu pertama pasca operasi.
c. Kunjungan ketiga: dijadwalkan sesuai dengan kebutuhan pasien di
mana bertujuan untuk memberikan kacamata sesuai dengan refraksi
terbaik yang diharapakan.
4. Obat- obatan yang digunakan pasien pasaca operasi bergantung dari keadaan mata
serta disesuaikan dengan kebutuhan. Tetapi penggunaan tetes mata kombinasi

24
antibiotika dan steroid harus diberikan kepada pasien untuk digunakan setiap hari
selama minimal 4 minggu pasca operasi.

3.6 Komplikasi Operasi


Komplikasi operasi dapat berupa komplikasi preoperatif, intraoperatif, postoperatif
awal, postoperatif lanjut, dan komplikasi yang berkaitan dengan lensa intra okular (intra
ocular lens, IOL).

A. Komplikasi preoperatif

1) Ansietas; beberapa pasien dapat mengalami kecemasan (ansietas) akibat ketakutan


akan operasi. Dapat diberikan agen anxiolytic seperti diazepam 2-5 mg untuk
mengurangi gejala.

2) Nausea dan gastritis; akibat efek obat preoperasi seperti asetazolamid dan/atau
gliserol. Kasus ini dapat ditangani dengan pemberian antasida oral untuk mengurangi
gejala.

3) Konjungtivitis iritatif atau alergi; disebabkan oleh tetes antibiotik topikal preoperatif,
dapat ditangani dengan penundaan operasi selama 2 hari.

4) Abrasi kornea; akibat cedera saat pemeriksaan tekanan bola mata dengan
menggunakan tonometer Schiotz. Penanganannya berupa pemberian salep antibiotik
selama satu hari dan diperlukan penundaan operasi selama 2 hari.

B. Komplikasi intraoperatif
1) Laserasi m. rectus superior; dapat terjadi selama proses penjahitan.

2) Perdarahan hebat; dapat terjadi selama persiapan conjunctival flap atau selama insisi
ke bilik mata depan.

3) Cedera pada kornea (robekan membrane Descemet), iris, dan lensa; dapat terjadi
akibat instrumen operasi yang tajam seperti keratom.

4) Cedera iris dan iridodialisis (terlepasnya iris dari akarnya).

5) Lepas/ hilangnya vitreous; merupakan komplikasi serius yang dapat terjadi akibat
ruptur kapsul posterior (accidental rupture) selama teknik ECCE.

25
C. Komplikasi postoperatif awal
Komplikasi yang dapat terjadi segera setelah operasi termasuk hifema, prolaps iris,
keratopati striata, uveitis anterior postoperatif, dan endoftalmitis bakterial.

D. Komplikasi postoperatif lanjut


Cystoid Macular Edema (CME), delayed chronic postoperative endophtalmitis,
Pseudophakic Bullous Keratopathy (PBK), ablasio retina, dan katarak sekunder
merupakan komplikasi yang dapat terjadi setelah beberapa waktu post operasi.

E. Komplikasi yang berkaitan dengan IOL


Implantasi IOL dapat menyebabkan komplikasi seperti uveitis-glaucoma-hyphema
syndrome (UGH syndrome), malposisi IOL, dan sindrom lensa toksik (toxic lens
syndrome).

POSTERIOR CAPSULE OPACITY (PCO)


Definisi PCO
Posterior Capsule Opacity atau Posterior Capsule Opacification (PCO) atau
dikenal juga sebagai katarak sekunder adalah katarak yang terjadi akibat
terbentuknya jaringan fibrosis pada sisa lensa yang tertinggal. PCO merupakan
komplikasi jangka panjang yang paling utama setelah dilaksanakannya operasi
katarak. Pada anak-anak, PCO dapat timbul setelah dilakukan operasi katarak pada
kasus-kasus katarak pediatrik.

Etiologi PCO
Katarak sekunder merupakan fibrin sesudah suatu operasi EKEK atau sesudah
trauma yang memecah lensa. PCO paling cepat dapat terlihat setelah 2 hari prosedur
Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular (EKEK). PCO terjadi akibat proliferasi,
pertumbuhan, migrasi dan trandiferensiasi dari sisa lensa yang terdapat pada kapsul
posterior. Bentuk lain yang merupakan proliferasi epitel lensa pada katarak sekunder
berupa mutiara Elsching dan cincin Soemmering.
Cincin Soemmering mungkin akan bertambah besar oleh karena daya regenerasi
epitel yang terdapat di dalamnya. Cincin Soemmering terjadi akibat kapsul anterior

26
yang pecah dan traksi kearah pinggir-pinggir melekat pada kapsula posterior
meninggalkan daerah yang jernih di tengah, membentuk gambaran cincin. Pada cincin
ini tertimbun serabut lensa epitel yang berproliferasi.
Mutiara Elschnig adalah epitel subkapsular yang berproliferasi dan membesar
sehingga tampak sebagai busa sabun atau telur kodok, Elsching pearl ini mungkin
akan menghilang dalam beberapa tahun oleh karena pecah dindingnya. 6 Katarak
sekunder merupakan fibrin sesudah suatu operasi Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular
(EKEK) atau sesudah trauma yang memecah lensa. PCO paling cepat dapat terlihat
setelah 2 hari prosedur EKEK. PCO terjadi akibat proliferasi, pertumbuhan, migrasi
dan trandiferensiasi dari sisa lensa yang terdapat pada kapsul posterior. Bentuk lain
yang merupakan proliferasi epitel lensa pada katarak sekunder berupa mutiara
Elsching dan cincin Soemmering

Diagnosis PCO
Diagnosis dapat ditegakkan pada pasien setelah menjalani operasi EKEK
ataupun setelah suatu trauma pada mata, yang mengakibatkan penglihatan menjadi
semakin kabur, juga rasa silau bila melihat cahaya. Dan jika dilakukan pemeriksaan,
melalui pupil yang didilatasikan dengan menggunakan oftalmoskop, kaca pembesar,
atau slit lamp, akan tampak gelembung-gelembung kecil pada daerah belakang lensa,
atau dapat ditemukan gambaran mutiara Elsching maupun cincin Soemmering pada
kapsul posterior lensa. Pada tes tajam penglihatan didapatkan visus yang menurun.
Dari anamnesis di dapatkan gejala sebagai berikut :
a. Penglihatan kabur (seperti berkabut atau berasap), mungkin dapat lebih buruk
daripada sebelum di operasi.
b. Fotofobia, yaitu rasa silau bila melihat cahaya.
c. Tajam penglihatan menurun
Sedangkan dari pemeriksaan klinis di dapatkan sebagai berikut :
a. Pada awal gejala akan tampak gelembung-gelembung kecil dan debris pada
kapsul posterior.
b. Pada tahap selanjutnya akan ditemukan gambaran Mutiara Elsching pada kapsul
posterior lensa. Mutiara Elsching ini mungkin akan menghilang dalam beberapa
tahun oleh kerena dindingnya pecah.
c. Dapat juga ditemukan cincin Soemmering pada daerah tepi kapsul posterior
lensa.

27
Terapi PCO
PCO disebabkan oleh terbentuknya formasi mutiara atau fibrosis yang biasanya
muncul setelah operasi katarak. Manajemen PCO mengalami pergeseran paradigma
dalam strategi dan teknik pengobatan. Macam-macam terapi PCO pada dewasa antara
lain:

1. Kapsulotomi dengan pisau dan jarum, sebelum munculnya laser


penatalaksanaan PCO telah dilakukan menggunakan prosedur pembedahan
dimana sebuah irisan dibuat pada kapsul posterior dengan pisau Ziegler atau
jarum bent . Kapsulotomi posterior sekunder dibuat untuk PCO mengikuti
EKEK dan mungkin juga dilakukan pada PCO yang sangat tipis.

2. Pengelupasan dan aspirasi dari mutiara menggunakan krioterapi.


Riebsamen dan kawan-kawan mendeskripsikan sebuah teknik pengelupasan
pada epitel muatiara dimana pengelupasan dengan alat yang digenggam
dibelakang IOL dari limbus terhubungan dengan sebuah mesin penghisap
(suction). Teknik ini tidak terlalu efektif untuk mengobati robekan fibrosis
kapsul. Bhargava dan kawan-kawan mengevaluasi efikasi dari operasi
dengan cara pengelupasan dan aspirasi dari mutiara PCO menggunakan
sebuah desain kanula khusus dan menemukan bahwa tindakan pengelupasan
dan aspirasi dari mutiara dapat menjadi salah satu alternatif dari kapsulotomi
laser Nd: YAG untuk PCO membranosa. Rekurensi munculnya lapisan
mutiara, uveitis dan udem macula cystoid adalah penyebab tersering
berkurangnya penglihatan. Beberapa penulis juga menyarankan krioterapi
untuk mencegah PCO.

3. Laser kapsulotomi Neodymium Yttrium Aluminium Garnet (Nd:


YAG),adalah sebuah alat oftalmik dimana aplikasinya menggunakan
konversi teknik operasi dari intrakapsular ke ekstrakapsular pada operasi
katarak. Cara ini akan meningkatkan ukuran dengan memperhalus sudut dari
kapsul yang diretraksi dan menjadikan kapsul lebih berbentuk sirkular. Saat
ini kapsulotomi Nd: YAG telah mengganti posisi tindakan operasi invasif
sebagai modalitas terapi yang paling sering dilakukan untuk tatalaksana
PCO.

28
Kebutuhan untuk dilakukannya kapsulotomi tergantung dari gangguan fungsi
penglihatan yang diderita pasien, rasa tidak nyaman, ketergantungan dan
munculnya faktor resiko yang berhubungan dengan penyakit seperti myopia,
riwayat detachment retina, resiko tinggi udem cystoid macular dan hanya sebelah
mata yang berfungsi untuk melihat. Bhargava dan kawan-kawan memperkirakan
tingkat kebutuhah energi rata-rata untuk subtype PCO dan menemukan bahwa
rata-rata energi yang dibutuhkan untuk membentuk kapsulotomi pada jaringan
fibrosa dan mutiara untuk membentuk PCO sangat signifikan. Berbeda PCO
fibrosa lebih tipis dan membutuhkan lebih banyak energi jika dibandingkan
dengan PCO membranosa yang lebih tipis.

Stager dan kawan-kawan meneliti keefektifan laser kapsulotomi Nd: YAG untuk
terapi PCO pada anak dengan IOL akrilik. Dari total 51 mata (70%) yang di
evaluasi setelah menjalani prosedur Nd: YAG tunggal didapatkan penglihatan
yang jernih, 10 mata (84% kumulatif) setelah dilakukan 2 prosedur, dan 3 mata
lainnya (88% kumulatif) setelah 3 prosedur (rentang periode followup: 3–92
bulan; median: 25 bulan). Mereka menyimpulkan laser kapsulotomi Nd: YAG
adalah salah satu pilihan yang dapat diterima untuk menatalaksana PCO setelah
pemasangan IOL akrilik pada anak. Pada penelitian prospektif pada 474 pasien
dengan PCO yang menjalani laser kapsulotomi,Bhargava dan kawan-kawan
menemukan hubungan yang signifikan antara rata-rata energi laser total dan
komplikasi lain seperti lubang IOL, naiknya IOL, CME dan detachment retina.
Peneliti menyimpulkan bahwa subtype PCO dan fiksasi IOL secara signifikan
mempengaruhi kebutuhan energy laser yang dibutuhkan untuk kaspulotomi,
sedangkan biometri IOL tidak. Komplikasi seperti terbentuknya lubang, uveitis
peningkatan TIO, RD dan CME secara signifikan lebih banyak ketika diberikan
energi laser total untuk tatalaksana.

Laser capsulotomy Nd YAG diindikasikan untuk terapi PCO yang menyebabkan


berkurangnya tajam penglihatan atau fungsi penglihatan atau keduanya pada
pasien. Kontraindikasi capsulotomy laser Nd YAG dibagi menjadi
kontraindikasi absolut dan relatif. Kontraindikasi absolutnya yaitu skar pada
kornea, iregularitas atau udem diperberat dengan visualisasi target atau
gangguan optic yang tidak dapat diprediksikan dan stabilita inadekuat pada
mata. Sedangkan kontraindikasi relative nya adalah lensa intraokuler kaca

29
dicurigai adanya udem macular cystoid, inflamasi intraokuler aktif, risiko tinggi
terjadi lepasnya retina.

Sebelum dilakukannya laser capsulotomy indirek persiapan yang harus


dilakukan untuk mengukur opasitas kapsul secara signifikan adalah :

1. Edukasi kepada pasien bahwa tindakan ini menyebabkan rasa nyeri yang
minimal, prosedur siap dalam beberapa menit. Saat tindakan mungkin akan
terdengar suara klik, hal tersebut berguna untuk mempertahankan posisi
pasien yang tepat.
2. Visualisasi menggunakan oftalmoskop direk dari struktur fundus
3. Retinoskopi evaluasi reflek merah menggunakan slit lamp dan oftalmoskop
direk atau indirek
4. Evaluasi menggunakan laser interferometer.
5. Evaluasi tajam penglihatan potensial
6. Angiografi fluorescein
7. Evaluasi fundus menggunakan Hruby lens
Prosedur laser capsulotomy Nd YAG :

1. Digunakan kontak lensa peyman atau central Abraham untuk menstabilkan


mata, meningkatkan optic sinar laser, dan memfasilitasi daya fokus yang
akurat. Laser ini berguna untuk :
i. Meningkatkan sudut konvergensi dari 160 menjadi 240
ii. Mengurangi area laser pada kapsula posterior dari 21 µm menjadi 14
µm
iii. Meningkatkan diameter sinar pada kornea dan retina
2. Gunakan energi seminimal mungkin ( jika mungkin 1 mJ )
3. Identifikasi dan potong melewati tension line
4. Lakukan cruciate opening dimulai dari arah jam 12 pada perifer lanjutkan
dengan melewati arah jam 6 dan potong dari arah jam 3 dan 9.
5. Bersihkan semua sisa-sisanya.
6. Hindari potongan-potongan bebas yang mengambang
4. Vitrektomi dan kapsulotomi posterior primer, Guo dan asisten peneliti
menelaah kembali sumber kepustakaan yang berhubungan dengan operasi
katarak pada anak dan menemukan bahwa terdapat konsensu untuk

30
melakukan PCCC dengan vitrektomi anterior pada anak-anak yang berusia
dibawah 6-7 tahun. PCCC sendiri dapat menghambat onset PCO tetapi tidak
menghilangkannya.

Terapi PCO yang dapat diberikan pada anak-anak adalah membranektomi pars
plana. Menurut Mitra dan kawan-kawan yang mengusulkan kapsulovitrektomi pars
plana pada PCO dimana laser Nd: YAG tidak terlalu efektif untuk menjernihkan axis
penglihatan dan mereka menemukan keberhasilan dalam penetrasi pada membrane
yang tipis. Penelitian Lee dan kawan-kawan pada tahun 2004 melaporkan kasus
sebuah kasus mengenai kepadatan PCO dan opaksitas hialoid anterior setelah ekstraksi
katarak kongenital yang berhasil dan dengan mudah dihilangkan menggunakan sistem
TSC dan melakukan perawatan rutin terhadap axis penglihatan yang sudah bersih.

Lam dan kawan-kawan mengevaluasi keamanan dan efikasi membranektomi


pars plana menggunakan jarum sistem TSV 25-gauge didalam manajemen operasi
PCO pada 10 mata pseudofakia dari 6 orang anak (mean usia: 35.1 ± 37.8 bulan;
rentang usia: 6–93 bulan). Semua mata menunjukkan perbaikan tajam penglihatan dari
rata-rata 6/67 sebelum tindakan menjadi 6/29 setelah operasi (p = 0.001). Satu mata
pada pasien dengan uveitis menyebabkan terbentuknya PCO rekuren dan kapsulotomi
kedua dilakukan kembali menggunakan sistem TSV dan jarum 25-gauge. Lam dan
kawan-kawan menyimpulkan operasi PCO menggunakan jarum 25 G sistem TSV
adalah salah satu cara yang paling aman dan evektif. Keuntungan tindakan ini meliputi
manipulasi yang mudah dengan peralatan yang sangat kecil di mata anak-anak.

Hasil penelitian Wasserman dan kawan-kawan terhadap 367 Nd:YAG


kapsulotomi laser posterior dan hubungan perubahan Tekanan Intra Okuler (TIO),
integritas sel endotel kornea dan tajam penglihatan. Rata-rata nilai maksimal yang
menginduksi peningkatan TIO adalah 1.4 mmHg dan hal ini muncul dalam satujam
pertama kapsulotomi. Angka rata-rata kehilangan sel endotel kornea adalah 7%. Tajam
penglihatan meningkta lebih baik sekitar 20/30 pada 87.5% pasien.

Menurut penelitian Mitra dan kawan-kawan yang melakukan kapsuloviterktomi


pars plana dalam kasus PCO dimana laser Nd:YAG tidak terlalu efektif untuk
mengkoreksi axis penglihatan dan mereka menemukan cara untuk melakukan
penetrasi kedalam membran tipis pupil.

31
Penelitian Xie dan kawan-kawan yang mengevaluasi hasil kapsulotomi pars
plana dan vitrektomi dengan infuse melewati limbus untuk menghilangkan PCO pada
51 anak (57 mata pseudofakia) dimana hal ini mungkin dilakukan menggunakan
prosedur kapsulotomi Nd:YAG. Inti kapsul posterior yang opak dan vitreous anterior
berhasil dihilangkan pada semua pasien tanpa disertai komplikasi. Sebuah lubang bulat
dengan diameter 3–4 mm diletakkan pada bagian tengah dari kapsul posterior dengan
tajam penglihatan ≥0.3 pada 51.9% mata dibulan ke 3 dan axis visual yang jernih
didapatkan selama periode follow up selama 30 bulan. Pada penelitian lainnya Xie dan
kawan-kawan juga menemukan bahwa kapsulektomi pars plana dan vitrektomi adalah
tindakan yang aman dan efektif untuk PCO pada anak-anak dengan pseudofaki dimana
penglihatan setelah penyembuhan menjadi lebih baik, TIO postoperasi normal dan
rata-rata kehilangan sel endothelial secara keseluruhan adalah sebesar 3.4%.

Pencegahan PCO
Dr. Apple telah mengidentifikasi enam faktor penting dalam pencegahan PCO:
1. Tiga faktor bedah :
a. Pembersihan kortikal dengan peningkatan hydrodissection
b. Diameter curvilinear capsulorhexis lebih kecil dibandingkan dengan
optic IOL
c. Fiksasi posterior chamber IOL
2. Tiga faktor terkait IOL :
a. Geometri IOL: bentuk persegi, tepi terpotong
b. Biokampatibilitasa dari biomaterial IOL (stimulasi dari proliferasi IOL)
c. Kontak maksimal antara IOL dengan kapsul posterior
Dr. Apple menemukan bahwa pembersihan kortikal dengan peningkatan
hydrodissection faktor terpenting. Pada pembersihan sel yang baik tanpa adanya
bagian yang tertinggal pada kantung kapsular akan mencegah terjadinya pembentukan
katarak sekunder.

Beberapa peneliti lainnya menemukan bahwa pemberian infuse farmako


seperti lidokain bebas preserfatif 1% dapat meningkatkan pembersihan korteks,
meskipun belum diteliti dalam jangka panjang.

32
Komplikasi PCO
Terkadang ada bagian dari katarak yang jatuh ke dalam vitreus sehingga harus
dilakukan operasi ulang untuk mengambilnya. Perdaraha di dalam vireus sat operasi
dapat menyebabkan hilangnya penglihatan permanen. Infeksi dapat terjadi beberapa
hari sampai beberapa minggu setelah operasi. Berikan antibiotik untuk mencegahnya.
Udem kornea sering terjadi akibat operasi katarak.
Prognosis PCO
Operasi katarak umumnya aman. Tetapi bagimanapun hasil dan komplikasi
operasi tidak dapat dipastikan. Penglihatan setelah operasi tergantung dengan kondisi
kesehatan mata. Umumnya pasien merasa puas karena penglihatan membaik, tetapi
sebagian kecil pasien merasa terganggu dengan adanya efek samping pada lensa
intraokular yang ditanam karena adanya halo, merasa ada banda asing yang
berterbangan, atau bayangan.

3.7 Prognosis
Apabila pada proses pematangan katarak dilakukan penanganan yang tepat maka
tidak menimbulkan komplikasi serta dilakukan tindakan pembedahan pada saat yang tepat
maka prognosis umumnya baik.

3.8 Pencegahan
Katarak senil tidak dapat dicegah karena penyebab terjadinya adalah faktor usia,
namun dapat dilakukan pencegahan terhadap hal-hal yang memperberat seperti mengontrol
penyakit metabolik, mencegah paparan langsung terhatap sinar ultraviolet dengan
menggunakan kaca mata gelap dan sebagainya. Pemberian intake antioksidan (seperti asam
vitamin A, C dan E) juga bermanfaat untuk menghambat progresivitas katarak.

33
ANALISA KASUS
Berdasarkan teori Berdasarkan kasus
Definisi Katarak senil adalah semua kekeruhan lensa Pasien perempuan usia 73 tahun
yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di
atas 50 tahun.
Gejala 1. Penurunan tajam penglihatan yang 1. Penglihatan pada mata kiri
terjadi secara progresif atau perlahan buram sejak 4 bulan yang lalu
2. Penglihatan seperti berkabut atau 2. Pasien merasa penglihatan
berasap semakin kabur pada kedua
3. Mata merasa silau mata
4. Melihat halo sekitar sinar 3. Pasien mendeskripsikan
5. Melihat warna terganggu penglihatan yang buram
6. Melihat ganda seperti tertutup kabut
7. Membaiknya penglihatan dekat 4. Sebelumnya pasien tidak
tanpa kacamata menggunakan kacamata
dalam kesehariannya.

Pemeriksaan Status Oftalmologis ODS 1. Visus OD 3/60, OS 2/60


Fisik 1. Penurunan tajam penglihatan yang 2. Kornea jernih, arkus senilis
progresif, tergantung derajat ODS (+)
kekeruhan lensa yang terjadi. Visus 3. COA: kedalaman sedang,
dapat > 6/12 sampai < 1/60 jernih
2. Terdapat kekeruhan pada lensa, 4. Iris: tidak terdapat sinekia
tergantung stadium kekeruhan yang anterior
terjadi. Pada stadium matur, 5. Lensa ODS keruh pada
kekeruhan lensa seluruhnya, cairan seluruh lensa dan shadow
lensa normal, iris normal, COA test (+)
normal, sudut bilik mata normal dan
shadow test (+)

Pemeriksaan 1. Pemeriksaan TIO dengan Tonometri Pada OD: TIO = 13,1 mmHg
Penunjang Schiotz: jika TIO dalam batas Pada OS TIO = 13,1 mmHg
normal (10-20 mmHg) dilakukan
dilatasi pupil dengan tetes mata
Tropicanamide 0.5%. Setelah pupil
cukup lebar dilakukan pemeriksaan
dengan slit lamp untuk melihat
derajat kekeruhan lensa apakah
sesuai dengan visus pasien
2. Pemeriksaan funduskopi jika masih
memungkinkan

Terapi 1. Penatalaksanaan non bedah untuk 1. Pada ODS: Pasien dapat


visus lebih baik atau sama dengan disarankan dilakukan operasi
6/12, yaitu pemberian kacamata apabila memenuhi indikasi
dengan koreksi terbaik. operasi yaitu indikasi optik
2. Jika visus masih lebih baik dari 6/12 karena visus OS 2/60 dan OD
tetapi sudah mengganggu untuk 3/60

34
melakukan aktivitas yang berkaitan 2. Terapi bedah: pasien
dengan pekerjaan pasien atau ada disarankan untuk dilakukan
indikasi medis lain untuk operasi, operasi ECCE atau
pasien dapat dilakukan operasi Fakoemulsifikasi + IOL pada
katarak OS apabila katarak
3. Tatalaksana pasien katarak dengan mengganggu penglihatan
visus terbaik kurang dari 6/12 adalah dan aktivitas sehari-hari
operasi katarak berupa EKEK + IOL 3. Terapi edukasi :
atau fakoemulsifikasi + IOL dengan mengedukasi mengenai
mempertimbangkan ketersediaan operasi, rutin kontrol setelah
alat, derajat kekeruhan katarak dan operasi, dan perawatan pasca
tingkat kemampuan ahli bedah operasi.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. American Optometric Association. 2019. Cataract. Available from:


https://www.aoa.org/patients-and-public/eye-and-vision-problems/ glossary-of-eye-
and-vision-conditions/cataract (Diakses pada bulan Maret 2019).
2. Eva PR & Whitcher JP. 2015. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Edisi 17. EGC:
Jakarta.
3. Ilyas HS & Yulianti SR. 2015. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Badan Penerbit FKUI:
Jakarta.
4. National Eye Institute. 2015. Facts About Cataract. Available from:
https://nei.nih.gov/health/cataract/cataract_facts (Diakses pada bulan Maret 2019).
5. Nithasari A. 2010. Katarak. Universitas Diponegoro: Semarang.
6. Saputra N, Handini MC & Sinaga TR. 2018. Faktor Risiko Yang Mempengaruhi
Kejadian Katarak (Studi Kasus Kontrol Di Poli Klinik Mata Rsud Dr. Pirngadi Medan
Tahun 2017). Volume 2 nomer 1. Jurnal Ilmiah Simantek:104-113.

36

You might also like