You are on page 1of 23

Nama : Maymunah

NPM : 2016 21 029

Contoh kasus teori Betty Neuman:

Ny S sedang hamil dengan usia kandunganya 7bln, namun Ny S mengalami kelainan


pada janinnya yang disebabkan karena kekurangan nutrisi pada janin yang ada
dikandungannya. Saat ini Ny S dirawat disalah satu RS , dan dokter menyarankan agar Ny S
segera melakukan tindakan operasi agar janin yang dikandungannya dapat terselamatkan. Di
RS tersebut Ny S mendapatkan informasi dalam rangkaian meningkatkan kesehatan untuk
dirinya dan janin yang dikandungnya Promotif. Pihak RS tersebut memberikan usaha
pencegahan agar Ny S tidak mengalami hal-hal yang buruk terhadap janinnya, salah satu
usaha pencegahan yang diberikan yaitu, menjaga kondisi Ny S agar tetap stabil Preventif.
Keluarga dari Ny S dan pihak RS memutuskan untuk melakukakn tindakan operasi saat itu
juga, operasinya pun berjalan dengan lancar dan bayinya dapat terselamatkan Kuratif. Setelah
melalui proses operasi Ny S dibimbing untuk menuju pemulihan Rehabilitatif. Saat Ny S
mengalami pemulihan, Ny S diharapkan tetap menjaga kondisi dan kesehatannya jika
mengalami kehamilan selajutnya, yang tujuannya agar hal ini tidak terulang kembali pada
kehamilan yang berikutnya Rekomendasi.

Contoh soal:

1. Apa jenis stressor pada kasus tersebut, serta berikan bukti?

jawab: Kasus tersebut termasuk dalam jenis stressor lingkungan, buktinya dapat kita ketahui
dari penyebab terjadinya kelainan pada janin yang dikandung Ny S, penyebabnya
dikarenakan Kekurangan nutrisi pada janin yang ada dikandungan Ny S, maka itu merupakan
faktor dari lingkungan atau stressor lingkungan.
Nama : Ayu Wulan Sari

NPM : 201621028

Contoh Kasus menurut Betty Newman

Sebuah keluarga yang bahagia sedang menantikan kehadiran anak pertama mereka.
Sang ibu telah mengandung 2 bulan. Namun, suatu saat ibu mengalami perdarahan dan
menurut dokter kehamilan tersebut tidak bisa dipertahankan. Oleh karena itu dilakukan aborsi
untuk menyelamatkan jiwa ibunya Pada kasus di atas, perasaan duka cita dari pasangan
tersebut memiliki karakteristik yang kompleks. Misalnya, sang ibu berduka karena calon
bayinya tidak bisa dipertahankan (kehilangan interpersonal), atau hilangnya harapan terhadap
kehamilan yang telah ditunggu-tunggu(kehilangan intrapersonal), atau barangkali merasa
bersalah kepada anggota keluarga lainnya karena tidak sesuai harapan mereka (kehilangan
ekstrapersonal). Ketika kita akan menentukan tingkat pengaruh kehilangan pada diri
seseorang, kita juga harus mengkaji dampak dari perasaa kehilangan tersebut pada kehidupan
mereka sehari-hari, cara mereka mengatasi mengatasi kesedihannya, atau nilai-nilai dan
kepercayaan yang dianut mengenai kehilangan. Secara umum kita akan mengkaji fungsi dari
masing-masing garis pertahanan fleksibel, garis pertahanan normal, garis perlawanan, dan
struktur dasar. Pengkajian harus meliputi banyak aspek, meliputi : aspek fisiologis, spiritual,
psikologis, perkembangan, dan sosial budaya. Untuk membantu pasangan tersebut mencapai
rekonstitusi, dukungan interpersonal dan ekstrapersonal merupakan 3 hal penting yang perlu
dikaji. Siapakah anggota keluarga yang dapat memberikan dukungan positif?. Apakah sistem
pendukung secara kultural dapat diterima oleh pasangan trsebut?. Setiap orangtua akan
memberikan reaksi yang berbeda, tergantung pada struktur dasar yang dimilikinya. Sebuah
penelitian telah membuktikan adanya perbedaan respon berdasarkan jender terhadap perasaan
kehilangan pada masa perinatal, maka respon terhadap pengalaman duka cita bagi masing-
masing orang tidak akan sama termasuk rentang waktu pemulihannya pun berbeda.
Perbedaan dalam proses duka cita tentu akan memberikan stres tambahan diantara para
orangtua.Selanjutnya, faktor-taktor ekstrapersonal berpotensi memberikan dampak bagi
mereka. Setelah dilakukan pengkajian secara menyeluruh, selanjutnya tahapan perencanaan,
intervensi, dan evaluasi akan menggunakan proses yang sama. Perangkat penilaian akan
mengukur hal-hal yang akan berdampak secara khusus pada aspek-aspek fisiologis,
psikologis rohani, sosial budaya, dan perkembangan. Misalnya aspek sosial budaya akan
mempengaruhi jenis intervensi yang bisa diterima oleh keluarga. Kehilangan pada masa
perinatal merupakan suatu pengalaman yang sangat pribadi bagi banyak orang. Pemahaman
mengenai arti dari pengalaman pribadi akan sangat membantu petugas kesehatan untuk
menentukan intervensi yang spesifik dan terbaik. Intervensi terhadap gangguan fisiologis
yang dapat menghalangi proses rekonstitusi bisa juga diberikan tergantug kondisi klien,
misalnya perubahan pola tidur, nutrisi, dan sebagainya. Selanjutnya, perawat perlu
mempertimbangkan aspek perkembangan seseorang dari perasaan berduka. Intervensi yang
sesuai untuk ibu muda primigravida tentunya akan sangat berbeda dengan ibu yang telah
memiliki anak sebelumnya.
1. Perencanaan Perencanaan yang dapat dilakukan adalah :
a. Lakukan pendidikan kesehatan tentang penyakit gangguan kardiovaskuler
b. Lakukan demonstrasi keterampilan cara menangani stress dan teknik relaksasi
c. Lakukan deteksi dini tanda-tanda gangguan penyakit kardiovaskuler melalui
pemeriksaan tekanan darah
d. Lakukan kerja sama dengan ahli gizi untuk menetapkan diet yang tepat bagi
yang berisiko
e. Lakukan kerjasama dengan petugas dan aparat pemerintah setempat untuk
memperbaiki lingkungan atau komunitas apabila menjadi penyebab stressor
f. Lakukan rujukan ke rumah sakit bila di perlukan
2. Pelaksanaan Perawat bertanggung jawab untuk melaksanakan tindakan yang telah
direncanakan yang sifatnya :
a. Bantuan untuk mengatasi masalah gangguan penyakit kardiovaskuler di
komunitas
b. Mempertahankan kondisi yang seimbang dalam hal ini sehat melaksanakan
peningkatan kesehatan
c. Mendidik komunitas tentang perilaku sehat untuk mencegah gangguan
penyakit kardiovaskuler
d. Sebagai advokat komunitas yang sekaligus menfasilitasi terpenuhinya
kebutuhan komunitas.
3. Evaluasi dan penilaian
a. Menilai respons verbal dan nonverbal komunitas setelah dilakukan intervensi
b. Mencatat adanya kasus baru yang di rujuk ke rumah sakit.
Nama : Kadarisna

Npm : 2016 21 020

Contoh kasus Teori Betty Neuman:

Setelah lulus SMA Andi pergi ke Jambi untuk kuliah, dan Andi memiliki lingungan yang
baru, setelah 3 bulan Andi tinggal dilikungan tersebut. Andi sangat jarang memperhatikan
kebersihan rumah, dan di bulan ke-4 Andi merasakan sakit dan suhu badan yang meningkat.
Ansi sangat tidak memperhatikan lingkungannya dan ia terganggu kesehatannya. Oleh karena
itu ia harus dirawat di rumah sakit karena kemalasannya membersihkan rumah.

Penyelesaian:

Andi Mengalami Stresor Interpersonal , Informasu yang kurang tentang lingkungan barunya
dan ia pun tidak mencegah dengan tidak pernah membersihkan rumahnya. Pengobatan Andi
pun berlangsung Lumayan lama dari ia harus memeriksakan ke labor sampai harus dirawat
beberapa hari, ia harus lebih bersih dan lebih merawat dirinya dan lingkungannya, dokter pun
merekomendasi bahwa lingkungan Andi harus Rutin dibersihkan sehingga Penyakir Tidak
terulang lagi
Nama : Susilawati

Npm : 2016 21 019

KASUS :

Seorang laki-laki usia 65 tahun menderita kanker kolon terminal dengan metastase yang
telah resisten terhadap tindakan kemoterapi dan radiasi dibawa ke IGD karena jatuh dari
kamar mandi dan menyebabkan robekan di kepala. laki-laki tersebut mengalami nyeri
abdomen dan tulang dan kepala yang hebat dimana sudah tidak dapat lagi diatasi dengan
pemberian dosis morphin intravena. Hal itu ditunjukkan dengan adanya rintihan ketika
istirahat dan nyeri bertambah hebat saat laki-laki itu mengubah posisinya. Walapun klien
tampak bisa tidur namun ia sering meminta diberikan obat analgesik. Kondisi klien semakin
melemah dan mengalami sesak yang tersengal-sengal sehingga mutlak membutuhkan
bantuan oksigen dan berdasar diagnosa dokter, klien maksimal hanya dapat bertahan
beberapa hari saja.

Melihat penderitaan pasien yang terlihat kesakitan dan mendengar informasi dari dokter,
keluarga memutuskan untuk mempercepat proses kematian pasien melalui euthanasia pasif
dengan pelepasan alat-alat kedokteran yaitu oksigen dan obat obatan lain dan dengan
keinginan agar dosis analgesik ditambah. Dr spesilalist onkologi yang ditelp pada saat itu
memberikan advist dosis morfin yang rendah dan tidak bersedia menaikan dosis yang ada
karena sudah maksimal dan dapat bertentangan dengan UU yang ada. Apa yang seharusnya
dilakukan oleh anda selaku perawat yang berdinas di IGD saat itu menghadapi desakan
keluarga yang terus dilakukan?.

Kasus di atas merupakan salah satu contoh masalah dilema etik (ethical dilemma).
Dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan
atau suatu situasi dimana alternatif yang memuaskan dan tidak memuaskan sebanding. Dalam
dilema etik tidak ada yang benar atau salah. Untuk membuat keputusan yang etis, seseorang
harus tergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional. Kerangkan pemecahan
dilema etik banyak diutarakan dan pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan
pemecahan masalah secara ilmiah (Thompson & Thompson, 1985).

Kozier et. al (2004) menjelaskan kerangka pemecahan dilema etik sebagai berikut :

 Mengembangkan data dasar


 Mengidentifikasi konflik
 Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan
mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut
 Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat
 Mendefinisikan kewajiban perawat
 Membuat keputusan
PEMECAHAN KASUS DILEMA ETIK

1. Mengembangkan data dasar :


Mengembangkan data dasar disini adalah dengan mencari lebih lanjut informasi
yang ada mengenai dilema etik yang sedang dihadapi. Mengembangkan data dasar
melalui :
a) Menggali informasi lebih dalam terhadap pihak pihak yang terlibat meliputi
: Klien, keluarga dokter, dan perawat.
b) Identifikasi mengenai tindakan yang diusulkan : tidak menuruti keinginan
keluarga untuk melepas alat bantu nafas atau juga untuk memberikan
penambahan dosis morphin.
c) Maksud dari tindakan tersebut : agar tidak membahayakan diri klien dan
tidak melanggar peraturan yang berlaku.
d) Konsekuensi tindakan yang diusulkan, bila tidak menuruti keluarga untuk
melepas alat bantu nafas dan tidak diberikan penambahan dosis morphin,
klien dan keluarganya menyalahkan perawat karena dianggap membiarkan
pasien menderita dan apabila keluarga klien kecewa terhadap pelayanan di
IGD mereka bisa menuntut ke rumah sakit.

2. Mengidentifikasi konflik akibat situasi tersebut :


3. Penderitaan klien dengan kanker colon yang sudah mengalami metastase mengeluh
nyeri yang tidak berkurang dengan dosis morphin yang telah ditetapkan. Keluarga
meminta penambahan dosis pemberian morphin untuk mengurangi keluhan nyerinya
dan memutuskan untuk tidak memberikan alat bantu apapun termasuk oksigen,
Keluarga mendukung keinginan klien agar terbebas dari keluhan nyeri. Konflik yang
terjadi adalah :
a) Tidak memberikan Oksigen dan penambahan dosis pemberian morphin
dapat mempercepat kematian klien yang berarti melanggar prinsip etik
Beneficience- Nonmaleficience
b) Tidak memenuhi keinginan klien terkait dengan pelanggaran hak klien yang
dapat melanggar nilai autonomy.
4. Tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan konsekuensi
tindakan tersebut
a. Tidak menuruti keinginan pasien tentang penambahan dosis obat
pengurang nyeri dan melepaskan oksigen
b. Tidak menuruti keinginan klien, dan perawat membantu untuk
manajemen nyeri.
c. Menuruti keinginan klien untuk menambah dosis morphin namun
tidak sering dan apabila diperlukan.
5. Konsekuensi :
1) Tidak mempercepat kematian klien
2) Membiarkan Klien meninggal sesuai proses semestinya
3) Tidak melanggar peraturan mengenai pemberian morfin
4) Keluhan nyeri pada klien akan tetap berlangsung
5) Pelanggaran terhadap hak pasien untuk menentukan nasibnya sendiri
6) Keluarga dan pasien cemas dengan situasi tersebut
6. Konsekuensi :
1) Tidak mempercepat kematian pasien
2) Klien dibawa pada kondisi untuk beradaptasi pada nyerinya (meningkatkan
ambang nyeri)
3) Keinginan klien untuk menentukan nasibnya sendiri tidak terpenuhi.
7. Konsekuensi :
1) Risiko mempercepat kematian klien sedikit dapat dikurangi
2) Klien pada saat tertentu bisa merasakan terbebas dari nyeri
sehingga ia dapat cukup beristirahat.
3) Hak klien sebagian dapat terpenuhi.
4) Kecemasan pada klien dan keluarganya dapat sedikit
dikurangi.
5) Beresiko melanggar peraturan yang berlaku.

c. Tidak menuruti keinginan keluarga dan membantu keluarga dalam proses


berdukanya
8. Konsekuensi :
1) Tidak mempercepat kematian klien
2) Keluarga dapat melewati proses berduka dengan seharusnya
3) Keluarga tidak menginginkan dilakuakn euthanasia terhadap
pasien
Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat :
Pada kasus di atas dokter adalah pihak yang membuat keputusan, karena
dokterlah yang secara legal dapat memberikan ijin penambahan dosis morphin.
Namun hal ini perlu didiskusikan dengan klien dan keluarganya mengenai efek
samping yang dapat ditimbulkan dari penambahan dosis tersebut. Perawat membantu
klien dan keluarga klien dalam membuat keputusan bagi dirinya. Perawat selalu
mendampingi pasien dan terlibat langsung dalam asuhan keperawatan yang dapat
mengobservasi mengenai respon nyeri, kontrol emosi dan mekanisme koping klien,
mengajarkan manajemen nyeri, sistem dukungan dari keluarga serta sistem berduka
keluarga dan lain-lain.
9. Mendefinisikan kewajiban perawat
1) Memfasilitasi klien dalam manajemen nyeri yang sesuai
2) Membantu proses adaptasi klien terhadap nyeri /
meningkatkan ambang nyeri
3) Mengoptimalkan sistem dukungan keluarga untuk pasien
4) Membantu klien untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan
Yang Maha Esa sesuai dengan keyakinannya
5) Membantu Keluarga untuk menemukan mekanisme koping
yang adaptif terhadap masalah yang sedang dihadapi

6. Membuat keputusan

Dalam kasus di atas terdapat dua tindakan yang memiliki risiko dan konsekuensi masing-
masing terhadap klien. Perawat dan dokter perlu mempertimbangkan pendekatan yang paling
menguntungkan / paling tepat untuk klien. Namun upaya alternatif tindakan lain perlu
dilakukan terlebih dahulu misalnya manajemen nyeri (relaksasi, pengalihan perhatian, atau
meditasi) beserta perbaikan terhadap sistem berduka keluarga dan kemudian dievaluasi
efektifitasnya. Apabila terbukti efektif diteruskan namun apabila alternatif tindakan tidak
efektif maka keputusan yang sudah ditetapkan antara petugas kesehatan dan klien/
keluarganya akan dilaksanakan.
Nama : Silvi Eka Putri

Npm : 2016 21 034

Data Subyektif

1. Biodata/Identifitas

Nama anak : An “A”

Umur : 15 bulan

Jenis kelamin : Perempuan

Lahir : Normal (Spontan B)

Tempat/tanggal lahir : Surabaya, 23 April 2014

Diagnosa Medis : Kejang Demam + Faringitis

Tanggal MRS : 11 September 2014 jam 03.30 WIB

Nama Ibu : Ny. “H”

Umur : 29 tahun

Agama : Islam

Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : -

Penghasilan : -

Alamat : Cempaka Putih Timur Jl.Cempaka warna 42 Jakarta

Nama Ayah : Tn. “B”

Umur : 31 tahun

Agama : Islam

Suku/Bangsa : Batak/Indonesia

Pendidikan : S1

Pekerjaan : Swasta

Penghasilan : Rp 3.000.000/bulan

Alamat : Cempaka Putih Timur Jl.Cempaka warna 42 Jakarta


2. Riwayat Penyakit Sekarang
A. Keluhan utama : Ibu mengatakan bahwa anaknya panas sejak 7-11-2014
jam 14.30 WIB
B. Perjalanan penyakit sekarang
Tanggal 7-11-2014 jam 14.30 WIB Anak mulai panas lalu
diberi obat penurun panas (Sirup Sanmol) 1 kali dan
dikompres, disertai batuk dan pilek. Tetapi panas tidak turun.
Muntah sebanyak 2 kali yaitu jam 23.30 WIB dan 01.30 WIB
sebanyak ± 2-3 sendok makan dengan berisi makanan. Lalu
kejang terjadi pada jam 02.30 WIB sebanyak 1 kali, lamanya ±
5-10 menit, tidak mengeluarkan busa dari mulut. Keadaan saat
kejang adalah mata melirik ke atas, kedua tangan fleksi, dan
kedua kaki kaku (ekstensi). Setelah kejang terjadi anak
langsung menangis. Batuk tidak mengeluarkan dahak, suara
grok-grok, konsistensi pilek agak kental, jernih, dan keluar
kadang-kadang, tetapi tidak sesak.
3.
C. Penyakit Riwayat Dahulu
1. Sebelumnya anak tidak pernah menderita/mengalami kejang,
epilepsi, trauma kepala, radang selaput otak, ostitis media akut.
Penyakit yang pernah diderita anak yaitu panas, batuk, pilek
tetapi jarang terjadi.
2. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
3. a. Prenatal : selama hamil sehat tidak ada kelainan
seperti pendarahan dan sakit panas, Ibu hanya minum obat yang
diberikan bidan. Ibu tidak minum ja
4. b. Natal : melahirkan usia kehamilan 9 bulan,
spontan, tidak ada kelainan, anak langsung menangis keras, BB
: 3300 gr PB : 48cm.
5. c. Post Natal: bayi sehat, menetek kuat, tidak ada
kelainan, tali pusat lepas hari ke 7.
Riwayat Imunisasi:
1. Ibu mengatakan bahwa imunisasi anaknya sudah lengkap.
2. Reaksi setelah mendapat imunisasi DPT anak panas tetapi
tidak kejang, sembuh dengan meminum obat yang
diberikan petugas kesehatan.
Riwayat Perkembangan Anak

Riwayat personal sosial :

Anak mudah beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya. Anak masih


ngompol dan belum bisa memberi tahu orang tua bila ingin BAK/BAB.

Gerakan motorik kasar :


anak sudah bisa berjalan, mendorong, dan menarik kursi, dapat
mengerjakan perintah secara sederhana.
Gerakan motorik halus :
anak bisa memegang pensil dan mencoret-coret.
Bahasa :
anak sudah bisa bicara beberapa kata, misalnya : mama, papa, memanggil
kakaknya (Iza), dan memanggil binatang peliharaan (anjing), minum, dll.
Kesimpulan :
Tidak ada kelainan dalam perkembangan.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
1. Ayah : tidak ada keluarga yang menderita penyakit epilepsi, kelainan syaraf,
penyakit menular ataupun menurun dari ayah.
2. Ibu : ibu menderita hipotensi. Orang tua perempuan ibu menderita penyakit
diabetes mellitus sejak tahun 2009, dari keluarga ibu tidak ada yang
menderita kelainan syaraf, epilepsi.
3. Anak : kakaknya menderita sakit batuk dan pilek selama satu minggu
4. Riwayat Sosial
A. Yang mengasuh ibu sendiri, di rumah tidak ada pembantu ataupun
orang lain.
B. Hubungan dengan anggota keluarga baik: anak sangat dekat dan manja
dengan ibunya. Biasanya anak bermain bersama kakak apabila ditinggal ibu
memasak, mencuci, dan membersihkan rumah. Kakaknya berusia 9 tahun,
sudah kelas 4 SD.
C. Hubungan dengan teman sebaya : anak lebih banyak bermain di rumah
bersama ibunya. Kadang-kadang anak bermain dengan teman sebayanya
yang dekat dengan rumahnya.
D. Pembawaan secara umum

Anak tampak gelisah dan rewel, kadang-kadang menangis minta digendong,


anak sangat manja kepada ibunya.

5. Pola Kebiasaan dan Fungsi


a. Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
1. Sebelum sakit : mandi 2 kali/hari, keramas 2 kali/minggu, ganti celana
setiap ngompol, baju ganti tiap pagi dan sore.
2. Setelah sakit : mandi 2 kali/hari, tidak pernah keramas, ganti baju tiap
pagi dan sore dan celana ganti tiap ngompol.
3. Keluarga sangat khawatir saat anaknya kejang karena selama ini tidak ada
keluarga yang kejang. Keluarga tidak tahu cara pencegahan dan
pertolongan kejang. Kalau anak sakit biasanya dibawa ke dokter atau rumah
sakit bila setelah diberi obat paracetamol atau bodrexin tidak sembuh. Anak
bila sakit rewel, sering minta digendong. Anak tampak takut bila ada
petugas kesehatan yang akan melakukan perawatan/ tindakan medik.
b. Pola Nutrisi
1. Sebelum sakit : makan 3-4 kali/hari, dengan porsi satu mangkuk kecil
habis, tidak ada pantangan dalam makanan, komposisinya nasi tim dan
lauknya bervariasi tiap hari yaitu tahu, tempe, ikan laut, telur dan daging
kadang-kadang dengan ukuran 1 satu porsi sebesar korek api. Sayurnya
seperti bayam, sup, soto, dan lain-lain.
2. Minum : air putih ± 3 – 5 gelas (ukuran 100 cc), anak masih menetek.
3. Selama sakit : sehari makan 3 kali/hari, porsi yang disediakan rumah
sakit dimakan separuh. Komposisinya nasi tim, lauk, sayur, dan buah.
Anak lebih sering menetek. Minum air putih ± 4 – 6 kali/100 cc, pasi
(SGM 2) baru diberikan 2 sendok lalu dimuntahkan.
c. Pola Eliminasi
1. Sebelum sakit : BAK ± 4 – 5 kali/hari, warna kuning, nyeri tidak ada.
BAB lancar setiap pagi hari, konsistensi lembek, warna kuning.
2. Selama sakit : BAK ± 4 – 5 kali/hari, warna kuning, nyeri tidak ada.
BAB setiap hari, konsistensi lembek, warna kuning.
d. Pola Aktivitas dan Latihan
1. Sebelum sakit : Bermain bersama kakaknya ± 4 – 5 jam sehari, waktu
terbanyak bersama ibu. Bersama ayah kadang–kadang, antara 3 – 4 jam.
Biasanya anak juga bermain sendiri sambil melihat TV atau
mendengarkan musik sambil menari.
2. Selama sakit : aktivitas anak menjadi menurun karena terpasang infus
di tangan kiri, anak sering minta digendong ibu.
e. Pola Tidur dan Istirahat
1. Sebelum sakit : tidur malam antara jam 20.00 – 05.00 WIB, siang tidur
antara jam 12.00 – 15.00 WIB, terbangun bila ngompol.
2. Selama sakit : pada siang hari tidurnya sulit ± ½ - 1 jam, tidurnya sering
terbangun dan rewel minta digendong. Pada malam hari tidurnya jam 01.00
– 04.00 WIB, anak rewel dan tidurnya sering terjaga.

3. Data Obyektif
 Pemeriksaan Umum
1. Keadaan umum : lemah
2. Kesadaran : composmentis
3. Tekanan darah : -
4. Nadi : 132 kali/menit
5. Respirasi : 30 kali/menit
6. Suhu : 38,2 ºC
7. BB / TB : 9 kg / 77 cm
8. Status gizi : 2n + 82(1,5) + 8 = 11 kg 9/11 x 100 % = 81,8 % (gizi kurang)
 Pemeriksaan Fisik Umum
A. Kepala
1. Tak ada tanda – tanda mikrochepali ataupun makrochepali, lingkar kepala 46
cm, ubun – ubun besar menutup, bentuk kepala normal.
2. Rambut
3. Warna pirang, rambut tidak mudah dicabut, ketebalan rambut cukup, tidak
terdapat kutu.
4. Muka / wajah
5. Tidak ada rhisus sardonicus, simetris, tidak terdapat oedema, wajah tidak
tampak pucat.
B. Mata

Ketajaman penglihatan baik, palpebra simetris, tak ada midriasis atau


miosis, sklera tidak ikterus, konjungtiva tak anemis, pergerakan
normal, tak ada strabismus.

C. Hidung

Bentuk normal, tidak terdapat epistaksis, nampak keluar sekret


berwarna kental dan jumlahnya sedikit, tidak ada polip, tidak ada
pernapasan cuping hidung.

D. Telinga

Simetris kanan dan kiri, pendengaran normal, tak tampak keluar cairan.

E. Mulut

Simetris, tak tampak cyanosis, gigi berjumlah 8 buah, tak ada karies,
lidah bersih, tidak terdapat stomatis, tak ada strismus, bibir tampak
kering dan pecah-pecah

F. Tenggorokan

Tonsil tak tampak kemerahan dan tak tampak pembesaran, faring


tampak kemerahan, tak ada eksudat.

G. Leher

Tak ada kaku kuduk, tak ada pembesaran kelenjar tiroid, tak ada
pembesaran vena jugularis, tak ada pembesaran kelenjar getah bening.

H. Dada / Thorax

Lingkar dada 46 cm, bentuk dada normal, tak ada refraksi intercostal,
tidak terdapat ronchi, tak ada wheezing, pernaasan cepat dan iramanya
teratur.
Nama : Desi fitriyani

Npm : 2016- 21-023

Kasus Teori Levine

Nyonya gita, umur 30 tahun yang dirawat diruangan perawatan bedah saraf di salah satu
rumah sakit swasta dengan kelemahan tidak bisa menjaga keseimbangan sehingga bisa
terjatuh tanpa sebab dan tidak bisa berjalan karena Spinocerebellar Degeneration atau bisa
disebut Ataxia. Nyonya gita sudah 2 minggu dirawat didampingi oleh suami dan anaknya
yang masih kecil. Selama dirawat nyonya gita tidak pernah dimandikan karena kelemahan
yang diderita oleh nyonya gita dan adanya kepercayaan di kampung tempat dia tinggal bahwa
orang yang sakit tidak boleh dimandikan.

Analisis Kasus

1). Pengkajian

1. Konservasi Energi

Nyonya gita usia 30 tahun, mengalami kelemahan pada tidak bisa menjaga

keseimbangan, sehingga tidak bisa berjalan.

2. Konservasi Integritas Struktural

Karena kelemahan yang dialami yonya gita sehingga hal inilah yang membuat

nyonya gita tidak mampu melakukan perawatan diri, badan pasien tampak

kotor, kusam dan berbau.

3. Konservasi Integritas Personal

Pasien dan keluarga menganut kepercayaan dikampung tempat mereka tinggal

jika sakit tidak boleh dimandikan.

4. Konservasi Integritas Pasien

Perawat berbicara dengan anggota keluarga pasien dan mereka mengatakan

nyonya gita tidak mau dimandikan karena takut penyakitnya bertambah berat

bila banyak bergerak.

Diagnosa Keperawatan

Deficit perawat diri berdasarkan kelemahan fisik.


2). Intervensi / Implementasi

1. Terapeutik
2. Bina hubungan saling percaya:
3. Salam terapeutik
4. Memperkenalkan diri perawat
5. Menanyakan nama panggilan yang disukai
6. Menanyakan keadaan pasien saat ini
7. Supportif
8. Memberikan motivasi, semangat, dan support kepada pasien.
9. Intervensi
10. Konservasi energi
11. Membantu pasien dalam pemenuhan nutrisi yang kuat
12. Konservasi Integritas Structural
13. Membantu pasien dalam latihan ROM
14. Membantu pasien dalam personal hygiene
15. Konservasi Integritas Sosial
16. Menjaga privasi pasien
17. Menyapa pasien dengan sopan
18. Meminta izin sebelum melakukan tindakan
19. Melakukan terminasi setelah melakukan tindakan
20. Melindungi kebutuhan akan jarak
21. Konservasi Integritas Sosial

Perawat membantu menghadirkan keluarga dalam perawatan pasien termasuk menganjurkan


rohaniawan untuk memberikan support spritual kepada pasien.

3). Evaluasi

1) Pasien tampak bersih, segar dan rapi


2) Pasien dan keluarga mengerti dan mau berperan serta dalam pemenuhan kebutuhan
pasien.
Nama: Delia Ersa Mayori

Npm: 2016 21 033

CONTOH KASUS BETTY NEUMAN:

Ada Seorang pasien yang berinisial Ny.S yang sedang mengandung bayinya yang
berusia 5 bulan, Ny.S dan suami datang ke spesialis kandungan untuk memeriksakan keadaan
janin nya. Ny.S mengatakan beberapa hari ini sering merasakan tidak ada pergerakan pada
janin ,biasanya Ny.S merasakan pergerakan si janin dan merasakan detak jantung si janin
,Ny.S juga mengalami pendarahan hebat beberapa hari yang lalu ,tapi pada saat itu Ny.S tidak
langsung memeriksakannya ke speasialis kandungan dan membiarkannya. Dan saat sudah di
periksa Dokter ternyata Janin yang di kandung Ny.S sudah meninggal . Dokter menyarankan
kepada Ny.S untuk melakukan operasi sesar agar menyelamatkan jiwa si ibu.
Nama : Nofelia Cyntia Riski

Npm : 2016-21-025

Kasus mengenai teori : MADELEINE LEININGER

Teori yang menceritakan : Transkultural Nursing

Ny.Y, berusia 37 tahun masuk ke unit keperawatan onkologi dengan keluhan nyeri
pelvic dan pengeluaran cairan pervagina. Hasil pemeriksaaan Pap Smear didapatkan
menderita Ca Cerviks stadium II dan telah mengalami Histerektomy radikal dengan bilateral
salpingo-oophorectomy.

Riwayat kesehatan masa lalu : jarang melakukan pemeriksaan fisik secara teratur. Ny Y
mengatakan bahwa tidak pernah melakukan pemeriksaan payudara sendiri. Tinggi badan 5
kaki 4 inci dan BB 89 pound. Biasanya dia memiliki BB 110 pound. Dia seorang perokok dan
menghabiskan kurang lebih 2 pak sehari dan berlangsung selama 16 tahun. Dia sudah
memiliki 2 orang anak. Kehamilan pertama ketika dia berusia 16 tahun dan kehamilan yang
kedua saat berusia 18 tahun. Sejak saat itu dia menggunakan kontrasepsi oral secara teratur.
Dia menikah dan tinggal dengan suaminya bersama 2 orang anaknya dirumah ibunya, dengan
sanitasi lingkungan yang kurang baik. Suaminya seorang pengangguran. Dia menggambarkan
suaminya seorang yang emosional dan kasar.

Ny Y telah mengikuti pembedahan dengan baik kecuali satu hal dia belum mampu
mengosongkan kandung kemihnya. Dia masih merasakan nyeri dan mual post operasi. Hal itu
mengharuskan dia untuk menggunakan kateter intermitten di rumah. Obat yang digunakan
adalah antibiotic, analgetik untuk nyeri dan antiemetic untuk mualnya. Sebagai tambahan, dia
akan mendapatkan terapi radiasi sebagai pengobatan rawat jalan.

Ny Y sangat sedih. Dia menunjukkan perhatian yang sangat besar terhadap masa depannya
dan kedua anaknya. Dia percaya bahwa penyakit ini adalah sebuah hukuman akibat masa
lalunya.
Nama : Enis Saerani

Npm : 2016 21 022

Gambaran Kasus TEORI MADELEINE LEININGER:

Ny. D, berusia 29 tahun masuk ke unit keperawatan onkologi dengan keluhan nyeri pelvic
dan pengeluaran cairan pervagina. Hasil pemeriksaaan Pap Smear didapatkan menderita Ca
Cerviks stadium II dan telah mengalami Histerektomy radikal dengan bilateral salpingo-
oophorectomy.

Riwayat kesehatan masa lalu : jarang melakukan pemeriksaan fisik secara teratur. Ny D
mengatakan bahwa tidak pernah melakukan pemeriksaan payudara sendiri. Tinggi badan 5
kaki 4 inci dan BB 89 pound. Biasanya dia memiliki BB 110 pound. Dia seorang perokok dan
menghabiskan kurang lebih 2 pak sehari dan berlangsung selama 16 tahun. Dia sudah
memiliki 2 orang anak. Kehamilan pertama ketika dia berusia 16 tahun dan kehamilan yang
kedua saat berusia 18 tahun. Sejak saat itu dia menggunakan kontrasepsi oral secara teratur.
Dia menikah dan tinggal dengan suaminya bersama 2 orang anaknya dirumah ibunya, dengan
sanitasi lingkungan yang kurang baik. Suaminya seorang pengangguran. Dia menggambarkan
suaminya seorang yang emosional dan kasar.

Ny D telah mengikuti pembedahan dengan baik kecuali satu hal dia belum mampu
mengosongkan kandung kemihnya. Dia masih merasakan nyeri dan mual post operasi. Hal itu
mengharuskan dia untuk menggunakan kateter intermitten di rumah. Obat yang digunakan
adalah antibiotic, analgetik untuk nyeri dan antiemetic untuk mualnya. Sebagai tambahan, dia
akan mendapatkan terapi radiasi sebagai pengobatan rawat jalan.

Ny D sangat sedih. Dia menunjukkan perhatian yang sangat besar terhadap masa depannya
dan kedua anaknya. Dia percaya bahwa penyakit ini adalah sebuah hukuman akibat masa
lalunya.

Penyelesaian :

The goal of culture care preservation or maintenance :.

Ø Membantu pasien untuk menghilangkan persepsi negatif yang mengatakan bahwa dosa di
masa lalu mempengaruhi keadaan sakitnya dan mendapatkan pertolongan dari hasil
berkonsultasi kepada " dukun" yang memindahkan beberapa kutukan kepadanya.

Ø Pengobatan yang baik adalah adanya kepedulian dari keluarga pasien dan teman-temannya
yang juga berperan untuk kesembuhan pasien.

2. Culture Care accommodation or Negotiation:

Ø Perawat merencanakan kordinasi dengan tata kota untuk memperbaiki lingkungan yang
tidak sehat dan selokan yang meluap di halaman tetangga pasien.
Ø Perawat lain (yang merawat Pasien) akan mengidentifikasi dan menetapkan obat-obatan
untuk menentukan apakah sesuai dengan metode yang digunakan pada pasien.

3. Culture care Repatterning or restructuring:

Ø Kepedulian akan aspek social budaya perlu untuk dipertimbangkan, seorang ahli diet akan
dikirim untuk menyusun menu pasien dan mengatasi anemia yang dialami.

Ø Perawat juga akan membantu pasien dalam menghentikan kebiasaan merokok, penyuluhan
tentang pengaruh rokok terhadap, dan anjurkan para perokok untuk merokok di luar ruangan.
NAMA : Fadhil Ammar Adrian
NPM : 2016 21 021

CONTOH SOAL KASUS


Seorang ibu berusia 35 tahun mempunyai 2 oang anak berumur 6 dan 2 tahun . sudah 2 bulan
ibu di rawat di ruang kandungan. Sesuiai hasil peneriksaan ibu menderita kanker rahin grade
(1) dokter menyarankan ibu melakukan oprasi kanker Rahim, karena tidak ada tindakan lain.
Ibu bertanya kepada perawat ?
_ apakah saya masi bisa punua anak lagi setelah operasi ?
_ apakah ada pengobatan lain selain oprasi ?
Tidak bu cara nya hanya harus oprasi dan ibu tidak bisa mempunyai anak lagi .

PENYELESAIAN
Dengan diberikan pendidikan, konselor , advokasi, di harapkan pasien menjalani oprasi serta
dapat membuat keputusan yang tepat terhadap m asalah yg di alaminya. Dengan tujuan agar
kanker dapat diangkat dan tiak menyebar ke anggota tubuh lainnya .
CONTOH SOAL 2
Perawat pada unit nifas merawat pasien yg baru saja melahirkan dengan riwayat plasenta
privia mana kah resiko yg muncul terkait plasenta privia yg perlu di perhatikan perawat
ketika ,meninjau rencana keperawatan dan mempersiapkan melakukan pengawasan kepada
klien ?
a. Inpeksi
b. Pendarahan
c. Gagal ginjal aktif
d. Haipertensi kronis
e. kelainan pembuluh darah

jawabannya adalah (B)


NAMA : LISKA SAFITRI
NPM : 201621024

Teori Betty Neumann


Ny. P sedang hamil dengan usia kandungan 3 bulan. Tetapi Ny. P mengalami
keguguran (abortus) disebabkan oleh Ny. P terpeleset saat berada di kamar mandi. Saat ini
Ny. P dirawat di salah satu rumah sakit. Dokter menyarankan Ny. P segera menggugurkan
kandungannya dengan cara kuretase agar tidak mengganggu kesehatan Ny. P.
Di rumah sakit tersebut Ny. P mendapatkan informasi tentang meningkatkan kesehatan
untuk dirinya dan keselamatan janinnya (promotif). Pihak rumah sakit tersebut memberikan
usaha pencegahan terhadap Ny. P a gar tidak mengalami hal-hal yang buruk terhadap
kesehatannya. Salah satunya menjaga kondisi dan aktivitas setiap harinya (preventif).
Keluarga dari Ny. P dan pihak rumah sakit memutuskan untuk melakukan tindakan
kuretase pada saat itu juga. Tindakan kuretase pun berjalan lancar (kuratif). Setelah melalui
proses kuretase Ny. P dibimbing untuk menuju pemulihan (rehabilitatif). Saat Ny. P
mengalami pemulihan Ny. P diharapkan tetap menjaga kondisi dan kesehatannya jika
mengalami kehamilan selanjutnya. Yang bertujuan agar hal seperti ini tidak terulang kembali
pada kehamilan berikutnya (rekomendasi).

Apa sajak tindakan yang dilakukan pihak rumah sakit Ny. P pada contoh kasus di atas?
Jawab :
Dokter menyarankan Ny. P segera menggugurkan kandungannya, karena janin yang
dikandung Ny. P sudah tidak bisa diselamatkan lagi.
Nama : Erwin Ade Leksmana
Npm : 2016 21 026

Seorang keluarga bahagia sedang menentikan kehadiran anak pertama mereka. Sang ibu
telah mengandung 2 bulan menurut dokter kehamilan tersebut tidak bisa diperhatikan oleh
karena itu ditawarkan untuk melakukan aborsi untuk mneyelamatkan nyawa ibu tersebut
Pada kasus ini perasaan duka cita dari pasangan tersebut memiliki karakteristik yang
kompleks
NAMA : M. NASAI
NPM : 2016 21 30

Tuan ardi berusia 26 tahun . nyonya yeni berusia 20 tahun. Mereka baru menikah sekitar 6
bulan yg lalu , dan kini sedang mengandung 2 bulan . dan ia mengalami mual_mual, dan
muntah dan ia mengatakan ia binggung bagaimana mangasuh karna ia masih belum siap dan
masih terlalu meda untuk menjadi seorang ibu.

PENYELESAIN
Dari hasil pengkajian tuan ardi bahaggia atas kehamilan istrinya. Dan mengganggap apa
yg di alami istrinya itu wajar terjadi pada orang yg sedang hamil . tuan ardi tidak menyuruh
istrinya mengecek kesehatan karna ia mengatakan orang tua nya pun tidak pernah memeriksa
kan diri ke pelayanan kesehatan tetapi semunya berjalan baik.

You might also like