You are on page 1of 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Toksisitas adalah kemampuan suatu zat kimia dalam menimbulkan

kerusakan pada organisme baik saat digunakan atau saat berada dalam

lingkungan. Secara umum toksisitas dibedakan menjadi toksisitas akut, toksisitas

subkronik dan toksisitas kronik. Uji toksisitas subkronis adalah uji ketoksikan

suatu senyawa yang diberikan dengan dosis berulang pada hewan uji tertentu,

selama kurang dari tiga bulan (Priyanto, 2009). Uji toksisitas bertujuan untuk

mengetahui efek toksik dan menentukan batas keamanan suatu senyawa yang

terdapat dalam zat-zat kimia, termasuk dalam tumbuh-tumbuhan (Widyastuti,

2008).

Uji toksisitas subkronik adalah salah satu uji praklinik untuk

mengidentifikasi ciri fisik maupun organ yang diberikan senyawa uji secara

berulang dalam waktu tertentu yaitu selama 28 atau 90 hari (Casarett dan Doull,

2008). Prinsip uji toksisitas subkronik yaitu, sediaan uji dalam beberapa tingkat

dosis diberikan setiap hari pada beberapa kelompok hewan uji. Tujuan uji

toksisitas subkronik adalah untuk memperoleh informasi adanya efek toksik zat

yang tidak terdeteksi pada uji toksisitas akut (OECD, 1998).

Pengobatan tradisional saat ini kembali diminati oleh masyarakat sebagai

pengobatan alternatif. Hal ini disebabkan pengobatan tradisional tidak

membutuhkan biaya yang besar, sedangkan pengobatan modern menggunakan

obat kimia, membutuhkan biaya yang relatif mahal, disamping itu obat tradisional

dapat diperoleh tanpa resep dokter, dapat diramu sendiri, bahan bakunya tidak

perlu diimpor dan tanaman obat dapat ditanam sendiri oleh pemakainya, serta

1
Universitas Sumatera Utara
resiko efek sampingnya sedikit dibandingkan obat-obatan kimia. Pemakaian obat

tidak dapat dihindarkan dari efek samping yang ditimbulkan. Obat-obatan kimia

biasanya mempunyai kontra indikasi dengan efek samping yang tidak diharapkan

begitu juga dengan obat yang berasal dari alam namun hal itu jarang

dipublikasikan (Dalimartha, 2002). Informasi adanya ketoksikan dari suatu bahan

alam yang biasa digunakan untuk pengobatan sangat dibutuhkan.

Salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan obat adalah

tanaman selada air (Nasturtium officinale R.Br). Sayuran ini telah diuji aktivitas

antikankernya yakni untuk kanker kolon dengan menggunakan jus selada air

dengan konsentrasi paling efektif 50 μl/ml terhadap kerusakan DNA pada sel

HT29 (Boyd, dkk., 2006). Herba selada air digunakan untuk pengobatan

tuberkulosis (Corona, dkk., 2008), antidiabetes (Hoseini, dkk., 2009), antialergi

(Lingga, 2012) dan obat diuretik (Ginting, dkk., 2014).

Selada air adalah salah satu tanaman sayur dari suku Brassicaceae banyak

dijumpai dikawasan beriklim sederhana dan di dataran tinggi kawasan iklim

tropik termasuk Indonesia. Obat tradisional dalam bentuk bahan baku ekstrak agar

dapat menjadi obat herbal terstandar, maka harus dilakukan uji praklinik termasuk

uji keamanan yaitu uji toksisitas akut, subkronik dan kronik (BPOM RI, 2004).

Penelitian sebelumnya mengenai uji toksisitas akut diketahui bahwa

ekstrak etanol herba selada air memiliki nilai dosis aman tertinggi adalah 4000

mg/kgbb (Ginting, dkk., 2014). Berdasarkan informasi tersebut maka peneliti

tertarik melakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui toksisitas subkronik dari

pemberian ekstrak etanol herba selada air (Nasturtium officinale R.Br) dengan

menggunakan parameter gejala toksik, kematian hewan, Kadar ALT, kadar AST,

penimbangan organ hati dan perubahan berat badan pada mencit putih jantan dan

2
Universitas Sumatera Utara
betina. Selama waktu pemberian sediaan uji, hewan harus diamati setiap hari

untuk menentukan adanya toksisitas.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah apakah ekstrak etanol herba selada air (EEHSA) dapat menimbulkan gejala

toksik pada mencit selama pemberian 90 hari?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis pada penelitian ini

diduga EEHSA menimbulkan gejala toksik pada mencit selama pemberian 90

hari.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui EEHSA dapat

menimbulkan gejala toksik mencit selama pemberian 90 hari.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah dapat memberikan informasi

mengenai efek toksik yang ditimbulkan dari EEHSA dan memberikan informasi

mengenai batas keamanan dosis dari EEHSA serta sebagai acuan uji klinik untuk

dijadikan sebagai obat.

3
Universitas Sumatera Utara
1.5 Kerangka Pikir Penelitian

Adapun kerangka pikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.1

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Simplisia herba
1. Salivasi
selada air Gejala 2. Diare
toksik 3. Tremor
4. Lemas
5. Perubahan bulu
Ekstrak Etanol Herba Selada
Air 6. Jalan mundur
7. Jalan dengan
perut

Ekstrak etanol herba 1. Jumlah


selada air: kematian
dosis 25 mg/kgbb Efek hewan
dosis 50 mg/kgbb toksik 2. Berat badan
dosis 200 mg/kgbb 3. Jumlah berat
makanan
4. Indeks berat
organ hati
Mencit relatif
Suspensi Na-CMC 0.5 % jantan &
betina
Makropatologi 1. Warna
organ hati 2. Konsistensi
3. permukaan

1. ALT normal
Waktu pengamatan 90 Kadar ALT 17-77 IU/L
hari & AST 2. AST normal
54-298 IU/L

1. Degenerasi
Histopatologi hidropik
organ hati 2. Kariopiknotik
3. Karioreksis
4. Kariolisis
5. Nekrosis

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian

4
Universitas Sumatera Utara

You might also like