You are on page 1of 20

asuhan keperawatan fraktur tibia

Sunday, November 30, 2008


fraktur tibia

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Konsep Dasar Teoritis Medis

1. Pengertian

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang

umumnya disebabkan oleh ruda paksa/ trauma. Trauma yang menyebabkan tulang patah

dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang

menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung

misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius

distal patah, (Sjamsuhidayat & Wim De Jong, l 998)

Fraktur tibia(Fraktur Colles) adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia

sebelah kanan akibat jatuh yang bertumpu pada tangan dorsifleksi terbuka. Fraktur ini

sering terjadi pada anak- anak dan wanita lanjut usia dengan tulang osteoporesis dan

tulang lemah yang tak mampu menahan energi akibat jatuh, (Oswari, 1995)

2. Jenis- Jenis Patah tulang:

a. Patah tulang terbuka atau tertutup


Patah tulang terbuka yaitu bila tulang yang patah menembus jaringan lunak

disekitarnya dan terjadi hubungan antara tulang dan udara. Patah tulang tertutup

yaitu patah tulang yang tidak menyebabkan jaringan kulit robek.

b. Patah tulang lengkap dan tidak lengkap

Patah tulang lengkap (Complete) bila patahan- patahan tulang satu sama lainnya.

Patah tulang tidak lengkap yaitu bila antara patahan tulang masih terjadi hubungan

sebagian. Patah tulang tidak lengkap sering terjadi pada anak yang tulangnya lebih

lentur.

c. Tulang Menurut garis patahnya

1) Patah tulang melintang

2) Patah tulang oblik atau miring

3) Patah tulang memanjang

4) Patah Tulang bertindih yaitu bagian tulang yang patah saling berhadapan dan

berdekatan

5) Patah Tulang Baji yaitu kepingan tulang masuk kebagian tulang yang lunak,

(Oswari, 1995)

3. Etiologi

Fraktur dapat terjadi diakibat oleh beberapa hal:

a. Kekerasan langsung yaitu tulang patah pada titik terjadinya kekerasan itu sendiri,

biasanya bersifat terbuka dengan garis patah melintang atau miring


b. Kekerasan tidak langsung yaitu patah tulang ditempat yang jauh dari tempat

terjadinya kekerasan, biasanya terjadi pada bagian paling lemah dalam jalur

hantaran vektor kekerasan, (Oswari, 1995).

4. Patofisiologi

Terjadinya trauma yang mengakibatkan fraktur akan dapat merusak jaringan

lunak disekitar fraktur mulai dari otot fascia, kulit sampai struktur neuromuskuler atau

organ- organ penting lainnya, pada saat kejadian kerusakan terjadilah respon

peradangan dengan pembentukan gumpulan atau bekuan fibrin , osteoblas mulai

muncul dengan jumlah yang besar untuk membentuk suatu metrix baru antara

Fragmen- fragmen tulang. Klasifikasi terjadinya fraktur dapat dibedakan yang terdiri

dari fraktur tertutup dan fraktur terbuka, fraktur tertutup yaitu tidak ada luka yang

menghubungkan fraktur dengan kulit, fraktur terbuka yaitu terdapat luka yang

menghubungkan luka dengan kulit,(Suriadi & Rita yuliani, 1995).

Setelah terjadinya fraktur periosteum tulang terkelupas dari tulang dan terobek

terus kesisi berlawanan dari sisi yang mendapat trauma, akibatnya darah keluar

melalui celah- celah periosteum dan ke otot disekitarnya dan disertai dengan oedema,

selain keluar melalui celah periosteum yang rusak, darah juga keluar akibat

terputusnya pembuluh darah didaerah terjadinya fraktur.

Infiltrasi dan pembengkakan segera terjadi dan bertambah selama 24 jam

pertama, menjelang akhir periode ini otot menjadi hilang elastisitasya, oleh karena itu

reposisi lebih mudah dilakukan selama beberapa jam setelah cedera, setelah dilakukan

reposisi atau immobilitas maka pertumbuhan atau penyatuan tulang dimulai dengan

pembentukan kallus, (Sjamsuhidajat & wim de jong, 1998)


5. Gejala klinis

Menurut Oswari (1995), gejala klinis fraktur tibia dapat dibedakan sebagai berikut:

a. Bentuk anggota badan yang diduga patah tampak berubah

b. Patah lengan atau tungkai bawah, menyebabkan anggota gerak tampak lebih pendek

c. Anggota badan yang patah tidak dapat digerakkan

d. Anggota badan yang patah bila digerakkan akan terasa gesekan tulang

e. Daerah yang patah terasa sakit, bengkak dan berubah warna.

f. Gejala yang pasti ialah bila dibuat foto rontgent.

6. Penatalaksanaan

Menurut Brunner & suddarth (2002). Prinsip penanganan Fraktur meliputi:

a. Reduksi fraktur Adalah Mengembalikan fregmen tulang pada kesejajarannya dan

rotasi anatomis

b. Imobolisasi fraktur Adalah mempertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar

sampai terjadi penyatuan, imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi ekterna dan

interna.

c. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi adalah segala upaya diarahkan pada

penyembuhan tulang dan jaringan lunak, reduksi dan imobilisasi harus dipertahan

kan sesuai dengan kebutuhan.

7. Fase Penyembuhan tulang


Menurut Sjamsuhidajat & Wim de jong (1998). fase penyembuhan tulang meliputi:

a. Fase Hematoma

Proses penyembuhan yang terjadi dari proses perdarahan disekitar patahan tulang,

proses ini terjadi secara biologis alami pada setiap patahan tulang.

b. Fase jaringan fibrosis

Hematoma akan menjadi medium pertumbuhan sel jaringan fibrosis, jaringan ini

yang menyebabkan fregmen tulang saling menempel.

c. Fase Pembentukan Kallus

Jaringan fibrosis yang menempel pada patahan tulang akan membentuk kodroid

yang merupakan bahan dasar pembentukan tulang.

d. Osifikasi

Terjadi penulangan total yang disebabkan oleh kallus fibrosa menjadi kallus

tulang

e. Ree modelling

Kemampuan tulang unuk menyesuaikan bentuknya seperti bentuk semula.

B. Konsep Dasar Teoritis Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan suatu pendekatan yang sistematika untuk mengumpulkan data atau

informasi dan menganalisanya sehingga dapat diketahui kebutuhan pasien.


a. Identitas Pasien

Identitas bertujuan untuk mengenal pasien yang perlu ditanyakan adalah nama, umur

(batas usia akan mempengaruhi dalam proses tindakan pembedahan), pendidikan

(pendidikan masyarakat yang rendah cenderung memilih pemeliharaan kesehatan

secara tradisional, dan belum siap menerima pelaksanaan kesehatan secara modern),

pekerjaan dan alamat.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Merupakan suatu faktor yang penting bagi petugas kesehatan dalam menegakkan

diagnosis atau menentukan kebutuhan pasien.

Nyeri pada daerah Fraktur, Kondisi fisik yang lemah, tidak bisa melakukan banyak

aktivitas, mual, muntah, dan nafsu makan menurun,(Brunner & suddarth, 2002)

c. Riwayat Penyakit dahulu

Ada tidaknya riwayat DM pada masa lalu yang akan mempengaruhi proses perawatan

post operasi, (Sjamsuhidayat & Wim Dejong, 1998)

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Fraktur bukan merupakan suatu penyakit keturunan akan tetapi adanya riwayat

keluarga dengan DM perlu di perhatikan karena dapat mempengaruhi perawatan post

operasi, (Sjamsuhidayat & Wim Dejong, 1998)

e. Pola Kebiasan

1. Pola Nutrisi
Umumnya pola nutrisi pasien tidak mengalami perubahan, namun ada beberapa

kondisi dapat menyebabkan pola nutrisi berubah, seperti nyeri yang hebat, dampak

hospitalisasi terutama bagi pasien yang merupakn pengalaman pertama masuk

rumah sakit, (Doenges, 2000).

2. Pola Eliminasi

Pasien dapat cenderung mengalami gangguan eliminasi BAB seperti konstipasi dan

gangguan eliminasi urine akibat adanya program eliminasi dilakukan ditempat tidur,

(Doenges, 2000)

3. Pola Istirahat

Umumnya kebutuhan istirahat atau tidur pasien tidak mengalami perubahan yang

berarti, namun ada beberapa kondisi dapat menyebabkan pola istirahat terganggu

atau berubah seperti timbulnya rasa nyeri yang hebat dan dampak hospitali,

(Doenges, 2000)

4. Pola Aktivitas

Umumnya pasien tidak dapat melakukan aktivitas (rutinitas) sebagaimana biasanya,

yang hampir seluruh aktivitas dilakukan ditempat tidur. Hal ini dilakukan karena

ada perubahan fungsi anggota gerak serta program immobilisasi, untuk melakukan

aktivitasnya pasien harus dibantu oleh orang lain, namun untuk aktivitas yang

sifatnya ringan pasien masih dapat melakukannya sendiri, (Doenges, 2000)

5. Personal Hygiene
Pasien masih mampu melakukan personal hygienenya, namun harus ada bantuan

dari orang lain, aktivitas ini sering dilakukan pasien ditempat tidur. (Doenges, 2000)

f. Riwayat Psikologis

Biasanya dapat timbul rasa takut dan cemas terhadap fraktur, selain itu dapat juga

terjadi ganggguan konsep diri body image, jika terjadi atropi otot kulit pucat, kering

dan besisik. Dampak psikologis ini dapat muncul pada pasien yang masih dalam

perawatan dirumah sakit. Hal ini dapat terjadi karena adanya program immobilisasi

serta proses penyembuhan yang cukup lama, (Doenges, 2000)

g. Riwayat Spiritual

Pada pasien post operasi fraktur tibia riwayat spiritualnya tidak mengalami gangguan

yang berarti, pasien masih tetap bisa bertoleransi terhadap agama yang dianut, masih

bisa mengartikan makna dan tujuan serta harapan pasien terhadap penyakitnya,

(Doenges, 2000)

h. Riwayat Sosial

Dampak sosial adalah adanya ketergantungan pada orang lain dan sebaliknya pasien

dapat juga menarik diri dari lingkungannya karena merasa dirinya tidak berguna

(terutama kalau ada program amputasi), (Doenges, 2000)

i. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan setelah riwayat kesehatan dikumpulkan,

pemeriksaan fisik yang lengkap biasanya dimulai secara berurutan dari kepala sampai

kejari kaki.
1. Inspeksi

Pengamatan terhadap lokasi pembengkakan, warna kulit pucat, Laserasi,

kemerahan mungkin timbul pada area terjadinya faktur adanya spasme otot dan

keadaan kulit.

2. Palpasi

Pemeriksaan dengan cara perabaan, yaitu penolakan otot oleh sentuhan kita

adalah nyeri tekan, lepas dan sampai batas mana daerah yang sakit biasanya

terdapat nyeri tekan pada area fraktur dan di daerah luka insisi.

3. Perkusi

Perkusi biasanya jarang dilakukan pada kasus fraktur.

4. Auskultasi

Pemeriksaan dengan cara mendengarkan gerakan udara melalui struktur

berongga atau cairan yang mengakibatkan struktur solit bergerak. Pada pasien

fraktur pemeriksaan ini pada areal yang sakit jarang dilakukan, (Brunner &

Suddarth, 2002)

j. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan leukosit urine

Bisa cenderung dapat terjadi formasi batu kemih yang menetap akibat Program

Immobilisasi.
b. Darah

Hitung darah lengkap: memotokrit mungkin meningkat, atau menurun karena

pendarahan bermakna pada sisi fraktur.

2. Rontgent

Untuk mengetahui secara pasti lokasi fraktur, luas fraktur, dan menunjukkan jenis

kerusakan sehingga dapat ditegakkan diagnosa pasti,

(Doenges, 2000)

2. Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan

a. Data Subjektif

- Keluhan rasa nyeri yang hebat pada daerah Fraktur

- Kebas/ kesemutan

- Tangan sakit bila digerakkan

- Takut cacat

- Takut melakukan pergerakan

- Cemas yang berlebihan

b. Data Objektif

- Keadaan umum lemah

- Nyeri tekan pada daerah fraktur


- Ekpresi wajah meringis

- Menolak untuk melakukan pergerakan

- Penurunan kekuatan otot

- Pembengkakan jaringan pada sisi cedera

- Perdarahan pada daerah fraktur

- Adanya luka

- Cemas/ gelisah

Menurut Doenges (2000). Dari data diatas dapat dirumuskan kemungkinan diagnosa

keperawatan yang dapat timbul pada pasien fraktur adalah:

1. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan integeritas tulang (

fraktur)

2. Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, oedema

dan cedera pada jaringan lunak

3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler

4. Resiko tinggi terhadap kerusakan integeritas kulit/ jaringan berhubungan fraktur

terbuka

5. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan

primer, kerusakan kulit, trauma jaringan.


6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan berhubungan

dengan kurang mengingat

3. Perencanaan Keperawatan

1. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan integeritas tulang (

fraktur)

Tujuan:

- Mempertahankan Stabilisasi

Kriteria;

- Menunjukkan mekanika tubuh yang meningkatkan stabilitas pada posisi fraktur

- Menunjukkan pembentukan kallus/ mulai penyatuan fraktur dengan tepat

Intervensi:

- Pertahankan tirah baring/ ekstremitas sesuai dengan indikasi

- Sokong dengan bantal/ gulungan selimut, pertahankan posisi netral pada bagian

yang sakit dengan bantal pasir

- Pertahankan posisi/ integritas traksi

- Bantu meletakkan beban dibawah roda tempat tidur bila diindikasikan.

Rasionalisasi
- Meningkatkan stabilitas, menurunkan kemungkinan gangguan posisi/

penyembuhan

- Mencegah gerakan yang tidak perlu dan perubahan posisi. Posisi yang tepat dari

bantal juga dapat mencegah tekanan deformitas pada gip yang kering.

- Traksi memungkinkan tarikan pada aksis panjang fraktur tulang dan mengatasi

tegangan otot/ pemendekan untuk memudahkan posisi/ penyatuan

- Membentuk posisi pasien dan fungsi traksi dengan memberikan keseimbangan

timbal balik

2. Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, oedema dan

cedera pada jaringan lemak

Tujuan:

- Menyatakan nyeri hilang

Kriteria:

- Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring.

- Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena

- Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan cedera

- Lakukan dan awasi latihan tentang gerak pasif/ aktif

- Indentifikasi aktifitas terapeutik yang tepat untuk usia pasien, kemampuan fisik

dan penampilan pribadi


Rasionalisasi

- Menghilangkan nyeri dan mencegah kasalahan posisi tulang/ tegangan jaringan

yang cedera

- Meningkatkan aliran balik Vena, menurunkan oedema, dan menurunkan nyeri

- Membantu untuk menghilangkan ansietas, pasien dapat merasakan kebutuhan

untuk menghilangkan pengalaman cedera

- Mempetahankan kekuatan otot yang sakit dan memudahkan resolusi, imflamasi

pada jaringan yang cedera

- Mencegah kebosanan, menurunkan tegangan, dan dapat meningkatkan harga diri,

dan kemampuan Koping

3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler

Tujuan :

- Meningkatkan/ mempertahankan mobilitas pada tingkat yang mungkin

Kriteria:

- Mempertahankan posisi fungsional

- Meningkatkan kekuatan/ yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh

- Menunjukkan tehnik yang mampu melakukan aktivitas

Intervensi
- Kaji derajat Imobilisasi yang dihasilkan oleh cedera/ pengobatan dan perhatikan

persepsi pasien terhadap immobilisasi

- Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik/ rekreasi, pertahankan rangsangan.

contoh radio, TV, koran, kujungan keluarga/ teman

- Intruksikan pasien untuk/ bantu dalam rentan gerak pasien pada ekstremitas yang

sakit dan yang tidak sakit

- Berikan/ bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, tongkat, segera mungkin

intruksikan keamanan dalam menggunakan alat mobilitas

Raionalisasi

- Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri/ persepsi diri tentang keterbatasan fisik

aktual, memerlukan informasi/ intervensi untuk meningkatkan kemajuan

kesehatan

- Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memfokuskan kembali

perhatian, meningkatkan rasa kontrol diri/ harga diri, dan membantu menurunkan

isolasi sosial

- Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot,

mempertahankan gerak sendi, mencegah gerak konfraktur

- Mobilitas diri menurunkan komplikasi tirah baring dan meningkatkan penyembuhan

dan normalisasi fungsi organ

4. Resiko tinggi terhadap kerusakan integeritas kulit/ jaringan berhubungan fraktur

terbuka
Tujuan:

- Menyatakan ketidak nyamanan hilang

Kriteria:

- Menunjukkan perilaku/ tehnik untuk mencegah kerusakan kulit/ memudahkan

penyembuhan sesuai indikasi

- Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu/ penyembuhan lesi terjadi

Intervensi:

- Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing , kemerahan, pendarahan, perubahan

warna, kelabu, memutih

- Masase kulit dan penonjolan tulang, pertahankan tempat tidur kering dan bebas

kerutan

- Ubah posisi dengan sesering mungkin,

Rasionalisasi

- Memberiklan informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang mungkin

disebabkan oleh pemasangan gip

- Menurunkan tekanan Pada area yang peka dan resiko kerusakan kulit

- Mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan meminimalkan resiko

kerusakan kulit.
5. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan

primer, kerusakan kulit, trauma jaringan.

Tujuan:

- Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau demam

Kriteria:

- Pasien mengutarakan nyeri pada luka berkurang

- Perawatan memberikan hasil yang baik

- Tanda infeksi tidak terjadi

Intervensi

- Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau robekan kontinuitas

- Kaji sisi pen atau Kulit, perhatikan keluhan peningkatan nyeri/ rasa terbakar atau

adanya oedema, eritema, derainase/ bau tak enak

- Berikan perawatan pen atau kawat steril sesuai perotokol dan latihan cuci tangan

- Intruksikan pasien untuk tidak menyebutkan sisi insersi

Rasionalisasi

- Pen/ kawat tidak harus dimasukkan melalui kulit yang terinfeksi, kemerahan/

abrasi (Dapat menimbulkan infeksi tulang)


- Dapat mengindientifikasikan timbulnya indikasi lokal atau nekrosis jaringan, yang

dapat menimbulkan oesteomiditis.

- Dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan infeksi

- Meminimalkan kesempatan untuk kombinasi

6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan

kurang mengingat

Tujuan:

- Menyatakan pemahaman kondisi, prognosis dan pengobatan

Kriteria:

- Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan

- Menjelaskan alasan tindakan

Intervensi

- Dorong pasien untuk menjalankan latihan aktif / pasif

- Diskusikan pentingnya perjanjian evaluasi klinis

- Kaji ulang perawatan pen/luka yang tepat

- Kaji ulang patologi, prognosis, dan harapan yang akan datang

Rasionalisasi
- Mencegah kekakuan sendi, kontraktur, dan kelelahan otot, meningkatkan

kembalinya aktivitas sehari-hari secara dini

- Penyembuhan fraktur memerlukan waktu tahunan untuk sembuh lengkap dan kerja

sama pasien dalam program pengobatan membantu untuk penyatuan yang tepat

dari tulang

- Menurunkan resiko trauma tulang atau jaringan dan infeksi yang dapat berlanjut

menjadi oesteomielitis

- Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi

4. Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan adalah pengolahan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada

tahap perencanaan

Tujuan dari pelaksanaan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal.

pelaksanaan perawatan yang dilakukan berdasarkan diagnosa perencanaan perawatan

pada pasien fraktur radius distal sinistra adalah:

1. Memberikan rasa nyaman pada pasien

2. Melakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan pasien

3. Mencegah terjadinya infeksi gangguan integeritas kulit

4. Membantu memenuhi kebutuhan pasien sehari- hari

5. Melibatkan peran serta anggota keluarga dalam tindakan


6. Memberikan penyuluhan dan bimbingan pada keluarga pasien, dan memberikan

dorongan pada pasien

5. Evaluasi

Evaluasi adalah pengukuran terhadap kebersihan dari rencana keperawatan dalam

memenuhi kebutuhan pasien, evaluasi.

semua masalah yang dihadapi oleh pasien teratasi sebagian hal ini disebabkan masih

adanya luka bekas operasi yang tidak mungkin dapat disembuh dalam dalam waktu yang

sangat singkat dan nyeri yang dirasakan pasien belum sembuh total, serta pasien belum

bisa melakukan aktivitas secara mandiri sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan.

Dan dari hasil evaluasi tersebut didapatkan perubahan- perubahan pada pasien yang

mengarah kepada kondisi yang lebih dari sebelumnya. Seperti misalnya pada masalah

Resiko terhadap infeksi; tidak ditemukan adanya tanda- tanda infeksi

posted by Edo Baparang at 11:40 AM

About Me

Edo Baparang
Banda Aceh, Nanggrou Aceh Darussalam, Indonesia

Semoga kamu mendapat cukup kebahagiaan untuk membuat kamu bahagia, cukup cubaan
untuk membuat kamu kuat, cukup penderitaan untuk membuat kamu menjadi manusia yang
sesungguhnya, dan cukup harapan untuk membuat kamu positif terhadap kehidupan.

View my complete profile

Links
 Google News
 Edit-Me
 Edit-Mefraktur tibiaNovember 2008Atom

You might also like