You are on page 1of 20

BAB I

PENGERTIAN
Asuransi ( Insurance) sering juga diistilahkan dengan pertanggungan, adapun pengertiannya
dapat ditemukan dalam ketentuan pasal 1 Undang – Undang Nomor 02 Tahun 1992 ( Tentang
Usaha Perasuransian ), yang mana dalam Undang – Undang tersebut didefinisikan sebagai
berikut :
“Asuaransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih,
dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima
premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian,
kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu
peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan
atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”.

Dari rumusan pasal tersebut diatas dapat dikemukakan bahwa pada dasarnya asuransi atau
pertanggungan adalah merupakan suatu ikhtiar dalam rangka menanggulangi adanya risiko.

Adapun yang dimaksud dengan risiko adala setiap kali orang tidak dapat menguasai dengan
sempurna, atau mengetahui lebih dahulu mengenai masa yang akan dating. Sri Rejeki
mengungkapkan bahwa risiko itu merupakan ( Sri Rejeki,1992 ; 61 );
1. Kemungkinan terjadinya suatu peristiwa yang tidak diinginkan/diharapkan terjadi, atau
2. Peristiwa yang dimungkinkan/diharapkan terjadi, keadaan ini lazim dikatakan sebagai
kehilangan sebagai penurunan atau pemusnahan nilai ekonomi
Dan akhirnya risiko tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Kemungkinan kehilangan atau kerugian,
b. Kemungkinan penyimpangan harapan yang tidak menguntungkan karena kemungkinan
penyimpangan harapan merupakan suatu kehilangan.
Antara asuransi dengan risiko mempunyai keterkaitan yang sangat erat, sebab asuransi itu
sendiri adalah menanggulangi adanya risiko, dan tanpa adanya risiko, asuransi/pertanggungan
tidak akan ada.
“Asuransi syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara
sejumlah orang, melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau Tabarru’ yang
memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang
sesuai dengan syariah“ Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-
MUI)
Definisi asuransi syariah menurut Dewan Syariah Nasional adalah usaha untuk saling
melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk aset
dan / atau tabarru' yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko / bahaya
tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.
Asuransi Syariah adalah sebuah sistem dimana para partisipan / anggota / peserta
mendonasikan / menghibahkan sebagian atau seluruh kontribusi yang akan digunakan untuk
membayar klaim, jika terjadi musibah yang dialami oleh sebagian partisipan / anggota / peserta.
Peranan perusahaan disini hanya sebatas pengelolaan operasional perusahaan asuransi
serta investasi dari dana - dana / kontribusi yang diterima / dilimpahkan kepada perusahaan.
Asuransi syariah disebut juga dengan asuransi ta'awun yang artinya tolong - menolong
atau saling membantu. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa Asuransi ta'awun prinsip dasarnya
adalah dasar syari’at yang saling toleran terhadap sesama manusia untuk menjalin kebersamaan
dalam meringankan bencana yang dialami peserta.
Prinsip ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat 2, yang artinya :
"Dan saling tolong – menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan saling tolong -
menolong dalam dosa dan permusuhan".
BAB II
DASAR HUKUM

AL-QUR’AN :

a. Surat Yusuf :43-49


Allah menggambarkan contoh usaha manusia membentuk sistem proteksi menghadapi
kemungkinan yang buruk di masa depan.
b. Surat Al-Baqarah :188
Firman Allah “...dan janganlah kalian memakan harta di antara kamu sekalian dengan jalan
yang bathil, dan janganlah kalian bawa urusan harta itu kepada hakim yang dengan maksud
kalian hendak memakan sebagian harta orang lain dengan jalan dosa, padahal kamu tahu
(al:Baqarah:188)
c. Al Hasyr:18
Artinya :”Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Alloh dan hendaklah setiap
diri memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok (masa depan) dan
bertaqwalah kamu kepada Alloh. Sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui apa yang engkau
kerjakan”.
d. An-Nisa’ : 9
Artinya : “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)
mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang benar”.

HADIST :

Pergunakan 5 Hal sebelum datangnya 5 Perkara :

1. Muda sebelum tua


2. Sehat sebelum sakit
3. Kaya sebelum miskin
4. Lapang sebelum sempit
5. Hidup sebelum mati
(hadist Riwayat Muslim)
Prinsip :

a. Dibangun atas dasar kerjasama (taawun)


b. Asuransi syari’at tidak bersifat mu’awadhoh, tetapi tabarru’ atau mudhorobah
c. Sumbangan (tabarru’) sama dengan hibah (pemberian) oleh karena itu haram hukumnya
ditarik kembali. Kalau terjadi peritiwa, maka diselesaikan menurut syari’at.
d. Setiap anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah yang telah ditentukan harus
disertai dengan niat membantu demi menegakkan prinsip ukhuwah.
e. Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya dengan tujuan supaya
ia mendapat imbalan yang berlipat bila terkena suatu musibah. Akan tetapi ia diberi uang
jamaah sebagai ganti atas kerugian itu menurut ijin yang diberikan oleh jamaah.
f. Apabila uang itu akan dikembangkan maka harus dijalankan menurut aturan syar’i.

Mengenai asuransi pada umumnya, dalam syari’at islam dikategorikan kedalam masalah –
masalah ijtihad, sebab tidak ada ditemukan penjelasan resmi baik dalla Al-Qur’an maupun Al-
Hadis, disamping itu para Imam Mazhab juga tidak ada memberikan pendapatnya tentang ini,
sebab ketika itu masalah perasuransian belum dikenal.
KH. Ahmad Azhar Basyir,MA. Mengungkapkan : bahwa perjanjian asuransi adalah hal
yang baru , belum pernah terjadi pada masa Rasullullah SAW dan para sahabat serta tabi’in.
Didunia Barat asuransi pertama kali diperkenalkan pada tahun 1182, waktu itu orang – orang
Yahudi diusir dari Prancis, untuk menjamin risiko barang – barang mereka yang diangkut keluar
lewat laut”. ( Ahmad Basyir, 1993 : 149 ).
Denga apa yang dikemukakan diatas, maka dapatlah dikatakan, bahwa apabila berbicara
tentang “ dasar hukum perasuransian menurut syari’at islam, tentunya hanya dapat dilakukan
dengan metode ijtihad, dan kemudian melalui ijtihad ini pulalah dicari dan ditetapkan hukumnya.
Untuk memngambil ketetapan hukum dengan menggunakan metode ijtihad dapat
dipergunakan beberapa cara, antara lain :
1. Maslahah Mursalah / untuk kemaslahatan umum.
2. Melakukan interpretasi atau penafsiran hukum secara analogi ( metode qiyas ).
Dengan menggunakan metode tersebut diatas tentunya akan melahirkan pendapat /
pandangan yang berbeda satu sama lain, dan tentunya pendapat tersebut akan dipengaruhi oleh
pola pikir masing – masing ahli.
Adapun hasil ijtihad para ahli hukum islam tentang hukum asuransi ini dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Pendapat pertama mengemukakan bahwa asuransi dengan segala bentuk perwujudannya
dipandang haram menurut ketentuan Hukum Islam.
2. Pendapat kedua asuransi dengan segala bentuknya dapat diterima dalam syari’at Islam.
3. Pendapat ketiga Asuransi Sosial dibolehkan sedangkan asuransi yang bersifat komersial
tidak dibolehkan/atau bertentangan dengan syari’at Islam.
4. Pendapat keempat asuransi dengan segala jenisnya dipandang syubhat
BAB III
SEJARAH ASURANSI ISLAM / SYARI’AH

Konsep asuransi sebenarnya sudah dikenal sejak jaman sebelum masehi dimana manusia
pada masa itu telah menyelamatkan jiwanya dari berbagai ancaman, antara lain kekurangan
bahan makanan. Salah satu cerita mengenai kekurangan bahan makanan terjadi pada jaman Mesir
Kuno semasa Raja Firaun berkuasa. Suatu hari sang raja bermimpi yang diartikan oleh Nabi
Yusuf bahwa selama 7 tahun negeri Mesir akan mengalami panen yang berlimpah dan kemudian
diikuti oleh masa paceklik selama 7 tahun berikutnya. Untuk berjaga-jaga terhadap bencana
kelaparan tersebut Raja Firaun mengikuti saran Nabi Yusuf dengan menyisihkan sebagian dari
hasil panen pada 7 tahun pertama sebagai cadangan bahan makanan pada masa paceklik. Dengan
demikian pada masa 7 tahun paceklik rakyat Mesir terhindar dari risiko bencana kelaparan hebat
yang melanda seluruh negeri. Pada tahun 2000 sebelum masehi para saudagar dan aktor di Italia
membentuk Collegia Tennirium, yaitu semacam lembaga asuransi yang bertujuan membantu para
janda dan anak-anak yatim dari para anggota yang meninggal.
Perkumpulan serupa yaitu Collegia Nititum, kemudian berdiri dengan beranggotakan para
budak belian yang diperbanatukan pada ketentaraan kerajaan Roma (Rahman, Afzalur). Konsep
auransi sangat berkaitan erat dengan kehidupan masyarakat primitif yang berkelompok. Dalam
masyarakat primitif, orang hidup bersama dalam keluarga besar atau suku dimana kebutuhan-
kebutuhannya dipenuhi dan dilindungi melalui kerjasama dan saling membantu. Oleh karena itu
mereka merasa tidak memerlukan suatu asuransi karena semua resiko sepenuhnya dilindungi oleh
masyarakat. Pada waktu keluarga atau suku berubah menjadi kehidupan yang berpindah-pindah
secara teori keluarga tersebut mulai menghadapi berbagai macam bahaya tanpa adanya
perlindungan dari keluarga maupun sukunya. Saat itulah mulai dirasakan perlunya perlindungan
terhadap ancaman tersebut sebagai unsur awal munculnya asuransi.
Tim TEPATI memulai kerjanya di bidang Perekenomian syariah dengan modal 30 juta
(masing-masing 10 juta dari ICMI< BMI dan Tugu Mandiri). Modal inilah yang digunakan untuk
membiayai tim ke MAlaysia untuk mengadakan Seminar dan persiapan-persiapan lain yang
bersifat asuransi ke Depkeu.
Setelah melakukan beberapa persiapan, akhirnya pada tanggal 24 Februari 1994 berdirilah
PT Syarikat Takaful Indonesia sebagai holding company dengan direktur Utama Rahmat Husen
yang selanjutnya mendirikan dua anak perusahaan yatu PT Asuransi Takaful Keluarga (berdiri
tanggal 25 Agustus 1994, dan diresmikan oleh Menteri Keuangan Mar`ie Muhammad) dan PT
Asuransi Takaful Umum (berdiri pada tanggal 2 Juni 1995, dan diresmkan oleh Menristek/Ketua
BPPT BJ Habibie di Hotel Shangri La)
Sumber : Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Oleh Wirdyaningsih, SH,MH , Karnaen
Perwataadmaja,SE,MPA.,Gemala Dewi,SH,LL.M , Yeni Salma Barlinti,SH.,MH

Sejarah Asuransi Syariah di Indonesia


Saat ini, Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan jumlah operator asuransi
syariah cukup banyak di dunia. Berdasarkan data Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia (DSN MUI), terdapat 49 pemain asuransi syariah di Indonesia yang telah mendapatkan
rekomendasi syariah. Mereka terdiri dari 40 operator asuransi syariah, tiga reasuransi syariah, dan
enam broker asuransi dan reasiuransi syariah.

Perkembangan industri asuransi syariah di negeri ini diawali dengan kelahiran asuransi
syariah pertama Indonesia pada 1994. Saat itu, PT Syarikat Takaful Indonesia (STI) berdiri pada
24 Februari 1994 yang dimotori oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) melalui
Yayasan Abdi Bangsa, Bank Muamalat Indonesia, PT Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, Departemen
Keuangan RI, serta beberapa pengusaha Muslim Indonesia.

Selanjutnya, STI mendirikan dua anak perusahaan. Mereka adalah perusahaan asuransi jiwa
syariah bernama PT Asuransi Takaful Keluarga (ATK) pada 4 Agustus 1994 dan perusahaan
asuransi kerugian syariah bernama PT Asuransi Takaful Umum (ATU) pada 2 Juni 1995. Setelah
Asuransi Takaful dibuka, berbagai perusahaan asuransi pun menyadari cukup besarnya potensi
bisnis asuransi syariah di Indonesia.

Hal tersebut kemudian mendorong berbagai perusahaan ramai-ramai masuk bisnis asuransi
syariah, di antaranya dilakukan dengan langsung mendirikan perusahaan asuransi syariah penuh
maupun membuka divisi atau cabang asuransi syariah.

Stretegi pengembangan bisnis asuransi syariah melalui pendirian perusahaan dilakukan


oleh Asuransi Syariah Mubarakah yang bergerak pada bisnis asuransi jiwa syariah. Sedangkan
strategi pengembangan bisnis melalui pembukaan divisi atau cabang asuransi syariah dilakukan
sebagian besar perusahaan asuransi, antara lain PT MAA Life Assurance, PT MAA General
Assurance, PT Great Eastern Life Indonesia, PT Asuransi Tri Pakarta, PT AJB Bumiputera 1912,
dan PT Asuransi Jiwa BRIngin Life Sejahtera.
Bahkan, sejumlah pemain asuransi besar dunia pun turut tertarik masuk dalam bisnis
asuransi syariah di Indonesia. Mereka menilai Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim
terbesar di dunia merupakan potensi pengembangan bisnis cukup besar yang tidak dapat
diabaikan. Di antara perusahaan asuransi global yang masuk dalam bisnis asuransi syariah
Indonesia adalah PT Asuransi Allianz Life Indonesia dan PT Prudential Life Assurance.

(Sumber: Republika, 17 Maret 2008)

Penulis: DR. Ahmad Zain An-Najah


Sejarah Singkat berdirinya Asuransi Islam di Indonesia
Berdirinya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992 (tepatnya Bulan Juli)
memunculkan pemikiran baru di kalangan ulama dan praktisi ekonomi syariah ketika itu untuk
membuat asuransi islam. Hal ini dikarenakan operasional bank Islam tidak bisa lepas dari praktik
asuransi yang sesuai yang sudah barang tentu harus sesuai pula dengan prinsip-prinsip syariah
pula.
Pada tanggal 27 Juli 1993 dibentuk tim TEPATI (Tim Pembentukan Takaful
Indonesia) yang disponsori oleh Yayasan Abadi Bangsa (ICMI), Bank Muamalat, Asuransi
Tugu Mandiri dan Departemen Keuangan (yang pada saat itu diwakili oleh Pejabat Depkeu
Firdaus Djaelani dan Karnaen A Perwataadmaja). Selanjunya beberapa orang anggota tim Tepati
berangkat ke Malaysia untuk mempelajari operasional asuransi Islam yang sejak tahun 1984 telah
beroperasi dan telah didukung penuh oleh Malaysia.

Perkembangan Asuransi di Indonesia

Prof. Dr. Drs. M. Amin Summa, SH, MA, MM, Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional,
Hal 69-73

Asuransi Jiwa Konvensional pertama kali di Indonesia adalah NILIMIJ yang didirikan
oleh pemerintah Belanda pada tahun 1859 M, kemudian pada tahun 1912 orang-orang pribumi
Indoensia mendirikan OL-Mij yang pada hakekatnya hanyalah pengembangan dari NILIMIJ di
atas. Ol-Mij ini akhirnya menjelman menjadi PT Asuransi Jiwa Bersama Bumi Putra. Sejak itu,
maka asuransi-asuransi konvensional berkembang pesat hingga tahun 2005 telah tercatat
sebanyak 157 perusahaan.Laju pertumbuhannya ( 1 % ) setiap tahunnya. Diantara asuransi jiwa
yang ada adalah : American International Group Lippo ( Aig Lippo ), Asuransi Jiwa Eka Life,
Asuransi Jiwa Indolife Pensiontama, Asuransi Jiwa Metlife Sejahtera, Asuransi Jiwa Tugu
Mandiri, PT. Asuransi Jiwasraya.

Adapun asuransi Syariah pertama kali di Indonesia baru muncul pada 24 Pebruari tahun
1994, yaitu Syarikat Takaful. Walaupun begitu, perkembangan asuransi Syari’at jauh lebih pesat
dari asuransi konvensional, ,karena sampai tahun 2005 telah tercatat 29 perusahaan, sehingga laju
pertumbuhannya hingga ( 8 % ) dalam satu tahun. Bahkan kini menjadi 34 perusahaaan lebih.

Rata-rata asuransi Syariah yang disebut di atas, adalah jelmaan dari asuransi konvensional
yang berpindah menjadi asuransi Syari’at secara total atau memiliki dual programme, yaitu
menjual produk-produk konvensional dan syari’at dalam satu waktu . Yang benar-benar sejak
awal didirikan menyatakan diri sebagai asuransi syariah adalah PT Asuransi Takaful Keluarga
yang berdiri pada 4 Agustus 1994. Contoh-contoh lain dari perusahaan asuransi syariah adalah
PT Asuransi Al Mubarakah yang berdiri pada tahun 1997 dan PT MAALife Assurance, adapun
perusahaan asuransi konvensional yang mempunyai produk syariah adalah : PT Asuransi Jiwa
Manulife Indonesia, PT Asuransi Jiwa Sinar Mas.

Pada zaman Nabi Muhammad SAW, konsep asuransi syariah sudah dikenal dengan
sebutan Al-aqila. Saat itu suku Arab terdiri atas berbagai suku besar dan kecil. Sebagaimana kita
ketahui, Nabi Muhammad SAW adalah keturunan suku Qurais, salah satu suku yang terbesar.
Menurut Dictionary of Islam, jika salah satu anggota suku yang terbunuh oleh anggota suku lain,
sebagai kompensasi, keluarga terdekat si pembunuh akan membayarkan sejumlah uang darah
atau diyat kepada pewaris korban.
BAB IV
Pro Kontra Asuransi Modern

Ada beberapa pandangan atau pendapat mengenai asuransi ditinjau dari fiqh Islam. Yang
paling mengemuka perbedaan tersebut terbagi tiga, yaitu:

I. Asuransi itu haram dalam segala macam bentuknya, temasuk asuransi jiwa

Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqii (mufti Yordania),
Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhil al-Muth‘i (mufti Mesir”). Alasan-alasan yang mereka
kemukakan ialah:

a) Asuransi sama dengan judi


b) Asuransi mengandung unsur-unsur tidak pasti.
c) Asuransi mengandung unsur riba/renten.
d) Asuransi mengandung unsur pemerasan, karena pemegang polis, apabila tidak bisa
melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang premi yang sudah dibayar atau di
kurangi.
e) Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba.
f) Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai.
g) Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya dengan
mendahului takdir Allah.

II. Asuransi konvensional diperbolehkan

Pendapat kedua ini dikemukakan oleh Abd. Wahab Khalaf, Mustafa Akhmad Zarqa (guru
besar Hukum Islam pada fakultas Syari‘ah Universitas Syria), Muhammad Yusuf Musa (guru
besar Hukum Isalm pada Universitas Cairo Mesir), dan Abd. Rakhman Isa (pengarang kitab al-
Muamallha al-Haditsah wa Ahkamuha).

Mereka beralasan:

a) Tidak ada nash (al-Qur‘an dan Sunnah) yang melarang asuransi.


b) Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak.
c) Saling menguntungkan kedua belah pihak.
d) Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum, sebab premi-premi yang
terkumpul dapat di investasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan
pembangunan.
e) Asuransi termasuk akad mudhrabah (bagi hasil)
f) Asuransi termasuk koperasi (Syirkah Ta‘awuniyah).
g) Asuransi di analogikan (qiyaskan) dengan sistem pensiun seperti taspen.

III. Asuransi yang bersifat sosial di perbolehkan dan yang bersifat komersial diharamkan

Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh Muhammad Abdu Zahrah (guru besar Hukum
Islam pada Universitas Cairo).Alasan kelompok ketiga ini sama dengan kelompok pertama dalam
asuransi yang bersifat komersial (haram) dan sama pula dengan alasan kelompok kedua, dalam
asuransi yang bersifat sosial (boleh).

Alasan golongan yang mengatakan asuransi syubhat adalah karena tidak ada dalil yang
tegas haram atau tidak haramnya asuransi itu.Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa masalah
asuransi yang berkembang dalam masyarakat pada saat ini, masih ada yang mempertanyakan dan
mengundang keragu-raguan, sehingga sukar untuk menentukan, yang mana yang paling dekat
kepada ketentuan hukum yang benar.Sekiranya ada jalan lain yang dapat ditempuh, tentu jalan
itulah yang pantas dilalui.

Jalan alternatif baru yang ditawarkan, adalah asuransi menurut ketentuan agama
Islam.Dalam keadaan begini, sebaiknya berpegang kepada sabda Nabi Muhammad
SAW:“Tinggalkan hal-hal yang meragukan kamu (berpeganglah) kepada hal-hal yagn
tidak meragukan kamu.” (HR. Ahmad)Asuransi syariah
Karena dirasa sudah melenceng jauh dari prinsip awal tentang asuransi mutual, banyak
pihak dari kalangan Muslim yang merasa keberatan dengn praktek asuransi modern.

Kontrak asuransi ditolak oleh ulama atau kalangan terpelajar Islam dengan berbagai
alasan antara lain :

1. Asuransi modern merupakan kontrak perjudian


2. Asuransi hanyalah pertaruhan
3. Asuransi bersifat tidak pasti
4. Asuransi jiwa adalah alat dengan mana suatu usaha dilakukan untuk mengganti
kehendak Tuhan
5. Dalam asuransi jiwa jumlah premi tidak tentu, karena peserta asuransi tidak tahu
berapa kali cicilan yang akan dibayarkan sampai ia meninggal, Perusahaan
asuransi menginvestasikan uang yang dibayarkan oleh peserta asuransi dalam
surat berharga berbunga. Dalam hal asuransi jiwa si peserta asuransi atas
kematiannya berhak mendapatkan jauh lebih banyak dari jumlah yang telah
dibayarkannya yang merupakan riba
6. Seluruh bisnis asuransi didasarkan pada riba yang hukumnya haram.

Jadi karena berbagai alasan itulah para ulama dengan tegas menyatakan perang terhadap
prkatek asuransi modern. Para tokoh yang termasuk kontra asuransi modern antara lain : Sayyid
Sabiq, Abdullah al-Qalqii, Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhii al-Muth’i (Muslehuddin,
Muhammad).
Ditengah derasnya hujatan terhadap praktek asuransi modern ternyata ada beberapa ulama
yang justru mendukung pelaksanaan asuransi modern. Para ulama yang pro tehadap asuransi
modern tersebut berpendapat :

1. Asuransi bukan perjudian juga bukan pertaruhan karena didasarkan pada mutualitas
(kebersamaan) dan kerja sama. Perjudian adalah suatu permainan keberuntungan dan
karenanya merusak masyarakat. Asuransi adalah suatu anugerah bagi umat manusia,
karena ia melindungi mereka dari bahaya yang mengancam jiwa dan harta mereka dan
memberikan keuntungan bagi perdagangan dan industri.
2. Ketidakpastian dalam transaksi dilarang dalam Islam karena menyebabkan perselisihan.
Jelas dari ucapan Nabi saw bahwa kontrak penjualan dilarang bila penjual tidak sanggup
menyerahkan barang yang dijanjikan kepada pembeli karena sifatnya yang tidak tentu.
Kontrak asuransi adalah salah satu ganti rugi yang sesuai dengan hukum Islam, karena
telah diketahui jumlah hartanya.
3. Asuransi jiwa bukan alat untuk menolak kekuasaan Tuhan atau menggantikan kehendak-
Nya, karena asuransi ini tidak menjamin suatu peristiwa yang tidak terjadi tapi
sebaliknya mengganti kerugian kepada peserta asuransi terhadap akibat-akibat dari suatu
peristiwa atau resiko yang sudah ditentukan. Gerakan kooperatiflah yang mengurangi
kerugian akibat peristiwa tertentu dan itu didukung oleh ayat Al Quran :”Dan tolong
menolonglah kamu dalam (mengerjakan)kebajikan dan taqwa dan janganlah tolong
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”.
4. Keberatan mengenai tidak tentunya asuransi jiwa dalam arti bahwa peserta suransi tidak
mengetahui berapa banyak jumlah cicilan yang dibayarnya sampai kematiannya adalah
tidak beralasan.
5. Keberatan mengenai riba dalam asuransi tak berguna sebab asuransi membolehkan
peserta asuransi untuk tidak menerima lebih dari yang telah dibayarnya.

Itulah secara ringkas pendapat dari pihak ulama yang pro terhadap praktek asuransi
modern. Mereka juga menambahkan bahwasanya secara tidak langsung kontrak bantuan(‘aqd al-
muwalat) dalam Islam serupa dengan asuransi kewajiban. Para tokoh yang setuju dengan asuransi
modern antara lain : Abd. Wahab Khalaf, Mustafa Akhmad Zarqa, Muhammad Yusuf Musa, Abd
Rakhman Isa.
Begitulah seiring dengan perjalanan waktu perdebatan antara kaum pro dan kontra
asuransi terus berlangsung. Ditengah perdebatan sengit tersebut kemudian muncul kaum yang
moderat dalam arti mereka tidak langsung menolak asuransi modern namun juga tidak langsung
membenarkan. Kaum ini berpendapat bahwa :
1) Asuransi kendaraan untuk perbaikannya tidak dilarang namun asuransi jiwa adalah
semacam perjudian karena tidak ada pembenaran bagi seseorang yang
memberikan hanya sebagian dari suatu jumlah untuk berhak mendapat seluruhnya
jika ia meninggal (riba).
2) Sistem asuransi adalah haram jika dilandasarkan pada riba. Jelas ada unsur
ketidakpastian dan kekacau-balauan dalam asuransi yang seringkali
mengakibatkan kerugian bagi individu dan keuntungan yang banyak bagi
perusahaan.
3) Asuransi dalam segalan jenisnya adalah contoh kerja sama dan berguna bagi
masyarakat.
Berdasar pandangan dari golongan ketiga inilah kemudian muncul pendapat bahwa
asuransi sosial diperbolehkan akan tetapi asuransi komersial adalah haram hukumnya. Pendapat
ketiga ini di anut antara lain oleh :Muhammda Abdu Zahrah,
BAB V
ASURANSI MENURUT ISLAM

Asuransi dalam Sudut Pandang Hukum Islam

Mengingat masalah asuransi ini sudah memasyarakat di Indonesia dan diperkirakan


ummat Islam banyak terlibat di dalamnya, maka permasalahan tersebut perlu juga ditinjau dari
sudut pandang agama Islam.Di kalangan ummat Islam ada anggapan bahwa asuransi itu tidak
Islami. Orang yang melakukan asuransi sama halnya dengan orang yang mengingkari rahmat
Allah.

Allah-lah yang menentukan segala-segalanya dan memberikan rezeki kepada makhluk-


Nya, sebagaimana firman Allah SWT, yang artinya:“Dan tidak ada suatu binatang melata pun
dibumi mealinkan Allah-lah yang memberi rezekinya.” (Q. S. Hud: 6)“……dan siapa (pula) yang
memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah di samping Allah ada Tuhan (yang
lain)?……” (Q. S. An-Naml: 64)“Dan kami telah menjadikan untukmu dibumi keperluan-
keprluan hidup, dan (kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan
pemberi rezeki kepadanya.” (Q. S. Al-Hijr: 20)

Dari ketiga ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah sebenarnya telah menyiapkan
segala-galanya untuk keperluan semua makhluk-Nya, termasuk manusia sebagai khalifah di
muka bumi. Allah telah menyiapkan bahan mentah, bukan bahan matang. Manusia masih perlu
mengolahnya, mencarinya dan mengikhtiarkannya.
BAB VI
KONDISI ASURANSI SYARIAH DI INDONESIA

Kondisi Asuransi Syariah di Indonesia


Data Departemen Keuangan menunjukkan market share asuransi syariah pada tahun 2001
baru mencapai 0.3% dari total premi asuransi nasional. Dibidang aturan hukum saat ini sedang
digodog aturan khusus mengenai asuransi syariah yang diharapkan dapat memberi dampak yang
signifikan sebagaimana dampak dari UU Perbankan tahun 1998.

Hambatan Pengembangan Asuransi Syariah


a. Instrumen tidak dikenal masyarakat luas
b. Anggapan masyarakat Indonesia pengurusn klaim asuransi menyulitkan
c. Instrumen Asuransi kalah bersaing dengan isntrumen investasi seperti surat berharga
d. Asuransi syariah belum tersosialisasikanluas seperti perbankan syariah

Peluang pengembangan Asuransi Syariah


a. Alternatif pilihan proteksi bagi pemeluk agama Islam yang menginginkan produk
yang sesuai dengan hukum Islam
b. Perkembangan Perbankan Islam menuntut peranan asuransi syariah untuk
pengamanan aset dan transaksi perbankan
c. Beberapa kebijakan pemerintah yang mendukung perkembangan Asuransi Syariah
adalah ditetapkannnya kewajiban agar asuransi haji dikelola oleh perusahaan asuransi
syariah.
BAB VII
ASURANSI SOSIAL ( SOCIAL INSURANCE )

Asuransi sosial di Indonesia adalah berupa bantuan yang diberikan oleh pihak pemerintah,
sebagi sarana untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat. Adapun bentuk bantuan yang
diberikan oleh pemerintah tersebut berupa jaminan kepada seseorang atau beberapa orang
anggota masyarakat yang mengalami suatu kerugian dalam memperjuangkan hidup dan
kehidupannya.
Adapun ciri – ciri khas asuransi soaial ini diperinci ( Emmy Pangaribuan,1990 : 106 ) sebagai
berikut :
1) Yang menyelenggarakan pertanggungan ( asuransi, pertanggungan ) itu biasanya adalah
pemerintah
2) Sifat hubungan hukum pertanggungan itu adalah wajib bagi seluruh anggota masyarakat
atau sebagian anggota tertentu masyarakat ( misalnya, bagi para penumpang kendaraan,
baik darat, laut dan udara ).
3) Penentuan penggantian kerugian diatur oleh pemerintah dengan peraturan khusus yang
dibuat untuk itu.
4) Tujuannya adalah untuk memberikan suatu jaminan sosial ( social security ), bukan
mencari keuntungan

Dapat dikemukakan bahwa Asuransi Sosial ini merupakan jawaba atas tuntutan Undang –
Undang Dasar 1945 khususnya pasal 33 Mengenai Kesejahteraan Sosial
Adapun jenis – jenis Asuransi Sosial yang diselenggarakan oleh pemerintah adalah
a) Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri atau sering disingkat dengan TASPEN
b) Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia disingkat ASABRI
c) Asuransi Sosial Tenaga Kerja atau disingkat ASTEK
d) Pertanggungan Kecelakaan Penumpang
e) Pertanggungan Kecelakaan Lalu Lintas
BAB VIII
ASURANSI TAKAFUL

Asuransi takaful, pengertiannya adalah pertanggungan yang berbentuk tolong – menolong,


atau disebut juga dengan perbuatan kafal, yaitu perbuatan saling tolong – menolong dalam
menghadapi suatu risiko yang tidak diperkirakan sebelumnya.
Adapun yang menjadi perbedaan pokok asuransi takaful ini dengan asuransi konvensional
lainnya adalah para peserta saling bertanggung jawab diantara mereka sendiri” ( Forum Keadilan
N,. 15 Tahun II:68 ).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perjanjian pertanggungan bukanlah antara
pihak penanggung ( perusahaan perasuransian ) dengan pihak tertanggung ( peserta asuransi ),
akan tetapi para tertanggung sendirinya yang saling berjanji untuk menanggung diantara mereka.
Konsekuensi tidak adanya perjanjian pertanggungan antara perusahaan dengan para
tertanggung adalah tidak adanya perusahaan memungut premi asuransi, yang ada hanya
pengumpulan iuran.
K.H. Ahmad Azhar Basyir, MA mengemukakan bahwa : “dalam asuransi takaful, bukan
perusahaan yang memungut premi, melainkan pesertalah yang memungut iuran, sehingga
pesertalah sebenarnya yang saling menjamin”.
Dalam asuransi konvensional, pihak perusahaan asuransi merupakan pihak berhadapan
dengan pihak lain yaitu peserta, dan mereka itulah yang mengikat perjanjian, sedangkan dalam
asuransi takaful pihak perusahaan hanyalah sebagai pemegang amanah dari para peserta untuk
melaksanakan tugas yang semestinya dilaksanakan oleh peserta sendiri, yaitu untuk mengolah
iuran yang mereka kumpulkan, dan selanjutnya memberikan santunan kepada peserta yang
mengalami musibah. Tindakan peserta disini ( sebagai pengelola dan memberikan santunan )
adalah untuk dan atas nama peserta, karena yang mengikat perjanjian adalah para peserta sendiri.
Selain itu manajemen, termasuk kebijaksanaan investasi dari peruashaan asuransi harus
diketahui dengan jelas oleh segenap peserta, dan investasi yang dilakukan itu tidak boleh
bertentangan dengan ketentuan syari’at Islam.
Perbedaan lainnya dengan asuransi konvensional, bahwa dalam asuransi konvensional jika
tertanggung memutuskan kontrak asuransi sebelum jangka waktu pertanggungan berakhir, maka
premi yang dibayar oleh pihak peserta tidak dapat ditarik kembali, karena premi tersebut sudah
menjadi hak perusahaan, kecuali asuransi yang diikuti oleh si tertanggung berbentuk asuransi
plus tabungan. Namun demikian perlu diketahui bahwa dalam asuransi konvensional tidak semua
jenis asuransi berbentuk asuransi plus tabungan.
Sebaliknya dalam asuransi takaful, apabila peserta berhenti sebelum masa pertanggungan
berakhir, peserta dapat menarik kembali seluruh iuran yang telah dibayarkannya, bahkan
ditambah lagi dengan keuntungan yang diperoleh selama uangnya ( yang berasal dari iuran –
iuran ) dikelola oleh perusahaan.
Dapat ditambahkan bahwa asuransi takaful ini sudah dilaksanakan di Negara tetangga kita
yaitu Malaysia terhitung semenjak bulan Agustus 1985.
REFERENSI

Pasaribu, Drs.H. Chairuman , Suhrawardi K. Lubis, S.H. 2004 . HUKUM PERJANJIAN DALAM
ISLAM. Jakarta : Sinar Grafika

Umam, Khotibul, S.H,LL.M. 2009 . Hukum Ekonomi Islam, Dinamika dan Perkembangan di
Indonesia.Yogyakarta : Instan Lib

Sumber: http://id.shvoong.com/business-management/investing/2142361-sejarah-singkat-
berdirinya-asuransi-islam/#ixzz1vb47LemR

http :// www. Republika . com

You might also like